Anda di halaman 1dari 10

JOURNAL of APPLIED AND INDUSTRIAL BIOTECHNOLOGY in TROPICAL REGION, Vol. 2, No. 2, Oct.

2009

ISSN:1979-9748

Konstruksi gen CSF3 sintetik penyandi granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) manusia dengan teknik PCR
Asrul Muhamad Fuad1*, Dian Fitria Agustiyanti1, Yuliawati1, Adi Santoso1
1

Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI - Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong, Bogor 16911

Abstrak
Granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) merupakan protein hormon manusia yang tergolong sebagai sitokin dan memiliki aplikasi terapeutik sangat penting. G-CSF merupakan regulator penting dalam pembentukan sel darah putih (neutrofil) atau granulopoiesis dan beberapa fungsi sel granulosit neutrofil matang. Protein ini disandi oleh gen CSF3 (Colony Stimulating Factor-3). G-CSF manusia merupakan suatu glikoprotein yang terdiri atas 174 (isoform-a) atau 177 residu asam amino (isoform-b) dan memiliki satu situs O-glikosilasi dengan bobot molekul sekitar 19,6 kDa. G-CSF rekombinan saat ini digunakan sebagai obat untuk mengatasi neutropenia atau kekurangan sel darah putih dalam tubuh akibat beberapa sebab seperti kemoterapi dan radioterapi, karena keturunan (chronic congenital neutropenia) atau karena transplantasi sumsum tulang. G-CSF rekombinan telah banyak dimanfaatkan untuk mengatasi neutropenia pada pasien yang menjalani kemoterapi kanker. Umumnya G-CSF digunakan dalam kombinasi dengan obat kanker lain dalam pengobatan berbagai kanker seperti leukemia dan Non-Hodgkins lymphoma (NHL). Beberapa produk komersial G-CSF rekombinan seperti filgrastim (Neupogen) dan pegfilgrastim (Neulasta) telah diproduksi pada E. coli, sedangkan lenograstim (Granocyte) diproduksi pada sel mamalia (sel CHO). Sel inang seperti ragi Pichia pastoris merupakan organisme alternatif yang sangat menjanjikan dan memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan sel mamalia maupun E. Coli, P. pastoris telah banyak digunakan untuk produksi berbagai jenis protein rekombinan termasuk protein terapeutik. Namun sayangnya ekspresi suatu gen heterolog sangat beragam. Salah satu penyebabnya adalah ketidak sesuaian kodon antara organisme asal gen target dengan sel inang. Salah satu cara untuk mengoptimalkan ekspresi suatu gen heterolog adalah dengan melakukan optimasi kodon dari gen target terhadap sel inang yang dimaksud. Optimasi kodon melibatkan banyak titik mutasi yang sulit dilakukan dengan teknik mutagenesis terarah konvensional. Untuk itu rekonstruksi total gen diperlukan dan sintesis gen baru dilakukan secara in-vitro melalui teknik PCR (polymerase chain reaction) dengan metode TBIO (Thermodynamically Balanced Inside-Out). Penelitian ini bertujuan meng-konstruksi suatu gen sintetik CSF3syn yang mengandung kodon optimal untuk ekspresi G-CSF rekombinan pada ragi P. pastoris. Fragmen DNA sepanjang 558 pb telah berhasil dikonstruksi dari 14 untai oligonukleotida dengan panjang rata-rata 60 nukleotida. Fragmen gen sintetik CSF3syn telah berhasil diklon dan dirunut urutan nukleotidanya. Dari 8 klon yang dianalisis diperoleh urutan nukleotida gen yang masih mengandung antara 1 sampai 12 titik mutasi dengan tingkat kemiripan terhadap sekuen gen target 97,70% sampai 99,81%. Gen sintetik dari ke 8 klon tersebut masih mengandung mutasi delesi, substitusi, insersi atau gabungan beberapa jenis mutasi tersebut. Tingkat kesalahan total sintesis gen hasil konstruksi dengan teknik tersebut mencapai 0,72%. Gen sintetik CSF3syn dengan urutan yang tepat telah diperoleh dengan cara memperbaiki urutan nukleotida salah satu klon yang diperoleh melalui teknik mutagenesis terarah dengan PCR dan diklon dalam plasmid kloning. Kata kunci: G-CSF rekombinan, CSF3, Gen sintetik, Protein terapeutik, Neutropenia, Granulopoiesis, Neutrofil, Pichia pastoris.

PENDAHULUAN
G-CSF (Granulocyte-colony stimulating factor) adalah protein manusia yang tergolong sebagai sitokin, memiliki aktivitas biologis dan aplikasi terapeutik. G-CSF disandi oleh gen CSF3 (Colony stimulating factor-3) yang terletak pada kromosom 17 pada daerah q21-q22. Klon cDNA gen CSF3 telah berhasil diisolasi pada tahun 1986 dan sekuen proteinnya telah diketahui. Beberapa klon cDNA CSF3 berhasil diisolasi dari pustaka cDNA human squamous carcinoma cell line (Nagata et al., 1986). Lebih dari 80% klon cDNA CSF3 tersebut menyandi protein sepanjang 204 asam amino (aa), sedangkan sisanya menyandi protein dengan panjang 207 aa. Kedua
1

*Correspondence to: Dr. Asrul Muhamad Fuad Tel: +62 21 8754587; Fax: +62 21 8754588 Email: asrul.muhamad.fuad@lipi.go.id

Konstruksi gen CSF3 sintetik penyandi granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) manusia dengan teknik PCR

JOURNAL of APPLIED AND INDUSTRIAL BIOTECHNOLOGY in TROPICAL REGION, Vol. 2, No. 2, Oct. 2009

ISSN:1979-9748

isoform G-CSF tersebut terjadi akibat perbedaan pemotongan intron pada proses maturasi mRNA. Sebanyak 30 residu asam amino pada ujung-N kedua isoform tersebut merupakan sekuen sinyal protein sehingga dihasilkan 2 isoform G-CSF dengan panjang masing-masing 177aa (isoform-a, NP_000750)) 174 aa (isoform-b, NP_757373) de-ngan berat molekul 19.600 Da (Nagata et al, 1986; Souza et al., 1986). Kedua isoform G-CSF sama-sama memiliki bioaktivitas, tetapi isoform-b dilaporkan memiliki aktivitas yang lebih baik. G-CSF memiliki satu situs O-glikosilasi pada T166, tetapi telah diketahui bahwa glikosilasi tidak mempengaruhi bioaktivitasnya. Neutropenia merupakan suatu kondisi dimana jumlah sel darah putih dalam tubuh sangat rendah sehingga tubuh rentan terhadap serangan penyakit. Neutropenia dapat terjadi akibat bawaan secara genetik (congenital neutropenia) seperti chronic neutropenia atau disebabkan oleh sesuatu (acquired neutropenia) misalnya infeksi, kemoterapi kanker atau kekurangan nutrisi tertentu seperti vitamin B12, asam folat dan copper. Salah satu obat yang efektif mengatasi neutropenia adalah G-CSF rekombinan. Banyak pasien anak penderita congenital neutropenia memerlukan G-CSF setiap hari untuk menghindari mereka dari infeksi. Beberapa penderita hanya perlu G-CSF untuk meningkatkan jumlah neutrofil saat terserang infeksi berat. Penggunaan GCSF sebagai obat untuk penderita kanker digunakan dalam kombinasi dengan obat anti-kanker lain dalam kemoterapi kanker seperti AML (acute myelogenous leukemia) (Gardin et al., 1997), CLL (chronic lymphocytic leukemia) (OBrien et al., 1997), CML (chronic myelogenous leukemia) (Heinzinger et al., 1998), dan intermediate and high-grade NHL (NonHodgkins lymphoma) (Niitsu and Umeda, 1998). GCSF berfungsi untuk meningkatkan kandungan sel darah putih khususnya dan mencegah komplikasi saat dan pasca kemoterapi kanker. G-CSF akan menstimulasi secara cepat terbentuknya koloni selsel darah putih yang rusak akibat kemoterapi dan memperkuat pertahanan tubuh terhadap serangan infeksi (http://www.cancer.gov). Obat ini diberikan sebagai suntikan dibawah kulit. Demikian pula terhadap pasien harus menjalani transplantasi sumsum tulang belakang, seperti penderita Kostmann syndrome, aplastic anemia atau leukemia, maka G-CSF sangat diperlukan untuk proses recovery sel-sel darah khususnya sel darah putih. Ada beberapa produk komersial hG-CSF yang tersedia di pasar saat ini antara lain filgrastim (Neupogen), lenograstim (Granocyte) dan pegfil-grastim (Neulasta). Filgrastim dan Pegfilgrastim adalah hGCSF rekombinan yang diproduksi pada bakteria (E. coli) oleh AMGEN, sementara Leno-grastim diproduksi pada sel mamalia (sel CHO) oleh CHUGAI Pharm.Co. Selain itu ROCHE juga telah meluncurFuad et al.

kan produk Neulastim (pegfilgrastim) untuk pengobatan fibrile neutro-penia. Obat-obat tersebut bekerja dengan cara yang sama. Molekul dengan pegilasi (peg-filgrastim) memiliki glikosilasi yang membantu obat tersebut bekerja lebih lama. Sintesis kimia suatu fragmen DNA atau gen merupakan salah satu cara yang efektif untuk menciptakan, memodifikasi dan mempelajari fungsi gen, seperti mempelajari sturktur dan ekspresi suatu gen pada sel inang. Teknik konstruksi gen telah digunakan dalam beberapa tahun terakhir. Pada awalnya teknik yang paling banyak digunakan untuk mengkonstruksi suatu gen sintetik adalah dengan cara mencampur fragmen-fragmen DNA untai ganda yang saling tumpang-tindih (overlap) dan menyambungnya secara enzimatik. Akan tetapi produk DNA yang dihasilkan dengan teknik ini menurun tajam dengan meningkatnya jumlah fragmen DNA untai ganda. Metode yang lebih umum adalah dengan cara mengkonstruksi beberapa fragmen DNA suatu gen secara terpisah dari sejumlah kecil fragmen DNA, amplifikasi setiap fragmen melalui sub-kloning ke dalam plasmid dan menyambung fragmen-fragmen DNA tersebut menjadi fragmen gen yang utuh. Dengan cara ini produk antara dapat dihasilkan secara efisien, namun demikian tahapan sub-kloning dan amplifikasi bakteri menjadikan prosedur ini memerlukan waktu yang lama dan tidak efisien lagi. Metode terbaru dalam konstruksi gen sintetik melibatkan perakitan beberapa untai primer DNA sintetik atau oligonukleotida untuk menghasilkan fragmen DNA untai ganda sepanjang 500 pb yang dirakit dalam satu tabung reaksi dimana proses annealing dan ligasi berlangsung dengan teknik PCR. Dalam penelitian ini konstruksi gen sintetik dilakukan secara in-vitro dengan teknik PCR menggunakan metode yang disebut TBIO (Thermodynamically Balanced Inside-Out). Metode ini merupakan metode yang efisien untuk konstruksi gen tanpa penggunaan prosedur pemotongan dan penyambungan fragmen DNA (Gao et al., 2003). Metode sintesis DNA dalam satu tahap dengan teknik PCR ini menggunakan primer DNA dalam dua arah, baik arah untai sense maupun arah untai antisense, dimana masing-masing primer meng-andung separuh bagian dari gen. Pemanjangan primer berlangsung dalam dua arah (bidireksional). Dengan demikian proses pemanjangan untuk pasangan primer terdalam harus selesai terlebih dahulu sebelum dapat dilanjutkan dengan pasangan primer selanjutnya. Proses ini berlangsung bertahap sampai dengan pasangan primer terluar. Metode ini dilaporkan berhasil digunakan untuk mengkonstruksi suatu gen dengan panjang mencapai 1.712 pb. Metode yang sama telah digunakan untuk menghasilkan suatu fragmen DNA yang lebih panjang lagi dengan metode yang sedikit dimo2

JOURNAL of APPLIED AND INDUSTRIAL BIOTECHNOLOGY in TROPICAL REGION, Vol. 2, No. 2, Oct. 2009

ISSN:1979-9748

difikasi (Xiong et al., 2004). Metode yang digunakan telah dilaporkan menunjukkan keakuratan yang tinggi dan efisien dalam biaya. Metode sintesis untuk konstruksi fragmen DNA yang panjang tersebut dilakuikan dengan teknik PCR dua tahap. DNA sepanjang 2.382 pb dibagi dalam lima kelompok dengan panjang setiap fragmen sekitar 500 pb. Setiap fragmen DNA disintesis dengan metode TBIO dan selanjutnya semua fragmen DNA tersebut digabung dan diamplifikasi menjadi satu gen yang utuh. Tujuan penelitian ini adalah mengkonstruksi gen CSF3-sintetik (CSF3syn) untuk diekspresikan pada ragi P. pastoris. Gen tersebut akan diekspresikan secara esktrasel untuk memudahkan proses hilir protein rekombinan. Selain itu gen sintetik ini dirancang mengandung kodon P. pastoris untuk ekspresi optimal pada ragi tersebut. Gen CSF3syn berhasil dikonstruksi menggunakan metode TBIO dengan tingkat kesalahan mencapai 0,72%. Urutan nukleoida yang tepat dari gen sintetik ini telah diperoleh setelah dilakukan tahapan perbaikan sekuen dengan mutagenesis terarah dari salah satu klon terbaik yang diperoleh.

nukleotida (60oC), batas minimal frekuensi kodon yang digunakan (>10%) dan metode digunakan adalah TBIO. Selanjutnya program memberikan output yang rinci dari sekuen oligonukleotida yang diperlukan untuk konstruksi gen sintetik CSF3syn. Konstruksi gen sintetik dan rancangan eksperimental: gen sintetik CSF3syn dikonstruksi dengan metode TBIO yang dimodifikasi (Gao et al., 2003). Metode pemanjangan primer dengan teknik PCR, yang merupakan prinsip dasar metode TBIO, dimulai dari pasangan primer yang terdalam atau dari bagian tengah sekuen gen. Gambar-1 menunjukkan prinsip dari metode konstruksi gen yang digunakan. Reaksi pemanjangan primer bermula dari bagian tengah gen dimana ujung-3 dari pasangan primer terdalam (P7 dan P8) saling overlap. Selanjutnya reaksi PCR berlanjut dengan pasangan primer berikutnya (P6 dan P9) dengan produk antara yang dihasilkan dari pasangan primer P7 dan P8 menjadi cetakan dalam propses pemanjangan selanjutnya. Proses yang sama terus berlangsung hingga pasangan primer yang terakhir (P1 dan P14). Dalam setiap tahapan, proses pemanjangan terjadi dalam dua arah, yaitu arah untai sense maupun arah untai anti-sense. Dengan demikian setiap produk antara yang digunakan sebagai cetakan akan menjadi bagian dari gen sintetik yang disintesis. Sebanyakl 50 l larutan reaksi PCR yang didalamnya mengandung 1x Pfu buffer, 0,2 mM dNTPs mix, 1,25U Pfu DNA polimerase, dH2O steril dan 40 mM pasangan primer (dimulai dari yang terdalam, yaitu P7 dan P8) dimasukkan dalam satu tabung mikro PCR. Reaksi PCR dilakukan secara bertahap menggunakan pasangan primer terdalam kemudian dilanjut dengan pasangan primer berikutnya. Sebanyak 2,5 l produk hasil PCR tersebut dimasukkan ke dalam tabung yang berisi campuran reaksi PCR baru dan diperpanjang dengan pasangan primer selanjutnya, yaitu P6 dan P9. Proses berlanjut sampai dengan pasangan primer terluar (P1 dan P14). Setiap tahap amplifikasi dengan PCR dilakukan di bawah kondisi PCR sebagai berikut: (1) denaturasi awal 95oC 2 menit, (2) denaturasi 95oC 1 menit, (3) penempelan 59oC 30 detik, (4) pemanjangan 72oC 1 menit, (5) pemanjangan akhir 72oC 5 menit. Tahap (2) sampai (4) dilakukan dalam 25 siklus. Produk antara dari setiap tahapan amplifikasi PCR diperiksa dengan metode elektroforesis gel. Kloning gen atau produk PCR ke dalam plasmid kloning, transformasi pada E. coli dan analisis dengan enzim restriksi dilakukan menurut protokol umum dalam biologi molekular (Ausubel et al., 2002).

BAHAN DAN METODE


Bahan: primer atau oligonukleotida dibuat oleh Generay Biotech. Enzim Pfu DNA polimerase, dNTP mix , plasmid kloning InsTAcloneTM, enzim restriksi XhoI dan SalI, T4 DNA ligase dari Fermentas. Kit ekstraksi DNA dari RBC. Rancangan primer dan urutan nukleotida gen CSF3 sintetik: urutan nukleotida gen CSF3syn dirancang berdasarkan sekuen protein G-CSF isoform-b yang mengandung 174 residu asam amino. Peptida sinyal (30 asam amino pertama) tidak disertakan dalam rancangan gen sintetik. Sekuen protein diperoleh dari pangkalan data gen (GenBank nomor akses NP_757373) atau pangkalan data protein (SwissProt nomor akses P09919-2). Rancangan primer (oligonukleotida) dan urutan nukleotida gen sintetik CSF3syn didesain dengan program DNAworks 3.1. Fragmen DNA CSF3syn yang disintesis berukuran panjang 522 pb. Kedalam fragmen gen sintetik ditambahkan situs restriksi XhoI dan SalI masing-masing pada kedua ujung gen serta sekuen peptida linker (KREAEA) pada ujung-5, Panjang total gen yang disintesis menjadi 558 pb. Sekuen protein selanjutnya dimasukkan ke dalam program DNAworks 3.1 sebagai input. Gen sistetik dioptimasi mengandung kodon preferensi untuk P. pastoris. Beberapa parameter lain yang ditetapkan dalam rancangan gen sintetik adalah panjang oligonukleotida (60 nt), suhu annealing antar oligo-

Konstruksi gen CSF3 sintetik penyandi granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) manusia dengan teknik PCR

JOURNAL of APPLIED AND INDUSTRIAL BIOTECHNOLOGY in TROPICAL REGION, Vol. 2, No. 2, Oct. 2009

ISSN:1979-9748

HASIL DAN PEMBAHASAN


Rancangan gen CSF3syn dan oligonukleotida sintetik: G-CSF manusia dikode oleh satu gen tunggal yaitu CSF3 yang tergolong ke dalam keluarga IL-6 (interleukin-6). Gen tersebut terletak pada kromosom-17 dan posisi lokus 17q11.2-q21 dari hasil hibridisasi in situ (Tweardy et al, 1987). Gene tersebut menghasilkan 3 varian mRNA yang menghasilkan 3 bentuk preprotein G-CSF manusia. Walau demikian hanya dua isoform protein matang G-CSF yang dijumpai dalam tubuh, yaitu isoform-a (177aa, NP_000750) dan isoform-b (174aa, NP_757373). Meski isoform-b lebih pendek dengan absennya tiga asam amino (VSE) pada posisi 66-68, kedua isoform menunjukkan bioaktivitas yang sama. Pada penelitian ini sekuen protein dari G-CSF isoform-b digunakan sebagai cetakan untuk merancang sekuen gen sintetik CSF3syn. Gen CSF3syn dirancang mengandung kodon P. pastoris yang dioptimasi untuk ekspresi protein pada ragi tersebut. Sinyal peptida, yaitu 30 asam amino pertama, tidak disertakan dalam rancangan gen sintetik. Sebaliknya kedalam rancangan gen sintteik ditambahkan sekuen peptida linker KREAEA pada ujung-N gen tersebut. Sekuen peptida tersebut mengandung situs pemotongan proteolitik Kex2 dan Ste13. Situs ini berguna untuk sekresi protein rekombinan pada ragi P.

pastoris karena gen target difusi dengan sekuen sinyal faktor-alpha. Tabel-1 menunjukkan sekuen asam amino protein G-CSF (isoform-b) dengan peptida linker. Sekuen ini digunakan sebagai input pada program DNAworks untuk menghasilkan sekuen gen sintetik CSF3syn. Hasil output dari program ter-sebut adalah sekuen DNA sepanjang 540 pb seperti dapat dilihat pada Tabel-2. Perubahan sekuen gen sintetik CSF3syn yang mengandung kodon ragi dibandingkan gen asalnya (CSF3 manusia) tercermin pula pada perbedaan komposisi kandungan GC kedua gen tersebut. Kandungan GC gen CSF3 (kodon manusia) adalah 65,71%, sementara pada gen CSF3syn (kodon ragi) adalah 43,68%. Kandungan GC gen CSF3syn disesuaikan dengan kandungan GC gen-gen yang ada pada genom P. pastoris, yaitu antara 43~47%. Dua situs restriksi, yaitu XhoI dan SalI, ditambahkan pada kedua ujung sekuen gen sintetik untuk keperluan kloning pada vektor ekspresi ragi. Kodon stop tidak dimasukkan dalam rancangan karena ujung-3 gen target difusi dengan sekuen DNA penanda berupa sekuen poli-His (His-tag) yang merupakan bagian dari vektor ekspresi. Stop kodon terletak segera setelah sekuen poli-His. Panjang total gen CSF3syn yang dikonstruksi termasuk situs restriksi adalah 558 pb.

Tabel 1. Sekuen protein dari gen CSF3 (NP_737575) yang digunakan sebagai input untuk rancangan gen sintetik CSF3syn menggunakan program DNAworks 3.1.

Protein Sequence 1 KREAEATPLGPASSLPQSFLLKCLEQVRKIQGDGAALQEKLCATYKLCHPEELVLLGHSL 61 GIPWAPLSSCPSQALQLAGCLSQLHSGLFLYQGLLQALEGISPELGPTLDTLQLDVADFA 121 TTIWQQMEELGMAPALQPTQGAMPAFASAFQRRAGGVLVASHLQSFLEVSYRVLRHLAQP 181


Catatan: Sekuen peptida KREAEA adalah peptida linker yang menghubungkan sekuen faktor-alfa dan gen sintetik serta mengandung situs proteolitik Kex2 dan Ste13 untuk sekresi protein rekombinan. Tabel 2. Rancangan urutan nukleotida gen CSF3syn sebagai output program DNAworks 3.1.

1 61 121 181 241 301 361 421 481 541

DNA Sequence AAGAGAGAGGCTGAAGCTACTCCACTAGGCCCAGCTTCTTCTTTGCCACAATCTTTTCTT TTGAAGTGTTTGGAACAAGTTAGAAAGATTCAGGGTGATGGTGCTGCCTTGCAGGAAAAG TTGTGTGCTACTTACAAGCTGTGTCATCCAGAAGAATTGGTCTTGCTGGGACATTCTTTG GGTATTCCATGGGCTCCATTGTCTTCTTGTCCATCTCAAGCTCTGCAATTGGCTGGTTGT TTGTCTCAGTTGCATTCTGGTTTGTTTCTGTACCAAGGATTGTTGCAAGCTTTGGAAGGT ATTTCTCCAGAGTTGGGACCAACTTTGGATACTTTGCAACTTGATGTTGCTGATTTTGCT ACTACTATTTGGCAACAAATGGAAGAACTAGGTATGGCTCCTGCTTTGCAGCCAACTCAA GGTGCTATGCCAGCCTTTGCATCAGCTTTTCAGAGAAGAGCTGGTGGTGTTTTGGTTGCT TCTCATTTGCAGTCTTTCCTAGAAGTTTCTTACAGAGTTTTGAGACATTTGGCTCAACCA

Konstruksi gen sintetik CSF3syn dengan metode TBIO: program DNAworks 3.1 memberikan rancangan gen sintetik yang akan dikonstruksi serta 14 sekuen oligonukleotida (primer) yang diperlukan untuk konstruksi gen sintetik. Oligonukleotida
Fuad et al.

tersebut memiliki panjang rata-rata 60 nukleotida (nt), dimana separuhnya (7 untai) memiliki sekuen untai sense dan separah lainnya untai anti-sense. Antara oligonukleotida yang bersebelahan terdapat daerah overlap sepanjang 18 sampai 25 nt. Daerah
4

JOURNAL of APPLIED AND INDUSTRIAL BIOTECHNOLOGY in TROPICAL REGION, Vol. 2, No. 2, Oct. 2009

ISSN:1979-9748

overlap tersebut telah dioptimasi dan memiliki suhu annealing yang sama yaitu 60o1oC untuk kemudahan proses pemanjangan gen. Gen sintetik dikonstruksi dengan 7 pasang oligonukleotida yang telah dirancang dengan metode TBIO. Amplifikasi gen berlangsung dalam dua arah dari bagian gen yang terdalam (bagian tengah) sampai ke bagian terluar (inside-out). Gen disintesis dalam tujuh tahapan (sekuensial) pemanjangan dua arah yang dilakukan dari pasangan primer (oligonukleotida) yang paling dalam (P7 dan P8), bertahap sampai dengan pasangan primer yang paling luar (P1 dan P14). Produk antara dari setiap fragmen DNA yang terbentuk dari pasangan primer yang lebih dalam akan diperpanjangan dengan pasangan primer berikutnya. Proses konstruksi gen dengan metode TBIO diperlihatkan pada Gambar-1. Dengan metode ini produk DNA yang diharapkan dapat dihasilkan secara efisien seperti ditunjukkan pada Gambar-2. Produk antara dari reaksi PCR tahap pertama digunakan sebagai cetakan dan diperpanjang oleh pasangan primer berikutnya. Demikian selanjutnya produk antara tersebut digunakan sebagai cetakan untuk proses pemanjangan fragmen DNA berikutnya hingga diperoleh fragmen DNA target (558 pb).
p1 p2 p3 p4 p5

demikian program DNAworks memberikan 6 alternatif solusi sekuen dari setiap suhu annealing. Dari beberapa solusi ini dipilih satu solusi sekuen yang memiliki rentang perbedaan Tm yang paling rendah (1,4oC), yaitu sekuen dengan suhu annealing (Tm) 60oC. Hal ini berarti bahwa perbedaan suhu annealing antara oligonukleotida ynag bersebelahan tidak akan lebih dari nilai tersebut (60o C 1,4oC). Semakin rendah perbedaan Tm akan semakin baik proses pemanjangan dengan PCR berlangsung.

p6

p7 p8 p9

p10

Gambar 2. Analisis DNA produk PCR gen sintetik CSF3syn dengan metode TBIO. Lajur-1: DNA ladder 100pb; Lajur-2: produk PCR (P7~P8); lajur-3: P6~P9; lajur-4: P5~P10; lajur-5: P4~P11; lajur-6: P3~P12; lajur-7: P2~P13; lajur8: P1~P14. Produk akhir gen sintetik adalah fragmen DNA berukuran 558 pb (lajur-8).
p11 p12 p13 p14

Forward primer Reverse primer

Gambar 1. Metode konstruksi gen sintetik CSF3syn dengan metode TBIO (thermodynamically balanced inside-out). Proses pemanjangan primer berlangsung secara bertahap dimulai dari bagian tengah gen dengan primer terdalam dan selanjutnya diikuti oleh pasangan primer selanjutnya.

Karakteristik oligonukleotida (primer) yang didesain untuk digunakan dengan metode TBIO ditunjukkan pada Tabel-3 (A-D), termasuk rentang frekuensi, rentang suhu annealing (Tm), rentang daerah overlap antara oligonukleotida, dan rentang panjang oligonukleotida yang digunakan. Program DNAworks memiliki fleksibilitas dalam menggunakan parameter input yang diinginkan. Dalam desain oligonukleotida gen CSF3syn dalam penelitian ini telah digunakan parameter panjang nukleotida yang tetap (60 nt) dengan rentang suhu annealing bervariasi (60o sampai 65oC). Dengan

Metode konstruksi gen yang digunakan bekerja dengan baik dan produk antara hasil PCR ditunjukkan pada Gambar-2. Akan tetapi ketika semua oligonukleotida dicampurkan dalam satu tabung PCR dan direaksikan dalam satu tahapan PCR, tidak ada produk DNA yang dihasilkan (data tidak ditunjukkan). Pada setiap tahapan PCR dihasilkan produk DNA antara dengan panjang yang semakin meningkatkan dari 100 pb sampai sekitar 550 pb (Gambar-2). Oligonukleotida dengan panjang 60 nt dipilih untuk alasan efektivitas proses dalam menghasilkan produk dan efisiensi biaya. Xiong et al. (2004) telah berhasil mengkonstruksi satu gen yang cukup panjang, yaitu vip3aI (2.382 pb), dengan teknik yang sama dan panjang oligonukleotida yang sama. Dilaporkan bahwa biaya efektif yang dikeluarkan menggunakan oligo sepanjang 60 nt lebih baik dibandingkan dengan oligo sepanjang 90 nt untuk konstruksi gen sintetik vip3aI. Biaya yang diperlukan menggunakan oligo sepanjang 60 nt dapat direduksi menjadi sepertiga daripada menggunakan oligo sepanjang 90 nt (Xiong et al, 2004).

Konstruksi gen CSF3 sintetik penyandi granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) manusia dengan teknik PCR

JOURNAL of APPLIED AND INDUSTRIAL BIOTECHNOLOGY in TROPICAL REGION, Vol. 2, No. 2, Oct. 2009

ISSN:1979-9748

Tabel 3. Beberapa karakteristik oligonukleotida (primer) yang digunakan untuk sintesis gen CSF3syn. (A) Rentang frekuensi kodon; (B) Rentang suhu annealing (Tm); (C) Panjang daerah overlap; (D) Panjang oligo. A Rentang Frekuensi 0% - 4% 5% - 9% 10% - 14% 15% - 19% 20% - 24% 25% - 29% 30% - 34% 35% - 39% 40% - 44% 45% - 49% >= 50% C Panjang daerah overlap (nt) < 17 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 >= 27 Jumlah oligo 0 0 3 2 3 0 3 1 0 1 0 0 Panjang oligo (nt) < 49 49-50 51-52 53-54 55-56 57-58 59-60 61-62 63-64 65-66 67-68 >= 69 Jumlah kodon 0 0 4 7 2 15 27 14 30 25 56 Suhu Tm o ( C) < 58 58 59 60 61 62 63 64 65 >=66 B Jumlah Oligo 0 0 5 8 0 0 0 0 0 0

mengandung DNA sisipan, yaitu gen sintetik CSF3syn (Gambar 4).

Gambar 3. Hasil isolasi plasmid rekombinan yang mengandung DNA sisipan gen CSF3syn. Lajur-1: Plasmid tanpa DNA sisipan (Kontrol); Lajur-2~12: Beberapa klon plasmid rekombinan pTZ57R-CSF3syn.

D Jumlah oligo 2 0 0 0 0 0 12 0 0 0 0 0

Kloning dan analisis gen sintetik CSF3syn: produk final fragmen DNA yang dihasilkan dengan metode TBIO adalah sekitar 550 pb yang sesuai dengan panjang gen target yaitu 558 pb. Produk final PCR tersebut diisolasi dari gel dan diklon ke dalam plasmid kloning. Dalam proses sintesis gen digunakan Pfu DNA polimerase yang menghasilkan produk DNA dengan ujung tumpul (blunt end). Untuk mengklon produk PCR ke dalam plasmid kloning dengan ujung T, maka produk PCR tersebut ditambahkan ujung A dengan cara menginkubasi produk PCR tersebut dengan Taq DNA polimerase (suhu 72oC selama 1 jam) sebelum diligasi ke dalam vektor kloning (pTZ57R/T). Produk ligasi telah berhasil ditransformasikan ke dalam sel E. coli (galur XL-1 blue) dan menghasilkan transforman yang membawa plasmid rekombinan yang mengandung gen sintetik (Gambar-3). Analisis elektroforesis terhadap hasil pemotongan plasmid rekombinan dengan enzim restriksi (XhoI dan SalI) menunjukkan beberapa klon positif

Gambar 4. Hasil elektroforesis pemotongan plasmid rekombinan pTZ57R-CSF3syn dengan enzim restriksi (XhoI and SalI).

Analisis urutan DNA gen sintetik CSF3syn telah dilakukan terhadap beberapa klon independen. Dari 10 klon yang dianalisis, sejumlah 8 klon memberikan hasil analisis yang dapat dibaca dengan baik. Hasil analisis menunjukkan masih adanya kesalahan (mutasi) yang terjadi pada sekuen gen sintetik hasil konstruksi, yaitu antara 1 sampai 12 nukleotida yang mengalami mutasi. Mutasi yang ditemui meliputi mutasi delesi, substitusi dan insersi atau gabungan dari beberapa jenis mutasi tersebut. Hasil analisis uruan DNA dari 8 klon independen tersebut disajikan pada Gambar-5, sedangkan jumlah dan jenis mutasi yang dijumpai pada klon yang dianalisis dirangkum pada Tabel 4.

Fuad et al.

JOURNAL of APPLIED AND INDUSTRIAL BIOTECHNOLOGY in TROPICAL REGION, Vol. 2, No. 2, Oct. 2009

ISSN:1979-9748

Tabel 4. Jumlah dan jenis mutasi pada sekuen DNA gen sintetik CSF3syn hasil konstruksi dengan metode TBIO dan tingkat kemiripan sekuen gen hasil analisis.
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 No. Klon Ye_002 Ye_003 Ye_005 Ye_007 Ye_012 Ye_013 Ye_026 Ye_029 Jumlah Persentase (%) Delesi 1 2 2 4 12 3 3 27 0,57 Substitusi 1 2 1 1 5 0,11 Insersi 1 1 Total 2 2 2 1 7 12 4 4 34 0,72 Kemiripan (%) 99,62 99,62 99,62 99,81 98,66 97,70 99,23 99,23

2 0,04

Catatan: Nomor klon CSF_Ye_xxx diringkas menjadi Ye_xxx. Mutasi pada klon Ye_013 adalah delesi nukleotida ke 1-12 pada ujung-5. Mutasi pada klon lainnya tersebar pada berbagai posisi. Jumlah total nukleotida dianalisis dari 8 klon adalah 4698 nt.

Konstruksi gen CSF3 sintetik penyandi granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) manusia dengan teknik PCR

JOURNAL of APPLIED AND INDUSTRIAL BIOTECHNOLOGY in TROPICAL REGION, Vol. 2, No. 2, Oct. 2009

ISSN:1979-9748

Gambar 5. Hasil analisis urutan DNA gen CSF3syn yang dikonstruksi dengan metode TBIO dari beberapa klon independen. Lajur-1 adalah sekuen gen CSF3 yang direncanakan (G-CSF_Ye). Tanda titik menunjukkan basa yang identik; tanda ~ menunjukkan delesi; tanda huruf (A/G/C/T) menunjukkan adanya substitusi.

Delapan klon yang telah dianalisis menunjukkan tingkat kemiripan antara 97,70% sampai 99,81%. Dari total 4698 nukelotida yang dianalisis dari 8 klon gen sintetik tersebut dijumpai sejumlah total 34 nukleotida yang mengalami mutasi. Ada tiga jenis mutasi yang dapat diamati yaitu mutasi delesi, substitusi dan insersi. Beberapa klon mengandung kombinasi dari dua atau lebih jenis mutasi tersebut. Dengan jumlah kesalahan tersebut maka total tingkat kesalahan dari gen sintetik CSF3syn ini mencapai 0,72 %. Mutasi delesi merupakan penyebab mutasi yang terbanyak yaitu 0,57%, diikuti oleh nutasi substitusi 0,11% dan terakhir muatsi insersi yang palng sedikit yaitu 0,04%. Titik mutasi tersebar pada berbagai bagian gen hasil sintesis, kecuali klon no. Ye_013 dimana delesi 12 nukleotida berurutan terjadi pada ujung-5. Meski terdapat 12 nukleotida terdelesi, klon ini relatif mudah diperbaiki karena tidak perlu memesan primer baru untuk perbaikan
Fuad et al.

sekuen namun dapat menggunakan oligo yang ada (P1 dan P14). Perbaikan gen sintetik selanjutnya dilakukan terhadap salah satu klon yang diperoleh. Perbaikan dilakukan dengan metode mutagenesis terarah melalui teknik PCR menggunakan beberpa primer atau oligo yang diperlukan untuk perbaikan sekuen DNA gen target. Gen sintetik hasil perbaikan selanjutnya diklon dalam plasmid kloning dan dilakukan analisis urutan DNA kembali. Klon gen sintetik CSF3syn hasil perbaikan telah berhasil diperoleh. Tiga dari empat klon yang dianalisis telah menunjukkan adanya perbaikan mutasi pada sekuen gen sintetik yang diperbaiki. Klon gen sintetik hasil perbaikan ini selanjutnya akan digunakan untuk diklon ke dalam vektor ekspresi ragi P. pastoris. Sintesis DNA untai ganda dengan metode TBIO ini merupakan proses PCR yang bertahap, dimana produk PCR antara yang terbentuk akan diperpan8

JOURNAL of APPLIED AND INDUSTRIAL BIOTECHNOLOGY in TROPICAL REGION, Vol. 2, No. 2, Oct. 2009

ISSN:1979-9748

jang dan menjadi cetakan bagi proses pemanjangan gen selanjutnya. Karena itu keakuratan reaksi PCR selama proses sintesis gen berlangsung menjadi sangat penting dan mempengaruhi keakuratan dari produk final gen sintetik yang dihasilkan. Kesalahan atau mutasi yang terjadi pada setiap tahapan PCR secara progresif akan terakumulasi pada tahapan berikutnya. Keakuratan enzim DNA polimerase dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kemampuan enzim tersebut menerima atau menolak nukleotida yang salah, ada atau tidak adanya aktivitas 35 eksonuklease yang berfungsi sebagai aktivitas proof reading, dan kemampuan enzim tersebut memperpanjang DNA yang mengandung mutasi mismatch (Cline et al., 1996; Singh et al., 1996). Dalam penelitian ini digunakan enzim yang memiliki keakuratan sintesis yang tinggi seperti Pfu DNA polimerase, yang merupakan DNA polimerase termostabil yang berasal dari Pyrococcus furiosus. Tingkat kesalahan Pfu polimerase yang pernah dilaporkan adalah 5 kali lebih rendah dibandingkan Deep Vent polimerase dan 9~10 kali lebih rendah daripada Taq polimerase (Flaman et al., 1994). Cline et al (1996) lebih rinci melaporkan keakuratan beberapa DNA polimerase, dimana rata-rata tingkat kesalahan polimerase meningkat sebagai berikut: Pfu (1,3x10-6) < Deep Vent (2,7x10-6) < Vent (2,8x10-6) < Taq (8,0x10-6) << exo- Pfu dan UITma (~5x10-5). Kecuali Taq DNA polimerase, semua DNA polimerase lain yang disebutkan diatas adalah enzim yang memiliki aktivitas proof reading. Jelas bahwa Pfu merupakan salah satu DNA polimerase yang memiliki keakuratan tinggi untuk sintesis DNA. Enzim lain yang juga memiliki kualitas yang sama atau bahkan lebih baik dari Pfu diantaranya adalah KOD DNA polimerase. Meskipun demikian, dalam kasus konstruksi gen sintetik seperti dalam penelitian ini, setiap mutasi atau kesalahan dalam sekuen DNA bukan hanya konstribusi dari enzim DNA polimerase yang digunakan semata. Mutasi yang terjadi juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, seperti homogenitas dan akurasi sekuen oligonukleotida sintetik yang digunakan, metode konstruksi gen sintetik yang digunakan, dan berbagai faktor yang terlibat dalam reaksi PCR dimana gen disintesis. Panjang oligonukleotida yang digunakan dalam konstruksi gen sintetik juga dapat berkontribusi terhadap akurasi sekuen gen yang dikonstruksi. Tingkat kesalahan sekuen gen CSF3syn pada penelitian ini adalah 0,72%, sementara Xiong et al (2004) yang menggunakan teknik mirip dengan yang dilakukan dalam penelitian ini melaporkan tingkat kesalahan sebesar 1,26% menggunakan oligonukleotida sepanjang 60 nt dan enzim Pfu DNA polimerase yang serupa. Beberapa laporan lain menyangkut

tingkat kesalahan sintesis gen yang pernah dilaporkan antara lain: 0,68% (Singh et al, 1996), 1,21% (Young dan Dong, 2004), 1,26% (Xiong et al., 2004), 0,24% (Chen et al., 1994), 0,32% (McLain et al., 1986) dan 1,59% (Fuad et al., 2008). Konstruksi gen hEPO sintetik (520 pb) telah dilaporkan sebelumnya menggunakan metode sintesis gen konvensional dengan panjang oligo rata-rata 90 nt dan menggunakan enzim yang sama yaitu Pfu DNA polimerase. Tingkat kesalahan yang diamati adalah 1,59%, dimana sebagian besar (1,42%) adalah mutasi delesi (Fuad et al., 2008). Metode sintesis gen hEPO sintetik bukan menggunakan metode TBIO, melainkan metode konvensional dimana setiap oligo yang bersebelahan memiliki sekuen yang berlawanan arah. Tingkat kesalahan disini jauh lebih tinggi karena menggunakan oligo yang lebih panjang (90 nt). Hal serupa juga terjadi pada sintesis gen vip3aI sintetik menggunakan oligo yang panjang (90 nt) menunjukkan tingkat kesalahan sekuen gen sintetik tiga kali lebih tinggi dibandingkan menggunakan oligo yang lebih pendek (60nt) (Xiong et al., 2004).

KESIMPULAN
Gen sintetik CSF3syn yang telah dioptimasi mengandung kodon ragi P. pastoris telah berhasil dikonstruksi dengan teknik PCR secara in vitro menggunakan metode TBIO. Gen CSF3syn dikonstruksi dari 14 untai oligonukleotida sintetik dengan panjang rata-rata 60 nt dan suhu annealing yang homogen (60oC) menggunakan metode TBIO. Dari 8 klon yang berhasil dianalisis diketahui tingkat kesalahan yang terjadi dalam proses sintesis gen CSF3syn mencapai 0,72%, dimana sebagian besar kesalahan adalah akibat mutasi delesi (0,57%) dan paling sedikit adalah mutasi insersi (0,04%). Sementara itu mutasi substitusi mencapai 0,11%. Delapan klon gen CSF3syn yang diperoleh masih memiliki satu jenis atau lebih mutasi dalam sekuennya. Gen CSF3syn dengan sekuen yang sempurna dan sesuai rancangan telah diperoleh dengan cara memperbaiki salah satu klon gen CSF3syn yang diperoleh sebelumnya melalui mutagenesis terarah. Gen CSF3syn hasil perbaikan telah diklon dalam plasmid kloning dan siap untuk diklon ke dalam vektor ekspresi P. pastoris. Sebanyak tiga dari empat klon gen CSF3syn hasil perbaikan telah diperoleh mengandung urutan DNA yang diharapkan. Kandungan GC gen CSF3 telah berubah dari 65,71% pada gen aslinya (CSF3 kodon manusia) menjadi 43,68% pada gen sintetik CSF3syn (CSF3 kodon ragi).

Konstruksi gen CSF3 sintetik penyandi granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF) manusia dengan teknik PCR

JOURNAL of APPLIED AND INDUSTRIAL BIOTECHNOLOGY in TROPICAL REGION, Vol. 2, No. 2, Oct. 2009

ISSN:1979-9748

Ucapan terima kasih


Penelitian ini didanai oleh Program Riset Kompetitif 2008-2009 dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di bawah sub-program Post Genomic Molecular Farming dan Bahan Baku Obat.

Daftar Pustaka
Ausubel FM, Brent R, Kingston RE, Moore DD, Seidman JG, Smith JA, dan Struhl K (editor) (2002). Short Protocols in Molecular Biology 5th edition: A Compendium of Methods from Current Protocols in Molecular Biology. John Wiley & Sons, Inc. Canada. Basu S, Dunn A, Ward A (2002). G-CSF: Function and modes of action (Review). International Journal of Molecular Medicine. Vol.10: 3-10. Casimiro DR, Wright PE, Dyson HJ (1997). PCR-based gene synthesis and protein NMR spectroscopy. Structure. Vol.5: 1407-1412. Cline J, Braman JC, Hogrefe HH (1996). PCR fidelity of Pfu DNA polymerase and other thermostable DNA polymerases. Nucleic Acid Research. Vol. 24(18): 3546-3551. Cohen AM, Zsebo KM, Inoue H, Hines D, Boone TC, Chazin VR, Tsai L, Ritch T, Souza LM (1987). In vivo stimulation of granulopoiesis by recombinant human granulocyte colony-stimulating factor. Proceeding of National Academy of Science USA. Vol. 84: 2484-2488. Devlin JJ, Devlin PE, Myambo K, Lilly MB, Rado TA, and Warren MK (1987). Expression of granulocyte colony-stimulating factor by human cell lines. Journal of Leukocyte Biology. Vol. 41: 302-306. Flaman JM, Frebourg T, Moreau V, Charbonnier F, Martin C, Ishioka C, Friend SH, Iggo R (1994). A rapid PCR fidelity assay. Nucleic Acid Research. Vol. 22(15): 3259-3260. Fuad AM, Gusdinar T, Retnoningrum DS, Natalia D. (2008). Construction of an EPO (human-erythropoietin) gene through a recursive-PCR method. Annales Bogorienes. Vol.12(1): 36-54. Gao X, Yo P, Keith A, Ragan TJ, Harris TK (2003). Thermodynamically balanced inside-out (TBIO) PCRbased gene synthesis: a novel method of primer design for high fidelity assembly of longer gene sequences. Nucleic Acids Research. Vol. 31, No. 22 e143.

Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Colony Stimulating Factor 3 (CSF3) isoform a precursor (Homo sapiens). Accession No. NP_000750. Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Colony Stimulating Factor 3 (CSF3) isoform b precursor (Homo sapiens). Accession No. NP_757373. Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Colony Stimulating Factor 3 (CSF3) isoform c precursor (Homo sapiens). Accession No. NP_757374. Nagata S, Tsuchiya M, Asano S, Kaziro Y, Yamazaki T, Yamamoto O, Hirata Y, Kubota N, Oheda M, Nomura H, Ono M (1986). Molecular cloning and expression of cDNA for human granulocyte colony-stimulating factor. Nature. No.319: 415. Nagata S, Tsuchiya M, Asano S, Yamamoto O, Hirata Y, Kubota N, Oheda M, Nomura H, Yamazaki T (1986). The chromosomal gene structure and two mRNAs for human granulocyte colony-stimulating factor. The EMBO Journal. No.5: 575. Singh PK, Sarangi BK, dan Tuli R (1996). A facile method for the construction of synthetic genes. Journal of Bioscience. Vol.21(6): 735-741. Tweardy DJ. Cannizzaro LA, Palumbo AP, Shane S, Huebner K, Vantuinen P, Ledbetter DH, Finan JB, Nowell PC, Rovera G (1987). Molecular cloning and characterization of a cDNA for human granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) from a glioblastoma multiforme cell line and localization of the G-CSF gene to chromosome band 17q21. Oncogene Res. Vol.1: 209-220. Welte K, Gabrilove J, Bronchud MH, Platzer E, Morstyn G (1996). Filgrastim (r-metHuG-CSF): The first 10 years. Blood. Vol. 88, No.6: 1907-1929. Xiong AS, Yao QH, Peng RH, Li X, Fan HQ, Cheng ZM, Li Y (2004). A simple, rapid, high fidelity and cost effective PCR-based two-step DNA synthesis method for long gene sequences. Nucleic Acids Research. Vol. 32, No. 12 e98 (Published online July 7, 2004). Young L, Dong Q (2004). Two-step total gene synthesis method. Nucleic Acids Research. Vol. 32, No. 7 e59 (Published online April 15, 2004).

Fuad et al.

10

Anda mungkin juga menyukai