Anda di halaman 1dari 6

Sekelumit Tentang Neuropati atau Gangguan Saraf

Image by : Dok. Istimewa

Pernah mendengar istilah neuropati? Neuropati, di kalangan umum, memang tidak setenar kondisi kesehatan lain. Namun, jangan meremehkannya, karena neuropati juga berpotensi membatasi aktivitas normal Anda. Secara gamblang, neuropati merupakan gangguan saraf yang dapat terjadi pada usia lanjut, pasien diabetes, trauma pada saraf, serta kekurangan vitamin neurotropik, yaitu B1, B6 dan B12. Semua orang berisiko terkena neuropati. Hanya, risiko bisa lebih tinggi atau rendah, tergantung dari berbagai faktor, seperti gaya hidup dam riwayat keluarga. Neuropati lebih sering terjadi pada dua macam kondisi. Yang pertama adalah pada orang berusia lanjut. Penelitian menyebutkan bahwa satu dari empat orang berusia di atas 40 tahun menderita neuropati. Semakin bertambah umur, semakin seseorang cenderung mengalami

lebih banyak gangguan saraf. Dan jika ia tidak diterapi dengan benar, neuropati dapat mengarah pada penyakit saraf yang lebih berat. Kondisi kedua yang rawan neuropati adalah pada penyandang diabetes biasa disebut neuropati diabetikum. Seratus persen penderita diabetes berisiko menderita neuropati diabetikum, dan setengah dari pasien diabetes menderita neuropati diabetikum. Pun demikian, siapa saja yang tidak termasuk dalam kedua kondisi rawan tersebut ternyata juga memiliki risiko. Karena itu, pelajari gejala-gejala neuropati berikut:

Nyeri Rasa terbakar di jari-jari kaki, telapak kaki, tungkai, tangan, lengan, dan jari-jari lengan. Mati rasa atau baal. Kram. Kaku otot dan kesemutan. Kehilangan kontrol kandung kencing. Kulit menjadi hipersensitif. Kulit mengkilap. Kelemahan anggota gerak. Rambut rontok pada area tertentu. Atrofi otot (otot yang mengecil).

Untuk mencegah terjadinya neuropati, sangatlah dianjurkan agar setiap orang melakukan sejak dini. Pasalnya, gejala neuropati sendiri baru terlihat jelas ketika sudah terjadi kerusakkan saraf. Selain itu, perbaikan saraf tentu membutuhkan waktu lama, dan semakin tua usia Anda, fungsi saraf akan semakin menurun terutama di usia 40. Pencegahan tersebut bisa dilakukan dengan berbagai cara. Olahragalah yang teratur dan istirahat yang cukup untuk regenerasi sel saraf. Kemudian, kenali apa yang Anda makan. Upayakan selalu gizi seimbang dan bila perlu, konsumsi vitamin neurotropik, yaitu B1, B6, dan B12. Vitamin-vitamin ini diperlukan untuk menjaga sistem saraf agar dapat bekerja dengan baik. (Bayu Maitra)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Agustina NR TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Apakah Anda sering merasa nyeri, baal, kram, kakukaku, mati rasa, kesemutan, hingga anggota gerak melemah? Jika ya, hati-hati terhadap kesehatan saraf kita. Karena tak menutup kemungkinan kita mengalami neuropati. Yaitu kondisi gangguan dan kerusakan saraf yang disebabkan oleh trauma pada saraf atau karena efek samping dari penyakit sistemik. "Secara umum, neuropati sering kali tidak disadari sebagai penyakit, hanya dilihat sebagi kondisi pada umumnya. Padahal jika dibiarkan, neuropati bisa mengganggu aktivitas penderitanya," jelas dr. Manfaluthy Hakim, Sp.S(K), Ketua Kelompok Studi Neurofisiologis dan Saraf Tepi Perdossi (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). Neuropati dapat diderita siapapun, baik tua maupun muda. Apalagi untuk orang-orang yang berusia 40 tahun ke atas. Namun tak hanya usia tua, dr. Luthy, panggilan akrab Manfaluthy Hakim, menyebutkan orang yang beresiko menderita neuropati adalah memiliki diabetes, riwayat keluarga dengan neuropati, hipertensi, merokok, mengonsumsi alkohol, menderita penyakit pembuluh darah, kanker, terpapar bahan kimia, terinfeksi penyakit tertentu, dan mengonsumsi obat-obatan yang menyebabkan neuropati. "Rokok mempengaruhi langsung sistem saraf secara perlahan, sehingga fungsi saraf akan terganggu dan akan timbul plak-plak di pembuluh darah. Jadi pembuluh darah halus yang bertugas memberikan nutrisi pada sistem saraf tepi akan mengalami gangguan dan kekurangan kekurangan nutrisi," jelas dr. Luthy. Gejala seperti yang dicontohkan di atas pun harus diwaspadai, serta gejala kulit hipersensitif, kulit mengilap tidak wajar, rambut rontok pada area tertentu, kelemahan tubuh atau anggota gerak, hingga atrofi otot atau otot mengecil. "Gangguan hantaran saraf yang paling ringan, adalah kesemutan. Jika kesemutan yang ditimbulan oleh gangguan saraf timbul secara spontan, misal bersila atau jongkok, segeralah memperbaiki posisi duduk, lalu kondisi tangan atau kaki akan kembali normal lagi," kata Luthy sembari menambahkan bahwa seringnya menggunakan mouse kecil, mengetik di komputer atau tablet, dan BBM memiliki resiko gangguan saraf. Jenis-jenis neuropati 1. Neuropati karena penuaan Semakin bertambah usia seseorang, cenderung mengalami lebih banyak gangguan saraf. Lebih dari 26 persen orang berusia 40 tahun mengalami neuropati. 2. Neuropati karena diabetes Semua pasien diabetes beresiko menderita neuropati diabetikum, bahkan lebih dari 50 persen pasien diabetes mengalaminya. 3. Neuropati karena defisiensi vitamin Neuropati karena kekurangan asupan vitamin neurotropik, malnutrisi, maupun penggunaan obat-obatan jangka panjang (misal obat TB).

4. Neuropati karena hal lain: jeratan dan trauma Cegah neuropati dengan vitamin B dr. Luthy memaparkan bahwa neuropati dapat dicegah. Caranya dengan pemberian vitamin neurotropik dalam dosis yang dianjurkan. "Vitamin neurotropik dapat menyegah dan mengatasi neuropati supaya tidak menjadi parah," jelas Kepala Divisi Neurofisiologis Klinis ini. Vitamin neurotropik merupakan vitamin yang sangat diperlukan tubuh guna menjaga sistem saraf agar dapat bekerja dengan baik. Vitamin ini terdiri dari vitamin B1, B6, dan B12. Di sisi lain, saraf kita sangat tergantung pada suplai vitamin B yang dapat melindungi dan meregenerasi saraf dan ternyata saraf sangat sentitif terhadap kekurangan vitamin B. Dalam sebuah studi Many Elderly at Nutritional Risk, 45 persen orang tua yang tidak mengonsumsi vitamin B1 mengalami neuropati dan kekurangan vitamin ini menyebabkan neuropati yang menyakitkan pada anggota gerak tubuh. Vitamin B6 menjaga sistem saraf dan imun agar berfungsi dengan baik, selain itu untuk metabolisme sel darah merah, dan pembentukan hemoglobin. Jika seseorang kekurangan vitamin B6: kulit meradang, mukosa mulut, lidah, anemia, serta kelainan saraf (depresi, bingung, kejang). Sedangkan vitamin B12 penting untuk pertumbuhan sel, reproduksi, pembentukan selubung mielin (selubung yang mengelilingi dan melindungi saraf), serta nukleoprotein. Kurangnya vitamin B12 menyebabkan rusaknya selubung mielin, akibatnya mudah terserang baal, kesemutan, kram, mati rasa, hingga kaku-kaku. Pada pasien diabetes yang menggunakan terapi metformin, sering terjadi penurunan yang signifikan dari kadar vitamin B12 di dalam tubuh. Konsumsi deratan vitamin B1, B6, dan B12 dapat menormalkan fungsi saraf dengan memerpaiki gangguan metabolisme sel saraf, dengan memberikan asupan yang dibutuhkan supaya saraf dapat bekerja dengan baik, juga terlibat dalam metabolisme energi sel, sehingga dapat dipakai untuk mengatasi kelelahan dan membantu dalam masa penyembuhan penyakit. Vitamin B12 Diperlukan Lebih Banyak Menurut dr. Luthy, semua orang rentan terhadap defisiensi vitamin B12. Pasalnya vitamin B12 yang masuk ke tubuh kita hanya diserap kurang dari dua persen. Semakin usia bertambah, kita semakin membutuhkan vitamin ini, guna menyegah neuropati akibat penyakit degeneratif. Begitu pula dengan penderita diabetes, hipertensi, atau orang dengan penyakit degeneratif lainnya, orang yang aktif merokok, dan mengonsumsi alkohol memerlukan konsumsi vitamin B12.

Vitamin B Nutrisi berhubungan langsung dengan kesehatan yang baik, sebagaimana perannya dalam mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Diantara banyaknya jenis vitamin, Vitamin B adalah salah satu nutrisi penting yang harus dipenuhi setiap harinya.

Sejarah Vitamin B
Vitamin B merupakan 8 vitamin yang larut dalam air dan berperan penting terhadap metabolisme sel. Dalam sejarahnya, vitamin ini pernah diduga hanya memiliki satu tipe saja, yakni vitamin B (seperti vitamin C dan D). Namun seiring berjalannya waktu dan adanya penelitian-penelitian lebih lanjut, maka diketahui bahwa komposisi kimia di dalam vitamin B mempunyai karakteristik yang berbeda namun sering hidup berdampingan pada sebagian besar makanan yang sama. Suplemen yang mengandung 8 jenis vitamin B disebut dengan vitamin B kompleks. Suplemen vitamin B tunggal disebut secara spesifik seperti vitamin B1, B2, B3, dan seterusnya. Vitamin B berperan dalam menjaga kesehatan metabolisme tubuh, dan bahkan sebuah penelitian menunjukkan bahwa vitamin B dapat membantu menurunkan risiko stroke. Vitamin B bisa dijumpai pada sayuran hijau, biji-bijian, susu, dan daging.

Vitamin B dan Risiko Stroke


Selain perannya dalam menjaga kesehatan metabolisme, kulit, dan rambut, vitamin B juga telah dikaitkan dengan rendahnya risiko akan stroke. Stroke merupakan sebuah kondisi di mana terjadinya gumpalan darah sehingga aliran darah tidak mengalir ke otak, atau pecahnya pembuluh darah di otak. Sebuah tinjauan uji klinis secara acak yang berlangsung selama 6 bulan lebih menunjukkan bahwa mengkonsumsi suplemen vitamin B dapat menurunkan risiko stroke sebesar 7 persen pada partisipan sebanyak 54.913 orang. Penelitian ini ditulis oleh Xu Yuming dan peneliti lain dari Zhengzhow, Cina dan diterbitkan September 18, 2013 dalam jurnal klinis, Neurology. Namun sebelum mengkonsumsi suplemen vitamin B, konsultasikanlah terlebih dahulu dengan dokter Anda.

Vitamin B1 (Tiamin)
Vitamin B1 membantu memecah karbohidrat menjadi gula. Vitamin B1 banyak ditemukan dalam sereal gandum, ragi, biji-bijian dan kacang-kacangan serta daging. Kekurangan vitamin B1 menyebabkan beri-beri, penyakit yang mempengaruhi fungsi jantung, sistem pencernaan, dan sistem saraf. Beri-beri ditemukan pada pasien yang kekurangan gizi, dan juga pada mereka yang kecanduan minum minuman beralkohol. Rekomendasi dosis harian vitamin B1 (tiamin) yang sebaiknya dipenuhi adalah 1,1 miligram untuk wanita berusia 18 tahun ke atas, 1,4 mg bagi mereka yang sedang hamil, dan 1,5 mg saat menyusui. Sedangkan anjuran dosis harian vitamin B1 pada pria berusia 14 tahun ke atas adalah 1,2 mg per hari (menurut National Institutes of Health).

Vitamin B2 (Riboflavin)
Vitamin B2 juga dikenal dengan nama riboflavin. Riboflavin membantu tubuh dalam memecah dan menggunakan karbohidrat, lemak dan protein dalam makanan. Vitamin ini juga berfungsi untuk menjaga kulit, lapisan usus, dan sel-sel darah agar tetap sehat. Riboflavin dipercaya dapat meningkatkan energi, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengobati jerawat, kram otot dan sindrom carpal tunnel. Selain itu, riboflavin juga berpotensi membantu mencegah sakit kepala, migrain, dan katarak. Konsumsi harian Vitamin B2 yang

direkomendasikan adalah 1,3 miligram (mg) per hari untuk pria, dan 1,1 mg sehari untuk wanita. Ibu hamil membutuhkan lebih banyak, yakni 1,4 mg, dan untuk ibu menyusui adalah 1,6 mg setiap hari. Vitamin B2 bisa didapatkan dari sumber alami seperti kacang-kacangan, sayuran hijau, daging dan produk susu.

Vitamin B3 (Niasin)
Vitamin B3 juga dikenal dengan niasin. Vitamin ini dibutuhkan untuk memecah makanan menjadi energi. Kekurangan niasin dapat menyebabkan gangguan yang dikenal sebagai pellagra (sebuah penyakit kekurangan vitamin). Gejala-gejala pellagra biasanya meliputi diare, radang selaput lendir, serta demensia. Salah satu manfaat dari vitamin B3 adalah dapat membantu mengontrol kadar kolesterol tinggi. Wanita berusia 14 tahun ke atas membutuhkan sekitar 14 mg setiap hari, sedangkan pada laki-laki sebanyak 16 mg. Legum dan kacangkacangan adalah sumber yang baik dari vitamin ini selain susu, ikan, dan daging tanpa lemak.

Anda mungkin juga menyukai