\ .
\ .
dengan: n = banyaknya butir soal
Koefisien relibilitas soal tipe uraian dihitung dengan menggunakan rumus
Cronbach Alpha, yaitu:
2
11 2
1
1
i
t
s n
r
n s
| |
| |
=
| |
\ .
\ .
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat
digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P. Guilford (Erman Suherman, 2003: 139)
sebagai berikut.
11
0, 20 r < derajat reliabilitas sangat rendah
11
0, 20 0, 40 r s < derajat reliabilitas rendah
11
0, 40 0, 70 r s < derajat reliabilitas sedang
0, 70 0,90
xy
r s < derajat reliabilitas tinggi
0,90 1, 00
xy
r s s derajat reliabilitas sangat tinggi
3) Daya Pembeda soal
Daya pembeda (DP) dari suatu butir soal menyatakan suatu kemampuan yang
dimiliki oleh butir soal tersebut dalam membedakan antara testi yang mengetahui
jawabannya dengan benar (pandai) dengan testi yang tidak dapat menjawab soal
tersebut (atau testi yang menjawab salah). Dalam hal ini, daya pembeda sebuah butir
soal merupakan kemampuan yang dimiliki oleh butir soal itu untuk membedakan
antara testi ( siswa ) yang pandai (kemampuan tinggi) dengan siswa yang
berkemampuan rendah.
Dalam pengujian daya pembeda ini dilakukan pada dua tipe soal yaitu tipe
objektif dan tipe uraian
Rumus untuk menentukan daya pembeda soal tipe objektif adalah
A B
A
JB JB
DP
JS
=
atau
A B
B
JB JB
DP
JS
=
dengan:
A
JB
= jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar, atau
jumlah benar untuk kelompok atas,
B
JB = jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar, atau
jumlah benar untuk kelompok bawah,
A
JS = jumlah siswa kelompok atas (higher group atau upper group),
B
JS
= jumlah siswa kelompok bawah (lower group).
Rumus untuk menentukan daya pembeda soal tipe uraian adalah
A B
X X
DP
SMI
=
dengan:
A
X = rata-rata skor kelompok atas untuk soal itu,
B
X = rata-rata skor kelompok bawah untuk soal itu,
SMI = skor maksimal ideal (bobot).
Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang benyak digunakan adalah:
0, 00 DP s sangat jelek
0, 00 0, 20 DP < s jelek
0, 20 0, 40 DP < s sedang
0, 40 0, 70 DP < s tinggi
0, 70 1, 00 DP < s sangat tinggi
4) Derajat/Indeks Kesukaran soal
Suatu hasil dari alat evaluasi dikatakan baik akan menghasilkan skor atau
nilai yang membentuk distribusi normal. Jika soal tersebut terlalu sukar, maka
frekuensi distribusi yang paling banyak terletak pada skor yang rendah karena
sebagian yang besar mendapat nilai yang jelek. Sebaliknya jika soal yang diberikan
terlalu mudah, maka frekuensi distribusi yang paling banyak pada skor yang tinggi,
karena sebagian besar siswa mendapat nilai baik.
Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut
indeks kesukaran. Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval 0,00 sampai
dengan 1,00. Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal
tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00 berarti soal
tersebut terlalu mudah. Pengujian indeks kesukaran ini dilakukan pada dua tipe soal
yaitu tipe objektif dan tipe uraian.
Rumus untuk menentukan indeks kesukaran butir soal, yaitu
A B
A B
JB JB
IK
JS JS
+
=
+
Klasifikasi indeks kesukaran yang paling banyak digunakan adalah
0, 00
0, 00 0, 30
0, 30 0, 70
0, 70 1, 00
1, 00
IK soal terlalu sukar
IK soal sukar
IK soal sedang
IK soal mudah
IK soal terlalu mudah
=
< s
< s
< s
=
2. Angket respon siswa
Angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran
menggunakan pembelajaran accelerated learning pada pembelajaran berbasis
masalah yang dilakukan setelah berakhirnya kegiatan pembelajaran. Angket ini berisi
tentang respon siswa terhadap pelajaran matematika, model dan metode
pembelajaran matematika yang digunakan.
3. Jurnal Harian Siswa
Data yang diperoleh dari jurnal dianalisis dengan mengelompokkan respom
siswa ke dalam kelompok respon positif dan negatif.
4. Lembar observasi
Observasi dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Observasi ini bertujuan
untuk mengetahui proses pembelajaran, interaksi, dan keaktifan siswa, serta kejadian
dan kegiatan pembelajaran. Selain itu, observasi ini digunakan untuk melihat
aktivitas atau kinerja guru (peneliti) dalam proses pembelajaran sehingga diperoleh
gambaran pembelajaran yang dilakukan termasuk kekurangan atau hambatan dalam
proses pembelajaran.
E. Prosedur Penelitian
1. Tahap Perencanaan
a) Mendidentifikasi masalah yang akan diteliti
b) Menyusun instrumen penelitian berupa soal, angket, lembar observasi dan
jurnal harian siswa.
c) Melakukan uji kelayakan instrumen.
d) Pemilihan instrumen yang akan digunakan dalam penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
a) Melaksanakan pretes pada kelas kontrol dan kelas eksperimen
b) Melaksanakan pembelajaran dengan metode accelerated learning pada
kelas ekperimen dan pembelajaran dengan metode ekspositori pada kelas
kontol. Pengisian lembar observasi dan jurnal harian siswa dilakukan pada
tahap pembelajaran ini.
c) Melaksanakan postes pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.
d) Penyebaran angket pada sampel.
3. Tahap Analisis
a) Mengumpulkan data hasil penelitian, berupa hasil tes, lembar observasi,
jurnal harian siswa dan angket.
b) Mengolah dan menganalisis hasil data kuantitatif (hasil tes).
c) Mengolah dan menganalisis hasil data kualitatif (hasil angket, lembar
observasi dan jurnal harian siswa).
F. Analisis data
Untuk dapat menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, maka data yang
diperoleh dalam penelitian ini harus diolah terlebih dahulu. Terdapat dua jenis data
yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data
kuantitaif diperoleh dari hasil pretest, posttest dan gain, sedangkan data kualitatif
diperoleh dari hasil pengisian angket, jurnal harian siswa dan lembar observasi.
1. Analisis terhadap data kuantitatif
Data kuantitatif yang diperoleh berupa hasil pretes dan postes kedua
kelompok kelas eksperimen dan kelas kontol. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis untuk menjawab hipotesis yang diajukan. Teknik analisis data dalam
penelitian ini menggunakan uji statistik.
Data peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dari kelas
eksperimen dan kelas kontol diperoleh dari indeks gain. Peningkatan yang terjadi,
sebelum sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g-faktor (N-Gain) menurut
Hake (Dahlia, 2008:43) sebagai berikut :
Kriteria indeks gain menurut Hake (Dahlia, 2008:43) disjikan dalam tabel
TABEL 3.1
Interpretasi Gain
Besarnya
gain (g)
Interpretasi
g 0,7 Tinggi
0,3 g < 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah
Langkah-langkah dalam melakukan uji statistik data hasil tes adalah sebagai
berikut :
a) Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi
yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dilakukan terhadap skor
pretes, postes dan indeks gain pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Hipotesis yang digunakan:
H
0
= Data berdistribusi normal;
H
1
= Data tidak berdistribusi normal.
Untuk uji normalitas perhitungan dilakukan menggunakan SPSS versi 17.0, dengan
pedoman untuk mengambil kesimpulan adalah:
- Signifikansi < 0,05 distribusi adalah tidak normal (tidak simetris).
- Signifikansi 0,05, distribusi adalah normal (simetris).
Nilai signifikansi pada SPSS dapat dilihat pada tabel Test of Normality di kolom
Kolmogorov-Smirnov dan atau Shapiro Wilk. Atau bila menguji data dengan plot, data
berditribusi normal bila data berada di sekitar garis.
b) Uji homogenitas varians
Uji homogenitas dua variansi digunakan jika data dari kedua kelas tersebut
berdistribusi normal. Uji homogenitas varians bertujuan untuk mengetahui apakah
kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang homogen atau tidak.
Hipotesis yang digunakan adalah
H
0
=
(Variannya homogen)
H
1
=
Keterangan : p = persentase jawaban
f = frekuensi jawaban
n = banyaknya responden
Setelah diperoleh persentasenya, dilakukan penafsiran data atau interpretasi data
angket dengan mengadaptasi interpretasi menurut kriteria Hendro sebagai berikut:
Tabel 3.2
Penafsiran Hasil Angket
Persentase
Tafsiran
Kualitatif
Tak
seorangpun
Sebagian kecil
Hampir
setengahnya
Setengahnya
Sebagian besar
Hampir
seluruhnya
Seluruhnya
Setelah angket terkumpul dan diolah dengan menggunakan cara penskoran skala
Likert, seorang subjek dapat digolongkan pada kelompok responden yang memiliki
sikap positif dan sikap negatif. Menurut Suherman (2003, 191), hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara menghitung rerata skor subjek. Jika nilai reratanya lebih besar
dari 3, maka responden bersikap positif, dan sebaliknya jika nilai reratanya kurang
dari 3, maka responden bersikap negatif. Rerata skor subjek makin mendekati 5,
berarti sikapnya semakin positif, dan sebaliknya jika mendekati 1, berarti sikapnya
semakin negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Baihaki, E.(2008). Accelerated Learning: Pendekatan Baru Pembelajaran. Bandung :
tidak diterbitkan.
Balitbang Kemdiknas. (2009). PISA (Programme for International student
Assesment). [Online] Tersedia: http://litbangkemdiknas. Net/detail.php?id= [4 Januari 2012]
Damayanti, Dina(2012). Penerapan Metode Accelerated Learning dalam
Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
SMP. Bandung: tidak diterbitka.
Fadli. (2010). Accelerated Learning. . Bandung : tidak diterbitkan.[Online] [4 januari
2012]
Nuralif, Siti. (2012), Penerapan Accelerated Learning Pada Model Pembelajaran Berbasis
Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP.
Bandung: tidakditerbitkan.
Meier, D (2002) the Accelerated Learning Handbook. [Online]. Tersedia: PEMBELAJARAN
AKSELERASI (ACCELERATED LEARNING) Fadlibae Weblog's.htm. [4 januari 2012]
Simaremare, R. (2009). Penerapan metode untuk meningkatkan hasil belajar
matematika siswa Bandung : tidak untuk diterbitkan
Suherman, E (2010). Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Matematika.
[Online]. Tersedia: http://educara.e-fkpiunla.net [2 januari 2012]