Anda di halaman 1dari 29

PPh Pemotongan dan Pemungutan Psl 4 (2), 22, dan 23

Arga Widyatmoko

Withholding tax

Withholding Tax
Dalam sistem Withholding Tax, pihak ketiga diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas Negara. Di akhir tahun pajak, pajak yang telah dipotong atau dipungut dan telah disetorkan ke kas negara itu akan menjadi pengurang pajak atau kredit pajak bagi pihak yang dipotong dengan melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan. Istilah pemotongan dimaksudkan untuk menyatakan jumlah pajak yang dipotong oleh pemberi penghasilan atas jumlah penghasilan yang diberikan kepada penerima penghasilan sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah penghasilan yang diterimanya (misal: PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23). Sedangkan yang dimaksud dengan pemungutan adalah jumlah pajak yang dipungut atas sejumlah pembayaran yang berpotensi menimbulkan penghasilan kepada penerima pembayaran (misal: PPh Pasal 22).

PPh Pasal 4 (2) atau PPh FINAL atau Schedular Taxation


Merupakan pajak yang bersifat Final (rampung), jenis penghasilan yang dikenakan PPh ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)


No 1 PP Objek PPh Final Psl 4 (2) Tarif dan DPP berupa 20% x jml bunga dan

PP 131/2000 Penghasilan bunga deposito

tabungan lainnya 2 PP 16/2009 Penghasilan bunga obligasi Diatas tahun 2014 Tahun 2011-2013 Tahun 2009-2010 15% x jml bunga 5% x jml bunga 0% x jml bunga berupa

Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)


No 3 PP Objek PPh Final Psl 4 (2) Tarif dan DPP simpanan yang 10% x jml bunga

PP 15/2009 Bunga

dibayarkan oleh koperasi 0% x jml bunga kepada anggota koperasi orang pribadi 4 PP 132/2000 Penghasilan hadiah undian berupa 25% x penghasilan bruto 5 PP 41/1994 Penghasilan dari transaksi 0,1% x nilai jual jo. 14/1997 PP saham lainnya dan sekuritas 0,5% x harga

perdana

Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)


No 6 7 PP Objek PPh Final Pasal 4 (2) PP 17/2009 Transaksi derivatif yang 2,5% x margin Tarif dan DPP

diperdagangkan di bursa
PP 4/1995 Transaksi saham atau pengalihan

awal

penjualan 0,1% x nilai jual

penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh

perusahaan modal ventura

Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)


No 8 PP stdtd. 71/2008 PP Objek PPh Final Psl 4 (2) Tarif dan DPP

48/1994 Penghasilan dari transaksi 5% x harga jual PP pengalihan harta berupa atau NJOP PBB, mana yang lebih tinggi

tanah dan/atau bangunan

PP jo.

51/2008 Penghasilan PP jasa konstruksi

dari

usaha 2% x nilai kontrak 3% x nilai kontrak 4% x nilai kontrak 6% x nilai kontrak

40/2009

Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)


No PP Objek PPh Final Psl 4 (2) Tarif dan DPP

10 PP
stdtd.

48/1994 Penghasilan dari usaha real 5% x harga jual


PP estate atau NJOP PBB, mana yang lebih

71/2008

tinggi
11 PP 29/1996 Persewaan tanah dan/atau 10% x nilai sewa

jo. PP 5/2002 bangunan


12 PP 19/2009 Deviden yang diterima oleh 10% x jumlah

Wajib Pajak orang pribadi deviden

dalam negeri
13 PP 27/2008 Penghasilan dari Surat 20% bunga x jumlah

Perbendaharaan Negara

Pajak Penghasilan Pasal 22


Merupakan PPh yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah terkait dengan pembelian barang dan badanbadan tertentu terkait dengan kegiatan di bidang impor dan kegiatan usaha di bidang lainnya dan Barang yang Tergolong Sangat Mewah. Pemungutan pajak berdasarkan pasal 22 UU PPh dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu. Dalam kaitannya dengan impor barang, pengenaan PPh Pasal 22 impor didasarkan pada Nilai Impor (Cost Insurance Freight/CIF) + Bea Masuk.

Pajak Penghasilan Pasal 22


Contoh : PT Nasional Impor Indonesia (memiliki Angka Pengenal Impor atau API yang diterbitkan oleh Departemen Perdagangan) mengimpor sebuah mesin dengan Harga Mesin USD500.000. Bea Masuk (BM) 20%, Insurance sebesar USD10.000 dan Feight sebesar USD40.000. Untuk menghitung pajak terutang dalam mata uang rupiah, nilai kurs yang digunakan untuk mengkonversi mata uang Dolar Amerika Serikat tersebut adalah kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap pekanya (selanjutnya disebut kurs KMK). Dalam kasus ini dimisalkan kurs KMK-nya sebesar Rp8.000,00 per USD.

Uraian a. Cost a. Insurance a. Freight a. CIF (a+b+b)

Mata Uang USD USD USD USD

Nilai 500.000 10.000 40.000 550.000

a. Bea Masuk 20%


a. Nilai Impor (d+e) a. Kurs KMK a. Nilai Impor (f x g) a. PPh Pasal 22 (2,5% x h)

USD
USD Rp Rp Rp

110.000
660.000 8.000 5.280.000.000 132.000.000

Berdasarkan contoh di atas, misalnya PT Nasional Indah tidak memiliki API mengimpor mesin yang sama lagi, PPh Pasal yang terutang sebesar 7,5% x Rp 5.280.000.000 = Rp396.000.000

Cara Menghitung PPh Pasal 22


1. PPh Pasal 22 ini merupakan PPh yang wajib dipungut oleh : Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) baik ditingkat pusat ataupun tingkat Daerah Bendahara Pengeluaran untuk pembayaran dengan mekanisme uang persediaan (UP) KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi KPA untuk mekanisme pembayaran langsung (LS) Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut di atas, wajib dipungut PPh Pasal 22 dari Wajib Pajak penjual dengan tarif 1,5% x harga jual (belum termasuk PPN) Catatan : Sejak 1 Januari 2004, Bulog dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian gula pasir dan tepung terigu

Cara Menghitung PPh Pasal 22


2. PPh Pasal 22 Impor (PMK-154/PMK.03/2010) Besarnya PPh Pasal 22 atas Impor adalah :
Atas impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sebesar

2,5% x Nilai Impor Atas impor yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sebesar 7,5% x Nilai Impor Atas impor yang tidak dikuasai (dilelang oleh Ditjen Bea Cukai) sebesar 7,5% x Harga Jual Lelang

Nilai impor = Harga Patokan Impor (CIF) + Pungutan berdasarkan UU Pabean (Bea Masuk).

Untuk menghitung nilai impor, digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (kurs KMK, bukan kurs Bank Indonesia)

Cara Menghitung PPh Pasal 22


3. Produk Barang Bakar Minyak, Gas dan Pelumas
Produsen dan Importir BBM, Gas dan Pelumas wajib menyetor PPh

Pasal 22 Final melalui bank persepsi sebelum penebusan DO (Delivery Order) ke Pertamina atau Importir tersebut PPh Pasal 22 yang terutang :
Jenis Produk SPBU Pertamina SPBU Non Pertamina atau Non SPBU Bahan Minyak Bakar 0,25% x Harga Jual 0,30% x Harga Jual

Gas
Pelumas

0,30% x Harga Jual


0,30% x Harga Jual

0,30% x Harga Jual


0,30% x Harga Jual

PPh Pasal 22 yang terutang tersebut bersifat final bagi penyalur/agen

dan bersifat tidak final bagi selain penyalur atau agen

Cara Menghitung PPh Pasal 22


4. Produk Semen, Baja, Otomotif, dan Kertas
Pabrikan produk berupa semen, baja, dan kertas wajib memungut PPh

Pasal 22 dari distributor/penyalurnya pada saat transaksi penjualan produk-produk tersebut PPh Pasal 22 yang terutang :
Pemungut PPh Dasar Hukum PPh Pasal 22 Terutang
Tidak Final Pabrikan Kertas Pabrikan Semen KEP-69/PJ/1995 KEP-401/PJ/2001 0,10% x Harga Jual 0.25% x Harga Jual

Pabrikan Baja
Pabrikan Otomotif

KEP-01/PJ/1996
KEP-32/PJ/1995

0,30% x Harga Jual


0,45% x Harga Jual

Cara Menghitung PPh Pasal 22


5. PPh Pasal 22 atas Pedagang Pengumpul (PMK154/PMK.03/2010 jo. PER-32/PJ/2010) Mekanisme Pemungutan Pasal 22 Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh pemungut sebesar 0,5% x harga pembelian. Sejak 12 Maret 2009, tarif tersebut turun menjadi 0,25% x Harga pembelian PPh Pasal 22 tersebut terutang dan dipungut pada saat pembelian dan disetor ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya

Cara Menghitung PPh Pasal 22


Dalam melaksanakan Pemungutan Pajak Pasal 22, badan

usaha industri dan eksportir selaku Pemungut Pajak wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 Final dalam rangkap 3, yaitu : Lembar pertama, untuk penjual Lembar kedua, untuk disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada SPT Masa PPh Pasal 22) Lembar ketiga, sebagai arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan

Cara Menghitung PPh Pasal 22


Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 100% dari pada tarif yang dikenakan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP (SE-02/PJ.03/2009)

Pajak Penghasilan Pasal 23


Merupakan PPh yang dipotong atas penghasilan sehubungan dengan penggunaan Harta/Modal (sewa, royalti, bunga dan deviden) serta jasa atau kegiatan (jasa teknik, manajemen, konsultasi dll) kepada Subjek Pajak dalam negeri dan BUT. PPh pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima oleh WP dalam negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Pajak Penghasilan Pasal 23


Pemotong PPh Pasal 23 Badan Pemerintah Subjek Pajak Badan Dalam Negeri Penyelenggara Kegiatan Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk Ditjen Pajak, yaitu : Akuntan, arsitek, dokter, notaris/PPAT (kecuali Camat), penilai, aktuaris, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa

Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23


1. Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto (tidak final) atas : Deviden Bunga Royalti Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf.

Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23


2. Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto (tidak final) atas : Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah atau bangunan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 yang bersifat final Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21

Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23


2. Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto (tidak final) atas : Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah atau bangunan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 yang bersifat final Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21

Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23


PPh atas Jasa Konstruksi 2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil 4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha 3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 4% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha 6% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha

Tabel Perbandingan Tarif Pajak


Jenis Jasa
Konstruksi Jasa Pelaksanaan Jasa Pengawasan Jasa Perencanaan 4% 4% 6% 4% 4% 6%

Kualifikasi
Kecil 2%

Menengah
dan Besar 3%

Tidak
berkualifikasi 4%

Jenis PPh

PPh Final

Cara Menghitung PPh Pasal 23


Terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 dari jumlah bruto, besarnya pajak dihitung dengan mengalikan jumlah Penghasilan Bruto (tidak termasuk PPN) dengan tarif PPh Pasal 23 (15% atau 2%)

Contoh Penghitungan PPh Pasal 23


PT Adinda adalah pemilik saham di PT Kita sebanyak 10.000 lembar saham. Jika pada akhir tahun 2009 PT Kita membagikan deviden sebesar 1.000 per lembar saham, atas pembagian deviden kepada PT Adinda, PT Kita harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x 10.000 x Rp1.000 = Rp1.500.000. Dengan demikian, nilai yang diterima PT Adinda atas pembayaran deviden tersebut adalah Rp10.000.000 Rp1.500.000 = Rp8.500.000

Contoh Penghitungan PPh Pasal 23


PT Ingin Maju mempunyai pinjaman kepada PT X (bukan Bank) sebesar Rp1.000.000.000 dengan bunga 20%. Jika pada akhir tahun 2009 PT Ingin Maju membayar/mengakui/membiayakan bunga sebesar Rp200.000.000, PT Ingin Maju harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000. Dengan demikian, uang yang diserahkan ke PT X atas pembayaran bunga tersebut adalah Rp170.000.000. PT Utama dalam melaksanakan pembukuannya menggunakan jasa dari KAP Cermat & Rekan dengan nilai imbalan Rp100.000.000 pertahun. Atas pembayaran/pengakuan biaya jasa pembukuan tersebut PT Utama harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp100.000.000 = Rp2.000.000

Pajak Penghasilan Pasal 23


Saat Pemotongan PPh Pasal 23 Berdasarkan UU PPh yang baru, Pasal 23 ayat (1) pemotongan dilakukan pada saat : Dibayarkan Disediakan untuk dibayar, atau Telah jatuh tempo Pemotongan terhadap WP yang Tidak Mempunyai NPWP Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 23, tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan menjadi lebih tinggi 100% daripada tarif normal.

Anda mungkin juga menyukai