Anda di halaman 1dari 4

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada luka setelah pembedahan merupakan masalah yang serius bagi pasien.

Bila terjadi infeksi pasca operatif, maka penyembuhan akan melambat, proses pemulihan memanjang, pemulihan fungsi dapat mengalami gangguan, dan dapat terjadi kematian. Masalah serius ini terutama adanya komplikasi pada luka tersebut baik komplikasi lokal maupun sistemik. (Morison, 2004). Komplikasi local adalah komplikasi yang menyebabkan reaksi jaringan setempat terhadap bahan-bahan kimia yang dilepas dari jaringan rusak yang ditandai oleh rubor, tumor, dolor, dan kolor. Sedangkan komplikasi sistemik adalah komplikasi yang menyebabkan reaksi secara menyeluruh (Inayah, 2004). Smletzert, 2002, menyebutkan bahwa antara 10-15 % pasien bedah mengalami infeksi nosokomial. Kebanyakan dari infeksi tersebut terjadi pada salah satu dari 4 tempat anatomi: luka bedah, saluran kemih, aliran darah atau saluran pernafasan. Sedangkan, pengertian infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi pada masa perawatan pasien di rumah sakit. De Jong, 2004, juga menyebutkan jenis infeksi nosokomial yang sering dijumpai pada pasien bedah berturut-turut adalah infeksi saluran kemih, infeksi area bedah, infeksi saluran napas bawah, bakteriemia dan sepsis yang berkaitan dengan penggunaan alat intravaskuler.

Prevalensi infeksi nosokomial di Indonesia yang tertinggi di Rumah Sakit Pendidikan, yaitu 9,8 % dengan rentang 6,l 16 %. Studi ini juga menunjukkan bahwa angka kejadian infeksi nosokomial pada pelayanan bedah 11,2 %. Data yang didapatkan sebanyak 52 ruang dari 22 rumah sakit dilaporkan angka infeksi nosokomial untuk luka bedah mencapai 2,3 % - 18,3 % (RSUD Kota Semarang, 2002). Ditemukan 7 pasien infeksi nosokomial dari 88 pasien rawat inap dengan luka operasi, yang terdiri 4 dari 50 pasien laki-laki dan 3 dari 38 pasien perempuan. Kejadian infeksi lebih banyak (22,7%) pada umur diatas 56 tahun, pada ruang rawat kelas III (e-jurnal, 2003). Kolon mengandung sejumlah besar mikroorganisme dan beberapa di antaranya merupakan pathogen yang potensial. Oleh karena itu, operasi apapun yang menyangkut pembedahan terhadap kolon berisiko tinggi terjadi infeksi susulan, termasuk risiko peritonitis, yang dapat mengancam hidup pasien yang sangat lemah, khususnya jika hal tersebut tidak terdiagnosa dengan segera (Morison, 2004). Salah satunya pada operasi appendectomy. Selama 30 tahun terakhir kejadian perforasi Appendectomy tidak berubah, sekitar 20 per 100.000 orang/tahun (Ohmann C, 2002 Aug;73(8):769-76). Sehingga, peran perawat sangat dibutuhkan untuk menghindari adanya infeksi pada Pasien Appendectomy. Luka yang ditutup dengan cara pembedahan sangat penting untuk dilakukan identifikasi infeksi secepat mungkin. Pada luka tertutup, satu-

satunya tanda infeksi, pada awalnya berupa eritema yang menyebar, disertai nyeri, edema, dan adanya kenaikan suhu tubuh (Morison, 2004). Hal ini disebabkan dengan adanya benda asing termasuk material jahitan, prostesis, atau drain dapat menimbulkan inflamasi pada daerah operasi serta dapat meningkatkan peluang terjadinya Surgical Site Infection, meskipun level kontaminasinya rendah.(Aribowo,2010) Nutrisi yang kurang/malnutrisi merupakan penyebab yang sangat penting dari kelambatan penyembuhan luka karena status nutrisi pada seseorang adalah factor utama yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan mempertahankan jaringan tubuh agar tetap sehat. Salah satunya, jika kekurangan vitamin A, protein dan mineral menyebabkan berkurangnya produksi macrophage yang konsekuensinya rentan terhadap infeksi, retardasi epitelialisasi, dan sistesis kolagen. (Suradi,2004). Hal inilah yang menjadikan post operasi appendectomy perlu dilakukan asuhan keperawatan sesuai dengan standar prosedur untuk menghindari adanya infeksi pasca pembedahan. Hal ini juga yang menjadikan penulis mengangkat laporan kasus dengan judul pengelolaan pasien risiko infeksi pada post operasi appendectomy. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan asuhan keperawatan risiko infeksi pada pasien post appendectomy di salah satu Rumah Sakit Magelang. 2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan: 1) Biodata klien (Biographic Information) 2) Pengkajian (assessment) risiko infeksi pada pasien post appendectomy 3) Masalah risiko infeksi pada pasien post appendectomy 4) Intervensi & implementasi risiko infeksi pada pasien post appendectomy 5) Evaluasi risiko infeksi pada pasien post appendectomy. b. Membahas kesenjangan antara teori dan kondisi nyata di layanan kesehatan terkait risiko infeksi. C. Manfaat Penulisan Hasil laporan kasus diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dalam keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dan menjadi informasi bagi tenaga kesehatan lain terutama dalam kasus risiko infeksi pada pasien post appendectomy.

Anda mungkin juga menyukai