Anda di halaman 1dari 15

http://www.beritasatu.com/blog/tajuk/3157-kabar-gembira-dari-davos.

html

Kabar Gembira dari Davos


Selasa, 28 Januari 2014 | 08:16 Senyum para pemimpin dunia merekah di Davos, Swiss, pekan lalu. Sinyal penguatan ekonomi semakin nyata. Krisis fiskal mulai teratasi. Lembaga keuangan semakin sehat. Likuiditas cukup tersedia. Pertumbuhan ekonomi meningkat. Angka pengangguran menurun. Ekspansi usaha masih akan terus berlangsung tahun ini dan tahuntahun akan datang. Pertemuan para pemimpin dunia dalam World Economic Forum (WEF) di awal tahun ini membersitkan harapan akan perbaikan ekonomi. Setiap tahun, WEF selalu membetot perhatian dunia karena kualitas para pembicara dan peserta diskusi. Meski bukan pertemuan resmi organisasi dunia, seperti WTO, G-20, dan APEC, yang biasanya diakhiri dengan komunike bersama atau keputusan yang mengikat, pertemuan tahunan yang diprakarsai swasta ini memiliki kredibilitas tinggi. Karena yang tampil sebagai pembicara kunci dan peserta diskusi adalah para presiden atau kepala negara, menteri, CEO, pengusaha, akademisi, dan NGO. Para pemimpin negara maju yakin pertumbuhan ekonomi membaik mulai tahun ini. Sedikit kecemasan menghinggapi para pemimpin negara pasar berkembang seiring dengan kebijakan pengurangan stimulus moneter di AS. Tapi, secara umum, ekonomi dunia tahun 2014 diperkirakan bertumbuh 3,7 persen, meningkat dari 3,3 persen pada 2013. Pertumbuhan ekonomi zona Eropa yang pada 2013 sebesar 0,5 persen, tahun ini diprediksi menembus 1 persen. Ekonomi AS diperkirakan bertumbuh 2,8 persen, meningkat dari 2,4 persen tahun lalu. Di negara pasar berkembang, ekonomi RRT dan India diperkirakan melaju 7,5 persen dan 5,4 persen. Pertumbuhan ekonomi RRT sedikit menurun, sekitar 0,2 persen dibanding tahun lalu. Sedang pertumbuhan ekonomi India meningkat sekitar 0,8 persen dibanding tahun 2013. Secara umum, kedua negara besar ini masih mampu menjadi lokomotif pertumbuhan ekomomi Asia di samping Jepang dan Indonesia. Dengan penduduk 250 juta, Indonesia diharapkan ikut menjadi penghela ekonomi Asia. Dengan memperhitungkan kebangkitan ekonomi negara maju dan sedikit pukulan yang dialami negara pasar berkembang, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan melaju sekitar 5,8-6,2 persen, naik dari 5,5-5,7 persen tahun 2013. Dalam pertemuan WEF selama lima hari pekan lalu, peserta dari Indonesia optimistis laju pertumbuhan ekonomi tahun ini di atas 6 persen. Jika sejumlah masalah investasi mampu dibenahi, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai tahun 2015 bisa di atas 7 persen setahun. Banyak potensi yang belum tergarap. Optimisme ini selaras dengan pandangan kalangan pengusaha nasional pada "Indonesia Investor Forum 3" yang digelar Selasa (21/1) dan Rabu (22/1) pekan lalu. Pertama, pembenahan birokrasi perlu diimplementasi dengan lebih serius. Pemerintah jangan mudah bangga dengan sedikit hasil yang sesungguhnya tidak signifikan. Bank Dunia dalam laporan Doing Business 2014 menaikkan peringkat investasi Indonesia dari 128 ke 120. Tapi, peringkat itu masih di bawah negara tetangga Malaysia yang berada di peringkat keenam dan Thailand peringkat ke-18. Singapura yang selalu bertengger di peringkat satu belum perlu dijadikan saingan. Dari 10 faktor yang dinilai, Indonesia hanya mengalami perbaikan signifikan pada akses kredit dan yang layak mendapatkan poin untuk itu bukan pemerintah, melainkan Bank Indonesia. Untuk kriteria kemudahan memulai usaha, peringkat Indonesia masih tetap buruk. Kalangan pengusaha masih tetap mengeluhkan perizinan yang terlalu banyak meja dan birokrasi yang lamban serta korup. Kedua, kepastian hukum. Berbagai kalangan kini mendesak pemerintah melakukan reformasi di berbagai bidang, terutama reformasi hukum. Di setiap bidang, produk hukum saling bertentangan secara horizontal, yakni dengan poduk hukum lainnya. Secara vertikal, banyak produk hukum yang bertentangan dengan UUD 1945.

Kepastian hukum menjadi masalah besar para pelaku usaha karena kekacauan produk hukum diperparah oleh lemahnya law enforcement atau penegakan hukum. Aparat penegak hukum acap lengah dan terlalu mudah "berkompromi" dengan para pelanggar hukum. Contoh kelengahan aparat penegak hukum adalah saat terjadi demo anarkistis buruh yang disertai sweeping terhadap para buruh yang tidak ikut aksi demo. Tindakan sweepingacap diikuti perusakan alat produksi. Para pengusaha kecewa karena aparat penegak hukum tidak sigap bertindak. Ketiga, infrastruktur energi, pertanian, telekomunikasi, terutama infrastruktur transportasi masih terbatas. Selama 15 tahun reformasi, infrastruktur transportasi baru yang dibangun kurang dari 10 persen. Buruknya pelabuhan, bandara, dan jalan raya menyebabkan biaya logistik di Indonesia tergolong mahal di dunia. Keempat, menuntaskan masalah pertanahan, antara lain, lewat sebuah UU baru yang sekaligus memuat reformasi agraria. Saat ini, DPR RI bersama pemerintah tengah membahas RUU Pertanahan. Kita berharap agar RUU ini merupakan penyempurnaan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria sekaligus memuat reformasi agraria. Peraturan pertanahan perlu ditata kembali agar dua kepentingan--pemodal dan masyarakat penghuni setempat yang umumnya adalah petani--tidak berbenturan dan saling meniadakan. Konflik berlatar belakang perebutan tanah antara masyarakat setempat dan investor terus meningkat setiap tahun. Kelima, pemerintah dan Bank Indonesia diharapkan tak lagi terlalu terpaku pada upaya menciptakan stabilitas ekonomi. Pemerintah diharapkan memberikan insentif dan mengimplementasikan sejumlah paket ekonomi yang sudah digulirkan tahun lalu. Tarif pajak tidak perlu dinaikkan lagi. Sedang Bank Indonesia diharapkan tidak menaikkan lagi BI rate, bahkan pada paruh kedua tahun ini menurunkan 100 basis poin, dari 7,5 persen ke level 6,5 persen guna menggerakkan dunia usaha. Kabar gembira dari Davos mesti diikuti langkah nyata. Semua potensi dan kekuatan harus dikerahkan untuk mengubah keadaan. Tahun politik perlu dimanfaatkan--sebagai momentum perubahan menuju Indonesia yang lebih baik--dengan memilih anggota dewan yang berkualitas dan presiden yang sungguh-sungguh bekerja dengan tulus-ikhlas, demi rakyat, demi Indonesia.

http://www.investor.co.id/opini/menakar-optimisme-tahun-2014/76703

Menakar Optimisme Tahun 2014


Oleh Praska Putrantyo | Senin, 27 Januari 2014 | 8:37 PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menjamin investasi di pasar modal lebih aman, karena memiliki pengawas, kinerja terukur dan audit yang teratur guna mencegah terjadinya kasus yang merugikan investor. Foto: Investor Daily/DAVID GITA ROZA Mengakhiri tahun 2013, investasi di pasar modal Indonesia tampaknya belum memberikan kinerja yang menggembirakan di mana pencapaian indeks harga saham gabungan (IHSG) berakhir di zona merah -0,98% di akhir 2013. Begitu juga dengan pasar obligasi, terutama Surat Utang Negara (SUN) melalui indeks yang dibuat oleh Infovesta, yakni Infovesta Government Bond Index (IGBI) juga mengalami tekanan cukup berat dengan kinerja 5,17% sepanjang periode yang sama. Jika dilihat, pergerakan kinerja pasar modal domestik sepanjang tahun lalu tampaknya terbagi menjadi dua masa, yakni kejayaan dan kelesuan. Masa kejayaan terjadi sepanjang semester I-2013 di mana angka IHSG pun sempat mencetak rekor tertinggi baru dalam sejarah di 5.214,976 per 20 Mei tahun lalu dengan kinerja year to date (YTD) saat itu mencapai 20,81%. Bahkan, dari sembilan sektor saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), dua sektor di antaranya, yakni properti dan real estat serta barang konsumen sukses mencetak kinerja di atas 30% dalam waktu kurang dari

enam bulan. Begitu juga dengan kinerja indeks pasar obligasi SUN melalui IGBI yang masih mencatat angka positif di periode yang sama. Namun, masa kelesuan mulai datang ketika guncangan dari berbagai sentimen negatif terjadi di awal semester II-2013. Hal tersebut dapat terlihat pada perbandingan kinerja di bursa saham untuk semester I dan II, masingmasing 11,63% dan - 11,30%. Artinya, tekanan yang cukup kuat di semester II-2013 membuyarkan impian kinerja pasar saham untuk mendapatkan angka positif atau bahkan jauh dari rekor tertinggi. Faktor InternalEksternal Ada dua sumber penyebab guncangan di pasar modal domestik, yakni faktor internal dan eksternal. Sumber internal seperti inflasi tahunan yang mengalami lonjakan yang cukup signifikan, menembus 8% per Juli 2013 setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Tambahan lagi, tren pelemahan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang terus berlangsung hingga menembus ke atas Rp 10 ribu di tengah bayangbayang defisit neraca perdagangan dan tergerusnya cadangan devisa ke bawah $100 milar. Sementara sumber eksternal yang memiliki pengaruh cukup dominan adalah kekhawatiran atas rencana bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang memangkas stimulus program quantitative easing (QE) tahap ketiga di kisaran $10-$15 miliar meskipun kondisi perekonomian AS yang belum sepenuhnya mengalami pemulihan. Ini masih ditambah kabar perlambatan ekonomi Tiongkok pada semester I-2013 akibat ketidakpastian prospek ekonomi global. Kedua sentimen tersebut di atas turut memengaruhi dana investor asing yang mengalir keluar cukup deras di pasar saham. Sepanjang 2013 rekapitulasi transaksi investor asing secara akumulatif mencatat penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 25,90 triliun atau terdalam selama delapan tahun terakhir. Bila diamati secara bulanan, pola net sellinvestor asing sepanjang tahun lalu yang signifikan sudah terlihat sepanjang Mei 2013 sebesar Rp 7,78 triliun. Sementara kondisi berbeda terjadi di pasar SUN, yang justru mengalami kenaikan sebesar Rp 53,13 triliun sepanjang tahun 2013 menjadi Rp 323,65 triliun. Memasuki awal 2014, tampaknya banyak spekulasi yang mungkin terjadi sepanjang tahun ini. Berkaca pada kinerja historis selama 20 tahun terakhir, IHSG cenderung memiliki potensi menguat jika terjadi koreksi lebih dari 10% selama kurun waktu enam bulan terakhir. Artinya, masih ada harapan kinerja positif di tahun 2014 setelah mengalami kelesuan di semester II-2013. Yang jadi pertanyaan, seberapa besar harapan tersebut? Jawabannya terdapat pada bagaimana prospek makroekonomi global dan domestik serta faktor-faktor lain di luar pasar modal yang diperkirakan juga dapat memberikan dampak. Ekonomi global diperkirakan mengalami pemulihan meskipun belum signifikan. Hal itu terlihat pada proyeksi Bank Dunia yang menyebutkan pertumbuhan di tahun 2014 dan 2015, masingmasing 3,2% dan 3,4%. Sejumlah alasan yang mendasari, seper ti membaiknya perekonomian global yang ditopang dari pemulihan ekonomi negara maju, seperti AS dan Uni Eropa serta pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang berhasil bangkit dari perlambatan. Meskipun demikian, masih ada tantangan yang harus dihadapi, seperti potensi kelanjutan pengurangan kucuran stimulus ( tapering off) dari The Fed jika ekonomi AS terus membaik serta dampaknya kepada negara-negara berkembang. Sementara ekonomi domestik juga tampak mulai membaik. Beberapa indikator seperti laju inflasi tahunan yang diperkirakan melambat. Nilai tukar pun juga diperkirakan mengalami penguatan didukung membaiknya data neraca perdagangan yang terlihat kembali surplus sejak Oktober 2013 dan cadangan devisa yang berpeluang kembali menembus di atas $100 miliar. Dengan demikian, paling tidak ada harapan penyesuaian terhadap suku bunga acuan agar lebih mendorong ekspansi ekonomi sekaligus menjadi katalis positif bagi investasi di pasar modal domestik.

Momentum Tahun Politik Mengenai dampak momentum pemilihan umum (pemilu), tampaknya peristiwa nasional ini bisa menjadi segar terhadap kinerja investasi di pasar modal. Sebagai contoh, di sepanjang tiga momentum pemilu sebelumnya (1999, 2004, dan 2009), kinerja investasi di pasar saham justru mengalami penguatan masing-masing 70,06%, 44,56%, dan 86,98%. Hal yang sama juga terjadi pada pasar SUN melalui IGBI pada tahun 2004 dan 2009 yang juga menguat masingmasing 21,49% dan 15,99%. Seiring prospek pemulihan ekonomi meskipun secara perlahan serta sentimen dari kebijakan moneter yang bisa menopang, kinerja investasi di pasar saham dan obligasi SUN di tahun ini juga memberikan ekspektasi kinerja yang relatif menarik. Di pasar saham, penulis memperkirakan target wajar IHSG berada di level 4.890 atau potential upside 14,4% dibanding penutupan akhir tahun lalu dengan asumsi Price Earnings Ratio (PER) wajar di level 14,4 kali serta ekspektasi pertumbuhan laba bersih 16,13%. Sementara untuk IGBI yang mencerminkan kinerja investasi di pasar SUN ekspektasi kinerjanya 7,74% sepanjang 2014. Hal tersebut ditopang oleh tren imbal hasil (yield) SUN tenor 10 tahun yang terlihat menurun setelah sempat menembus 9% dan kepemilikan asing di SUN kembali mencetak rekor tertinggi di level Rp328 triliun per 17 Januari 2014. Pada investasi saham, terdapat sejumlah sektor saham yang bisa dicermati, yakni barang konsumen, media iklan, semen, farmasi, dan jalan tol. Sejumlah katalis yang mendasari di antaranya seperti ekspektasi membaiknya kondisi makroekonomi domestik, seperti laju inflasi yang diperkirakan mulai terkendali, dukungan pemerintah pada proyek infrastruktur untuk menopang pertumbuhan ekonomi, peningkatan kebutuhan obatobatan seiring pembentukan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), serta momentum pemilu yang berpotensi mendorong peningkatan belanja konsumsi, termasuk di media iklan. Berbekal harapan positif di tahun 2014, investor pun memiliki peluang mencapai kinerja portofolio investasi yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, pemilihan selektif pada fundamental emiten harus tetap menjadi fokus utama.

Praska Putrantyo Senior research analyst PT Infovesta Utama

http://www.koran-sindo.com/node/362252

Darurat Infrastruktur
Rangkaian bencana banjir, tanah longsor, dan yang terbaru gempa bumi 6,2 Skala Richter (SR) yang mengguncang Jawa Tengah membawa dampak serius pada infrastruktur jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya. Kerusakan jalan dalam skala kecil, sedang, dan berat terjadi hampir di semua wilayah yang terkena banjir, tanah longsor maupun gempa bumi. Ibu Kota DKI Jakartayang belum pulih dari banjir kini menghadapi problem serius, yakni penanganan pengungsi, penanggulangan banjir susulan, dan kerusakan jalan di hampir semua wilayah. Ketiganya harus ditangani karena semuanya dalam kondisi darurat. Demikian pula di daerah-daerah seperti pantai utara (pantura) Jawa yang sempat lumpuh karena banjir, Manado yang sedang berupaya bangkit dari banjir bandang,Banten yang harus kehilangan banyak jembatan karena hanyut terbawa arus deras, dan jalan tol Cipularang yang ambles sehingga menyebabkan arus

lalu lintas Jakarta Bandung bermasalah. Jalan-jalan rusak jika tidak segera diatasi bisa menimbulkan dampak serius terhadap pengguna jalan, kendaraan, menambah kemacetan, dan tentu saja mengancam keselamatan pengguna jalan dan masyarakat. Jalan rusak juga berdampak pada produktivitas perekonomian dan aktivitas manusia pada umumnya. Perbaikan jalan umum adalah tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun daerah, tergantung dari golongan jalanan yang rusak tersebut. Dibutuhkan upaya keras dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki kerusakan jalan-jalan yang telah menjadi urat nadi kehidupan warga di wilayah itu. Di Jakarta, kerusakan jalan akan membawa dampak besar karena jalan masih menjadi pilihan warga Ibu Kota dan sekitarnya untuk beraktivitas. Keterbatasan daya angkut penumpang angkutan umum berdampak besar pada ketergantungan masyarakat terhadap infrastruktur jalan. Ketergantungan angkutan manusia dan barang terhadap jalur pantura dan tol Cipularang sulit tergantikan. Apalagi jika jalur alternatif yang ditawarkan juga mengalami kerusakan yang sama akibat diterjang banjir yang hampir merata di semua wilayah. Alhasil kemacetan parah akibat penumpukan kendaraan di jalan-jalan alternatif semakin memperkeruh keadaan. Publik belum tahu seberapa cepat jalur pantura bisa diperbaiki. Pasokan barang kebutuhan pokok dari daerah ke Jakarta mulai terganggu akibat kerusakan jalur pantura ini. Karena jarak tempuh truk-truk barang dari daerah ke Jakarta atau sebaliknya semakin sulit diprediksi. Banyak pedagang yang akan merugi dan konsumen menjerit karena harga-harga akan melambung. Pemerintah memang telah memprioritaskan pembangunan infrastruktur kita yang jauh tertinggal dari negeri lain di kawasan Asia Tenggara. Infrastruktur adalah masalah laten yang hingga kini belum bisa diatasi dengan baik sesuai harapan masyarakat dan dunia usaha. Dalam keadaan normal, pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, dan sebagainya masih tergolong lamban. Banyak masalah yang menghambat, mulai soal hambatan birokrasi, pendanaan, korupsi, ketidaksadaran masyarakat hingga minimnya spirit berkompetisi pemerintah untuk mengungguli negara lain. Bagaimana dalam keadaan darurat bencana seperti sekarang? Jalan pantura yang diperbaiki sepanjang masa pun kembali hancur diterjang banjir. Tantangan perbaikan jalur pantura yang sering disebut proyek abadi ini semakin berat. Masyarakat pembayar pajak harus kembali bersabar untuk waktu yang belum dipastikan. Masyarakat harus maklum karena konsentrasi pemerintah sudah terpecah. Para menteri yang bertanggung jawab akan hal ini sudah tidak bisa fokus bekerja karena kondisi yang tidak mendukung. Belum lagi proses dan prosedur proyek perbaikan jalan rusak yang memang rumit dan berbelit. Paling tidak dibutuhkan waktu 34 bulan ke depan untuk perbaikan semuanya. Selain darurat bencana, Indonesia kini menghadapi darurat infrastruktur sebagai akibat susulannya. Mestinya kabinet tidak hanya menggelar rapat terbatas dan menggelar tenda di tempat pengungsian korban bencana, tapi membentuk tim khusus penanggulangan darurat infrastruktur dari pusat hingga daerah. Publik menunggu reaksi pemerintah.

http://www.starbrainindonesia.com/berita/media/31486/3/pertumbuhan-dan-stabilitas-ekonomiharus-dijaga

Pertumbuhan dan stabilitas ekonomi Indonesia pada 2014 harus sama-sama dijaga. Indonesia berpotensi mencapai pertumbuhan ekonomi 6-6,1 % pada tahun ini jika pemerintah mengeksekusi semua paket kebijakan stimulus yang dikeluarkan tahun lalu,

memperbaiki perizinan, dan serius membenahi infrastruktur. Sementara itu, inflasi tetap dijaga agar tidak melebihi asumsi 5,5% dan rupiah tidak terus melemah hingga di atas Rp 12.000 per dolar AS pada akhir tahun ini, sehingga Indonesia tidak masuk ke pusaran krisis baru. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diharapkan meningkatkan komunikasi dan koordinasinya sebelum mengeluarkan kebijakan fiskal dan moneter. Kontinuitas kebijakan fiskal dan APBN yang positif dari pemerintah perlu terus dijaga untuk menopang pertumbuhan sektor riil dan ekonomi nasional. Sedangkan BI semestinya mampu menjaga stabilitas indikator moneter, antara laih rupiah dan inflasi tanpa mengganggu laju pertumbuhan ekonomi nasional. Demikain rangkuman pendapat Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani dan Direktur Indef Enny Sri Hartati yang, dihubungi Investor Daily, Sabtu (25/1). Baik Aviliani maupun Enny sependapat bahwa stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional sama pentingnya untuk dijaga. Rupiah perlu dijaga dan diperkuat agar tidak terus terpuruk. Sedangkan neraca transaksi berjalan terus diperbaiki dan harga barang harus dikendalikan agar tidak mengancam dan mengurangi pertumbuhan ekonomi karena daya beli dan konsumsi masyarakat terganggu. Jadi; baik stabilitas maupun pertumbuhan ekonomi itu sama pentingnya. Bank Indonesia dan pemerintah pun harus meningkatkan koordinasinya agar kebijakan antara menjaga stabilitas (mengerem) tidak sampai mengganggu pertumbuhan ekonomi. Kalau rupiah sampai gagal dijaga dan terus terpuruk dj atas Rp 12.000, Indonesia bisa masuk ke ujurig krisis ekonomi baru, tutur Aviliani kepada Investor Daily, Sabtu (25/1). Karena itu, Aviliani pun memahami ketika dari tahun 2013 BI mengeluarkan kebijakan penaikan BIrate hingga saat ini mencapai 7,5% dan masih berpotensi naik lagi tahun 2014 ini, mengeluarkan instrumen ioan to value (LTV) yang bertujuan mengerem bubble di sektor properti, serta persyaratan minimal uang muka (down payment/DP) untuk kredit sektor mnlHfinanne dinaikkan menjadi 25-30%. Avifiani juga mengakui, pemerintah dan BI perlu meningkatkan koordinasinya dalarti membuat kebijakan bauran agar lebih tepat sasaran dan tidak kontraproduktif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh, ketika 61 mengetatkan kebijakan moneter dengan menaikkan BI rate untuk menekan inflasi atau menguatkan rupiah, pada saat bersamaan, pemerintah juga idealnya membuat target program aksi industrialisai sektor tertentu untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam yang bisa diekspor pada tahun tertentu. Ketika BI mulai melonggarkan kebijakan moneter, industri di dalam negeri diharapkan sudah siap berkembang dengan memproduksi barang berorientasi ekspor yang berbasis bahan baku lokal, sehingga akan menekan impor bahan baku dan tidak secara langsung akan menyokong penguatan rupiah. Aviliani tidak menampik bahwa BI sempat terlihat ingin sedikit mengerem pertumbuhan ekonomi demi penguatan rupiah, sedangkan pemerintah maunya ekonomi tumbuh setidaknya 6% tahun ini. Menurut Aviliani, KEN telah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2014 sebesar 5,5-6,1%. Serendah-rendahnya, pertumbuhan bisa 5,5%, tapi KEN masih optimistis bisa mencapai 5,8%. Hanya saja, BI juga diharapkan tidak akan menaikkan BI rate lagi setidaknya hingga akhir semester I-2014 dan tetap mempertahankannya 7,5%,

sehingga potensi pertumbuhan itu bisa terjadi. Enny menuturkan, potensi pertumbuhan ekonomi nasional sebenarnya memungkinkan di atas 6-7% setiap tahunnya. Namun, hal itu dengan syarat jika pemerintah serius menghilangkan pungli, hambatan birokrasi, dan memperbaiki persoalan klasik yakni infrastruktur yang buruk, seperti jalan, pelabuhan, dan ketersediaan listrik. Akibat buruknya kondisi tersebut realisasi investasi asing pun tidak setinggi yang telah disetujui walaupun tahun 2012 dan 2013 masing-masing mampu tumbuh 27% dan 30%. Indef memperkirakan, pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2014 sebesar 5,6-5,8% (5,7%) dengan potensi mencapai 6,3-6,4%. Kontribusi terbesar pertumbuhan ekonomi dari konsumsi rumah tangga 64-65% yang ditopang pertumbuhan kelas menengah, investasi 30-35%, dan sisanya lain-lain. Dia melanjutkan, mulai akhir 2013 hingga awal tahun, masuknya investor dan dana asing pada sektor riil (foreign direct invesment/FDI) terlihat sudah menurun karena mereka menunggu arah kebijakan pemerintahan baru yang akan dipilih dalam Pemilu 2014. Investasi asing diperkirakan menguat lagi mulai semester kedua setelah pemilu legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres). Enny mengakui, pileg dan pilpres akan menambah pertumbuhan ekonomi nasional 2014. Belanja terbanyak akan terjadi pada Februari dan Maret tahun ini. Menurut dia, setiap pertumbuhan ekonomi 1% hanya mampu menyerap sekitar 200 ribu tenaga kerja baru. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,7%, serapan tenaga kerja tahun ini sekitar 1,2 juta. Angka tersebut lebih rendah dibanding pertumbuhan angkatan kerja baru tahun lalu sekitar 1,72 juta. Pada masa Orde Baru, setiap pertumbuhan ekonomi 1% bisa menyerap 300-400 ribu tenaga kerja baru. Tak Perlu Direm Berbeda dengan Aviliani dan Enny, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute (DRI) Purbaya Yudhi Sadewa berpendapat, sebaiknya BI dan pemerintah tidak perlu mengerem pertumbuhan ekonomi nasional. BI tidak perlu terus menaikkan BI rate yang bertujuan menguatkan rupiah dan mengeluarkan instrumen moneter lain yang justru mengakibatkan investor asing lari dari Indonesia. Investor asing sempat menarik dana investasi portofolionya dari Indonesia karena ekonomi Amerika Serikat mulai menarik, sehingga justru menekan rupiah. Purbaya pun menyampaikan, BI dan pemerintah tidak perlu terlalu khawatir dengan impor bahan baku industri dan migas yang terus membengkak, sehingga mengakibatkan defisit neraca transaksi berjalan. Pada 2013, total defisit transaksi berjalan mencapai lebih dari US$ 30 miliar. Nilai tersebut naik dibandingkan 2012 sebesar US$ 24 miliar. Menurut dia, Indonesia sebenarnya pernah mengalami priode defisit yang hampir sama pada 1981-1997. Namun ketika itu kondisi tersebut tidak dikhawatirkan walaupun defisit juga dipicu oleh maraknya impor barang modal. Sebab, hal itu menjadi pertanda investasi asing yang naik signifikan seperti dalam duatahun terakhir. Masuknya investasi asing telah mendorong pertumbuhan ekonomi nasional menjadi sekitar 6% dan juga membuka lapangan kerja baru, serta menambah pendapatan masyarakat. Untuk sekarang, BI sepertinya mulai mengerti bahwa tidak perlu mngerem pertumbuhan ekonomi nasional dan itu terlihat dari upaya menahan diri

untuk tidak menaikkan BI rate dalam beberapa bulan terakhir, tutur Purbaya. Purbaya juga mengatakan, ekonomi Indonesia sebenarnya berpotensi tumbuh 6-7% setiap tahun. Tapi, karena sempat direm lantaran khawatir impor terus membengkak dan ingin menguatkan rupiah, dia memperkirakan pertumbuhan yang realistis tahun ini sekitar 5,8%. Dia berharap BI mengembalikan rezim kebijakannya cukup bertumpu pada utakatik inflasi (inflation regime) dan bukan yang lain. Sedangkan pemerintah disarankan konsiten menjalankan kebijakan paket-paket stimulus dan insentifaya untuk mendorong investasi sektor riil guna menopang pertumbuhan ekonomi. Purbaya juga mengingatkan pemerintah dan BI tidak perlu khawatir dengan inflasi setahun terakhir yang masih mencapai 8%. Angka itu diperkirakan kembali turun menjadi 5% pada Juni-Juli 2014 seiring hilangnya dampak penaikan BBM bersubsidi. Sementara itu, rupiah diperkirakan bergerak ke angka Rp 9.000-10.000 per dolar AS secara perlahan dan tidak perlu terlalu dipaksakan cepat menguat. Enam Langkah Menko Perekonomian Hatta Rajasa sebelumnya menyampaikan 6 langkah yang akan dilakukan pemerintah untuk menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi 2014. Pertama, pemerintah akan menjaga kualitas belanja negara sehingga dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Pada 2014 alokasi belanja modal sekitar Rp 206 triliun, sebagian besar adalah infrastruktur. Kedua, menjaga daya beli masyarakat dengan menjaga laju inflasi. Ketiga, mendorong pertumbuhan investasi. Keempat, peningkatan daya saing terutama produk ekspor nonmigas melalui diversifikasi pasar tujuan ekspor dengan meningkatkan keberagaman dan kualitas produk. Kelima, mengendalikan impor produk-produk yang berpotensi menurunkan daya saing produk domestik di pasar dalam negeri sambil memperluas pasar domestik. Keenam, penguatan perdagangan dalam negeri. Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM) Bank Indonesia Dody Budi Waluyo sebelumnya mengatakan, BI tetap mengutamakan stabilitas. Karena itu, tingginya permintaan domestik yang tidak diimbangi suplai perlu sedikit direm guna mencegah inflasi tinggi dan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Gejolak Sementara Sementara itu, dari World Economi Forum di Davos dilaporkan, Indonesia diuntungkan dengan membaiknya ekonomi global saat ini, karena akan meningkatkan ekspor, sekaligus menekan defisit neraca perdagangan maupun transaksi berjalan. Agar pertumbuhan ekonomi lebih baik sehingga menyediakan lapangan kerja yang banyak, Indonesia perlu memperkuat kerja sama ekonomi dengan Tiongkok, Jepang, dan India. Hal ini seiring dengan makin bergesernya kekuatan ekonomi dunia dari Barat (Eropa dan Amerika Serikat) ke Asia. Akibat krisis ekonomi global, seperti negara lain, saat ini Indonesia juga menghadapi tantangan untuk mengatasi pengangguran yang membengkak. Namun demikian, blessing in disguise, goncangan ekonomi akibat krisis ekonomi global dan sentimen negatif tapering off (pengurangan) stimulus moneter di Amerika Serikat (AS) membuat Indonesia terdorong melakukan reformasi struktural di dalam negeri. Demikian rangkuman pendapat Menteri Perdagangan Gita Wirjawan,

Kepala BKPM Mahendra Siregar, mantan Presiden European Central Bank (ECB) JeanClaude Trichet dan mantan Ketua Goldman Sachs Asset & Management Jim ONeilL Mereka merupakan panelis dalam Lippo Davos Lunch Dialogue bertajuk Are Emerging Markets Prepared for Fed Tapering & New Realities yang diselenggarakan oleh lippo Group dan Jakarta Globe, di Davos, Swiss, Jumat (24/1). Diskusi tersebut dibuka oleh Executive Director Lippo Group John Riady. Hadir dalam diskusi tersebut antara lain adalah CEO lippo Group Dr James Riady, Direktur Finance & Strategy PT Bank Mandiri Tbk Pahala N Mansury, dan CEO Bakrie Group Anindya N Bakrie. Di lain sisi, negara-negara pasar berkembang menegaskan, aksi jual di pasar saham dua hari berturut-turut pekan lalu hanya gejolak sementara dan mengindikasikan repricing aset Aksi jual dua hari itu membuat nilai tukar peso Argentina anjlok 14% dan lira Turki merosot ke level terendah sepanjang sejarah. Bursa global, termasuk Wall Street juga ditutup turun pada Jumat (24/1) dan penurunan diprediksi berlanjut pekan ini. Kondisi tersebut membuat stabilitas ekonomi pasar berkembang menyedot perhatian kalangan pemangku kepentingan yang hadir di World Economic Forum (WEF), Davos, Swiss. Tapi, mereka didesak untuk melihatnya sebagai gejolak jangka pendek dan fokus pada fundamental ekonomi yang masih positif. Deputi Perdana Menteri (PM) Turki Ali Babacan mengatakan pada diskusi panel di WEF, kemerosotan lira hingga ke level US$ 2,3 bukan karena investor ramai-ramai menarik dananya. Gejolak ini temporer dan menunjukkan repricing ujar dia. Investor yang memiliki kepercayaan jangka panjang terhadap Turki, tambah dia, juga memiliki pandangan investasi jangka panjang. Carlos Ghosn, CEO Renault-Nissan mengatakan, investor seperti dirinya harus memiliki pandangan jangka panjang dan mengesampingkan gejolak jangka pendek. Kalau berinvestasi di pasar berkembang, Anda harus siap dengan kondisi naik turun. Tapi yang penting adalah bukan tiga bulan ke depan. Kami berinvestasi untuk 20-30 tahun ke depan, ujar dia. Negara-negara pasar berkembang juga menepis kekhawatiran perekonomiannya akan terdampak tapering stimulus moneter oleh The Federal Reserve. The Fed pekan ini diprediksi menguranginya lagi stimulus moneter menjadi USS$ 65 miliar per bulan. Menyusul keputusan tapering tersebut, timbul kekhawatiran bahwa investor yang memarkir ekses likuiditas di pasar berkembang akan menarik dananya. Mereka akan mencari imbal hasil lebih besar di pasar negara maju. Tapi, Menteri Keuangan (Menkeu) India P Chidambaram mengatakan, perekonomian negaranya siap menghadapi jika tapering ditambah pekan ini. Kami sudah lebih siap menghadapi tapering dibandingkan pada Mei 2013, ujar dia. Ia menambahkan, konsolidasi fiskal sudah berjalan dan penanaman modal asing (PMA) ke India meningkat. Selain itu, cadangan devisa naik, nilai tukar rupee stabil, dan ada banyak langkah lain untuk menjaga stabilitas pasar modal. Aksi jual besar-besaran itu memuncak pada Jumat (24/1), tatkala investor melepas sahamnya dan membeli asetaset safe haven, seperti surat utang pemerintah AS, yen dan emas. Indeks S&P 500 ditutup turun 2,6% atau pekan terburuk sejak Juni 2012. Penurunan pekan lalu itu seperti pada Juni 2013, tatkala saham-saham pasar berkembang anjlok hampir 18%

selama sekitar dua bulan. Dunia terkena flu pasar berkembang, ujar Michael James, direktur pelaksana transaksi ekuitas Wedbush Securities di Los Angeles, California, AS.
http://nasional.kontan.co.id/news/pemerintah-wacanakan-penghapusan-subsidi-bbm
Pemerintah berencana untuk menyesuaikan kebijakan subsidi energi dengan biaya produksinya. Hal itu disampaikan pemerintah melalui rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang kebijakan energi nasional. Dalam pasal 20 RUU PP tersebut, pemerintah mengusulkan harga energi ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan, yang merefleksikan biaya produksi energi, biaya lingkungan, biaya konservasi serta keuntungan yang berdasarkan kemampuan daya beli masyarakat. Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko mengatakan kalau mau realistis, sudah seharusnya subsidi energi, terutama bahan bakar minyak (BBM) dikurangi. Sebab, subsidi BBM yang besar telah memberatkan anggaran pemerintah. Di sisi lain, dalam penyalurannya, subsidi BBM juga tidak sesuai harapan. Meski begitu Prasetyantoko mengaku sangsi pemerintah bisa merasionalisasi kebijakan di bidang energi tersebut. Sebab dibutuhkan keberanian untuk menghadapi kepentingan politik. "Bagi saya, rencana ini tergantung keberanian, dan prioritas mana yang diutamakan," kata Prasetyantoko, Selasa (28/1) di Jakarta. Namun rencana kebijakan tersebut langsung mendapat respons negatif dari sebagian anggota dewan. Dalam sidang paripurna pada hari Selasa (28/1) kemarin, yang agenda awalnya untuk mengesahkan RUU ini, banyak pihak yang mempertanyakan maksud aturan ini. Hujan interupsi dalam sidang tersebut, memaksa pengesahan ditunda dengan jangka waktu yang belum pasti. Sementara itu, salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Maruarar Sitait menilai rencana pemerintah tersebut tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang yang melarang menyerahkan harga BBM ke mekanisme pasar. Jika itu dilakukan, maka akan membebani masyarakat, dan mengancam stabilitas ekonomi nasional. Sedangkan anggota DPR dari Partai Demokrat Teuku Rifki Harsa mengatakan pemerintah memang sudah seharusnya mulai mengurangi subsidi. Menurutnya, subsidi lebih baik dialihkan untuk kebutuhan masyarakat lainnya seperti infrastruktur dan pendidikan. Dia juga mengatakan, ada dua mekanisme subsidi yang bisa dilakukan, pertama pemberian subsidi dengan nilai tetap dan pemberian subsidi langsung kepada masyarakat. Pro kontra kebijakan subsidi sejauh ini masih belum begitu mencuat. Salah satunya adalah meskipun secara tidak langsung RUU ini menunjukkan niat pemerintah terkait pengurangan subsidi. Tetapi kata-kata yang dituangkan dalam rumusannya masih ambigu. Pengamat perminyakan Pri Agung menilai pemerintah belum terlihat terbuka menunjukkan niatnya. Meskipun sejumlah pihak, seperti pemerintah dan DPR sebagian menyetujuinya, tetapi belum secara terang-terangan.

http://www.beritasatu.com/ekonomi/162446-bappenas-rpjmn-20152019-bisa-kejar-pertumbuhanekonomi-7.html
Wakil Kepala Bappenas Lukita Dinarsyah Tuwo mengatakan saat ini Bappenas tengah membahas poin-poin penting yang akan dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Menurut dia RPJMN yang tengah dibahas ini masih bersifat teknokratis. Beberapa poin tersebut adalah memastikan angka kemiskinan turun, kondisi politik stabil, pembangunan infrastruktur semakin ditingkatkan, dan mengurangi angka pengangguran. RPJMN ini kan amanat, Bappenas diminta tugas untuk menyusun rencana pembangunan untuk 5 tahun ke depan, setiap minggu kami selalu mengadakan pembahasan yang intensif, ujar dia ketika ditemui di kantornya, Gedung Bappenas, Jakarta, Kamis (23/1). Dia mengatakan dengan adanya RPJMN yang baru ini mampu mendongkrak laju perekonomian pada level 7% hingga 5 tahun ke depan, jika perekonomian sudah bisa tumbuh 7% makaIndonesia bisa keluar dari yang namanya middle income trap country. Lukita mengatakan Indonesia tergolong negara yang mempunyai pendapatan menengah dimana pendapatan Indonesia saat ini mencapai US$ 4000 per kapita per tahun, sedangkan negara maju pendapatannya sudah mencapai US$ 12.500 per kapita per tahun, agar Indonesia bisa menjadi negara maju maka kuncinya ada pada pertumbuhan ekonomi yang stabil di 7%. Kami benar benar bekerja keras untuk menyusun RPJMN 2015-2019, agar pertumbuhan ekonomi 7% bisa dicapai, RPJMN ini juga dijadikan acuan atau referensi bagi Presiden Baru, ujar dia Dia mengatakan dalam RPJMN 2015-2019 ini pemerintah terus meningkatkan kualitas infrastruktur termasuk dalam akses pendanaan berupa obligasi daerah atau Surat Berharga Negara (SBN) untuk pembangunan infrastruktur. Lukita mengatakan kunci dari kesuksesan RPJMN 2015-2019 terletak pada kualitas reformasi yang hebat baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, jika sudah berkoordinasi dalam menciptakan reformasi maka RPJMN sukses, pertumbuhan ekonomi 7% pun bisa dengan mudah dicapai.

http://www.beritasatu.com/blog/tajuk/3168-pemimpin-yang-probisnis.html

indonesia yang hebat dan Indonesia yang unggul hanya akan menjadi retorika tanpa makna jika pemimpin publik negeri ini takut menyatakan diri pro-bisnis. Jika pemimpin tidak berani menyatakan pro-bisnis, apa yang bisa diharapkan? Pemimpin seperti ini bisa jadi tidak memiliki konsep yang jelas untuk membangun bangsa. Kalaupun ada konsep, mereka tidak berani melawan arus pandangan yang keliru. Sesuai amanat konstitusi, salah satu tugas pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Amanat ini dinilai gagal dilaksanakan jika masih ada pengangguran, apalagi tingkat pengangguran terus membesar. Kesejahteraan rakyat hanya bisa dicapai bila semua rakyat usia kerja memiliki pekerjaan dan pekerjaan itu memberikan pendapatan yang layak. Karena itu, tugas pemimpin

adalah menciptakan lapangan kerja agar seluruh angkatan kerja bisa terserap, tidak ada pengangguran. Meski sudah menurun, angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia masih besar. Pada Agustus 2013, pengangguran terbuka masih sebesar 7,4 juta atau 6,25 persen dari angkatan kerja pada periode itu yang mencapai 118,2 juta. Sekitar 70 persen dari 110,8 juta penduduk yang bekerja di sektor infomal, tidak memperoleh pendapatan yang layak dan belum mendapatkan perlindungan. Pada September 2013, penduduk miskin absolut sebesar 28,6 juta atau 11,5 persen. Ditambah mereka yang hampir miskin atau rentan miskin, total penduduk miskin Indonesia sekitar 100 juta. Data Badan Pusat Statistik (BPS) itu memperlihatkan besarnya tugas yang harus diselesaikan para penyelenggara negara. Solusi tepat buat mereka adalah pekerjaan. Umumnya, kemiskinan disebabkan oleh pengangguran dan pendapatan yang tidak mencukupi. Para pekerja sektor informal, perlahan, harus digeser ke sektor formal. Di sinilah pentingnya penyelenggara negara yang pro-bisnis. Selama ini, pro-bisnis direduksi menjadi hanya pro-korporasi, pro-konglomerat, bahkan pro-asing dan pro-neoliberalisme. Mereka yang pro-bisnis dinilai mengusung paham yang membahayakan masa depan bangsa. Sikap pro-bisnis dikhawatirkan membiarkan yang kuat mengisap dan menyingkirkan yang lemah. Pro-bisnis lantas didikotomikan dengan pro-rakyat. Menurut mereka, pro-bisnis pasti tidak pro-rakyat. Pandangan ini membuat para politikus dan calon pemimpin takut menyebutkan kata pro-bisnis. Untuk menjadi bangsa ugggul dan negara maju, pemimpin negeri ini perlu memiliki konsep ekonomi yang jelas dan tegas. Dalam kompetisi global yang kian sengit, Indonesia membutuhkan pemimpin di berbagai level dan bidang yang pro-bisnis. Presiden sebagai pemimpin negara dan pemimpin pemerintah tak perlu ragu menyebut pro-bisnis sepanjang kata ini dimaknai secara tepat. Pro-bisnis adalah pro-kegiatan usaha, pro-kegiatan bisnis, mulai level rumah tangga, usaha mikro, kecil, menengah, hingga korporasi besar. Pro-bisnis sama dengan pro-rakyat. Sikap pro-bisnis perlu ditunjukkan oleh pemimpin publik dan para abdi negara lewat pelayanan yang cepat, mudah, dan murah. Kita memberikan apresiasi kepada bakal calon presiden (capres) yang mengusung konsep ini. Ada bakal capres yang menegaskan pentingnya para abdi negara memberikan pelayanan yang cepat, mudah, dan murah. Perizinan di Indonesia masih tergolong paling lama, rumit, dan mahal di dunia. Untuk memulai usaha, pengurusan izin bisa mencapai dua tahun. Para pengusaha masih "diwajibkan" menyetor dalam jumlah tertentu untuk memuluskan perizinan. Bank Dunia dalam Doing Business 2014 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-120 dari 189 negara, meningkat dari urutan ke-128 periode sebelumnya. Dalam persaingan tingkat ASEAN, Indonesia kalah dari Malaysia yang berada di peringkat ke-6, Thailand di urutan ke-18, dan Filipina di urutan ke-108. Singapura tetap bertengger di posisi nomor satu. Meski naik peringkat dari periode sebelumnya, tetangga sesama anggota ASEAN berlari lebih kencang. Investasi di negara itu lebih cepat, mudah, dan murah.

Sikap pro-bisnis penting untuk menciptakan iklim investasi yang sehat dan lahan subur bagi lahirya entrepeneur atau wirausaha baru. Jumlah pengusaha di Indonesia baru 1,5 persen dari total penduduk yang sudah menembus 250 juta. Jumlah pengusaha di Malaysia di atas 4 persen, sedang Singapura di atas 8 persen. Untuk membuka lapangan kerja bagi sebuah negara, jumlah minimal entrepreneur sekitar 2 persen. Inilah tantangan kita, khususnya pemimpin publik di berbagai level. Tumbuhnya wirausahawan baru merupakan kunci kemajuan korporasi dan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Selain memberikan pelayanan yang cepat, mudah, dan murah bagi lahir dan tumbuhnya entrepeneur baru, pemerintah perlu memberikan akses modal dan pasar serta bantuan manajemen dan teknologi kepada UMKM. Pemerintah perlu menciptakan persaingan yang adil dan menunjukkan keberpihakan kepada pelaku usaha yang lemah sambil terus memberdayakan mereka. Semakin banyak perusahaan yang beroperasi, semakin besar tenaga kerja yang terserap. Semakin banyak perusahaan yang meraih laba, semakin baik pendapatan karyawan. Semakin tinggi laba yang diraih perusahaan, semakin besar pula pajak yang diterima negara. Semakin banyak angkatan kerja yang mendapatkan pekerjaan dan semakin banyak pendapatan yang mereka peroleh, kekuatan permintaan dalam negeri akan meningkat. Mudah-mudahan, pada tahun politik ini, Indonesia mendapatkan pemimpin baru yang pro-bisnis. Posisi presiden sangat strategis untuk menciptakan birokrasi dan mendorong para penyelenggara negara memberikan pelayanan yang cepat, mudah, dan murah kepada dunia usaha. Hanya dengan sikap pro-bisnis, Indonesia unggul atau Indonesia hebat bisa menjadi kenyataan.
http://www.investor.co.id/national/ri-harus-jadi-negara-investasi-yang-mudah-murah-dancepat/77184

RI Harus Jadi Negara Investasi yang Mudah, Murah, dan Cepat


Oleh Aris Cahyadi | Senin, 3 Februari 2014 | 7:39

Mantan Dubes RI untuk Amerika Serikat yang juga peserta Konvensi Capres Partai Demokrat Dino Patti Djalal berbincang dengan Pemimpin Redaksi Investor Daily, Suara Pembaruan, dan BeritaSatu.Com Primus Dorimulu saat kunjungan di kantor redaksi di Gedung BeritaSatu Plaza, Jakarta, Kamis (30/1). Salah satu yang dibahas dalam kunjunganya adalah terkait birokrasi di Indonesia harus unggul. Sebab selama ini birokrasi kerap menghambat pembangunan nasional. BeritaSatu

Photo/Ruht Semiono

Berita Terkait

Dino: Pacar yang Saya Kejar Itu Rakyat Dino Pati Djalal Usung Semangat Ubah Hidup Dino Patti Djalal Berantas Korupsi Mulai dari Diri Sendiri Untuk Biayai Kampanye, Dino Buka Rekening Khusus Dino Patti Djalal Kampanye Lewat Media Sosial

JAKARTA - Pemerintah ke depan harus lebih probisnis dengan menerapkan kebijakan investasi yang mudah, cepat, dan murah. Kebijakan probisnis diperlukan agarIndonesia menjadi penguasa saat Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 diberlakukan. Pendapat saya sederhana, Indonesia harus mudah, cepat, dan murah dalam mendorong bisnis dan investasi. Kalau itu diterapkan, saya jamin Indonesia akan unggul, ujar salah satu peserta konvensi calon presiden (capres) Partai Demokrat (PD) Dino Patti Djalal saat berkunjung ke redaksi Suara Pembaruan, Investor Daily, dan Beritasatu.com, di Jakarta, pekan lalu. Dino mengakui, saat ini inefisiensi birokrasi pemerintahan menjadi salah satu faktor yang menghambat iklim investasi di Tanah Air. Untuk membuka bisnis di Indonesia membutuhkan waktu lama karena proses perizinan yang berbelit-belit. Itu masih ditambah maraknya pungutan liar (pungli), bahkan praktik suap-menyuap, sehingga kegiatan bisnis dan investasi menjadi mahal. Faktor-faktor itulah, menurut Dino, yang membuat para pengusaha kesulitan membuka lapangan kerja baru di Indonesia. Pada akhirnya, hal itu juga turut menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Jadi, pemerintah harus sangat probisnis, jangan justru mempersulit. Intinya probisnis itu berarti pemerintah harus memfasilitasi usaha yang banyak membuka lapangan kerja, kata mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat (AS) te rsebut.

http://nasional.kontan.co.id/news/kebijakan-subsidi-dan-infrastruktur-harus-dibenahi/2014/01/27

Kebijakan subsidi dan infrastruktur harus dibenahi


Oleh Asep Munazat Zatnika - Senin, 27 Januari 2014 | 16:57 WIB

an, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi Kadin Didik J. Rachbini mengatakan, kegagalan kebijakan fiskal pemerintah selama ini adalah dalam mengatasi subsidi BBM yang besar. Didik bilang, BBM merupakan pos dengan pengeluaran yang terbesar bahkan lebih besar dari anggaran untuk infrastruktur, belanja sosial, bahkan gaji pegawai. Hal itu terjadi karena pemerintah tidak mau mengambil risiko politik. Subsidi BBM tidak masuk akal, kalau sampai tidak menyisakan untuk infrastruktur, ujar Didik, Senin (27/1) di Jakarta. Kedua, keterlibatan swasta dalam industri transportasi mendesak untuk dikembangkan. Selama ini baru insutri pengangkutan udara yang berencana diberikan hak pengelolaannya sebagian untuk swasta. Keterlibatan swasta juga dinilai perlu untuk mengembangkan insutri pelabuhan dan perketa apian. Selain membangun infrastruktur, pembangunan pengelolaan juga harus diperhatikan. Kadin juga mendukung rencana pemerintah terkait hilirisasi industri yang memiliki nilai tambah atau value chain. Tujuannya supaya industri Indonesia memiliki daya saing tinggi, terutama untuk mengatasi persaingan Masyarakat Community ASEAN.

Hal lain yang menjadi perhatian KADIN adalah terkait ketahanan pangan Indonesia yang dinilai masih rendah. Mimpi Indonesia untuk swasembada pangan masih sulit tercapai, dikarenakan untuk beberapa komoditas pangan Indonesia masih tergantung dari impor.

Anda mungkin juga menyukai