Anda di halaman 1dari 42

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Sebelumnya 1. David R Hotchkiss, Anwer Aqil, Theo Lippeveld dan Edward Mukooyo (2010) Penelitian ini adalah mengevaluasi kegunaan kinerja kerangka Manajemen Sistem Informasi Rutin yang baru dikembangkan, yang terdiri dari kerangka konseptual dan alat pengumpulan dan analisis data yang terkait untuk menilai, merancang, memperkuat dan mengevaluasi Sistem Informasi Kesehatan Rutin. Penelitian tersebut menggunakan catatan ulasan, wawancara terstruktur dan kuesioner. Data tingkat fasilitas dan pekerja dikumpulkan dari 110 fasilitas kesehatan di 12 distrik di Uganda pada tahun 2004 dan 2007. Analisis prosedur termasuk Alpha Cronbach untuk menilai konsistensi internal instrumen yang dipilih, analisis uji tes ulang untuk menilai kehandalan dan sensitivitas instrumen dan teknik statistik bivariat dan multivariat untuk menilai validitas instrumen Kinerja Manajemen Sistem Informasi Rutin dan kerangka konseptual. Hasil analisis Alpha Cronbach menunjukkan keandalan yang tinggi (0,7 atau lebih besar) untuk mengukur indeks promosi dari budaya informasi, tugas Sistem Informasi Kesehatan Rutin dalam efikasi diri dan motivasi. Hasil

studi juga menunjukkan bahwa promosi dari budaya informasi mempengaruhi tugas Sistem Informasi Kesehatan Rutin dan staf Sistem Informasi Kesehatan Rutin memiliki pengaruh langsung terhadap penggunaan informasi dari sistem tersebut. Pendekatan Manajemen Sistem Informasi Rutin dapat digunakan secara efektif oleh pembuat kebijakan dan praktisi Sistem Informasi Kesehatan Rutin untuk menilai dan mengevaluasi Sistem Informasi Kesehatan Rutin serta memperkuat intervensi. Hal ini dapat dikatakan bahwa dengan adanya pendekatan Manajemen Sistem Informasi Kesehatan yang lebih inovatif dapat mempermudah dan memperkaya metode dalam mengevaluasi Sistem Informasi Kesehatan.

2. Angelo S. Nyamtema (2010) Penelitian yang dilakukan adalah untuk mengeksplorasi kesenjangan dan faktor yang mempengaruhi Sistem Informasi Manajemen dalam konteks perubahan sektor kesehatan di Tanzania. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan studi cross sectional yang dilakukan di 11 fasilitas kesehatan di Kabupaten Kilombero pada bulan JanuariFebruari tahun 2008. Penelitian ini menggunakan kuesioner semi-terstruktur untuk mewawancarai 43 pekerja kesehatan terhadap pengetahuan, sikap, praktek dan faktor perubahan pada Sistem Informasi Manajemen Kesehatan dan

10

buklet Sistem Informasi Manajemen Kesehatan dari fasilitas ini terakhir untuk kelengkapan. Hasil penelitian mengungkapkan dari semua responden, 81% tidak pernah dilatih pada Sistem Informasi Manajemen Kesehatan, 65% tidak benar dalam mendefinisikan sistem tersebut, 54% tidak tahu siapa yang seharusnya menggunakan informasi yang dikumpulkan dan 42% tidak menggunakan data yang dikumpulkan untuk perencanaan, penganggaran, dan evaluasi penyediaan layanan. Meskipun sikap terhadap sistem adalah positif yaitu antara 91%, buklet Sistem Informasi Manajemen Kesehatan terakhir tidak pernah selesai di 25% - 55% dari fasilitas. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pengetahuan, sikap dan praktek pada Sistem Informasi Manajemen Kesehatan antara dokter dan perawat. Jenis yang paling umum dari buku Sistem Informasi Manajemen Kesehatan yang tidak pernah diisi sebesar (55%). Kesenjangan dalam Sistem Informasi Manajemen Kesehatan saat dikaitkan dengan kurangnya pelatihan, pengawasan aktif, tekanan beban kerja staf dan sifat panjang dan melelahkan dari sistem. Hal tersebut mengungkapkan bahwa keadaan miskinnya koleksi data dan kurangnya informasi pada pembuat kebijakan di tingkat fasilitas dan faktor-faktor untuk perubahan manajemen Sistem Informasi Kesehatan menunjukkan kebutuhan untuk inovasi baru terhadap pengembangan sistem yang lebih ramah dan mudah dalam penggunaannya serta menggunakan proses delapan langkah John Kotter berbasis fakta. Hal ini menerangkan bahwa dibutuhkan inovasi dalam

11

pengembangan Sistem Informasi Kesehatan agar dapat lebih mudah dalam penggunaannya.

3. Abel N. Kho, et al. (2011) Penelitian dilakukan untuk meneliti apakah data yang diambil melalui perawatan klinis rutin menggunakan rekam medik elektronik dapat

mengidentifikasi fenotip penyakit dengan nilai prediktif yang cukup positif atau negatif untuk digunakan dalam studi asosiasi genome. Penelitian ini menggunakan data dari lima set yang berbeda dari rekam medik elektronik. Hasil penelitian mengidentifikasi lima fenotipe penyakit dengan nilai prediksi positif 73-98% dan nilai prediksi negatif dari 98 sampai 100%. Sebagian besar rekam medik elektronik membaca informasi kunci (diagnosa, pengobatan, tes laboratorium) yang digunakan untuk mendefinisikan fenotipe dalam format yang terstruktur. Penelitian ini juga mengidentifikasi pengolahan bahasa alami sebagai alat penting untuk meningkatkan identifikasi kasus. Pemberian insentif terhadap upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan rekam medik elektronik tentu akan meningkatkan ketersediaan data klinis untuk penelitian genomik pula.

4. Sartini Risky (2012) Penelitian ini menganalisis pengaruh kualitas Sistem Informasi Kesehatan (SIK) terhadap penerapan manajemen Puskesmas diwilayah kerja

12

Dinas Kesehatan Kota Kendari ditinjau dari aspek tepat waktu (timelines), relevan (relevance), akurat (accurate) dan dapat dipercaya (reliable). Penelitian tersebut menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan kuantitatif untuk menganalisis pengaruh kualitas Sistem Informasi Kesehatan (SIK) terhadap penerapan manajemen Puskesmas diwilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Kendari. Sampel penelitian adalah seluruh Kepala Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota kendari, seluruh Kepala Tata Usaha di Puskesmas yang berada wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota kendari dan seluruh petugas SIK yang berada wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota kendari yaitu sebanyak 45 orang yang tersebar di 15 Puskesmas. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa tepat waktu (timelines),relevan (relevance), akurat (accuracy) dan dapat dipercaya (reliable) berpengaruh terhadap penerapan manajemen yakni nilai R

diperoleh 0,606 (60,6%) dan nilai RSquare = 0,367 yang merupakan indeks determinasi dan menyatakan bahwa persentase sekitar 36,7% penerapan manajemen dapat dijelaskan oleh keempat variabel bebas tersebut yakni tepat waktu (timelines),relevan (relevance) akurat (accuracy) dan dapat dipercaya (reliable) dan) yang paling berpengaruh terhadap penerapan manajemen adalah tepat waktu (timelines) yaitu sebesar thitung 2,987 > (ttabel,= 2,01). Hal tersebut mengindikasikan bahwa untuk memperoleh sistem manajemen yang baik di Puskesmas perlu diperhatikan kualitas Sistem Informasi Kesehatan yang adekuat.

13

5. Dortje Loper, Meike Klettke, Ilvio Bruder dan Andreas Heuer (2012) Penelitian ini untuk mengetahui model penyimpanan entitas-atributnilai yang menawarkan fleksibilitas standar yang berbeda dan evolusi pengetahuan pelayanan kesehatan. Diperkenalkan metode struktur

penyimpanan generik berdasarkan entitas-atribut-value (EAV) model. Struktur memenuhi persyaratan dan informasi yang masuk dapat disimpan secara langsung tanpa kehilangan data. Hal ini juga memungkinkan untuk data yang sangat jarang disimpan dalam cara yang kompak. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa dengan model penyimpanan data yang modern dapat membantu dalam penyimpanan data yang memiliki jenis standar yang berbeda dengan penyimpanan yang bersifat fleksibel atau dinamis, sehingga sangat membantu dalam efektivitas proses pelayanan kesehatan. B. Teori dan Konsep 1. Konsep Sistem Informasi Kesehatan a. Pengertian Sistem Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling

dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).

14

Sistem dapat abstrak atau fisis, sistem yang abstrak adalah susunan yang teratur dari gagasan-gagasan atau konsepsi-konsepsi yang saling bergantung misalnya sistem teologi adalah susunan yang teratur dari Tuhan, manusia dan sebagainya. Sistem yang bersifat fisis adalah serangkaian unsur yang bekerja untuk mencapai tujuan (Moekijat, 2005). b. Pengertian Informasi Menurut Gordon B. Davis (1991), informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang. Sedangkan Jogiyanto (2006) menyatakan bahwa informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam mengambil keputusan saat ini atau mendatang. Abdul Kadir (2002); McFadden dkk (1999) mendefinisikan informasi sebagai data yang telah diproses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan seseorang yang menggunakan data tersebut. c. Pengertian Kesehatan Menurut Parkin dalam Azwar (1996), Sehat adalah keadaan sehat yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dengan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya. Menurut WHO 1974 dan UU Pokok Kesehatan No.9 tahun 1960, sehat adalah keadaan sejahtera sempurna fisik, mental dan social yang tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja.

15

d. Pengertian Sistem Informasi Kesehatan Menurut Nashir (2009), Sistem Informasi Kesehatan merupakan tatanan berbagai komponen data dan informasi kesehatan yang saling terkait satu dengan yang lainnya untuk menghasilkan data dan informasi tentang kondisi kesehatan dan kinerja kesehatan di suatu wilayah. Sanjoyo (2009), mendefinisikan Sistem informasi kesehatan sebagai suatu pengelolaan informasi di seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat. Menurut Sudarianto (2010), Sistem informasi kesehatan merupakan salah satu dari empat strategi utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Informasi kesehatan yang disajikan harus akurat, tepat waktu dan lengkap sehingga mampu menjadi bagian utama dari pengambilan keputusan yang tepat dengan mendayagunakan teknologi informasi dan telekomunikasi. Secara umum pengertian Sistem Informasi Kesehatan adalah gabungan perangkat dan produser yang digunakan untuk mengelola siklus informasi (mulai dari pengumpulan data sampai pemberian umpan balik informasi) untuk mendukung pelaksanaan tindakan tepat dalam pelaksanaan, pelaksanaan dan pemantauan kinerja sistem kesehatan. Informasi kesehatan selalu diperlukan dalam pembuatan program kesehatan mulai dari analisis situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternatif solusi, pengembangan program, pelaksanaan dan penentuan hingga proses evaluasi ( Wahyudi, 2011).

16

Departeman Kesehatan menetapkan bahwa dalam Sistem Informasi Kesehatan tercakup 4 jenis informasi yakni : 1) Informasi manajemen kesehatan meliputi informasi Puskesmas, rumah sakit, obat dan makanan, laboratorium kesehatan, pembiayaan kesehatan, tenaga kesehatan, barang inventaris. 2) Informasi upaya teknis kesehatan meliputi kewaspadaan penyakit menular, kewaspadaan gizi, kewaspadaan pencemaran lingkungan dan kewaspadaan dini lainnya. 3) Informasi kesehatan untuk masyarakat, meliputi antara lain informasi kebijaksanaan di bidang kesehatan atau yang berkaitan dengan upaya kesehatan, informasi tentang hal-hal teknis di bidang kesehatan, informasi tentang aspirasi/kegiatan swadaya masyarakat dan informasi tentang peran serta masyarakat dibidang kesehatan. 4) Informasi ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, meliputi antara lain informasi kegiatan dokumentasi ilmiah dan hasil-hasil kegiatan penelitian, pengembangan kesehatan serta kegiatankegiatan ilmiah lainnya (Anonim dalam Irmayuni, 2008). Menurut Hartono (dalam Rangkuti, 2008), pada hakikatnya Sistem Informasi Kesehatan memilki sejumlah unsur yang saling berkait dan terorganisasikan, yang dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu: 1) Proses Informasi, yang terdiri dari unsur-unsur:

17

a) Mengidentifikasi kebutuhan informasi dan data b) Pengumpulan data dan pengiriman/pelaporan data c) Pengolahan data, analisa data, penyajian dan penggunaan data dan informasi. 2) Struktur Manajemen Sistem Informasi, yang terdiri dari unsurunsur: a) Sumber daya informasi (mencakup sumber daya manusia, perangkat keras, perangkat lunak, dan dana). b) Perangkat pengaturan (mencakup struktur organisasi, standar, prosedur, dan lain-lain). 2. Konsep Rekam medik a. Pengertian Rekam medik Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam medik adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Adapun jenis rekam medik yaitu rekam medik konvensional dan rekam medik elektronik (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam medik dijelaskan bahwa rekam medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas

18

pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien (Depkes RI, 2008). Menurut Hatta (2003), rekam medik merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Rekam medik adalah sarana yang mengandung informasi tentang penyakit dan pengobatan pasien yang ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Isi rekam medik meliputi: identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa), riwayat penyakit, laporan pemeriksaan fisik, instruksi diagnostik dan terapetik, adanya catatan observasi, laporan tindakan dan penemuan, resume pasien/ringkasan riwayat pulang. b. Tujuan, Fungsi dan Manfaat Rekam medik Menurut Joint Commission on Accreditation of Healthcare

Organization (JCAHO) yang dikutip Basbeth (dalam Anggraini, 2007) menetapkan tujuan rekam medik adalah : 1) Sebagai dasar pemberian pelayanan dan evaluasi terapi yang berkesinambungan.

19

2) Sebagai pelengkap evaluasi medis pasien, terapi dan perubahan kondisi pasien saat pasien berada dalam perawatan di rumah sakit, gawat darurat. 3) Untuk mendokumentasikan komunikasi yang terjadi antara dokterdokter yang bertanggung jawab memberikan pelayanan medis kepada pasien. 4) Sebagai alat bantu hukum bagi pasien, rumah sakit dan dokter. 5) Sebagai data yang dapat digunakan untuk pendidikan dan penelitian. Menurut Ariyanto (2004), fungsi rekam medik secara umum adalah sebagai: 1) alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lain; 2) dasar perencanaan pengobatan yang mesti diberikan kepada pasien: 3) landasan analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan; 4) dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan 5) alat perlindungan kepentingan hukum pasien, rumah sakit, maupun dokter yang bersangkutan. Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (2006), rekam medik memiliki 6 manfaat, yaitu Administrative value, Legal value, Financial value, Research value, Education value dan Documentation value yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu: 1) Administrative value: Rekam medik merupakan rekaman data adminitratif pelayanan kesehatan.

20

2) Legal value: Rekam medik dapat dijadikan bahan pembuktian di pengadilan. 3) Financial value: Rekam medik dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien. 4) Research value: Data Rekam medik dapat dijadikan bahan untuk penelitian dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan. 5) Education value: Datanya dalam Rekam medik dapat menjadi bahan pengajaran dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan lainnya. 6) Documentation value: Rekam medik merupakan sarana untuk

penyimpanan berbagai dokumen yang berkaitan dengan kesehatan pasien. Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), manfaat rekam medik dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Pengobatan Pasien, yaitu rekam medik bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien. 2) Peningkatan Kualitas Pelayanan, membuat rekam medik bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.

21

3) Pendidikan dan Penelitian, rekam medik yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi. 4) Pembiayaan, berkas rekam medik dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien. 5) Statistik Kesehatan, rekam medik dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah penderita pada penyakit-penyakit tertentu. 6) Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik, rekam medik merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik. c. Isi Rekam medik Menurut Konsil Kedokteran Indonesia (2006), bahwa isi rekam medik terdiri atas dua bagian, yaitu: 1) Catatan, merupakan uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan pasien, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain baik

22

dilakukan oleh dokter dan dokter gigi maupun tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya. 2) Dokumen, merupakan kelengkapan dari catatan tersebut, antara lain foto rontgen, hasil laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi keilmuannya. Menurut Permenkes Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 pasal 3 (2), isi rekam medik untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurangkurangnya memuat : 1) identitas pasien; 2) tanggal dan waktu; 3) hasil anamnesis mencakup sekurang-kurangnnya keluhan dan riwayat penyakit; 4) hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik; 5) diagnosis; 6) rencana penatalaksanaan; 7) pengobatan dan atau tindakan; 8) persetujuan tindakan bila diperlukan; 9) catatan observasi klinis dan hasil pengobatan; 10) ringkasan pulang; 11) nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2008). d. Pemilik dan Penanggungjawab Rekam medik Menurut Permenkes Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 pasal 12, berkas rekam medik adalah milik sarana pelayanan kesehatan. Isi rekam medik merupakan milik pasien dalam bentuk ringkasan rekam medik yang dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.

23

Adapun

pimpinan

sarana

pelayanan

kesehatan

bertindak

sebagai

penanggungjawab atas hilang, rusak, pemalsuan, dan atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medik (Depkes RI, 2008). Menurut Purba (2008), rekam medik adalah milik institusi kesehatan yang membuatnya dan disimpan oleh institusi pelayanan kesehatan tersebut. Di samping hak seseorang untuk memperoleh kesehatan yang diakui, pasien juga memiliki hak atas kerahasiaan dan kepercayaan, oleh karena itu sebaiknya rekam medik dijaga kerahasiaannya serta dapat digunakan sebagai alat bukti hukum apabila terdapat penyimpangan dalam pelayanan kesehatan. e. Kerahasiaan Rekam medik Menurut Permenkes Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 pasal 10, informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat

pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2008). Informasi tentang rekam medik dapat dibuka dalam hal yaitu: 1) untuk kepentingan kesehatan pasien; 2) memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas perintah pengadilan; 3) permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri; 4) permintaan institusi atau

24

lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; 5) untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan audit medis, sepanjang tidak menyebutkan identitas pasien. f. Rekam medik di Sarana Pelayanan Primer (Puskesmas) Rekam medik di Puskesmas merupakan salah satu sumber data penting yang nantinya akan diolah menjadi informasi. Ruang lingkup kegiatan pengolahan dan analisa pada tingkat Puskesmas adalah : 1) Mengkompilasi data dari Puskesmas baik dalam gedung maupun luar gedung. 2) Mentabulasi data upaya kesehatan yang diberikan kepada masyarakat yang dibedakan atas dalam wilayah dan luar wilayah. 3) Menyusun kartu index penyakit. 4) Menyusun sensus harian untuk mengolah data kesakitan. 5) Melakukan berbagai perhitungan-perhitungan dengan menggunakan data denominator. Rekam medik di Puskesmas merupakan salah satu sumber data penting yang nantinya akan diolah menjadi informasi . Pengisian rekam medik di Puskesmas di mulai di unit pendaftaran, identitas pasien dicatat di kartu atau status rekam medik dan selanjutnya pasien beserta kartu atau status rekam mediknya dibawa ke ruang pemeriksaan. Pasien tersebut dianamnesia dan diperiksa oleh tenaga kesehatan serta kalau dibutuhkan dilakukan

25

pemeriksaan penunjang. Akhirnya dilakukan penegakkan diagnosa dan sesuai kebutuhan, pasien tersebut diberi obat atau tindakan medis lainnya. Pada semua pelayanan kesehatan ini dicatat dalam kartu atau status rekam medik. Setiap tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan dan atau tindakan medis harus menuliskan nama dan membubuhi tanda tangannya pada kartu atau status rekam medik tersebut. Semua kegiatan ini merupakan kegiatan bagian pertama rekam medik (patient record). Setelah melalui semua tahap tersebut, pasien dapat pulang atau dirujuk. Namun demikian kegiatan pengelolaan rekam medik tidak berhenti. Kartu atau status rekam medik dikumpulkan, biasanya kembali ke ruang pendaftaran untuk dilakukan kodeing penyakit dan juga pendataan di bukubuku register harian yang telah disediakan. Setelah diolah, kartu atau status rekam medik dikembalikan ke tempatnya di ruang pendaftaran agar lain kali pasien yang sama datang, maka kartu atau status rekam mediknya dapat dipergunakan kembali. Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan bagian kedua rekam medik yaitu manajemen berupa rekapitulasi harian, bulanan, triwulanan, semester dan tahunan dari informasi yang ada di kartu atau status rekam medik pasien yaitu Laporan Bulanan yang harus dilakukan oleh Puskesmas yaitu, LB1: Data Kesakitan, berasal dari kartu atau status rekam medik pasien; LB2: Data Obat-obatan; LB3: Gizi, KIA, Imunisasi, P2M; dan LB4: Kegiatan Puskesmas, Laporan Bulanan Sentinel (SST) dan Laporan Tahunan (LSD1:

26

Data Dasar Puskesmas, LSD2: Data Kepegawaian, LSD3: Data Peralatan). Seluruh laporan tersebut merupakan fakta yang digunakan untuk proses perencanaan Puskesmas demi menunjang peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu dalam bentuk sistem informasi kesehatan (Gondodiputro, 2007). 3. Konsep Puskesmas a. Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Adapun yang dimaksudkan dengan Puskesmas ialah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Azwar, 1996). Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 2004).

27

Puskesmas adalah organisasi kesehatan terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal di wilayah kerja tertentu. Dalam pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat, Puskesmas mempunyai program berupa usaha-usaha kesehatan pokok. Secara rinci Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan (Muninjaya, 2004). Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan instansi milik pemerintah di tingkat kecamatan yang mengurusi masalah kondisi kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Puskesmas merupakan tempat awal yang dituju oleh masyarakat bila mengalami masalah kesehatan sebelum menuju ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan maupun pengobatan lebih lanjut (Muqsith, 2009). Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit fungsional pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota atau kabupaten yang melaksanakan upaya penyuluhan, pencegahan dan penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan terkoordinasi. Puskesmas merupakan tempat kerja serta berkumpulnya orang-orang sehat (petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga Puskesmas merupakan tempat kerja yang mempunyai resiko kesehatan maupun penyakit akibat kecelakaan kerja (Syahri, 2011).

28

b. Fungsi Puskesmas Puskesmas memiliki tiga fungsi pokok sebagai berikut: 1) Sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan: a) Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya, agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan. b) Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari

penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. 2) Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat : a) Memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat. b) Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaan. c) Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. d) Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat. e) Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya sendiri. f) Memberi petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

29

3) Sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama, menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (kontinu) mencakup: a) Pelayanan kesehatan perorangan (private goods) adalah pelayanan yang bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk Puskesmas tertentu ditambah rawat inap. b) Pelayanan kesehatan masyarakat (public goods) adalah pelayanan yang bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya. c. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kepemimpinan dalam Puskesmas dipegang oleh seorang Kepala Puskesmas. Struktur organisasi Puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing-masing Puskesmas. Penyusunan struktur organisasi Puskesmas di satu kabupaten/kota dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Sedangkan penetapannya dilakukan dengan Peraturan

30

Daerah. Sebagai acuan dapat dipergunakan pola struktur organisasi Puskesmas sebagai berikut (Depkes, 2004): 1) Kepala Puskesmas 2) Unit Tata Usaha yang bertanggung jawab membantu Kepala Puskesmas dalam pengelolaan: a) Data dan Informasi; b) Perencanaan dan Penilaian; c) Keuangan serta d) Umum dan Kepegawaian. 3) Unit Pelaksana Teknis Fungsional Puskesmas meliputi; a) Upaya Kesehatan Masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM; b)Upaya Kesehatan Perorangan. 4) Jaringan Pelayanan Puskesmas terdiri atas: a) Unit Puskesmas Pembantu; b) Unit Puskesmas Keliling serta c) Unit Bidan di Desa/Komunitas. d. Puskesmas Perawatan Puskesmas perawatan atau Puskesmas rawat inap adalah Puskesmas yang diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong penderita gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas maupun rawat inap sementara dengan kapasitas kurang lebih 10 tempat tidur. Pendirian Puskesmas rawat inap harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Mudah dijangkau penduduk atau kurang dari 2 jam perjalanan; 2) Puskesmas terletak kurang lebih 20 kilometer dari rumah sakit; 3)

31

Kunjungan pasien rata-rata perhari lebih dari 100 orang; 4) Mudah dijangkau oleh Puskesmas lainnya; 5) Jelas diperlukan oleh masyarakat dengan jumlah penduduk minimal 20.000 penduduk per Puskesmas; 6) Pemerintah daerah menyediakan anggaran rutin (Depkes RI, 2008). Pendirian Puskesmas perawatan didasarkan pada kebijakan sebagai berikut: 1) Puskesmas dengan ruang rawat inap sebagai pusat rujukan antara dalam sistem rujukan berfungsi untuk menunjang upaya penurunan kematian bayi dan ibu maternal, keadaan gawat darurat serta pembatasan kemungkinan timbulnya kecacatan. 2) Peran dan fungsi tenaga keperawatan adalah sebagai pengelola dan pelaksana keperawatan yang mengacu kepada standar praktek keperawatan dan melaksanakan tindakan terbatas yang merupakan pelimpahan wewenang dari dokter. Strategi yang diharapkan dapat diterapkan dengan adanya Puskesmas rawat inap yang menjadi pusat rujukan adalah: 1) Meningkatkan kemampuan Puskesmas dengan ruang rawat inap untuk dapat menangani dengan kasus-kasus yang potensial menimbulkan kematian pada bayi, ibu hamil dan gawat darurat lainnya, dengan pembatasan hari rawat 3 sampai dengan 7 hari. 2) Menerapkan standar praktek keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap Puskesmas sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

32

3) Melibatkan pasien dan keluarganya secara optimal dalam meningkatkan pelaksanaan asuhan keperawatan. Oleh karena itu Puskesmas rawat inap diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) Melakukan tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat darurat antara lain kecelakaan lalu lintas, persalinan, penyakit lain yang mendadak dan gawat. 2) Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi penderita dalam rangka diagnostik dengan rata-rata hari perawatan 3 hari atau maksimal 7 hari. 3) Melakukan pertolongan sementara untuk mempersiapkan

pengiriman penderita untuk lebih lanjut di Rumah Sakit (RS). 4) Memberi pertolongan persalinan bagi kehamilan dengan risiko tinggi dan persalinan dengan penyulit (Depkes, 2008). Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, Puskesmas rawat inap mempunyai fasilitas terdiri dari: 1) Ruang bersalin; 2) Ruang operasi; 3) Ruang pelayanan pengobatan gigi; 4) Ruang bayi baru lahir abnormal; 5) Ruang penyadaran; 6) Ruang perawatan pasien dan 7) Ruang pelayanan lainnya.

33

4. Konsep Kategori yang Diteliti a. Pencatatan Rekam Medik Formulir rekam medik harus sesuai dengan yang ada di dalam rumah sakit atau pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan bunyi dari Permenkes No. 749.a Tahun 1989 tentang Rekam medik/Medical Record, pasal I butir a : rekam medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Dari bunyi pasal tersebut diatas jelas bahwa yang dimaksud adalah formulir-formulir dari berkas rekam medik pasien baik itu pasien rawat jalan atau pasien rawat inap. Dalam pelayanan kedokteran yang dilakukan di rumah sakit maupun praktek pribadi, peranan pencatatan rekam medik sangat penting dan sangat melekat dengan kegiatan pelayanan. Sehingga ada ungkapan bahwa rekam medik adalah orang ketiga pada saat dokter menerima pasien (Hanafiah dan Amir, dalam Purba, 2008). Menurut Pedoman Penyelenggaraan Rekam medik, bahwa rekam medik harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima pelayanan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setiap tindakan konsultasi yang dilakukan terhadap pasien, selambat-lambatnya 1 x 24 jam harus ditulis dalam lembaran rekam medik.

34

2) Semua

pencatatan

harus

ditandatangani

oleh

dokter/tenaga

kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya dan ditulis nama terangnya serta diberi tanggal. 3) Pencatatan yang dibuat oleh mahasiswa kedokteran dan mahasiswa lainnya ditandatangani dan menjadi tanggung jawab dokter yang merawat atau oleh dokter pembimbingnya. 4) Catatan yang dibuat oleh residens harus diketahui oleh dokter pembimbingnya. 5) Dokter yang merawat dapat memperbaiki kesalahan penulisan dan melakukannya pada saat itu juga serta dibubuhi paraf. 6) Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan (Depkes RI, 2006). Terdapat berbagai macam bentuk formulir rekam medik yang dipakai oleh rumah sakit maupun pelayanan kesehatan lainnya, namun semuanya harus memenuhi keperluan yang mendasar, sebagaimana yang telah diuraikan pada kegunaan rekam medik. Formulir rekam medik sendiri tidak memberikan jaminan pencatatan data medik yang tepat dan benar, apabila para dokter maupun staf mediknya tidak secara seksama melengkapi informasi yang diperlukan pada setiap lembaran rekam medik dengan baik dan benar (Depkes RI, 2006). Pedoman penyelenggaraan rekam medik rumah sakit di Indonesia (Depkes RI, 2006) menyebutkan bahwa rumah sakit sebagai salah satu

35

sarana pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan maupun rawat inap wajib membuat/mengisi rekam medik. Petugas yang

membuat/mengisi rekam medik adalah dokter dan tenaga kesehatan lainnya meliputi: 1) Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang melayani pasien di rumah sakit. 2) Dokter tamu yang merawat pasien rumah sakit. 3) Residen yang sedang melaksanakan kepaniteraan klinik. 4) Tenaga para medis keperawatan dan tenaga para medis non keperawatan yang langsung terlihat di dalam antara lain: perawat, perawat gigi, bidan, tenaga laboratorium klinik, gizi, anestesi, penata rontgen, rehabilitasi medis dan lain sebagainya. 5) Dokter luar negeri yang melakukan alih teknologi kedokteran yang berupa tindakan/konsultasi kepada pasien yang membuat rekam medik adalah dokter yang ditunjuk oleh direktur rumah sakit. b. Pengolahan Rekam Medik Pengolahan data dapat dilakukan secara sentralisasi atau desentralisasi. Pengolahan data yang disentralisasikan ialah pengolahan data yang dilaksanakan oleh suatu bagian yang terpisah. Dalam artian ini data diolah oleh suatu bagian tersendiri dalam suatu organisasi.

36

Pengolahan data yang menggunakan metode desentralisasi pada dasarnya sama dengan sentralisasi, hanya saja perbedaannya adalah tiap bidang di dalam suatu organisasi mempunyai kontrol terhadap kegiatan pengolahan data pada bidang masing-masing. Bagi organisasi yang masih menggunakan metode manual, kondisi ini terlihat dengan adanya pemisahan secara fungsional, bukan hanya menyangkut transaksi maupun kegiatannya tetapi termasuk dalam pengolahan data. Menurut Depkes RI (2006), proses pengolahan rekam medik dapat diuraikan pada penjelasan berikut: 1) Penataan Berkas Rekam medik (Assembling): a) Penataan Berkas Rekam medik Pasien Rawat Inap untuk Kasus Anak b) Penataan Berkas Rekam medik Pasien Rawat Inap untuk Kasus Bedah c) Penataan Berkas Rekam medik Pasien Rawat Inap untuk Kasus Kebidanan d) Penataan Berkas Rekam medik Pasien Rawat Inap untuk Kasus Bayi Lahir. 2) Pemberian Kode (Codeing) Pemberian kode adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta

37

diagnosis yang ada di dalam rekam medik harus diberi kode dan selanjutnya diindeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan riset bidang kesehatan. Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization) bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cedera, gejala dan faktor yang mempengaruhi kesehatan. Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan negara anggotanya termasuk Indonesia menggunakan klasifikasi penyakit revisi-10 (ICD-10, International Statical Classification Deseases and Health Problem 10 Revisi). ICD-10 menggunakan kode kombinasi yaitu

menggunakan abjad dan angka (alpha numeric). Kecepatan dan ketepatan pemberian kode dari suatu diagnosis sangat tergantung kepada pelaksana yang menangani berkas rekam medik tersebut yaitu: a) Tenaga medis dalam menetapkan diagnosis; b) Tenaga rekam medik sebagai pemberi kode dan c) Tenaga kesehatan lainnya. 3) Tabulasi (Indexing) Indeksing adalah membuat tabulasi sesuai kode yang sudah dibuat ke dalam indeks (dapat menggunakan kartu indeks atau komputerisasi). Di dalam kartu indeks tidak boleh mencantumkan nama pasien. Jenis indeks yang biasa dibuat yaitu: a) Indeks Pasien;

38

b) Indeks Penyakit (diagnosis) dan Operasi; c) Indeks Obat-obatan; d) Indeks Dokter dan e) Indeks Kematian. 4) Statistik dan Pelaporan Pelaporan merupakan suatu alat organisasi yang bertujuan untuk dapat menghasilkan laporan secara cepat, tepat dan akurat yang secara garis besar jenis pelaporan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: a) Laporan Intern, disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnnya. b) Laporan Ekstern, ditujukan kepada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Pelayanan Medik (DITJEN YANMED), Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pelaporan ekstern dibuat sesuai dengan kebutuhan Departemen Kesehatan RI. c. Penyimpanan Rekam Medik Penyimpanan rekam medik berdasarkan Permenkes Nomor

269/Menkes/Per/III/2008 pasal 9, bahwa rekam medik pada sarana pelayanan non rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat (Depkes RI, 2008).

39

Filing (penyimpanan berkas) adalah kegiatan menaruh berkas-berkas dalam suatu tempat penyimpanan secara tertib menurut sistem, susunan dan tata cara yang telah ditentukan sehingga pertumbuhan berkas-berkas tersebut dapat dikendalikan dan setiap kali diperlukan dapat secara cepat ditemukan kembali. Walaupun kegiatan itu berwujud penyimpanan, tapi titik beratnya adalah penemuan kembali suatu berkas yang sewaktu-waktu diperlukan (Liang Gie dalam Fajri, 2005). Bentuk penyimpanan yang diselenggarakan didalam pengelolaan rekam medik yaitu: 1) Sentralisasi, penyimpanan rekam medik seorang pasien dalam satu kesatuan baik catatan-catatan kunjungan poliklinik maupun catatan selama seoran pasien dirawat. Penggunaan sistem ini memiliki kebaikan dan kelemahan: Kebaikannya: a) Mengurangi terjadinya duplikasi dalam pemeliharaan dan penyimpanan berkas rekam medik. b) Mengurangi jumlah biaya yang dipergunakan untuk peralatan dan ruangan. c) Tata kerja dan peraturan mengenai kegiatan pencatatan medis mudah distandarisasikan. d) Memungkinkan peningkatan efisiensi kerja petugas. e) Mudah untuk menerapkan sistem unit record.

40

Kelemahannya: a) Petugas menjadi lebih sibuk, karena harus menangani unit rawat jalan dan unit rawat inap. b) Tempat penerimaan pasien harus bertugas selama 24 jam. 2) Desentralisasi, dengan cara desentralisasi terjadi pemisahan antara rekam medik poliklinik dengan rekam medik rawat inap. Berkas rekam medik rawat jalan dan rawat inap disimpan pada tempat penyimpanan yang terpisah. Kebaikannya: a) Efisensi waktu, sehingga pasien mendapat pelayanan lebih cepat. b) Beban kerja yang dilaksanakan petugas lebih ringan. Kelemahannya: a) Terjadi duplikasi dalam pembuatan rekam medik. b) Biaya yang diperlukan untuk peralatan dan ruangan lebih banyak. d. Pengorganisasian Rekam Medik Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Muninjaya, 2004).

41

Pengorganisasian adalah salah satu fungsi manajemen yang juga mempunyai peranan penting seperti halnya perencanaan. Melalui fungsi pengorganisasian, seluruh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi (manusia dan bukan manusia) akan diatur penggunaannya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang telah diterapkan. Berdasarkan definisi tersebut, fungsi pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan (sinkronisasi) dan mengatur semua kegiatan yang ada kaitannya dengan personil, finansial dan tata cara untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati bersama. Jadi dapat diketahui bahwa pengorganisasian rekam medik adalah suatu proses untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur serta memadukan semua personil, financial dan tata cara pelaksanaan rekam medik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. e. Pembinaan Rekam Medik
Pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan teratur dan terarah untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap keterampilan objek yang dididik dengan tindakan-tindakan berupa pengarahan, bimbingan, pengembangan, stimulasi dan kepiawaian untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Dalam proses pelayanan publik diperlukan adanya suatu pembinaan dan pengawasan dari pemerintah pusat kepada daerah. Menurut PP No. 20 Tahun 2001 menjelaskan mengenai pengertian pembinaan. Pembinaan

42

adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah, yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi. Pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah

dilaksanakan oleh pemerintah yang meliputi: 1) Koordinasi pemerintahan antar susunan pemerintahan 2) Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan 3) Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan 4) Pendidikan dan pelatihan 5) Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pembinaan rekam medik adalah suatu usaha untuk memberikan bimbingan dan keterampilan mengenai tata cara pelaksanaan rekam medik kepada petugas rekam medik maupun perawat dan dokter dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang prima kepada masyarakat.

f. Pengendalian Rekam Medik Pengendalian rekam medik adalah suatu sistem yang terdiri dari tindakan-tindakan yang harus diambil dengan menggunakan kombinasi seluruh peralatan dan teknik-teknik yang berguna untuk mengendalikan keberadaan rekam medik dengan menjaga kerahasiaan dan keamanannya.

43

Pengendalian internal rekam medik adalah suatu proses dalam bentuk rencana organisasi dan metode yang digunakan untuk menjaga atau melindungi data dan menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Tujuan pengendalian internal adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga kategori berikut ini : 1) Keandalan pelaporan yaitu pengendalian internal yang memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan disajikan secara wajar dengan sesuai akuntansi yang berlaku umum. 2) Efektivitas dan efisiensi operasi dimaksudkan untuk mendorong sumber daya secara efektif dan efisien untuk pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini berkaitan dengan pengalokasian sumber-sumber milik perusahaan, sehingga dapat dicegah kegiatan yang tidak perlu dan pemborosan dari semua aspek organisasi. 3) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku yaitu dimana pengendalian internal sebagai alat untuk memberikan jaminan bahwa prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan dalam pencapaian tujuan di ikuti oleh seluruh karyawan perusahaan. g. Pengawasan Rekam Medik Montioring atau pengawasan adalah proses untuk mengamati secara terus menerus melaksanakan kegiatan agar sesuai dengan rencana kerja

44

yang telah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi penyimpangan. Fungsi manajemen ini memerlukan perumusan standar kinerja staf sesuai dengan prosedur tetap. Fungsi Pengawasan mempunyai kaitan erat dengan fungsi-fungsi manajemen lainnya, terutama dalam fungsi perencanaan. Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standar keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja dan sebagainya harus dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf. Jika ada kesenjangan atau penyimpangan yang terjadi harus segera diatasi. Penyimpangannya harus dapat dideteksi secara dini, dicegah, dikendalikan atau dikurangi oleh pimpinan. Fungsi pengawasan bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat lebih diefisienkan, dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan (Muninjaya, 2004). Pengawasan pelayanan kesehatan merupakan suatu hal yang penting, salah satu bahaya pengembangan sistem pengawasan adalah segalanya akan berakhir ke dalam pengawasan itu sendiri, sering terjadi bahwa data yang dikumpul yaitu: 1) tidak relevan untuk membuat keputusan; 2)Data tidak lengkap dan akurat; dan 3) Kesalahan dalam interprestasi data. Menurut Muninjaya (2004), fungsi pengawasan dilaksanakan dengan tepat, maka organisasi yang akan memperoleh manfaatnya yaitu : 1) Dapat mengetahui sejauh mana kegiatan program sudah

dilaksanakan oleh staf, apakah sesuai dengan standar atau rencana

45

kerja, apakah sumber dayanya (staf, sarana, dana dan sebagainya) sudah digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, fungsi pengawasan bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi kegiatan program. 2) Dapat mengetahui adanya penyimpangan pada pemahaman staf melaksanakan tugas-tugasnya. Jika hal ini diketahui, pimpinan organisasi akan memberikan pelatihan lanjutan bagi stafnya. Latihan staf digunakan untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan dan keterampilan staf yang terkait dengan tugas-tugasnya. 3) Dapat mengetahui apakah waktu dan sumber daya lainnya mencukupi kebutuhan dan telah dimanfaatkan secara efisien. 4) Dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan. 5) Dapat mengetahui staf yang perlu diberikan penghargaan, dipromosikan atau diberikan pelatihan lanjutan. Pengawasan rekam medik adalah suatu kegiatan yang mengukur pelaksanaan rekam medik dan membandingkannya dengan target yang telah ditetapkan. Dengan demikian pengawasan ini bertujuan agar penggunaan sumber daya lebih diefektifkan dan kinerja masing-masing petugasnya harus lebih ditingkatkan.

46

C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan teori yang dikemukakan pada sub bab sebelumnya, maka dapat dijabarkan kerangka pikir sebagai berikut.

Pengolahan Rekam Medik

Penyimpanan Rekam Medik

Pencatatan Rekam medik

Pengorganisasian Rekam Medik Gambaran Pelaksanaan Rekam Medik

Pengawasan Rekam Medik Pembinaan Rekam Medik Pengendalian Rekam Medik

Sumber: Depkes RI (2006); Konsil Kedokteran Indonesia (2006) Gambar 1 : Kerangka Pikir Penelitian Proses penyelenggaraan rekam medik pada pelayanan rawat inap di Puskesmas Poasia dapat diidentifikasi dengan melihat pencatatan, pengolahan, penyimpanan, pengorganisasian, pembinaan, pengendalian dan pengawasannya.

47

Dalam penelitian ini, peneliti mengidentifikasi seluruh proses dalam pelaksanaan rekam medik pada unit pelayanan rawat inap di Puskesmas Poasia yaitu: pencatatan, pengolahan, penyimpanan, pengorganisasian, pembinaan,

pengendalian dan pengawasan rekam medik. D. Kerangka Konseptual Kerangka konsep disusun berdasarkan penelitian yang akan dilakukan dan sebagai batasan dalam penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep yang disusun oleh peneliti yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut. Pencatatan Rekam medik Pengolahan Rekam medik Penyimpanan Rekam medik Rekam medik Pada Unit Pelayanan Rawat Inap Puskesmas Poasia Tahun 2013

Pengorganisasian Rekam medik Pembinaan Rekam medik

Pengendalian Rekam medik Pengawasan Rekam medik

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

48

Definisi Konsep: 1. Rekam Medik Rekam Medik yang dimaksudkan adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien pada unit pelayanan rawat inap Puskesmas Poasia. 2. Pencatatan Rekam medik Pencatatan dimaksudkan adalah proses pengisian rekam medik oleh dokter/perawat yang melakukan perawatan, yang mana menggunakan singkatan yang telah baku dan tidak diperbolehkan melakukan penghapusan isi rekam medik dengan penggunaan metode pencatatan yang efektif dan efisien. 3. Pengolahan Rekam medik Pengolahan status rekam medik yang dimaksud adalah lama waktu pengumpulan dan pengolahan rekam medik dengan penggunaan metode pengolahan yang efektif dan efisien terhadap rekam medik pasien rawat inap di Puskesmas Poasia hingga penyajian data dan laporan untuk menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya sehingga bermanfaat dalam rangka pengambilan kebijakan oleh instansi di jenjang atas. 4. Penyimpanan Rekam medik Penyimpanan rekam medik adalah keberadaan tempat penyimpanan rekam medik pasien rawat inap Puskesmas Poasia kaitannya dengan lama waktu

49

penyimpanan yang digunakan serta tata cara penyimpanan rekam medik yang dilakukan di Puskesmas Poasia. 5. Pengorganisasian Rekam Medik Pengorganisasian rekam medik adalah proses dari alur penerimaan pasien rawat inap Puskesmas Poasia hingga alur pengorganisasian data rekam medik pasien yang kemudian diolah menjadi suatu laporan yang selanjutnya pelaporan akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu laporan intern dan laporan ekstern. 6. Pembinaan Rekam Medik Pembinaan rekam medik adalah proses pemberitahuan informasi mengenai tata laksana rekam medik di Puskesmas Poasia oleh Pihak yang bertanggungjawab atas kegiatan pembinaan rekam medik tersebut. 7. Pengendalian Rekam Medik Pengendalian adalah suatu kegiatan yang di lakukan pihak Puskesmas Poasia dalam menjaga agar dokumen rekam medik pasien tetap aman dari kerusakan dan tetap terjaga kerahasiaannya dari pihak-pihak yang dapat menyalahgunakan data rekam medik pasien maupun laporan yang dibuat oleh Puskesmas. 8. Pengawasan Rekam Medik Pengawasan medik adalah aktifitas yang dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan penyelenggaraan rekam medik telah sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan di Puskesmas Poasia.

Anda mungkin juga menyukai