Anda di halaman 1dari 21

BAB 1 PENDAHULUAN Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks dan dapat dipahami dari berbagai sisi yang

berbeda. Oleh karena itu, dalam realitas sosial dapat ditangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Salah satu persoalan yang sering muncul ke permukaan dalam kehidupan masyarakat ialah tentang kejahatan pada umumnya, terutama mengenai kejahatan dengan kekerasan. Persoalan kejahatan merupakan masalah abadi dalam kehidupan manusia, karena ia berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban umat manusia. Sejarah perkembangan masyarakat sejak sebelum, selama dan sesudah abad pertengahan telah ditandai oleh pelbagai usaha manusia untuk mempertahankan kehidupannya, dan hampir sebagian besar memiliki unsur kekerasan sebagai fenomena dalam dunia realitas. Bahkan kehidupan umat manusia abad ke- ! ini, masih ditandai pula oleh eksistensi kekerasan sebagai fenomena yang tidak berkesudahan, apakah fenomena dalam usaha mencapai tujuan suatu kelompok tertentu dalam masyarakat atau tujuan yang bersifat perorangan. Berkaitan dengan soal kejahatan, maka kekerasan yang merupakan pelengkap dari bentuk kejahatan itu sendiri. Bahkan ia telah membentuk suatu ciri tersendiri dalam khasanah tadi studi tentang kejahatan. Semakin menggejala dan menyebar luar frekuensi kejahatan yang diikuti dengan kekerasan dalam masyarakat, maka semakin tebal keyakinan masyarakat akan penting dan seriusnya kejahatan semacam ini. Kejahatan kekerasan bisa dialami oleh siapa saja, dimana pun dan dalam keadaan apapun. Pada umumnya, remaja, perempuan dan anak-anak merupakan kelompok yang kerap kali menjadi obyek kekerasan. Khususnya kekerasan terhadap perempuan, meliputi pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga "kekerasan domestik# dan mutilasi kelamin, pembunuhan, pelecehan seksual.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pandangan Umum Kekerasan Seksual %alam %eklarasi Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan dari PBB tanggal ! %esember $&&', diketahui bahwa kekerasan domestik dimasukkan sebagai tindak kejahatan. (da sejumlah alasan kenapa kekerasan domestik harus disebut sebagai kejahatan, antara lain karena kejahatan domestik ini umumnya terjadi karena masih adanya diskriminasi posisi antara mereka yang melakukan kekerasan dengan yang menjadi korban kekerasan. Biasanya mereka yang melakukan kekerasan merasa posisinya dominan dibandingkan mereka yang menjadi korban. )ika ini terjadi dalam rumah tangga yang seharusnya para pihak dalam rumah tangga itu saling mengayomi satu sama lain, maka tindakan kekerasan dalam rumah tangga itu dapat digolongkan sebagai kejahatan. %ari fakta-fakta sosial diketahui bahwa kejahatan kekerasan dalam rumah tangga sering terjadi terhadap istri, anak dan pembantu. %iketahui bahwa perbuatan tersebut dilakukan di dalam rumah, di balik pintu tertutup, dengan kekerasan fisik, seksual dan psikologis, dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan dekat dengan korban. *ampaknya, masalah kekerasan dalam rumah tangga termasuk dalam lingkup pribadi "pri+at#. Oleh karena itu, kasus-kasus yang terjadi dipersepsikan sebagai masalah yang tak terjangkau oleh hukum. Kejahatan kekerasan seksual dalam rumah tangga dalam kenyataannya dari berbagai mitos selama ini pelaku tak selalu laki-laki dan korban pun tak selalu perempuan, serta tidak mengenal kelas sosial ekonomi, budaya dan ras. %i sisi lain, pandangan bahwa semua tindak kejahatan diatur dalam K,-P merupakan pandangan yang tidak mendukung pembaharuan hukum sesuai tuntutan perkembangan yang ada sehingga kerapkali korban kekerasan seksual mengalami hambatan untuk mengakses kasusnya pada pranata hukum yang ada. Sementara ketentuan hukum acara pidana dan ketentuan perundangan lain sejauh ini terbukti tidak mampu memberi perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga. Semua pertimbangan tersebut menunjukkan bahwa kedudukan

perempuan di dalam hukum sangatlah lemah. .eski secara de jure, misalnya di dalam Pasal '$ ,ndang-,ndang Perkawinan, perempuan memiliki hak dan kedudukan yang sama dengan suami "laki-laki# di muka hukum dan kehidupan bermasyarakat, akan tetapi secara de facto tidaklah demikian. Selain pertimbangan hukum tersebut, ada asumsi masyarakat yang menganggap bahwa masalah kekerasan seksual dalam rumah tangga adalah urusan suami isteri yang bersangkutan yang harus diselesaikan oleh mereka berdua. -al ini turut menghambat proses perlindungan hukum terhadap perempuan yang menjadi korban kejahatan kekerasan seksual dalam rumah tangga. Sebagian masyarakat juga berpendapat bahwa campur tangan pihak lain seperti keluarga, masyarakat maupun pemerintah dianggap tidak la/im. 0elah menjadi keyakinan masyarakat pula baik masyarakat tradisional maupun modern, bahwa kehidupan dalam perkawinan "rumah tangga# adalah merupakan sebuah area yang tertutup atau hanya untuk kalangan sendiri. (rtinya, ada keengganan untuk membicarakan persoalan domestik kepada orang luar, karena memang ada nilai-nilai yang melembagakan kesakralan keluarga dan perkawinan. Kekerasan seksual terhadap isteri sangat mungkin terjadi di dalam perkawinan karena ada keyakinan sebagian masyarakat bahwa hal itu hak suami sebagai seorang pemimpin dan kepala keluarga. %alih mendidik isteri seringkali dijadikan sebagai alasan pembenar manakala suami menggunakan cara memukul, memperingatkan secara kasar atau menghardik dan berbagai bentuk perilaku lain yang menyakitkan hati atau fisik isteri. Kejahatan kekerasan seksual dalam rumah tangga belum banyak dimengerti sebagai masalah yang serius, karena umumnya orang belum mengerti realitasnya. 2.2 Definisi Kekerasan Seksual Kekerasan seksual didefinisikan sebagai setiap perbuatan seksual, segala niat yang dimaksudkan untuk melakukan perbuatan seksual, memberikan komentar yang sifatnya seksual atau bahkan lebih luas lagi hingga perdagangan terhadap seksualitas wanita, menggunakan paksaan, ancaman kekerasan, ataupun tindakan kekerasan fisik, yang dilakukan oleh seseorang tanpa memandang hubungan pelaku dengan korbannya, dalam berbagai situasi, namun tidak hanya terbatas pada lingkungan rumah tangga dan lingkungan kerja.
'

1uang lingkup kekerasan seksual berdasarkan pengertian di atas meliputi berbagai tindakan mulai dari pemerkosaan yang dilakukan dibawah ancaman senjata hingga pemaksaan seksual yang dilakukan dibawah rayuan dan janji-janji palsu kepada korbannya. %efinisi pemerkosaan menurut hukum di 2ndonesia tercantum pada pasal 34 K,-P, yaitu perbuatan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang perempuan bersetubuh dengan seseorang diluar perkawinan. Kekerasan disini termasuk penggunaan /at-/at yang membuat korban tidak berdaya. Persetubuhan adalah suatu kejadian dimana terjadi penetrasi penis ke dalam +agina, penetrasi tersebut dapat lengkap, atau tidak lengkap disertai atau tanpa ejakulasi. Pemerkosaan dalam K,-P termasuk suatu kejahatan persetubuhan. 2. . Dasar Hukum Kekerasan Seksual %i 2ndonesia pelecehan seksual pada anak-anak delik hukumnya diatur dalam K,-P pada bab 526 tentang kejahatan terhadap kesusilaan dan ,, *o. ' tahun !! tentang perlindungan anak, pada K,-P bab 526 terdapat pada pasal 34, 37, 33, &!, & , &', &8 dan &4. -ukum pidana mengancam siapa saja "laki-laki# yang dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan memaksa seorang anak "perempuan# berhubungan seksual dengannya "pasal 34 K,-P# atau berbuat cabul dengannya "pasal 3& K,-P#, pasal 3$ dan 3 ,, *o. '9 !! tentang perlindungan anak bahkan mengancam pelakunya dengan hukuman yang lebih berat. Seseorang juga diancam pidana apabila melakukan hubungan seksual tanpa paksaan dengan seorang anak perempuan yang usianya belum cukup $ tahun dan mengancam dengan delik aduan bila usianya antara $ -$4 tahun "pasal 37 K,-P#. %elik biasanya juga diberlakukan apabila si anak perempuan yang berusia $ -$4 tahun tersebut menderita luka berat atau mati sebagai akibatnya atau ternyata anak tersebut adalah anak, anak tiri, anak angkat, atau anak yang berada di bawah pengawasan si pelaku "pasal 37, &$, dan &8 K,-P#. Pasal lain dalam K,-P juga mengancam pidana bagi orang yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain "pasal &! K,-P# atau dengan penyesatan atau menyalahgunakan bawahannya "pasal &' K,-P# atau
8

memudahkan dilakukannya perbuatan cabul "pasal kelamin, yang usianya belum dewasa "pasal & #.

&4 K,-P#. Pidana juga

diberikan kepada orang yang melakukan perbuatan cabul dengan sesama jenis %alam sistim peradilan yang dianut negara kita, seorang hakim tidak dapat menjatuhkan hukuman kepada seseorang terdakwa kecuali dengan sekurangnya dua alat bukti yang sah ia merasa yakin bahwa tindak pidana itu memang telah terjadi "pasal $3' K,-(P#. Sedang yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa "pasal $38 K,-(P#. 2.!. Pem"uk#ian Perse#u"u$an dan Kekerasan Seksual Pembuktian (danya Persetubuhan Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana terjadi penetrasi penis ke dalam +agina, penetrasi tersebut dapat lengkap atau tidak lengkap dan dengan atau tanpa disertai ejakulasi. %engan demikian hasil dari upaya pembuktian adanya persetubuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya: Besarnya penis dan derajat penetrasinya Bentuk dan elastisitas selaput dara "hymen# (da tidaknya ejakulasi dan keadaan ejakulat itu sendiri Posisi persetubuhan Keaslian barang bukti serta waktu pemeriksaan. %engan demikian, tidak terdapatnya robekan pada hymen, tidak dapat dipastikan bahwa pada wanita tidak terjadi penetrasi, sebaliknya adanya robekan pada hymen hanya merupakan pertanda adanya sesuatu benda "penis atau benda lain# yang masuk ke dalam +agina. (pabila pada persetubuhan tersebut disertai dengan ejakulasi dan ejakulat tersebut mengandung sperma, maka adanya sperma di dalam liang +agina merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. (pabila ejakulat tidak mengandung sperma, maka pembuktian adanya persetubuhan dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap ejakulat tersebut. Komponen yang terdapat di dalam ejakulat yang dapat diperiksa adalah en/yme asam fosfatase, kholin dan spermin. Baik en/yme asam fosfatase, kholin maupun
4

spermin memiliki nilai lebih rendah bila dibandingkan dengan sperma karena ketiga komponen tersebut tidak spesifik. %engan demikian apabila pada kejahatan seksual yang disertai dengan persetubuhan itu tidak sampai berakhir dengan ejakulasi, dengan sendirinya pembuktian adanya persetubuhan secara kedokteran forensik tidak mungkin dapat dilakukan secara pasti. Sebagai konsekuensinya dokter tidak dapat secara pasti pula menentukan bahwa pada wanita tidak terjadi persetubuhan, maksimal dokter harus mengatakan bahwa pada diri wanita yang diperiksanya itu tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan, yang mencakup dua kemungkinan: pertama, memang tidak ada persetubuhan dan kedua persetubuhan ada, tetapi tanda-tandanya tidak dapat ditemukan. Pembuktian (danya Kekerasan Pembuktian adanya kekerasan pada tubuh wanita korban tidak sulit, dalam hal ini perlu diketahui lokasi luka-luka yang sering ditemukan, yaitu di daerah mulut dan bibir, leher, puting susu, pergelangan tangan, pangkal paha serta di sekitar dan pada alat genital. ;uka-luka akibat kekerasan pada kejahatan seksual biasanya berbentuk luka-luka lecet bekas kuku, gigitan (bite marks) serta luka-luka memar. Kekerasan tidak selalu meninggalkan jejak atau bekas yang berbentuk luka, sehingga bila tidak ditemukannnya luka tidak berarti bahwa pada wanita korban tidak terjadi kekerasan. 0anda-tanda fisik meliputi :

0rauma secara fisik seperti kemerahan lebam, perdarahan di mulut, alat kelamin dan atau area anal ;uka memar pada buah dada, pantat, perut bawah, paha, wilayah genital dan atau anal .engeluh sakit atau gatal di wilayah anal atau genital Kesulitan berjalan atau duduk Kesulitan buang air kecil atau B(B (da darah pada air seni 0erkena penyakit kelamin di +agina, dubur atau oral 2nfeksi bakteri Sering merasa perih di tenggorokan atau kesulitan menelan 2nfeksi atau masalah telinga
<

Berat badan bertambah atau berkurang secara drastis .engeluh psikosomatik akut seperti sakit perut dan sakit kepala

2.%. Pemeriksaan &edik 'ada kekerasan seksual Pemeriksaan kasus persetubuhan hendaknya dilakukan dengan teliti dan waspada. 0erutama bila korban masih anak-anak hendaknya pemeriksaan itu tidak menambah trauma psikis yang sudah dideritanya. Prosedur pemeriksaan korban pemerkosaan antara lain : (. 2/in "Persetujuan# Secara hukum pernyataan persetujuan tindakan medis " informed consent # sangat penting. Persetujuan atas suatu tindakan medis dalam hal ini pemeriksaan dapat diperoleh dari korban bila korban telah cukup umur atau dari orang tua bila korban masih anak-anak. B. (namnesis "History# 1iwayat atau anamnesis diperlukan untuk mengarahkan pemeriksaan medis dan identifikasi sampel yang benar-benar diperlukan. Pada umumnya anamnesis yang diberikan oleh orang sakit dapat dipercaya, sebaliknya anamnesis yang diperoleh dari korban tidak selalu benar. -al ini dapat disebabkan oleh berbagai maksud atau perasaan misalnya maksud untuk memeras, rasa dendam, menyesal serta takut pada ayah9ibu sehingga korban mungkin mengemukakan hal-hal yang tidak benar. (namnesis dibagi menjadi anamnesis umum dan khusus. (namnesis umum meliputi pengumpulan data tentang umur, tanggal dan tempat lahir, status perkawinan, siklus haid serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Sedangkan anamnesis khusus meliputi tanggal dan waktu kejadian, tempat kejadian, perlawanan yang dilakukan oleh korban, apakah korban pingsan, riwayat penetrasi dan ejakulasi, dan hal-hal yang telah dilakukan korban sejak kejadian perkosaan tersebut "misalnya, mandi dan berganti pakaian atau langsung datang ke rumah sakit#. 1iwayat medis sebelumnya juga perlu ditambahkan untuk melengkapi keterangan, seperti kemungkinan kehamilan sebelum kejadian perkosaan, tanggal menstruasi terakhir, riwayat ginekologi yang bersangkutan termasuk riwayat pelecehan seksual
7

sebelumnya, dan adanya penyakit kronis atau penyakit yang sedang diderita, begitu pula dengan pengobatan yang sedang dijalani. =. Pemeriksaan >orensik -al-hal berikut merupakan urutan pemeriksaan forensik yang dilakukan pada korban perkosaan, antara lain : $. Pakaian )ika pakaian yang dikenakan masih sama dengan saat kejadian perkosaan, maka harus diperiksa dengan seksama untuk mencari bukti. 1obekan lama atau baru, kancing terputus akibat tarikan, bercak darah, air mani atau benda-benda yang berasal dari tempat kejadian "lumpur, rumput, tanah dan sebagainya#. . Pemeriksaan tubuh korban Pemeriksaan umum ;ukiskan penampilan korban "wajah, rambut#, rapi atau kusust, keadaan emosional, tenang, gelisah atau sedih. 0anda perkembangan alat kelamin sekunder, refleks cahaya pupil, pupil pinpoint, tinggi dan berat badan, tekanan darah, keadaan jantung dan paru. Penentuan umur bagi wanita yang menjadi korban kejahatan seksual adalah hal yang tidak mungkin dapat dilakukan. 0etapi perkiraan umur dapat diketahui dengan melakukan serangkaian pemeriksaan, yang meliputi perkembangan fisik, ciri-ciri seks sekunder, pertumbuhan gigi, fusi atau penyatuan dari tulang-tulang khususnya tulang tengkorak serta pemeriksaan radiologi lainnya. 0anda kekerasan pada tubuh Bagian tubuh terutama lengan bawah, pergelangan tangan, wajah, payudara, dada, bagian bawah perut, sebelah dalam paha bagian atas dan punggung harus diperiksa adanya tanda-tanda kekerasan seperti goresan atau memar akibat adanya paksaan. Biasanya tanda tersebut cenderung lebih sering ditemukan jika korbannya adalah wanita dewasa dibandingkan korban anak perempuan, karena tubuh anak-anak tidak dapat menunjukkan adanya tahanan. 0anda kekerasan juga dapat berupa bekas tanda gigi pada payudara, pipi, ataupun bibir, kuku patah. 0anda
3

kekerasan yang dapat terlihat langsung bahwa korban kesulitan berjalan, nyeri saat miksi dan defekasi, cara jalan yang berubah. (lat kelamin Posisi pemeriksaan : a. Posisi lithotomy untuk pemeriksaan genitalia perempuan b. Posisi supinasi untuk pemeriksaan genitalia pria c. Posisi miring ke kiri untuk pemeriksaan area anal d. Knee-chest position untuk pemeriksaan genital pada anak-anak Pada anak-anak, dapat diperiksa lebih mudah bila dalam pelukan ibunya. (dapun alternatif lainnya yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan inspeksi dimana posisi anak berbaring tengkurap diatas kaki ibu dan klinisi memeriksa dari belakang. Pada anak yang lebih tua, teknik yang dapat digunakan adalah si anak berbaring terlentang di atas tempat tidur dengan tungkai fleksi dan pinggul diputar ke bagian luar " frog-leg position#. 2dealnya pemeriksaan dilakukan dalam macam posisi. )ika diduga adanya hubungan seksual penuh atau ditemukan adanya hymen yang robek, pemeriksaan +agina dengan jari adalah tindakan tepat untuk mengetahui adanya cincin hymen yang robek seutuhnya, +agina dapat dilewati oleh suatu obyek yang berukuran sama dengan penis yang ereksi, dinding +agina kasar atau licin dan apakah kanalnya melebar %arah kering yang terdapat pada organ genitalia dan sekitarnya, pada kasus yang baru kemungkinan bisa dari pendarahan +agina "biasanya sedikit#, kecuali bila ada beberapa trauma di +agina itu sendiri. Selain itu, pendarahan juga dapat terjadi karena menstruasi dan menstruasi sendiri dapat dicetuskan oleh adanya hubungan seksual. .emar dan luka robek pada genitalia eksterna dapat disertai kemerahan, bengkak dan radang. Pada gadis yang masih perawan, jika pemeriksaan dalam waktu 83 jam dari kejadian maka selaput dara biasanya tampak robek sebagai akibat hubungan seksual yang lengkap, dengan adanya satu atau lebih robekan tepinya merah, bengkak dan nyeri, dan berdarah ketika disentuh.

&

1obekan biasanya sembuh dalam waktu 4-< hari dan setelah $! hari hanya akan tampak seperti granul-granul kecil. -ubungan seksual yang sering dan proses melahirkan secara pasti merusak selaput dara, yang ditandai dengan adanya tambahan granulgranul kecil jaringan yang disebut himen karankula. Pada kasus dimana selaput masih utuh dan tidak ada robekan, maka perlu dilakukan tes distensibilitas dari lubang +agina yaitu melalui penilaian jumlah jari tangan yang dapat melalui lubang +agina tanpa ada kesulitan. Pada anak perempuan yang masih kecil, selaput dara letaknya cukup tinggi di dalam kanal sehingga biasanya tidak ruptur. 0etapi, bisa terjadi kemerahan dan kongesti, memar dan radang pada labia, atau jika kekerasan digunakan, maka seringkali ditemukan luka robek pada fourchette dan perineum. Penting mencari adanya spermato/oa sebagai pembuktian adanya persetubuhan. Bercak sperma dapat ditemukan pada tubuh korban, pakaian, ataupun barang bukti lainnya di tempat kejadian seperti sprei, korden dan benda-benda lain yang ada di tempat tersebut. %itemukan sel sperma pada sampel yang diambil dari +agina menyimpulkan bahwa korban memang telah disetubuhi. (kan tetapi, tidak ditemukannya sperma juga tidak menghapus kemungkinan persetubuhan. -al ini diakibatkan jarak waktu antara terjadinya persetubuhan dan pemeriksaan, persetubuhan tanpa ejakulasi, persetubuhan dengan menggunakan kondom atau terjadi pencucian setelah persetubuhan. ,ntuk membuktikan kebenarannya dilaksanakan pemeriksaan laboratorium. Sampel >orensik yang diambil, antara lain : $. Vulva swab ?enitalia eksterna wanita meliputi mons pubis, labia mayor, labia minor, klitoris dan +estibulum dari +agina . Low vaginal swab Sebelumnya dilakukan pemisahan labia secara lembut lalu hindari kontak dengan genitalia eksterna
$!

'. High vaginal swab ,ntuk mendapatkan sampel ini menggunakan alat spekulum. Swab diambil tanpa menyentuh spekulum ataupun dinding +agina bagian bawah. Sekret +agina dari forni@ posterior harus diambil dengan pipet $ ml "vaginal swab# dan spesimen yang diambil harus segera ditransfer ke slide mikroskopis dan difiksasi. Pada kasus yang sudah lama "lebih dari '< jam# swab endoser+ik juga harus diambil. 8. Urine specimen ,ntuk uji toksikologi dan uji kehamilan Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya sperma dan cairan semen, sebagai berikut : a. Penentuan spermato/oa " mikroskopis # Biasanya dilakukan pada pemeriksaan laboratorium sebelum 7 jam dari waktu kejadian perkosaan. Bahan pemeriksaan adalah cairan +agina dan bercak pada pakaian Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah masih ada spermato/oa yang bergerak. .engetahui motilitas sperma paling berguna untuk menentukan kapan terjadinya persetubuhan. ,mumnya disepakati bahwa masih diketemukan sperma yang bergerak setelah -' jam pasca persetubuhan. b. Penentuan cairan mani atau semen " kimiawi # Pemeriksaan ini biasanya dilaksanakan pada pemeriksaan laboratorium yang lebih dari 7 jam dari waktu kejadian perkosaan. Karena biasanya lebih dari ' hari pasca persetubuhan sperma telah mati, maka perlu pemeriksaan semen untuk membuktikan adanya persetubuhan. Bahan yang diperiksa adalah cairan +agina dan bercak pada pakaian dan /at yang diperiksa adalah asam fosfat, spermin. (nus a. Pemeriksaan sampel forensik pada daerah anal, antara lain : !ternal anal swab "swab diambil pada daerah anal margin dan kulit sekitarnya# dan internal anal"rectal swab "sebelumnya kulit sekitar kristal kholin, kristal

$$

anus dibersihkan, lalu pemeriksaan menggunakan alat protoscope yang dimasukkan sepanjang $- cm ke dalam saluran anus#. b. 2nspeksi anus dan rektum ,ntuk melihat adanya jejas tanda trauma, darah dan tanda-tanda discharge. c. 2nspeksi margin ,ntuk melihat adanya abnormalitas seperti, pembengkakan, kemerahan, laserasi, jaringan parut, haemorrhoid. d. Pemeriksaan dengan jari "#igital $ectal !amination# ,ntuk memeriksa derajat tonus anal sphincter. 2.( Dam'ak Kekerasan Seksual Bagi K)r"an %ampak kekerasan seksual pada anak dan remaja dapat dibuktikan dengan cara emosional, fisik dan perilaku. %ampak tersebut bisa merusak walaupun hanya terjadi satu kejadian ataupun kejadian yang berulang. Kekerasan seksual tidak dapat disamakan karena masingAmasing pengalaman kekerasan seksual setiap korban sangat berbeda. Bila seorang anak atau remaja mengalami pelecehan, ia akan belajar bahwa orang dewasa tidak dapat dipercaya untuk perhatian dan perlindungan yang dibutuhkan. -al di atas mengarahkan anak pada kesedihan, depresi, rasa bersalah, ketidakmampuan percaya pada orang lain, curiga, kemarahan dan permusuhan. Dam'ak em)si)nal dan fisik 'ada kekerasan seksual (nak A anak yang dilecehkan mengalami banyak kehilangan, termasuk:

-arga diri dan nilai diri Kepercayaan .asa kecil, termasuk kesempatan bermain dan belajar Kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara normal Pri+asi diri Kontrol terhadap tubuhnya Pengasuhan dan kasih sayang yang normal Keselamatan dan keamanan

Dam'ak 'erilaku 'ada kekerasan seksual


.impi buruk, phobia dan perilaku seperti menggigit kuku dan ngompol ?elisah, yang menempatkan anak pada risiko kekerasan dan eksploitasi berikutnya Keluhan psikosomatis seperti sakit perut dan sakit kepala Perubahan yang tibaAtiba pada kebiasaan makan dan atau tidur %epresi, kecemasan, dan mengisolasi diri dan perilaku anti sosial 0erobsesi pada perilaku baik %ihantui oleh kebersihan Bnggan berpartisipasi dalam aktifitas sosial Bolos sekolah Perilaku kompulsif dan agresif (ktifitas seksual sebelum waktunya A seorang anak tahu lebih banyak daripada yang seharusnya diketahui tentang aktifitas seksual %engan anak kecil, sebuah keasikan tersendiri dengan organ seksualnya sendiri, Perilaku seks dengan siapa saja dan prostitusi Pada masa dewasa, disfungsi seksual A menghindar atau reaksi phobia pada hubungan intim .enjadi pelaku "abuser# Kebiasaan mengancam dan menyerang .enghindari konfrontasi #issociation A eksistensi seorang anak ditentukan oleh kemampuannya dalam memisahkan diri dari rasa sakit, di mana pada kebanyakan kasus yang menjijikan, hal ini mungkin menyebabkan multiple personalities.

Kebiasaaan yang berbahaya seperti ngebut, mencuri dan tindak kejahatan lainnya Kejam pada binatang Penggunaan obat terlarang dan alkohol .enyakiti diri sendiri, termasuk menyayat dan membakar Perilaku paranoid Putus asa dan berusaha melakukan bunuh diri
$'

$8

BAB HASIL PENELITIAN

%ari hasil pengambilan data pada rekam medis selama tahun !$! didapatkan kasus kekerasan seksual yang terjadi sebanyak 3& kasus yang meliputi kasus perkosaan, pelecehan seksual, per/inahan, serta pencabulan pencabulan. .1 Dis#ri"usi Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan Umur K)r"an Pada Pengamatan Kali ini umur Korban dibedakan berdasarkan umur anak dan dewasa yaitu umur kurang dari $4 tahun dan diatas atau sama dengan $4 tahun. %ari 3& kasus yang terjadi paa tahun !$!, didapatkan '$ kasus atau '8,3$C korban adalah wanita dibawah usia $4 tahun sedangkan 43 kasus atau <4,$7C korban kekerasan seksual adalah wanita usia diatasa dan atau sama dengan lima belas tahun.

Distribusi Kasus Kekerasan S eksual Berdasarkan Umur Korban


34,81% 65,17% <15 tahun 15 tahun

%iagram $. %istribusi Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan ,mur Korban .2 Dis#ri"usi Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan S#a#us K)r"an Status korban kekerasan seksual ini dibedakan menjadi korban menikah, tidak menikah, cerai atau janda. Pada tahun !$! dari 3& kasus yang terjadi << korban atau 78,$<C korban berstatus tidak menikah, $3 korban atau korban atau , 4C korban berstatus janda.
$4

!,

C korban

berstatus menikah, ' korban atau ','7C korban berstatus cerai sedangkan

Distribusi Korban Kekerasan S eksual Berdasarkan S tatus


3,37% 20,22% 2,25% Tidak Menikah Menikah 74,16% Cerai Janda

%iagram . %istribusi Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan Status Korban . Dis#ri"usi Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan Diagn)sa Kasus kekerasan dibedakan berdasarkan diagnosa obstetri ginekologi saat pemeriksaan yang meliputi robekan lama selaput dara, robekan baru selaput dara, himen atau selaput dara intak, karunkula himenalis atau sisa selaput dara, korban hamil, eksoriasi dan atau laserasi selaput dara serta laserasi labia minora. Pada tahun !$! diagnosa paling banyak ditemukan yaitu robekan lama pada selaput dara yaitu sebanyak 8' korban atau 83,' C, dan yang paling sedikit yaitu eksoriasi pada labia minora sebanyak $ korban atau $,$ C. 8 korban atau 8,8&C pasien didiagnosa mengalami robekan baru selaput dara, ! korban atau ,87C mengalami karunkula himenalis atau sisa selaput dara, 3 korban atau 3,&&C korban mengalami -imen yang masih intak atau masih utuh, $! korban atau $$, 8C korban mengalami kehamilan, ' korban atau ','7C korban mengalami laserasi atau eksoriasi himen.

$<

Distribusi Korban Kekerasan S eksual Berdasarkan Diagnosa


Himen ntak 3,37% 1,12% 8,99% !"#ekan $ama % e&a'ut (ara !"#ekan )aru % e&a'ut (ara 22,47% 48,32% *arunku&a Himena&i+ Hami& 4,49% $a+era+i, ek+-"ria+i Himen . k+"ria+i $a#ia Min"ra

11,24%

%iagram '. %istribusi Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan %iagnosa .! Dis#ri"usi Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan *ak#u Ke+adian Daktu kejadian kekerasan seksual pada penelitian ini dibedakan menjadi 8 yaitu jam !!.!$-!<.!! D20(, jam !<.!$-$ .!! D20(, jam $ .!$-$3.!! D20(, jam $3.!$- 8.!! D20(. Pada tahun !$! kasus kekerasan seksual yang terjadi pada jam !!.!$-!<.!! D20( sebanyak $4 kasus atau $<,34C, pada jam !<.!$-$ .!! D20( sebanyak <,74C, pada jam $ .!$-$3.!! D20( sebanyak ! kasus atau 83 kasus atau 4',&'C ,87C, dan pada jam $3.!$- 8.!! D20( sebanyak

$7

Distribusi Waktu Kejadian Kekerasan S eksual


16,85% 53,93% 6,75% 22,47% Jam 00/01006/00 Jam 06/01012/00 Jam 12/01018/00 Jam 18/01024/00

%iagram 8. %istribusi Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan Daktu Kejadian .% Dis#ri"usi Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan Tem'a# Ke+adian 0empat Kejadian terjadinya kekerasan seksual dibedakan menjadi rumah baik rumah, korban maupun pelaku, kost-kostan ataupun asrama, hotel atau penginapan lain serta tempat umum yang meliputi pantai, tempat proyek, dantempat pemancingan. Pada tahun !$! tempat kejadian kekerasan seksual terbanyak yaitu di rumah sebanyak '7 kasus atau 8$,47C dan yang paling sedikit yaitu di tempat umum sebanyak $',83C,sedangkan di hotelatau penginapan sebanyak $7 kasus atau $&,$!C, dan di kos-kosan atau asrama sebanyak 4,34C.

Distribusi Tempat Terjadinya Kekerasan S eksual


13,48% 41,57% 25,85% 19,10% !umah H"te&, 1en2ina'an *"+t0k"+tan,3+rama Tem'at 4mum

%iagram 4. %istribusi Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan 0empat Kejadian


$3

.( Dis#ri"usi Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan Kenal a#au Tidakn,a K)r"an dengan Pelaku Pada 0ahun !$!, sebanyak 7& orang atau 33,7<C korban mengenal pelakunya yang meliputi keluarga kandung, keluarga tiri, teman maupun pacar. $! orang atau $$, 8C korban tidak mengenal pelaku.

Distribusi Kenal Atau Tidaknya Korban dengan Pelaku


11,24%

*ena& 88,76% Tidak *ena&

%iagram <. %istribusi Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan kenal atau tidaknya korban dengan pelaku

$&

BAB ! KESI&PULAN DAN SA-AN !.1 Kesim'ulan $. Kekerasan seksual adalah suatu permasalahan global yang semakin luas dan semakin berpotensi menimbulkan masalah psikologis dan emosional bagi korban yang mengalaminya. . Berdasarkan hasil tabulasi data kekerasan seksual dari rekam medis, didapatkan kesimpulan bahwa kekerasan seksual cenderung terjadi pada perempuan berumur lebih atau sama dengan $4 tahun, tidak menikah, lokasi kejadian di rumah, kenal dengan pelaku, dan terjadi pada pukul $3.!$- 8.!!. %ari pemeriksaan ginekologi, paling banyak ditemukan robekan lama selaput dara. %.2 Saran %isarankan kepada perempuan berumur lebih dari $4 tahun, tidak menikah, pada saat berada di rumah, pada pukul $3.!$- 8.!! agar berhatihati terhadap kemungkinan terjadinya kekerasan seksual terutama oleh orang-orang yang dikenalnya.

DA.TA- PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai