Anda di halaman 1dari 42

PERTAMBANG NIKEL dan IMPLIKASI SOSIAL EKONOMINYA

Dipresentasekan Dalam Forum Seminar Hasil Penelitian Kerjasama Lembaga Penelitian UHO dan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Konawe Selatan Jumat, 29 November 2013

Oleh

PERIBADI, Dkk
Staf Pengajar Fisip UHO

Gemerlapan industrialisasi yang memancar pada kurun waktu paradigma developmentalisme, telah membuahkan pertumbuhan ekonomi yang demikian spektakuler

Namun di balik gegap gempita industrialisasi dengan berbagai prestasi pembangunan yang telah sukses gemilang digapainya itu, juga tampak nyata menyisakan segudang problematika sosial yang mendebarkan.

Betapa tidak, kesenjangan dan diskriminasi sosial, konflik horizontal dan vertikal, deforestase dan degradasi lingkungan, dehumanisasi serta masalah demografis terus menggelegar di bumi persada (Hayami, 1987; Amaluddin, 1987; Trijono, 1994; Wahono, 1994; Bahrum, 1995; Salman, 1996; Tjondronegoro, 1999; Rijanta, 2008)

Pada satu sisi, proses kegiatan industri pertambangan apapun jenisnya telah memberikan dampak positif kepada kas negara dari pajak dan royalti.

Namun pada sisi lain, keberadaan industri pertambangan selama ini telah menimbulkan dampak negatif berupa pencemaran lingkungan serta pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat di sekitarnya

Akibatnya pemerintah tidak dapat memberikan kemakmuran bagi rakyatnya, karena hanya sedikit yang tergapai ketimbang pengorbanan biaya sosial lainnya (Basuki, 2007; Nurditha, 2008; Fenty, 2011).

Sesungguhnya, optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam adalah tidak berarti hanya menggali sebanyak mungkin tanpa memperhatikan stabilitas ekosistem dan unsur degradasi lainnya. Maka yang lebih utama haruslah maksimal bagi masyarakat, bangsa dan negara republik tercinta ini, sebagaimana dimanatkan konstitusi kita pasal 33 ayat 3

Sementara itu, hampir semua daerah di Sultra mengandung aneka potensi sumber daya pertambangan yang kini telah dieksplorasi secara besar-besaran, yakni emas di Bombana, nikel Kolaka dan Kolut, Konawe dan Konut, serta Kabupaten Konsel.

Namun demikian, usia pengelolaan industri pertambangan yang masih seumur jagung itu, ternyata sudah diperhadapkan dengan masalah pemalsuan izin operasional serta pertambangan ilegal seperti dilakukan PT Pertiwi Agung dan PT Akar Mas di lokasi IUP PT Wijaya Inti Nusantara dan PT Billy di Kabupaten Konsel. Menurut Kapolres setempat, dua perusahaan tersebut masuk dalam kategori tindak pidana illegal minning (Kendari Pos, 26 Juni 2012).

Dalam konteks inilah kajian menjadi urgen dalam bentuk studi before and after atas keberadaan industrialisasi di Sultra dengan berbagai problematikanya, khususnya pada industri pertambangan nikel yang telah beroperasi di beberapa wilayah pertambangan Kabupaten Konawe Selatan

Beberapa hasil penelitian sebelumnya, industri pertambangan telah memberikan gambaran mengenai peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi terhadap beberapa kalangan masyarakat yang tergolong mampu memanfaatkan peluang-peluang yang ada.

STUDI BIBLIOGRAFI

STUDI BIBLIOGRAFI
Namun sebaliknya, adalah kian memarginalkan sebagian besar dari penduduk lokal yang tidak memiliki modal dan keterampilan. Tak pelak lagi, ketika menyoal proses deforestase dan degradasi ekosistem dengan berbagai implikasinya terhadap masyarakat yang bermukim disekitar wilayah pertambangan tersebut (Basuki, 2007; Nurditha, 2008; Suriansyah, 2009; Pasaribu, 2011; Sangaji, 2002)

STUDI BIBLIOGRAFI

Betapa tidak, di dalam sistem ekonomi komoditi maka sebuah komoditi akan mendapatkan nilai tukarnya sesuai dengan nilai material, jasa, keterampilan atau intelektual yang dikeluarkan pada proses produksinya (Piliang, 2004)

STUDI BIBLIOGRAFI

Di sinilah uang tak lagi berfungsi seperti disebutkan Marx sebagai sistem representasi nilai makna ekonomi, melainkan sebagai sebuah sistem penampakan tanpa makna yang merupakan perpanjangan tangan dari sistem bujuk rayu, ekonomi masyarakat konsumer.

STUDI BIBLIOGRAFI

Karena itulah, menurut Pedyanto sungguh mengagungkan ajakan pertobatan individu dan pertobatan kolektif yang dihimbaukan oleh John Perkins, sebagai orang yang merasa paling amat sangat berdosa atas upaya pemiskinan strategis terhadap manusia dan masyarakat yang menghuni bumi dunia ketiga (Peribadi, 2011)

METODE PENELITIAN Pendekatan Kualitatif dalam konteks paradigma Phenomenologi Interpretatif (Muhadjir, 2011) menjadi landasan utama, sehingga narasinya merupakan telaah-telaah kritis reflektif atas keberadaan eksplorasi pertambangan

PROSES PENGUMPULAN DATA


1. OBSERVASI PARTSIPATIF

2. INDEPTH INTERVIEW
3. FGD (indigenous people )

ANALISIS DATA

Sejak awal di lapangan telah dilakukan proses analisis secara


((Muhadjir, 2011; Moleong, 2013)

hermeneutik Phenomenologik

TELAAH KRITIS REFLEKTIF HASIL PENELITIAN


POTRET SURAM LOKASI PERTAMBANGAN

Alam pedesaan adalah tak ubahnya gadis cantik yang demikian elok dipandang mata. Dalam perspektif teori struktural yang berpangkal pada filsafat materialisme Karl Marx, maka negaranegara pra-kapitalis di Asia adalah diibaratkan sebagai seorang puteri cantik yang masih tidur dan sedang menunggu ciuman dari sang pangeran tampan.

Namun kemudian Marx tidak mengetahui bahwa ternyata ciuman itu adalah beracun. Demikianlah perumpamaan alam pedesaan kita ketika mendapat ciuman beracun dari kaum industriawan/korporasi, maka kini alam pedesaan yang cantik nan jelita itu seakan tak mempesona lagi, dan bahkan rongga hidung menjadi tersendat dan dada terasa sesak ketika kita datang menghampirinya.

Kini, satwa-satwa sebagai suatu realitas ekosistem telah digantikan oleh satwasatwa baru, seperti peralatan raksasa penumbang pepohonan, penggali dan pengangkut tanah nikel serta mobilmobil karyawan perusahaan yang lalulang seolah tak pernah berhenti dan tak kenal lelah dengan ekosistem khasnya tersendiri.

Alam pedesaan yang pada masa lalu dilambari dengan bunyi siamang, alunan ombak yang berdenting dan angin sepoi-sepoi yang bertiup demikian indah terasa karena menyatu dengan napas kehidupan sebuah perkampungan. Kini telah menjelmah menjadi sebuah perkampungan neraka bagi penghuninya

Fenomena Eksploitasi Kapitalisme Agraris


Kini, betapa mencemaskan karena proses Eksploitasi Kapitalisme Agraris, kini membuahkan Deforestase, degradasi, dehumanisasi dan konflik sosial seakan menyatu dalam sebuah nafas yang menyesakkan

Betapa tidak, perkebunan dan persawahan, petani rumput laut, sumur-sumur dan sumber mata air di sekitar wilayah pertambangan yang menjadi andalan masyarakat selama ini tampak jelas menuai badai akibat dari taburan virus yang terus menggelegar. Tak pelak lagi ketika kita mencoba menyoal konteks ekosistem dan probelamatikanya.

Demikian pula, bagi petani padi yang selama ini menjadi andalan utama bagi mereka dalam upaya memenuhi kehidupan sosial ekonominya. Namun kini pun mereka seakan tertimpah malapetaka karena volume air yang demikian dahsyat mengalami penurunan sebagai akibat dari penumbangan pohonpohon raksasa dan galian tanah yang berlubang-lubang di sekitar hutan belantara.

Petani rumput laut di Desa Lakara Pantai Kecamatan Palangga Selatan misalnya, sebelum kehadiran perusahaan tambang nikel di daerahnya, mereka terus panen rumput laut dua kali sebulan, dan sekali panen akan menghasilkan 10 juta rupiah per KK. Berarti dalam sebulan dapat menghasikan 20 juta/bulan per KK.

Namun kini, setelah perusahaan beroperasi, jangankan 20 juta rupiah per bulan, 2 juta rupiah saja susah didapat karena rumput laut yang mereka usahakan tidak dapat berkembang dengan baik akibat gangguan debu yang mengepul dari jantung perusahaan nikel itu.

Menurut Ir. Darlis salah seorang pengusaha kayu setempat bahwa Keberadaan kayu di hutan belantara Kecamatan Pallangga Selatan sudah berkurang karena akibat dari galian tanah yang mencerabut seluruh akar-akarnya yang berpotensi untuk menimbulkan benih baru (Wawancara, 30 September 2013).

FENOMENA KONFLIK SOSIAL

Keberadaan perusahaan tambang nikel seperti PT. Sambas Minerals Mining di Desa Watudemba Kecamatan Palangga, PT. Macika di Desa Kiaea Kecamatan Palangga, PT. Agung Perkasa di Desa Watumbohoti Kecamatan Palangga Selatan, telah berdampak nyata dalam mempengaruhi pola interaksi sosial dan pola hubungan sosial masyarakat di sekitar wilayah pertambangan itu.

FENOMENA KONFLIK TERSELUBUNG

Kehadiran industri pertambangan tidak hanya membawa manfaat, tetapi juga membawa perpecahan dalam masyarakat, yakni konflik antara warga masyarakat, masyarakat dengan pihak perusahaan, masyarakat dengan pihak pemerintah (desa), konflik tapal batas antara pemerintah kecamatan Palangga dan Palangga Selatan, dan konflik antara pihak ekspedisi pengapalan.

IMPLIKASI SOSIAL EKONOMI


Tampaknya, manfaat tambang nikel hanya dinikmati oleh pemilik lahan, sementara bagi masyarakat banyak yang tidak memiliki tanah di areal pertambangan tidak mendapatkan apa-apa, kecuali ampas dari keberadaan industri pertambangan tersebut.

Ironisnya, karena bantuan korporasi berupa uang dan bantuan lainnya, hanya diprioritaskan kepada 8 desa dari puluhan desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Palangga dan Kecamatan Palangga Selatan. Jika faktor justice, equality dan sustainability tersebut terus tidak dirasakan warga, maka cepat atau lambat aroma konflik terselubung bakal mencuat menjadi konflik nyata dan keras.

Di antara 8 desa prioritas itu adalah: 1. Desa Kiaea; 2. Desa Watudemba; 3. Desa Waturapa; 4. Desa Ulu Lakara; 5. Desa Lakara Pantai; 6. Desa Kiaono; 7. Desa Amondo; dan 8. Desa Watumbohoti.

Tampaknya CSR adalah sekedar pelipur larah dan CD tidak diterapkan secara integral dan harmonis ke dalam empat prinsip good corporate governance, yakni fairness, transparency, accountability dan

responsibility

Proses Dekonstruksi
Pemicu yang mungkin tak terduga, yakni terdengar cukup nyaring di lapangan kehadiran oknum rumpun keluarga tertentu dari kalangan elite daerah dalam proses kepemilikan tanah di sekitar lokasi pertambangan dan mendapatkan masukan ke dalam rekeningnya pada setiap kali pengapalan

Dan satu hal yang tidak bisa dinafikan dengan sejumlah realitas dan hiperealitas dari keberadaan industri pertambangan, adalah geliat politik transaksional di gelanggang Pemilukada yang tampak nyata mendekonstruksi seluruh nilai kearifan lokal dalam konteks politik, ekonomi, budaya dan agama sampai pada tingkat the higher immorality sebagaimana dimaksudkan Mills

Dengan demikian, ada baiknya jika kita tidak menginginkan negara dan bangsa tercinta ini mengalami kebankrutan total, maka segera dihentikan penyelenggaraan Pemilukada..hahaha

REKOMENDASI: Seyogyanya CSR berupaya dipadukan secara integral dan harmonis ke dalam empat prinsip good corporate governance, yakni

fairness, transparency, accountability dan responsibility dan diserahkan


kepada sebuah lembaga independen untuk mengimplementasikannya

REKOMENDASI: Urgensi kehadiran Perda khusus menyoal perlindungan lahan pertanian untuk mengantisipasi alih fungsi lahan dan apalagi modus perampasan lahan pertanian masyarakat yang acapkali dilakoni oleh kaum petani berdasi, melalui proses eksploitasi kapitalisme agraris di wilayah perkebunan kelapa sawit dan di wilayah pertambangan.

REKOMENDASI KHAS: Seyogyanya dalam perumusan Kebijakan Daerah seputar pertambangan, seluruh stakeholder harus dilibatkan secara partsipatif

REKOMENDASI KHAS: Seyogyanya para oknum banditisme pertanahan alias petani berdasi segera melakukan pertobatan Sosial Politik, sebelum datangnya tZUNAMI virus higher immorality

BATU PUN BERSUJUD, KARENA TAK ADA YANG BEBAS TESTING DARI TANGGUNGJAWAB

CAMKAN SAUDARAKU,

SANG IDIOLOG
ADALAH HARAPAN MASYARAKAT, BANGSA DAN NEGARA TERCINTA INI

Wassalaamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Anda mungkin juga menyukai