Anda di halaman 1dari 18

1

KUASA PARA PIHAK DI PENGADILAN


Oleh: Drs. H. Marwan AM, MHI.

I. PENDAHULUAN Pada dasarnya pengugagat atau pemohon boleh membuat gugatan atau permohonannya sendiri tanpa mewakilkan kepada orang lain. Orang-orang yang berkepentingan bisa secara lansung aktif bertindak sendiri sebagai pihak di muka sidang Pengadilan, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat. Penggugat yang berkepentingan lansung disebut pihak materiel , karena ia secara lansung mengajukan gugatan ke Pengadilan, dan dia sekaligus sebagai pihak formil, karena dia sendirilah yang beracara di muka sidang Pengadilan. 1 Akan tetapi dalam keadaan tertentu para pihak dapat mewakilkan kepada pihak lain untuk beracara di muka sidang Pengadilan, sesuai ketentuan pasal 123 HIR atau pasal 147 RBg. Menurut ketentuan peraturan perundang- undangan, tidak semua surat kuasa bisa dipergunakan untuk beracara di sidang pengadilan, seperti surat kuasa umum. Surat Kuasa umum ini diatur dalam pasal 1795 BW. Kuasa ini mengandung isi dan tujuan untuk melakukan tindakan-tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa, dengan tugas utama adalah mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan harta kekayaan tersebut. Jadi titik berat kuasa umum hanya meliputi perbuatan pengurusan yang lazim disebut Beherder atau Management 2 Oleh sebab itu ditinjau dari segi hukum, surat kuasa umum tidak dapat dipergunakan untuk beracara di Pengadilan dalam mewakili pemberi kuasa. Bentuk-bentuk kuasa apa saja yang bisa dipakai untuk beracara di Pengadilan dalam mewakili pemberi kuasa, apa syarat-syarat surat kuasa yang sah, dan beberapa permasalahan surat kuasa dalam praktek di lapangan akan dibahas dalam tulisan ini.

R. Soeroso, Praktek Hukum Perdata Bentuk-bentuk surat di Bidang Kepercayaan Perdata , Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal. 13. 2 Abdul Manan, Capita Selekta Permasalahan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama , Mahkamah Agung RI, 2008, hal. 12

II. DASAR HUKUM Kuasa yang sah di persidangan Pengadilan untuk mewakili kepentingan pihak yang berkerkara, diataur dalam pasal 118 ayat (1), 123 ayat (1), 157, 174 HIR.atau pasal 142 ayat (1), 147 ayat (1 dan 3), 184 RBg, dan pasal 1796, 1797, 1925 KUH Perdata. Berikut ini ditulis beberapa pasal yang bisa dijadikan dasar hukum tentang kuasa di Pengadilan sebagai berikut : 1. Pasal 142 ayat (1) Rbg. Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang pengadilan negeri dilakukan oleh penggugat atau seorang kuasanya yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 147, dengan suatu surat permohonan yang ditanda tangani olehnya atau oleh kuasa tersebut dan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang menguasai wilayah hukum tempat tinggal tergugat atau, jika tempat tinggalnya tidak diketahui di tempat tinggal yang sebenarnya. 2. Pasal 147 ayat (1) RBg. Para pihak boleh dibantu atau diwakili oleh orang-orang yang secara khusus dan tertulis diberi kuasa untuk itu kecuali bila pemberi kuasa hadir sendiri. Pemberi kuasa dapat memberi kuasa yang dinyatakan pada surat gugatan yang diajukan dan ditanda tangani olehnya seperti dimaksud ayat (1) pasa 142 atau sesuai dengan ayat (1) pasal 144 jika diajukan dengan lisan, dalam hal yang terakhir harus disebut pada catatan gugatan tersebut. 3. Pasal 147 ayat (3) RBg. Surat kuasa seperti ayat (1) harus diberikan dengan suatu akta notaries, atau dengan suatu akta yang dibuat oleh panitera pengadilan negeri dalam wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa atau oleh jaksa yang mempunyai wilayah yang meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa ataupun dengan surat dibawah tangan yang disahkan dan didaftar menurut ordonansi S. 1916-46. 4. Pasal 184 RBg. Sumpah yang diperintahkan oleh hakim atau dibebankan oleh satu pihak kepada lawannya atau yang dikembalikan, harus dilakukan oleh diri pribadi yang bersangkutan, kecuali jika pengadilan negeri berdasarkan alasan yang sangat penting memberi izin kepada salah satu pihak untuk diwakili atas dasar suatu surat kuasa khusus yang hanya dapad diberikan dengan suatu akta seperti tersebut dalam dalam pasal 147, yang juga secara

cermat menyebut isi sumpah yang harus diucapkan. ( KUH Perdata 1793, 1945 ; HIR. 157). 5. Pasal 174 HIR. Pengakuan yang diucapkan dimuka hakim, cukup menjadi bukti untuk memberatkan orang yang mengakui itu, baik diucapkan sendiri maupun yang dengan pertolongan orang lain yang istimewa dikuasakan untuk itu.

III. BENTUK- BENTUK KUASA DI PENGADILAN Bentuk bentuk kuasa yang sah yang dipakai untuk beracara di Pengadilan adalah sebagai berikut: 1. Kuasa secara Lisan Menurut pasal 120, 123 ayat (1) HIR atau pasal 147 ayat (1) Rbg, kuasa lisan terdiri dari : a. Dinyatakan secara lisan oleh Penggugat di hadapan Ketua Pengadilan Pasal 147 ayat (1) memberi hak kepada penggugat yang tidak pandai menulis (buta huruf) untuk mengajukan gugatan secara lisan. Dalam kasus demikian bersamaan dengan pengajuan gugatan lisan, penggugat dapat juga menyampaikan pernyataan lisan mengenai : pemberian atau penunjukan kuasa kepada seseorang atau beberapa orang tertentu. Pernyataan pemberian kuasa secara lisan itu, disebutkan dalam catatan gugatan yang dibuat ketua Pengadilan tersebut. 3 Dalam keadaan seperti diatas Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan yang menerima gugatan lisan wajib memformulasikan dalam bentuk gugatan tertulis, dan apabila dibarengi dengan pemberian kuasa, wajib juga dicatatnya atau dimasukkan dalam surat gugat yang dibuatnya.

Yahya, Ibid , hal 12

b. Kuasa yang ditunjuk secara lisan di sidang Pengadilan. Pasal 123 ayat (1) HIR atau pasal 147 ayat (1) RBg secara tersira t membolehkan penunjukan kuasa secara lisan di sidang pengadilan pada saat proses pemeriksaan berlansung, dengan syarat: penunjukan secara lisan itu, dilakuan dengan kata-kata tegas (expressis verbis) selanjutnya, majelis memerintahkan panitera untuk menca tatnya dalam berita acara sidang. 4 2. Kuasa yang ditunjuk dalam surat gugatan Penunjukan kuasa dalam surat gugat juga diatur dalam pasal 123 ayat (1) HIR atau pasal 147 ayat (1) Rbg. Dan dikaitkan dengan pasal 118 HIR atau pasal 142 RBg. Menurut pasal 147 ayat (1) RBg, penggugat dalam gugatannya dapat lansung mencantumkan dan menunjuk kuasa yang dikehendakinya untuk mewakilinya dalam proses pemeriksaan. Penunjukan kuasa yang demikian sah dan memenuhi syarat formil karena telah diatur secara tegas dalam pasal-pasal tersebut diatas. 3. Surat Kuasa Khusus. Selain kuasa lisan dan kuasa yang ditunjuk dalam surat gugatan,

pemberian kuasa dengan surat kuasa khusus ( bizondere schriftelijke machtiging) juga diatur dalam pasal 123 ayat (1) HIR atau Pasal 147 ayat (1) RBg. Dalam praktek, bentuk surat kuasa khusus ini yang sering dipakai dalam pemberian kuasa untuk beracara di pengadilan. Namun sering pembuatannya dilakukan secara sembarangan, tidak diperhatikan apakah pembuatannya telah memenuhi syarat yang digariskan dalam ketentuan perundang-undangan.

M. Yahya Harahap, Hukum Acara perdata, Sinar Grafiaka, Jakarta, Cet ke 6, 2007, hal. 13

Menurut M. Yahya Harahap akibat dari surat kuasa khusus yang tidak memenuhi syarat, yaitu: Surat gugat tidak sah, apabila pihak yang mengajukan dan menanda tangani gugatan adalah kuasa berdasarkan surat kuasa tersebut. Segala proses pemeriksaan tidak sah, atas alasan dihadiri oleh kuasa yang tidak didukukung oleh surat kusa yang memenuhi syarat. 5 Untuk menghindarkan akibat tersebut, perlu diperhatikan syarat-syarat surat kuasa yang sah menurut aturan yang berlaku. Sifat khusus surat kuasa khusus terlelatak pada nama, kualitas dan kedudukan para pihak, tentang masalah tertentu, nomor perkara, nama lawan berperkara, dan forum yang pasti. Surat kuasa khusus hanya dapat dipergunakan dalam beracara untuk satu perkara saja, tidak b isa dipergunakan untuk kepentingan lain diluar perkara tersebut. Jadi khusus hanya untuk perkara yang telah ditentukan dalam surat kuasa itu. 6 Menurut Prof. DR. Abdul Manan SH, S.IP, M. Hum, yang dapat bertindak sebagai kuasa atau wakil dari penggugat adalah seseorang yang memenuhi salah satu syarat sebagai berikut: a. Harus mempunyai Surat Kuasa Khusus sesuai dengan b unyi pasal 123 ayat (1) HIR atau pasal 147 ayat (1) R.Bg. b. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam dalam catatan gugatan apabila gugatan diajukan secara lisan sebagaimana tersebut dalam pasal 123 ayat (1) HIR atau pasal 147 ayat (1) RBg. c. Ditunjuk sebagai kuasa atau wakil dalam surat gugat. d. Ditunjuk penggugat sebagai kuasa atau wakil di dalam persidangan sebagaimana tersebut dalam pasal 123 ayat (1) atau pasal 147 ayat (1) RBg. e. Memenuhi syarat sebagaimana telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Kehakiman Nomor 1/1965 tanggal 18 Mei 1965 jo. Keputusan Menteri Kehakiman Nomor J.P.14/12/11 tanggal 7 Oktober 1965 tentang Pokrol. f. Telah terdaftar sebagai advokat atau pengacara praktek. 7

5 6

Ibid., hal. 1 Abul Manan, Capita Selekta Permasalahan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama , Mahkamah Agung RI, 2008, hal. 13-14. 7 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungaan Peradilan Agama , Yayasan AlHikamah, Jakarta, 2000, hal. 54.

Pada saat ini setelah lahirnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, tentu ketentuan sebagaimana tersebut dalam huruf e di atas tidak berlaku lagi karena pengangkatan dan pemberhentian sebagai advokat dilakukan oleh organisasi advokat itu sendiri (Persatuan Advokat Indonesia, disingat PERADI) (pasal 2 dan pasal 9 UU. No. 18 tahun 2003. Kemudian istilah

pengacara prektek juga tidak ada lagi, karena pengacara praktek, penasehat hukum, konsultan hukum yang telah diangkat pada saat UU ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai advokat. (pasal 32 ayat (1) UU. No.18 Tahun 2003) Sedangkan yang dapat bertindak sebagai kuasa dari tergugat adalah seseorang yang memenuhi salah satu syarat sebagai berikut: a. Mempunyai surat kuasa khusus , sesuai dengan bunyi pasal 123 ayat (1) HIR atau pasal 147 ayat (1) RBg. b. Ditunjuk oleh tergugat sebagai kuasa atau wakil dalam sidang pengadilan, sebagaimana tersebut dalam pasal 123 ayat (1) HIR atau pasal 147 ayat (1) RBg. c. Memenuhi syarat sebagaimana tersebut dalam Peraturan Menteri Kehakiman No.1 Tahun 1965 tanggal 18 Mei 1965, jo. Keputusan Menteri Kehakiman No. J.P. 14/12/11 tanggal 7 Oktober 1965 tentang Pokrol d. Telah terdaftar sebagai advokat atau pangacara praktek 8 Ketentuan huruf c juga tidak berlaku lagi setelah lahirnya Undang- undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, sebagaimana penjelasan diatas. Pengecualian dari syarat huruf d, yaitu kuasa yang tidak harus berprofesi sebagai advokat atau pengacara praktek, yang dikenal dalam praktek dengan istilah kuasa insidentil. berjalan. 9 H.A.Mukti Arto menggariskan kriteria kuasa insidentil sebagai berikut: a. Yang bersangkutan tidak harus sarjana hukum, dan tidak pula melakukan kegiatan memberikan ataupun jasa hukum sebagai profiesinya. b. Yang bersangkutan cukup memperoleh ijin Ketua Pengadilan Agama/Pengadilan Negeri, di wilayah hukum dimana yang bersangkutan
8 9

Kuasa insidentil yaitu kuasa yang diminta oleh seseorang yang

berperkara untuk memberikan bantuan atau nasehat hukum selama perkara

Ibid . A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama , Pustaka Pelajar, Cet I, 1996, hal. 52. Lihat juga, Ah mad Mujah idin, Pembaharuan Hokum AScara Perdata Peradsilan Agama dan Mahkamah Syariyah di Indonesia , Ikahi, Cet. Ke 1, 2008, hal. 102-103

diminta untuk memberikan bantuan hukum, dan dalam waktu satu tahun untuk satu perkara saja. c. Yang bersangkutan tidak perlu memiliki ijin berpraktek dari Ketua Pengadilan Tinggi, akan tetapi wajib melaporkan ijin dari Ketua Pengadilan Agama tersebut secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Tinggi tersebut, dan mengirimkan tembusan pada: 1) Ketua Pengadilan Tinggi Agama. 2) Ketua Pengadilan Negeri. 3) Ketua Pengadilan Agama yang dituju. 10 Pasal 123 HIR atau Pasal 147 RBg, tidak menjelaskan bagaimana syarat dan formulasi surat kuasa khusus tersebut. Pasal tersebut hanya menyebut syarat pokok nya saja, yaitu kuasa khusus berbentuk tertulis atau akta yang disebut surat kuasa khusus. Pasal 147 ayat (3) menjelaskan bahwa surat kuasa khusus itu bisa berbentuk salah satu akta dibawah ini: Akta notaries Akta yang dibuat oleh panitera pengadilan dalam wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa Akta yang dibuat oleh jaksa yang mempunyai wilayah yang meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa surat dibawah tangan yang disahkan dan didaftar menurut ordonansi S. 191646. Memperhatikan pasal tersesebut, terkesan pembuatan surat kuasa khusus sangat sederhana. Oleh sebab itu Mahkamah Agung RI menganggap perlu penyempurnaan pembuatan surat kuasa khusus sehingga benar-benar berciri surat kuasa khusus. Penyempurnaan dan perbaikan itu, dilakukan Mahkamah Agung RI melalui Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Secara kronalogis, MA RI telah mengeluarkan beberapa SEMA yang mengatur syarat surat kuasa khusus a ntara lain :

10

Ibid.

a. SEMA No. 2 Tahun 1959, tanggal 19 Januari 1959 11 .( telah dicabut dengan SEMA No. 1 Tahun 1971) b. SEMA No. 5 tahun 1962, tanggal 30 Juli 1962 SEMA No. 1 Tahun 1971) c. SEMA No. 1 Tahun 1971, tanggal 23 Januari 1971 13 d. SEMA No. 6 Tahun 1994, tanggal 14 Oktober 1994 14 M. Yahya Harahap, SH merumuskan syarat surat kuasa khusus yang sah, harus sesuai ketentuan pasal 123 HIR atau Pasal 147 RBg, da n SEMA yang masih berlaku sebagai berikut: 1) Menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa, untuk berperan di Pengadilan. 2) Menyebut Kompetensi relative 3) Menyebut identitas dan kedudukan para pihak, dan 4) Menyebut secara ringkas dan kongret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan15 Syarat tersebut bersifat kumulatif. Salah satu syarat tidak terpenuhi mengakibatkan: Surat kuasa khusus cacat formil. Dengan sendirinya kedudukan kuasa sebagai pihak formil mewakili pemberi kuasa, tidak sah, sehingga gugatan yang ditanda tangani kuasa tidak sah.
12

. (telah dicabut dengan

Bahkan semua tindakan yang dilakukannya tidak sah dan tidak mengikat, dan gugatan yang diajukannya tidak dapat diterima. 16 Prof. DR. H. Abdul Manan SH, S.IP, M.Hum, telah merumuskan lebih rinci lagi, bahwa yang perlu dimuat dalam surat kuasa khusus adalah: a. Identitas pemberi dan penerima kuasa, yaitu nama lengkap, pekerjaan, alamat atau tempat tinggal.
11

Mahkamah Agung RI, Himpunan SEMA dan PERMA , Republik Indonesia Tahun 1951-2005, MA RI, 2005, hal. 33 12 Ibid ., hal.74 13 Ibid ., hal. 231 14 Ibid ., hal. 735 15 Yahya Harahap, op. cit ., hal. 15 16 Ibid ., hal 14.

b. Nama forum atau Pengadilan tempat beracara, misalnya Pengadilan Agama Pekalongan, Semarang atau Jakarta Timur. c. Apa yang menjadi pokok sengketa perdata. Hal ini menunjuk kepada kekhususan perkara, misalnya perkara perdata tentang jual beli sebidang tanah yang terletak di Desa tertentu melawan pihak tertentu pula (tergugat atau penggugat) d. Pentelaahan isi kuasa yang diberikan. Ini menjelaskan tentang kekhususan kuasa, dalam batas-batas tertentu, artinya apabila tidak disebut dalam pentelaah itu, penerima kuasa tidak berwewenang melakukannya. Pembatasan tersebut juga menjelaskan apakah kuasa itu berlaku di muka Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama saja, atau juga termasuk untuk naik banding atau termasuk juga untuk permohonan kasasi. e. Memuat hak substitusi. Hal ini perlu apabila penerima kuasa perhalangan, ia dapat melimpahkan kuasa itu kepada pihak lain untuk menjaga jangan sampai perkara itu macet karena berhalangannya penerima kuasa. 17 4. Surat Kuasa Istime wa. Kuasa istimewa diatur dalam pasal 1796 KUH Perdata, selanjutnya pemberian kuasa istimewa dapat dikaitkan dengan ketentuan pasal 157 HIR atau pasal 184 RBg. Jika ketentuan pasal-pasal ini dirangkai, diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kuasa terseb ut sah menurut hukum sebagai kuasa istimewa. 18 Menurut M. Yahya Harahap, SH, kebolehan memberi kuasa istimewa hanya terbatas untuk tindakan tertentu yang sangat penting. Pada perinsipnya, perbuatan hukum yang bersangkutan hanya dapat dilakukan oleh pemberi kuasa sendiri. Pada dasarnya perbuatan tersebut tidak dapat dilakukan oleh kuasa berdasarkan surat kuasa biasa. Untuk menghilangkan ketidak bolehan tersebut, dibuatlah bentuk surat kuasa istimewa, sehingga suatu tindakan yang hanya dapat dilakukan oleh yang bersangkutan secara pribadi, dapat diwakilkan kepada kuasa. 19 Tindakan yang dapat diwakilkan berdasarkan kuasa istimewa, hanya terbatas : 1). Untuk memindah tangankan benda-benda milik pemberi kuasa, atau untuk meletakkan hipotek (hak tanggungan) diatas benda tersebut. 2). Untuk membuat perdamaian dengan pihak ketiga.
17 18

Abddul Manan, op. cit ., hal. 55. M. Yahya Harahap, op. cit ., hal.7 19 Ibid.

10

3). Untuk mengucapkan sumpah penentu (decisoir eed) atau sumpah tambahan (supletoir eed), sesuai dengan ketentuan pasal 157 HIR atau pasal 184 RBg. 20 4). Untuk mengucapkan ikrar talak yang diwakilkan kepada orang lain. Meskipun dalam surat kuasa sebelumnya telah dicantumkan untuk mengucapkan ikrar talak, namun untuk pengucapan ikrar talak yang diwakilkan, harus dibuat surat kuasa baru (kuasa istimewa) yang khusus dibuat untuk itu (pasal 70 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989, tentang Peradilan Agama). 21 IV. KUASA MENURUT HUKUM Kuasa menurut hukum disebut juga wettelijke vertegen woordig atau legal mandatory (legal representative). Maksudnya, undang-undang sendiri telah

menetapkan seseorang atau suatu badan untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak mewakili orang atau badan tersebut tanpa memerlukan surat kuasa. Seperti seorang direksi bertindak sebagai kuasa menurut hukum untuk mewakili kepentingan perseroan didalam dan diluar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa dari perseroan, sesuai ketentuan pasal 1 angka 4 dan pasal 82 UU No. 1 Tahun 1995 (UU Perseroan Terbatas) 22 Pasal 147 ayat (2) RBg menjelaskan bahwa jaksa yang bertindak sebagai wakil Negara tidak perlu dengan surat kuasa khusus. Bahkan menurut pasal 123 ayat (2) HIR dijelaskan bahwa pegawai negeri yang karena peraturan umum, menjalankan perkara untuk Pemerintah Republik Indonesia sebagai wakil Negara tidak perlu memakai surat kuasa yang teristimewa untuk itu. Kuasa menurut hukum sebagai Kuasa/ Wakil Negara/Pemerintah dalam suatu perkara perdata berdasarkan Stbl.1922 No. 522 dan pasal 123 ayat (2) HIR, 147 ayat (2) RBg adalah: a. Pengacara Negara yang diangkat oleh Pemerintah. b. Jaksa

20 21

Ibid ., hal 7-8 Wildan Suyuthi, Beberapa Permasalahan Acara Perdata Peradilan Agama Dalam Tanya Jawab , Puslitbang MA RI, 2004, hal. 57. 22 M. Yahya Harahap , op. cit ., hal. 8-9

11

c. Orang tertentu atau Pejabat-pejabat yang diangkat/ditunjuk oleh instansiinstansi yang brsangkutan. Jaksa tidak perlu menyerahkan surat kuasa khusus. Pejabat atau orang yang diangkat/ditunjuk oleh instansi yang bersangkutan, cukup hanya menyerahkan Salinan Surat Pengangkatan/Penunjukan yang tidak bermaterai. 23 Memperhatikan ketentuan tersebut, bagi orang yang berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum, kehadiran dan tampilnya sebagai wakil atau kuasa, tidak memerlukan surat kuasa khusus dari pemerintah atau instansi yang bersangkutan. 24 M. Yahya Harahap telah mendeskripsikan beberapa kuasa menurut hukum yang dapat bertindak mewakili kepentingan orang atau badan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari orang atau badan tersebut :25 1) Wali terhadap anak dibawah perwalian. Wali dengan sendirinya menurut hukum menjadi kuasa untuk bertindak mewakili kepentingan anak yang berada dibawah perwalian , sesuai pasal 51 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 2) Kurator atas orang yang tidak waras. Bila seseorang yang sudah dewasa tetapi tidak bisa memelihara dirinya dan mengurus barangnya karena kurang waras, maka sanak saudaranya dapat meminta untuk diangkat sebagai kurator. Dengan demikian kurator sah dan berwewenang bertindak mewakili kepentingan orang yang berada dibawah pengawasan tersebut sebagai kuasa menurut hukum. Pasal 229 HIR. 3) Orang tua terhadap anak yang belum dewasa. Orang tua dengan sendirinya menurut hukum berkedudukan dan berkapasitas sebagai wali anak-anak sampai mereka dewasa. Oleh karena itu, orang tua adalah kuasa yang mewakili kepentingan anak-anak yang belum dewasa kepada pihak ketiga maupun di depan pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa

23

Mahkamah Ahung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Adiministrasi Pengadilan (Buku II ), Mahkamah Agung RI, 1998, Cet. ke 3, hal.112 24 M. Yahya Harahap, op. cit ., hal.9 25 Ibid ., hal. 9-12

12

khusus dari anak tersebut. (pasal 45 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974, tentang Perkawinan) 4) BHP sebagai Kurator Kepailitan. BHP (Balai Harta Peninggalan) sebagai Kurator dalam kepailitan

berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum (legal mandatory) untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, dan tugas itu dilakukan berdasarkan perintah undang-undang tanpa memerlukan surat kuasa dari debitur.(pasal 13 ayat (1) huruf b UU No. 4 Tahun 1998 (UU Kepailitan) 5) Direksi atau pengurus badan hukum. Direksi atau pimpinan (pengurus) badan hukum berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum (legal mandatory) mewakili kepentingan badan hukum yang bersangkutan. Direksi perseroan Terbatas bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. (pasal 1 angka 4 jo pasal 82 UU No. 1 Tahun 1995 (UU Perseroan Terbatas) Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan. (pasal 35 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2001, tentang yayasan) Pengurus Koperasi, bertindak sebagai kuasa mewakili kepentingan koperasi di dalam dan di luar pengadilan. (pasal 30 ayat (2) huruf a UU No. 25 Tahun 1992, tentang Koperasi) 6) Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) Perusahaan Perseroan (Persero) menurut pasal 1 angka 2 PP No. 12 Tahun 1998, adalah Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) yang dibentuk berdsarkan UU No. 9 Tahun 1969, yaitu berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana yang ddimaksud dalam UU No. 1 Tahun 1995 yang seluruh atau sedikitnya 51 % saham dimiliki Negara melelui penyertaan modal secara langsung. Pasal 3 PP tersebut menegaskan, bahwa prinsip-prinsip Perseroan Terbatas berlaku terhadap BUMN.

13

Oleh karena itu, Direksi berkedudukan sebagai kuasa menurut hukum untuk mewakili Perseroan di dalam dan di luar Pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa dari pihak manapun. 7) Pimpinan Perwakilan Perusahaan Asing. Pimpinan Perwakilan Perusahaan Asing, berkedudukan dan berkapasitas sebagai kuasa menurut hukum untuk mewakili kepentingan kantor perwakilan perusahaan tersebut di dalam dan di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari kantor pusat (head office) yang ada di luar negeri. Dalam Putusan MA Tahun 1985 tentang masalah ini, pimpinan perwakilan perusahaan asing yang ada di Indonesia, dinyatakan sebagai legal mandatory yang disejajarka n dengan wetterlijke vertgen woordig. 8) Pimpinan Cabang Perusahaan Domestik. Putusan MA No. 779 K/Pdt/1992 menegaskan bahwa pimpinan cabang suatu Bank berwewenang bertindak untuk atas nama pimpinan pusat tanpa memerlukan surat kuasa untuk itu. Oleh karena itu kuasa yang diberikan pimpinan cabang kepada seseorang kuasa adalah sah. V. PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN SURAT KUASA KHUSUS 1. Suarat Kuasa Khusus dengan Cap Jempol Cap jempol biasanya diperlakukan bagi orang yang tidak bisa menulis . Dalam pasal 147 ayat (1) RBg, bagi orang yang tidak bisa menulis, kuasa diberikan secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk pada saat membuat gugatan lisan , dan orang yang diberi kuasa harus ditulis dalam catatan gugatan lisan tersebut. Bagaimana kalau kuasa diberikan dalam bentuk surat kuasa khusus,tetapi dengan memakai cap jempol. Menurut M. Yahya Harahap, surat kuasa khusus yang berbentuk akta dibawah tangan dapat deberikan dengan cap jempol, surat kusa yang demikiaan sah menurut hukum. 26 Namun menurut yurisprudensi Mahkamah Agung,
26

Ibid ., hal. 17

14

Putusan MA Nomor 272 K/Pdt/1983, agar surat kuasa khusus yang dibubuhi cap jempol sah, harus dilegalisir serta didaftar menurut Ordonansi St. 1916 No. 46. Putusan itu mempertimbangkan, surat kuasa khusus boleh berbentuk akta notaries, atau akta yang dibuat dihadapan panitera PN sesuai dengan kompetensi relatif, maupun berbentuk akta dibawah tangan dengan tap jempol, asal dilegalisir serta didaftar menurut Ordonansi St. 1916 No, 46. 27 2. Surat Kuasa yang Hanya Menunjuk Namor Register Perkara Pasal 147 RBg menegaskan bahwa dalam surat kuasa khusas itu harus menjelaskan di Pengadilan mana berperkara, menyebutkan identitas dan kedudukan para pihak, dan menyebut objek sengketa. Bagaimana kalau dalam surat kuasa hanya menyebutkan Nomor perkaranya saja, tanpa menyebut hal-hal tersebut diatas. Surat kuasa seperti tersebut diatas dianggap sah memenuhi syarat formil, apabila surat kuasa tersebut secara tegas menyebut Nomor register perkara, karena dengan menunjuk kepada Nomor Perkara, sudah jelas dan pasti dapat diketahui, siapa pihak maupun objek yang disengketakan, sehingga surat kuasa itu telah memenuhi ketentuan pasal 147 RBg. Pendapat ini dikemukakan dalam Putusan MA No. 115 K/Sip/1973. 28 3. Surat Kuasa Tidak Menyebut Kompetensi Relatif. Menyebutkan dengan jelas kompetensi relatif merupakan salah satu syarat surat kuasa khusus. Dalam surat kuasa khusus harus dijelaskan di Pengadilan mana surat kuasa itu dipergunakan. Akan tetatapi pendapat yang sempit ini tidak disetujui oleh pengadilan pada tingkat kasasi, seperti Putusan MA No. 2339 K/Pdt/1985. Mahkamah Agung berpendapat bahwa pasal 123 ayat (1) HIR tidak mewajibkan penyebutan dengan diajukan.
29

tegas nama PN di dalam wilayah hukum mana gugatan

27 28

Ibid ., hal 18 Ibid ., hal. 22 29 Ibid .

15

Namun menurut M. Yahya Harahap, terlepas dari pendapat peradilan kasasi di atas, yang paling baik dan sempurna, tentunya surat kuasa menyebutkan dengan jelas yurisdiksi Pengadilaan mana gugatan diajukan. Dengan penyebutan dimaksud, surat kuasa terhindar dari cacat formil. 30 3. Kuasa untuk Kasasi Harus Dibuat Surat Kuasa Khusus dan Tersendiri. Praktek yang berlaku pada umumnya membolehkan pelimpahan kuasa dalam satu surat kuasa mulai dari Pengadilan Tingkat Pertama, Tingkat Banding, dan Tingkat Kasasi. Praktek seperti itu juga dibolehkan da lam SEMA No. 6 Tahun 1994, tanggal 14 Oktober 1994, yang pada poin 2 tertulis sebagai berikut: 2. Apabila dalam surat kuasa khusus tersebut telah disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat banding dan kasasi, maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan dalam kasasi, tanpa diperlukan suatu surat kuasa khusus yang baru.31 Kebolehan itu jga dapat dilihat dalam putusan MA No.453 K/Sip/1973, yang menjelaskan bahwa apabila surat kuasa menyatakan bahwa penerima kuasa pertindak mewakili pemberi kuasa dalam pemeriksaan tingkat banding dan kasasi, sehingga seharusnya permohonan banding yang diajukan penerima kuasa sehaurusnya dapat diterima. 32 Namun akhir-akhir ini tidak dibolehkan lagi satu surat kuasa untuk semua tingkat Pengadilan. Untuk pemeriksaan tingkat kasasi, harus dibuat surat kuasa khusus, yang terpisah dan tersendiri dari surat kuasa pada tingkat pertama dan tingkat banding. Penerapan ini bertitik tolak dari ketentuan pasal 44 ayat (1) huruf (a) UU No. 14 Tahun 1985, tentang Mahkamah Agung, sebagaimana diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004, yang menggariskan apabila yang mengajukan kasasi adalah kuasa, agar permohonan memenuhi syarat, harus berdasarkan surat kuasa yang khusus dibuat untuk itu. Pendirian seperti tersebut diatas telah didukung oleh yurisprudensi, antara lain dalam Putusan MA No. 51 K/Pdt/1991, dengan pertimbangan bahwa menurut pasal 44 ayat (1) huruf (a) UU No. 14 Tahun 1985,
30 31

Ibid . Mahkamah Agung RI, Himpunan SEMA dan PERMA Tahun 1951-2005 , op. cit., hal. 735 32 M. Yahya Harahap, op. cit ., hal. 25

16

untuk mengajukan kasasi dalam perkara perdata, seorang kuasa harus secara khusus dikuasakan untuk melakukan tindakan itu. 33 4. Surat Kuasa yang Dibuat di Luar Negeri. Persyaratan pokok surat kuasa yang dibuat di luar negeri, pada perinsipnya sama dengan persyaratan surat kuasa yang dibuat di Indonesia. Hal ini sesuai dengan azaz Hukum Perdata Internasional (HPI), bahwa semua pihak

menundukkaan diri kepada ketentuan hukum acara yang berlaka pada suatu Negara. Berdasarkan hal ini, maka keabsahan surat kuasa khusus yang dibuat di luar negeri, harus sesuai dengan ketentuan pasal 123 HIR atau pasal 147 RBg, dan SEMA No. 6 Tahun 1994. Disamping itu untuk keabsahan surat kuasa yang dibuat diluar negeri harus dilegalisir oleh pihak KBRI setempat atau Konsulat Jenderal setempat. Legalisasi diperlukan guna memberi kepastian hukum kepada Pengadilan tentang kebenaran surat kuasa yang dibuat di Negara yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan yurisprudensi MA RI Nomor: 3038 K/Pdt/1981, tanggal 18 September 1986.34 VI. PENUTUP Demikianlah beberapa hal mengenai bentuk-bentuk kuasa di Pengadilan dan permasalahannya dalam praktek di Pengadilan Agama. Karena keterbatasan bahan bacaan dan keterbatasan ilmu penulis, sudah barang tentu tulisan ini jauh dari kesempurnaan. Namun demikian penulis berharap tulisan yang sangat sederhana ini bermanfaat bagi para pembaca, terutama bagi praktisi hukum di Pengadilan Agama.

33 34

Ibid ., hal. 25-26 Abdul Manan, Capita Selekta Permasalahan Huku m Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, op. cit hal. 15

17

Pangkalpinang, 11 Agustus 2008 Penulis,

Drs. H. Marwan AM, MHI.

18

DAFTAR BACAAN R. Soeroso, SH, Praktek Hukum Perdata, Bentuk-bentuk surat di Bidang Kepercayaan Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 1994 Prof. DR. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M.Hum., Capita Selekta Permasalahan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama , Mahkamah Agung RI, 2008 _______________.Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungaan Peradilan Agama, Yayasan Al-Hikamah, Jakarta, 2000 M. Yahya Harahap, SH., Hukum Acara perdata, Sinar Grafiaka, Jakarta, Cet ke 6, 2007 Drs. H. A. Mukti Arto, SH., MH., Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Cet I, 1996 Mahkamah Agung RI, Himpunan SEMA dan PERMA , Republik Indonesia Tahun 1951-2005, MARI, 2005 ________________.Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Adiministrasi Pengadilan (Buku II), Mahkamah Agung RI, 1998 Drs. H. Wildan Suyuthi Musthofa, SH., MH., Beberapa Permasalahan Acara Perdata Peradilan Agama Dalam Tanya Jawab, Puslitbang MA RI, 2004 DR.Ahmad Mujahidin, MH., Pembaharuan Hokum AScara Perdata Peradsilan Agama dan Mahkamah Syariyah di Indonesia, Ikahi, Cet. Ke 1, 2008

Anda mungkin juga menyukai