Anda di halaman 1dari 76

Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.

PREVALENSI PTERIGIUM DI KABUPATEN LANGKAT



TESIS

DOKTER SPESIALIS MATA

OLEH :
LASZUARNI






DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


PREVALENSI PTERYGIUM DI KABUPATEN LANGKAT
TESIS
DOKTER SPESIALIS MATA

Diseminarkan dan dipertahankan pada hari ,
Di hadapkan Dewan Guru Departemen Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Telah disetujui
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1. Dr. Delfi, SpM Kepala Bagian

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Prof. Dr. H. AslimD Sihotang, SpM Ketua ProgramStudi

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
3. Dr. H. Bachtiar , SpM Pembimbing

------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga saya dapat
menyelesaikan tesis ini dengan judul PREVALENSI PTERYGIUM DI KABUPATEN
LANGKAT . Tesis ini dibuat untuk memenuhi salah satu kewajiban saya untuk
memperoleh keahlian dalambidang Ilmu Penyakit Mata di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan terimakasih dan
penghargaan yang setinggi tingginya kepada pembimbing saya Dr. Bachtiar , SpM, Prof.
Dr. H. Aslim. D. Sihotang, SpM ( KVR ) dan Drs. H. Abdul Djalil A. Arma, M.Kes yang
telah banyak memberi masukan saran dan bantuan selama penulisan tesis ini.
Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada yang
terhormat guru guru saya : Dr. H. Mohd. Dien Mahmud, SpM, Dr. H. Chairul Bahri
AD,SpM, Dr. H. Azman Tanjung, SpM, Dr. H. Abdul Gani, SpM, Prof. Dr. H. Aslim. D.
Sihotang, SpM ( KVR ), Dr. Masang Sitepu SpM, Dr. Delfi, SpM, Dr. H. Bachtiar, SpM, Dr.
Suratmin, SpM, Dr. Hj. Adelina Hasibuan, SpM, Dr. Hj. Nurhaida Djamil SpM, Dr, Hj.
Rizafatmi, SpM, Dr. H. Syaiful Bahri, SpM, Dr. Beby Parwis SpM, Dr. Hj. Heriyanti
Harahap, SpM, Dr. Hj. Aryani A. Amra, SpM, Dr. Nurchaliza SpM , Dr. Zaldi , SpM , Dr.
Gede Pardianto , SpM atas pengajaran, bimbingan, kritik dan saran yang telah saya terima
selama menempuh pendidikan keahlian ini.

Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Terima kasih kepada bapak Drs. H. Abdul Djalil Amri Arma, M.Kes dari Fakultas
Kesehatan Masyarakat USU untuk bimbingan, masukan, dan bantuannya dalamstatistik.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada senior saya Dr. H.Hasmui,SpM,
Dr. J uniarson Barus,SpM ( Alm), Dr.H.R.Handoko Pratomo,SpM, Dr.Andri Libra,SpM, Dr.
Meianto Ginting,SpM, Dr. Elly TE.Silalahi,SpM, Dr. Sri Ninin Asnita,SpM, Dr.Lylys
Surjani,SpM, Dr. Feriyani,SpM, Dr. Januar Sitorus,SpM, Dr. Hj.Novie Diana Sari,SpM, Dr.
Masitha Dewi Sari,SpM, Dr. Raja C.Lubis,SpM, Dr. Rodiah Rahmawaty Lubis,SpM, Dr. Ira
K.Siregar,SpM, Dr. Nova Ariyanti,SpM, Dr.Andriyeni,SpM, Dr. Bobby Ramses
.Sitepu,SpM, Dr. T.Siti Harilza Z.,SpM, atas bimbingan yang telah diberikan kepada saya.
Kepada rekan rekan sejawat peserta ProgramPendidikan Dokter Spesialis Mata
dan para perawat SMF Mata RSUP. H. AdamMalik dan RSU. Dr. Pirngadi Medan yang
selalu mendampingi dan saling mengingatkan saya selama menjalani pendidikan, saya
mengucapkan terima kasih yang sedalam dalamnya.
Kepada dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, TKP PPDS, saya
ucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti
pendidikan keahlian ini.
Kepada Pimpinan RSUP. H. AdamMalik Medan, RSU. Dr. Pirngadi Medan, RSUD.
Kisaran, RSUD. Kaban J ahe, RS Tembakau Deli yang telah memberikan izin untuk
menggunakan fasilitas yang ada selama saya menempuh pendidikan, juga saya ucapkan
terima kasih.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Ucapan terima kasih juga kepada Bupati dan Kadinkes Kabupaten Langkat yang
telah memberikan izin dan membantu saya dalam melakukan penelitian di Kabupaten
Langkat.
Kepada kedua orang tua saya . H. Helmy Husein , MBA , ibunda tercinta
Almarhumah Sulminar dan ibunda Hj. Cut J oli Fitri yang sangat saya cintai dan sayangi,
yang telah membesarkan, mendidik dan mendukung serta memberikan semangat dan doanya
kepada saya dalammenjalani pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih yang setulus
tulusnya.
Demikian juga kepada mertua saya H. Rusli dan Almarhumah Rostina yang saya
sayangi. Terima kasih atas semua doa mama dan papa kepada saya sehingga saya dapat
memperoleh gelar keahlian ini.
Kepada adik adika saya Irma Akhyati SH beserta keluarga , Firzi Abdallah beserta
keluarga dan Hafsiah Sakinah SS , juga saya ucapan terima kasih atas dukungannya kepada
saya selama ini.
Kepada suamiku yang tercinta, Dr. H. Tarmizi SpB, FINACS terima kasih atas
dukungan, pengertian, dorongan, kesabaran serta pengorbanan yang telah diberikan kepada
saya, selama saya menjalani pendidikan ini. Semoga Allah Swt selalu meridhoi keluarga
kita. Demikian juga kepada kedua buah hati ibu : Muhammad Fadhil dan Muhammad
MuTashim , terima kasih atas doa doa kalian untuk ibu dan pengorbanan anak anak ibu
semuanya. Kalian semua adalah anugrah dari Allah bagi Ibu sebagai penambah semangat
bagi ibu dalammenjalani pendidikan ini. Kiranya hal ini juga dapat memberikan kepada
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


kalian semua semangat untuk kalian menempuh pendidikan dalammengejar cita cita kalian
semua.
Kepada semua pihak yang tidak tertulis disini, yang telah banyak membantu saya
baik moril maupun materil selama saya menempuh pendidikan keahlian ini, tiada kata yang
saya ucapkan selain ucapan terima kasih setulus tulusnya, semoga Allah selalu
melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.
Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, namun saya
berharap hasil karya saya ini dapat memberikan manfaat, meskipun sekecil apapun
manfaatnya dapat memberi arti dalamperkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran USU Medan.


Medan, Desember 2009
Penulis


LASZUARNI



Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


DAFTAR ISI


Halaman
DAFTAR ISI........................................................ i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1
1.2. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................... 3
1.3 TUJ UAN PENELITIAN ......................................................................................... 3
1.4. MANFAAT PENELITIAN .................................................................................... 4

BAB II. TINJ AUAN PUSTAKA.. ............ 5
2.1. KERANGKA TEORI ............................................................................................. 6
2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI
KABUPATEN LANGKAT................................................................................... 16

BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL ............................................. 20
3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL .......................................................................... 20
3.2. DEFENISI OPERASIONAL ................................................................................. 21

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................ 22
4.1. RANCANGAN PENELITIAN........................................................................... 22
4.2. PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN ............................................................... 22
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


4.3. POPULASI PENELITIAN .................................................................................. 22
4.4. BESAR SAMPEL ............................................................................................... 23
4.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI ............................................................ 26
4.6. IDENTIFIKASI VARIABEL .............................................................................. 26
4.7. BAHAN DAN ALAT ......................................................................................... 26
4.8. J ALANNYA PENELITIAN DAN CARA KERJ A .............................................. 27
4.9. LAMA PENELITIAN ......................................................................................... 28
4.10. ANALISA DATA ................................................................................................ 28

4.11. PERSONALIA PENELITIAN ............................................................................. 28
4.12. PERTIMBANGAN ETIKA ................................................................................. 29
4.13. BIAYA PENELITIAN ......................................................................................... 29

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................................. ............ ..31

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... ............ ...56

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... ............ ..58

LAMPIRAN
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN
Pterigium adalah pertumbuhan berbentuk sayap pada conjungtiva bulbi ,
kelainan ini berupa pertumbuhan segitiga horisontal dari jaringan abnormal yang
invasi ke cornea dari regio canthus pada conjungtiva bulbi. Berpotensi menjadi
penyebab kebutaan pada pertumbuhan pterigium yang lanjut , memerlukan tindakan
pembedahan untuk memperbaiki penglihatan .
1,2,3,4

Distribusi pterigium tersebar didunia tetapi sering pada daerah panas ,
beriklim kering . Prevalensi pada daerah equator kira kira 22 % dan kurang dari 2 %
didaerah lintang diatas 40
0
. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan
frekwensi pterigium yang berhubungan dengan faktor resiko :
2

-
Penelitian case control di Australia , mengidentifikasi jumlah pterigium
berdasarkan faktor resiko . 44 x lebih banyak pada pasien bermukim di
daerah tropis ( <dari lintang 30
o
). 11 x lebih banyak pada pekerja yang
berhubungan dengan pasir ,9 x pada pasien dengan riwayat tanpa memakai
kacamata atau sunglasses dan 2 x pada pasien tidak memakai topi
.Penelitian lain menunjukkan frekwensi lebih tinggi pada laki laki
2

-
Taylor dkk melakukan penelitian di daerah utara , pterigium hanya
ditemukan pada nelayan dan pekerja di pedesaan. Penelitian ini
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


menunjukan bahwa pterigium berhubungan erat dengan exposure
ultraviolet .
2

-
Punjabi dkk , ultraviolet bukan penyebab utama pterigium , para pekerja
yang berhubungan dengan debu menunjukkan pekerja dilingkungan
dalam rumah lebih tinggi prevalensi pterigium daripada pekerja diluar
rumah yang terpapapar radiasi ultraviolet .
2

-
Penelitian yang lain menunjukkan pterigium pada pekerja las yang
terpapapar sinar ultra violet berhubungan dengan lamanya bekerja dan
insiden pterigium .Dan penelitian yang lain menunjukkan pterigium jarang
pada pekerja las ( <0,5 % )
2

-
G Gazzard ,Singapore National Eye Centre ,melakukan penelitian di
daerah Riau . Pterigium berhubungan dengan umur dan pekerjaan di luar
rumah ( exposure sinar matahari). Prevalensi pada usia diatas 21 tahun 10
% , usia diatas 40 tahun 16,8%
3

-
Chong Lye ANG dkk melakukan survey populasi suku Chinese di
Tanjong pagar Singapore dengan sampel 2000 orang dewasa ,ditemukan
prevalensi pterigium 6,9 % pada usia diatas 40 tahun .
4

-
Prevalensi pterigium sesuai dengan Panduan Manajemen Klinis Perdami ,
Insidens pterigium cukup tinggi di Indonesia di daerah equator 13,1 %
5

Masalah klinis yang menjadi tantangan adalah tingginya frekwensi pterigium
rekuren dan pertumbuhan yang agresif pada pterigium rekuren . Selain itu pteiygium
menimbulkan keluhan kosmetik dan berpotensi mengganggu penglihatan pada
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


stadium lanjut yang memerlukan tindakan operasi untuk rehabilitasi penglihatan .
Pengetahuan tentang faktor resiko , penyebab dan distribusi penyakit dapat
membantu dalam menyusun strategi pencegahan .
2 ,6, 7

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Berapa prevalensi pterigium di Kabupaten Langkat pada tahun 2009 dan
faktor faktor apa saja yang mempengaruhi prevalensi pterigium

1.3. TUJUAN PENELITIAN
1. TUJUAN UMUM

Mendapatkan angka prevalensi pterigium di Kabupaten Langkat dan faktor
faktor yang mempengaruhi pterigium
2. TUJUAN KHUSUS
a. Untuk mengetahui angka pterigium di Kabupaten Langkat
b. Untuk mengetahui pengaruh faktor umur terhadap angka pterigium di
Kabupaten Langkat
c. Untuk mengetahui pengaruh faktor pekerjaan terhadap angka pterigium
di Kabupaten Langkat
d. Untuk mengetahui pengaruh riwayat keluarga terhadap angka pterigium
di Kabupaten Langkat
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


e. Untuk mengetahui pengaruh lamanya aktivitas diluar rumah terhadap
angka pterigium di Kabupaten Langkat
f. Untuk mengetahui pengaruh merokok terhadap angka pterigium di
Kabupaten
Langkat
g. Untuk mengetahui pengaruh riwayat memakai topi atau kacamata
terhadap angka pterigium di Kabupaten Langkat .

1.4. MANFAAT PENELITIAN


1. Dengan penelitian ini dapat dibuat pemetaan tentang pterigium di
Kabupaten Langkat
2. Dapat dibuat kebijakan yang berkaitan dengan penatalaksanaan pterigium
yang dapat menurunkan angka pterigium di Kabupaten Langkat








Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN


2.1 KERANGKA TEORI

2.1.1 Definisi pterigium
Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang
tumbuh dari arah konjungtiva menuju cornea pada daerah interpalbera .Pterigium
pertumbuhan berbentuk sayap pada conjungtiva bulbi . Asal kata pterigium adalah
dari bahasa Yunani , yaitu pteron yang artinya wing atau sayap . Insiden pterigium
cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah equator , yaitu 13,1 %.
1,2,3,4,5, 6,7,8,9

2.1.2 Epidemiologi
Pterigium tersebar diseluruh dunia , tetapi lebih banyak didaerah iklim panas
dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering . Faktor yang sering
mempengaruhi adalah daerah dekat equator , yakni daerah <37
0
lintang utara dan
selatan dari equator . Prevalensi tinggi sampai 22 % di daerah dekat equator dan
kurang dari 2 % pada daerah diatas 40
o
lintang .
4
Pasien dibawah umur 15 tahun
jarang terjadi pterigium .Prevalensi pterigium meningkat dengan umur , terutama
dekade ke 2 dan 3 dari kehidupan .Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49 tahun .
Rekuren lebih sering pada umur muda dari pada umur tua . Laki laki 4 kali lebih
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok , pendidikan rendah dan
riwayat exposure lingkungan diluar rumah.
2,4
2.1.3 Faktor Resiko
4
Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi
ultraviolet sinar matahari , iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor
herediter .
1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterigium adalah ekspoure
sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi cornea dan conjungtiva menghasilkan
kerusakan sel dan proliferasi sel .Letak lintang , waktu diluar rumah , penggunaan
kacamata dan topi juga merupakan faktor penting
2. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium
dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan
pterigium , kemungkinan diturunkan autosom dominan.
3 . Faktor lain.
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer cornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi , dan saat ini merupakan teori baru phatogenesis dari pterigium . Wong
juga menunjukkan adanya pterigium angiogenesis factor dan penggunaan
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu , kelembapan yang rendah ,
dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu , dry eye dan virus papilloma juga
penyebab dari pterigium.

2.1.4 Pathogenesis
Etiology pterigium tidak diketahui dengan jelas. Namun karena lebih sering
pada orang yang tinggal di daerah ikim panas. Maka gambaran yang paling diterima
tentang hal tersebut adalah respon terhadap factor factor lingkungan seperti paparan
terhadap matahari ( ultra violet ), daerah kering, inflamasi , daerah angin kencang
dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan kojungtiva
pada fissura interpalpebralis disebabkan oleh karena kelainan tear film bisa
menimbulkan pertumbuhan fibroblastic baru merupakan salah satu teori. Tingginya
insiden pterigium pada daerah dingin, iklim kering medukung teori ini
1
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor suppressor gene pada limbal
basal stem cell. Tanpa apoptosis , transforming growth factor beta overproduksi dan
menimbulkan proses collagenase meningkat , sel sel bermigrasi dan angiogenesis .
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi colagen dan terlihat jaringan subepithelial
fibrovascular . Jaringan sub conjungtiva terjadi degenerasi elastoic dan proliferasi
jaringan granulasi vascular dibawah epithelium yang akhirnya menembus cornea .
Kerusakan pada cornea terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


jaringan fibrovaskullar , sering dengan inflamasi ringan . Epithel dapat normal , tebal
atau tipis dan kadang terjadi dysplasia .
1,7,10
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epithel cornea .Pada keadaan
defiensi limbal stem sel , terjadi conjungtivalization pada permukaan cornea .Gejala
dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan conjungtiva ke cornea , vaskularisasi ,
inflamasi kronis , kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik
.Tanda ini juga ditemukan pada pterigium dan karena itu banyak penelitian
menunjukan bahwa pterigium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi
localized interpalpebral limbal stemsel . Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi
kerusakan stem sel di daerah interpalpebra.
4
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterigium menunjukkan perubahan
phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan
konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblas conjungtiva normal. Lapisan fibroblas
pada bagian pterigium menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan .Pada fibroblas
pterigium menunjukkan matrix metalloproteinase , dimana matrix metalloproteinase
adalah extraselular matrix yang berfungsi untuk jaringan yang rusak , penyembuhan
luka , mengubah bentuk dan fibroblast pterigium bereaksi terhadap TGF (
transforming growth factor ) berbeda dengan jaringan conjungtiva normal , bFGF
( basic fibrobloast growth factor ) yang berlebihan , TNF ( tumor necrosis factor
) dan IGF II . Hal ini menjelaskan bahwa pterigium cenderung terus tumbuh ,
invasi ke stroma cornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.
4

Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Dengan menggunakan anterior segmen fluorescein angiografi ditemukan
peningkatan area nonperfusi dan penambahan pembuluh darah di nasal limbus selama
fase awal pterigium .Sirkulasi CD 34
+
MNCs dan c kit
+
MNCs meningkat pada
pterigium dibanding dgn konjungtiva normal . Cytokin lokal dan sistemik , SP (
SubstanceP ) , VEGF ( Vascular endothelial Growth Factor ) dan SCF ( Stem Cell
Factor ) pada pterigium meningkat , berhubungan dengan CD 34
+
dan C kit
+
MNC .
Hal ini menunjukan pada pterigium terlibat pertumbuhan Endothelial Progenitor
Cells ( EPCs ) dan hypoksia ocular yang merupakan faktor pencetus neovascularisasi
dengan mengambil EPCs yang berasal dari sumsum tulang melalui produksi cytokin
lokal dan sistemik .
12

Secara histopatologi dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukan
proliferasi fibrotik yang menyimpang dibawah epitel pterigium , dengan epithel yang
meluas ke stroma . Pemisahan sel sel epitel pterigium menunjukan epithel dikelilingi
sel sel fibroblast yang aktif . Karakteristik dari E cadherin , penumpukan
catenin di intranuklear dan lymphoid factor -1 meningkat pada epitel pterigium . Sel
epitel meluas ke stroma pada SMA / vimentin dan cytokeratin 14 .
Kesimpulannya bahwa epithel mesenchymal transition terlibat dalam patogenesis
pterigium . Catenin meningkat pada pterigium dan PFC ( Pterygial fibroblast )
dibandingkan pada conjungtiva normal . Catenin berperan penting dalam
pathogenesis pterigium
13 , 14
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


2.1.5 Differential Diagnosa
Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama yaitu
pinguecula dan pseudopterigium . Bentuknya kecil , meninggi , masaa kekuningan
berbatasan dengan limbus pada conjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang
kadang terinflamasi . Tindakan excisi tidak diindikasikan . Prevalensi dan insiden
meningkat dengan meningkatnya umur . Pingecuela sering pada iklim sedang dan
iklim tropis dan angka kejadian sama pada laki laki dan perempuan . Exposure sinar
ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguecula .
2,4,7,9,10
Pertumbuhan yang mirip dengan pterigium , pertumbuhannya membentuk
sudut miring seperti pseudopterigium atau Terrien s marginal degeneration .
Pseudopterigium mirip dengan pterigium , dimana fibrovascular scar yang timbul
pada conjungtiva bulbi menuju cornea . Berbeda dengan pterigium ,
pseudopterigium adalah akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti
trauma , trauma kimia , conjungtivitis sikatrik , trauma bedah atau ulcus perifer
cornea . Untuk mengidentifikasi pseudopterigium , cirinya tidak melekat pada limbus
cornea . Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian bawah
pseudopterigium pada limbus , dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada pterigium .
Pada pseudopterigium tidak didapat bagian head , cap dan body dan pseudopterigium
cenderung keluar dari ruang interpalpebra fissure yang berbeda dengan true
pterigium
2,4 ,6,7

Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Differensial diagnosa pada pterigium sangat luas . Massa pada limbus seperti
papilloma , squamous sel karsinoma , melanoma konjungtiva dan pagetoid atau
sebaceous karsinoma . Lesi yang jarang seperti kista epithel , pyogenic granuloma ,
keratoacanthoma , adenoma , fibroma , fibrochondroma , fibrous histiocytoma ,
angioma , lyphangioma , kaposi sarcoma , alveolar endothelioma , neurolemmoma ,
maligna schwanoma , mycosis fungoides , juvenille xanthagranuloma , leukemia ,
episclera osseous choristoma , ectopic lacrimal tissue , lipoma , amyloid , blue nevus ,
nevus and limbal dermoid . Namun lesi tersebut mudah dibedakan dengan pterigium
.
2,10
2.1.6 Gambaran Klinis
Pterigum lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja diluar rumah.
Muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea
pada daerah fissure interpalpebralis. Deposit besi dapa dijumpai pada bagian epitel
kornea anterior dari kepala pterigium ( stokers line)
7 ,9
Kira kira 90 % pterigium terletak didaerah nasal . Nasal dan temporal
pterigium dapat terjadi sama pada mata , temporal pterigium jarang ditemukan .
Kedua mata sering terlibat ,tetapi jarang asimetris .Perluasan pterigium dapat sampai
medial dan lateral limbus sehingga menutupi visual axis , menyebabkan penglihatan
kabur .
2,

4 , 10
Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body , apex ( head ) dan cap .
Bagian segitiga yang meninggi pada pterigium dengan dasarnya kearah kantus
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


disebut body,sedangkan bagian atasnya disebut apex ,dan kebelakang disebut
cap . A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas
pinggir pterigium.
2, 6,7
Pterigium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi 2 type yaitu progresif dan
regresif pterigium :
4
-
Progresif pterigium : tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di
cornea di depan kepala pterigium ( disebut cap dari pterigium )
-
Regresif pterigium : tipis , atrofi , sedikit vascular .Akhirnya menjadi
membentuk membran tetapi tidak pernah hilang .
Pada fase awal pterigium tanpa gejala , tetapi keluhan kosmetik . Gangguan
penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai daerah pupil atau menyebabkan cornea
astigmatisma menyebabkan pertumbuhan fibrosis pada tahap regresif . Kadang
terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.
1,2,3,4, 5,6,7,9
Pterigium dapat dibagi kedalam beberapa type :
9
1. Type I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker line atau deposit besi dapat
dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterigium. Lesi sering asimptomatis,
meskipun sering mengalami infamasi ringan . Pasien yang memakai lensa
kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat.
2. Type II ; mentupi kornea sampai 4 mm dapat primer atau rekuren setelah
operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


3. Type III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi
yang luas khususnya pada kasus rekuren , dapat berhubungan dengan
fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan
gangguan pergerakan bola mata.

Pterigium juga dibagi dalam 4 derajat yaitu :
5
1. Derajat 1 : J ika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
2. Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus cornea tetapi tidak lebih dari
2 mm melewati Kornea
3. Derajat 3 : Jika pterigium sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata ,dalam keadaan cahaya normal ( pupil dalam keadaan
normal sekitar 3 4 mm)
4. Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.

Pterigium dibagi berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episclera di pterigium
dan harus diperiksa dengan slitlamp :
3
1. T 1 ( atrofi ) : pembuluh darah episcleral jelas terlihat
2. T 2 ( intermediate ) : pembuluh darah episclera sebagian terlihat
3. T 3 ( fleshy , opaque ) pembuluh darah tidak jelas


Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


2.1.7 Penatalaksanaan
Keluhan photofobia dan mata merah dari pterigium ringan sering di tangani
dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topical seperti lubrikans,
vasokonsriktor dan kortikoseroid digunakan secara aman untuk menghilangkan
gejala jika digunakan secara benar terutama pada derajat 1 dan 2 atau type 1.
Untuk mencegah progresifitas beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kaca
mata pelindung ultraviolet.
2,5, 9 ,10
Indikasi untuk pterigium excisi termasuk ketidaknyamanan yang menetap
,gangguan penglihatan , ukurannya >3 4 mm dan pertumbuhan yang progresif
menuju tengah cornea atau visual axis dan adanya gangguan pergerakan bola
mata .
1

Eksisi pterigium bertujuan untuk mencapai keadaan normal , gambaran
permukaan bola mata yang licin . Tekhnik bedah yang sering digunakan untuk
mengangkat pterigium menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi
pterigium kearah limbus . Walaupun memisahkan pterigium dengan bare sclera ke
arah bawah pada limbus lebih disukai , namun ini tidak penting untuk
memisahkan jaringan tenon secara berlebihan di daerah medial , karena kadang
kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma tidak sengaja didaerah
jaringan otot . Setelah eksisi . kauter sering digunakan untuk mengontrol
perdarahan .

Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Beberapa pilihan untuk menutup luka termasuk :
1
1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau benang absorbable digunakan untuk
melekatkan konjungtiva ke superfisial sclera didepan insersi rectus
.Meninggalkan suatu daerah sclera terbuka ( tekhnik ini ,
bagaimanapun tingkat rekuren 40 50 % )

2. Simple closure : Pinggir dari conjungtiva yang bebas di jahit bersama ( efektif
jika hanya defek konjungtiva sangat kecil )
3. Sliding Flap : Suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka untuk membentuk flap
conjungtiva , untuk menutup luka
4. Rotational Flap: Insisi bentuk U dibuat disekitar luka untuk membentuk lidah
dari conjungtiva yang diputar untuk menutup luka
5. Conjungtiva Graft : Suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior ,
dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan di jahit.
6. Amnion Membran transplantasi : mengurangi freekwensi rekuren pterigium ,
mengurangi fibrosis atau scar pada permukaan bola mata dan penelitian baru
mengungkapkan menekan TGF pada konjungtiva dan fibroblas pterigium .
Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi
rekuren tetapi jarang digunakan
7. Lamellar keratoplasty , excimer laser phototherapeutic keratectomi dan terbaru
dengan menggunakan gabungan angiostatic steroid .
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


2.1.8 Komplikasi
10
Komplikasi pterigium termasuk :
-
Distorsi dan penglihatan sentral berkurang
-
Merah
-
Iritasi
-
Scar (parut ) kronis pada konjungtiva dan kornea
-
Pada pasien yang belum excisi , scar pada otot rectus medial yang dapat
menyebabkan diplopia
-
Pada pasien dengam pterigium yang telah dieksisi , scar atau disinsersi
otot rektus medial dapat juga menyebabkan diplopia
Komplikasi post eksisi pterigium adalah :
-
Infeksi , reaksi bahan jahitan ( benang ) , diplopia , scar cornea ,
conjungtiva graft longgar ,dan komplikasi yang jarang termasuk perforasi
bola mata , vitreous hemorrhage atau retinal detachment
-
Penggunaan mytomicin C post operasi dapat menyebabkan ectasia atau
melting pada sklera dan kornea
-
Komplikasi yang terbanyak pada eksisi pterigium adalah rekuren
pterigium postoperasi.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Simple excisi mempunyai tingkat rekuren yang tinggi kira
kira 50 80 % . Dapat dikurangi dengan tekhnik conjungtiva autograft
atau amnion graft
-
Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan epithel
diatas pterigium yang ada .

2.1.9 Prognosa
10
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik . rasa
tidak nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi ,
kebanyakan pasien setelah 48 jam postop dapat beraktivitas kembali . Pasien
dengan rekuren pterigium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan
conjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion .
Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterigium seperti riwayat
keluarga atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai
kacamata sunblock dan mengurangi terpapar sinar matahari.




Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


2.2 STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN
LANGKAT
- 13

Kabupaten Langkat merupakan satu daerah yang berada di daerah
Sumatera Utara . Secara Geografis Kabupaten Langkat berada pada 3
0
14
4
o
13 Lintang Utara 97
o
52 98
0
45 Bujur Timur dan 4 105 m dari
permukaan laut .
11
Kabupaten Langkat menempati area seluas 6.263.29 km
2
( 626.329
ha ) yang terdiri dari 23 kecamatan dan 226 desa serta 34 kelurahan definitif.
Area Kabupaten Langkat disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh
Tamiang dan Selat Malaka di sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten
Karo di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh tenggara / Tanah
Alas , dan disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang .
11
Seperti pada umumnya daerah daerah Sumatera Utara lainnya ,
Kabupaten Langkat termasuk daerah yang beriklim tropis . Sehingga daerah
ini memiliki 2 musim yaitu musim kemarau dan musim hujan .
11
Berdasarkan angka hasil Sensus penduduk tahun 2002 , penduduk
Kabupaten Langkat berjumlah 1.027.414 jiwa dengan kepadatan penduduk
sebesar 164,04 jiwa per km
2

11
Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Langkat adalah 3 buah
Rumah Sakit Umum ( RSU ) milik pemerintah dan 1 buah Rumah Sakit
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


swasta. Sarana kesehatan di tingkat kecamatan dan pedesaan di Kabupaten
Langkat cukup memadai . Pada tahun 2007 tercatat ada 28 buah Puskesmas ,
146 Puskesmas Pembantu dan 1256 Pos Yandu yang tersebar disetiap
kecamatan .
11
Tenaga Medis Pemerintah yang tersedia di Kabupaten Langkat ada
100 orang dokter umum , 31 orang dokter gigi dan 12 dokter spesialis . Untuk
dokter spesialis mata sampai saat ini 1 orang.
11





Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Tabel jumlah puskesmas , pustu , balai pengobatan , rumah bersalin dan posyandu di
setiap kecamatan di Kabupaten Langkat

Kecamatan Puskesm
as
Puskesmas
pembantu
Balai
Pengobatan
Rumah
Bersalin
Pos Yandu
Bahorok 2 7 9 0 22
Salapian 2 11 10 1 25
Sei Bingei 2 10 8 2 16
Kuala 1 7 7 0 18
Selesai 1 10 2 1 13
Binjai 1 4 3 2 7
Stabat 2 9 12 2 10
Wampu 1 8 4 1 13
Batang Serangan
1

7

4

2

8
Sawit Seberang
1

5

2

0

5
Padang Tualang 1

7

3

0

10

Hinai 1 9 9 1 50
Secanggang 3 10 5 0 15
Tanjung Pura 1 7 2 0 19
Gebang 1 9 2 0 10
Babalan 2 5 7 1 8
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Sei Lepan 1 4 1 0 14
Brandan Barat
1

6

7

1

7
Besitang 1 10 11 0 11
Pangkalan Susu 2 8 4 0 17
Serapit
Kutambaru
Pematang J aya
J umlah Total 28 153 110 14 260
Tabel 2. Sarana / Pelayanan Kesehatan Kabupaten Langkat
(Sumber BPS. Prop. Sumut 2008)
11










Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


BAB III
KERANGKA KONSEP , DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESA
3.1 KERANGKA KONSEP
Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan
dan mengarahkan asumsi mengenai elemen elemen yang diteliti .Berdasarkan dari
rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang dan dari tinjauan
kepustakaan yang ada , maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut :
KERANGKA KONSEP














UMUR

PEKERJAAN
RIWAYAT
KELUARGA
AKTIVITAS
DILUAR RUMAH
MEROKOK
P
T
E
R
I
G
I
U
M
RIWAYAT
MEMAKAI TOPI
ATAU KACAMATA
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


3.2 DEFINISI OPERASIONAL
- PterIgium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskuler berbentuk segitiga yang
tumbuh
dari arah konjungtiva menuju cornea pada daerah interpalpebra
- Umur adalah usia responden berdasarkan ulang tahun terakhir
- Pekerjaan adalah mata pencaharian responden berdasarkan rata rata responden
terpapar
sinar matahari yang di bagi 5 tingkat yaitu :
Tingkat 0 =pekerja pabrik , pelajar , ibu rumahtangga , pegawai pemerintahan
(di kantor, Bukan di lapangan ) ,guru , perawat
Tingkat 1 = pengusaha , pekerja swasta
Tingkat 2 =peternak , pekerja harian , petani karet , pedagang keliling
Tingkat 3 =supir
Tingkat 4 =nelayan , petani , pencari kayu , pekerja bangunan , buruh kasar ,
pekerja perkebunan .
- Riwayat keluarga adalah riwayat keluarga responden yang menderita
pterigium
- Aktivitas diluar rumah adalah lamanya responden berada diluar ruangan
berhubungan dengan terpaparnya sinar matarhari
- Merokok adalah kebiasaan responden pernah atau tidak pernah menghisap
rokok atau Cerutu
- Riwayat memakai topi atau kacamata adalah riwayat responden memakai topi
atau kaca mata selama aktivitas diluar rumah
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan Cross
Sectional atau potong lintang yang bersifat deskriptif , artinya subjek yang
diamati baik pada saat monitoring biologik dan pengukuran faktor faktor yang
mempengaruhi dinilai dengan pengamatan pada saat bersamaan atau dengan satu
kali pengamatan / pengukuran

4.2 PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Kabupaten Langkat oleh karena merupakan
daerah dataran rendah dengan penentuan sampel secara purposive . Daerah
dataran rendah paparan sinar matahari lebih tinggi ,sesuai dengan salah satu
penyebab pterigium oleh karena terpaparnya sinar ultra violet .Sehingga dapat
diasumsikan akan terdapat jumlah penderita pterIgium yang tinggi .

4.3 POPULASI PENELITIAN
Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang ada diwilayah kerja
sepuluh (10 ) kecamatan terpilih yang ada di Kabupaten Langkat yang sesuai
dengan kriteria penilitian . Selanjutnya dilakukan pemeriksaan seluruh
masyarakat kecamatan terpilih di wilayah kerja secara sampling
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


4.4 BESAR SAMPEL
Untuk mendapatkan data yang representative yang mewakili
Kabupaten Langkat, maka sampel diambil dari 10 kecamatan yang terpilih.
Besarnya sample adalah jumlah penduduk dari 10 kecamatan yang terpilih
yang dianggap mewakili satu Kabupaten yang ada di wilayah kerja, jumlah sampel
yang akan diambil, dihitung dengan rumus sampling Cluster yaitu :


n =


Dimana : n = Jumlah sampel minimal yang akan diambil dalam
penelitian ini .
N = Jumlah populasi seluruh penduduk di Kabupaten Langkat .
Z = Nilai baku normal dari tabel Z , yang besarnya tergantung
pada nilai
Yang ditentukan untuk = 0,05 , Z =1,96

Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


c =Varians Populasi
( ai +P mi ) = ai - 2 P ai mi +P mi

n - 1

P = Proporsi Pterigium ai

mi
G = Galat pendugaan =tingkat ketepatan =( ditetapkan oleh
peneliti )
=2 %
M = Rerata kejadian pterigium = Mi


n

mi = Jumlah penduduk per kecamatan
ai = Jumlah taksiran petrygium per kecamatan
n = jumlah kecamatan




Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Berdasarkan rumus tersebut di atas jumlah sampel untuk masing masing
kecamatan yaitu:
Tabel distribusi sampel untuk masing masing kecamatan terpilih
Kecamatan
Jumlah
Penduduk
(mi)
Banyak
Ptergium
(ai) mi*mi ai*ai ai*mi
G = 2
%
Stabat 82018 10662 6726952324 113685494 874503802 74
Hinai 23549 3061 554555401 9371986 72092202 21
Secanggang 67571 8784 4565840041 77162697 593559205 61
Selesai 30494 3964 929884036 15715040 120884925 27
Kuala 19045 2476 362712025 6129833 47152563 17
Babalan 62905 8178 3957039025 66873960 514415073 57
Binjei 20527 2669 421357729 7120946 54776505 18
Gebang 24345 3165 592679025 10016276 77048273 22
Padang
Tualang 52162 6781 2720874244 45982775 353713652 47
Selapian 51114 6645 2612640996 44153633 339643329 46
433730 56385 23444534846 396212639 3047789530 390





P 0,13
Varian 140460566,6
Rerata 62569,2
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


4.5 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Kriteria Inklusi :
-
Semua penderita pterigium pada satu atau kedua mata
-
Usia penderita >`15 tahun
-
Bersedia ikut dalam penelitian
Kriteria Eksklusi :
-
Penderita yang menyerupai pterigium ( pinguecuela ,pseudopterigium ,
pasien dengan tumor jinak dan keganasan di conjungtiva )
-
Usia pendeita <15 tahun
-
Tidak bersedia ikut dalam penelitian

4.6 IDENTIFIKASI VARIABEL
- Variabel terikat adalah pterIgium
- Variabel bebas adalah :
- pekerjaan
- umur
- merokok
- riwayat keluarga
- aktivitas di luar rumah
- riwayat memakai topi atau kacamata


Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


4.7 BAHAN ALAT
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Pensil
2. Penghapus
3. Kertas Kwesioner
4. Senter
5. Loop
6. Anastesi tetes mata
7. Fenicol 1 % tetes mata
8. Muscle hook

4.8. JALANNYA PENELITIAN DAN CARA KERJA
Pengumpulan data menggunakan suatu formulir kwesioner yang berisi data
karakteristik dari sampel , sarana dan prasarana didaerah penelitian . Daerah
penelitian untuk Kabupaten Langkat diwakili oleh 10 kecamatan dengan beberapa
Desa terpilih setelah survey pendahuluan . Peneliti akan mengunjungi seluruh Unit
Pelayanan Kesehatan di wilayah penelitian yang terdiri dari Puskesmas Induk dan
Puskesmas Pembantu , dimana dengan kerjasama lintas sektoral melalui Kecamatan ,
Lurah dan Kepala Lingkungan yang berada di wilayah Kabupaten Langkat .
Kemudian peneliti menentukan jadwal pemeriksaan yang sebelumnya berkoordinasi
dengan kepala puskesmas yang bertugas di wilayah penelitian , lalu penderita dengan
keluhan atau penyakit mata dikumpulkan disuatu tempat dan waktu tertentu ,
kemudian peneliti akan memeriksa langsung sampel dan menseleksi penderita
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


pterigium . Jumlah sampel yang belum mencukupi dilakukan pemeriksaan langsung
ke rumah rumah pada lingkungan yang terpilih dengan dibantu oleh kepala lingkugan
.Peneliti akan tinggal di wilayah penelitian sampai seluruh jumlah sampel tercapai .
Data yang terkumpul akan disimpan dan dikomputerisasi dengan menggunakan
software Microsoft Excel.

4.9 LAMA PENELITIAN
Lama penelitian diperkirakan 3 bulan seperti pada tabel dibawah




BULAN Februari 09 Juli 09 Agustus 09 Desember 09
Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Usulan
Penelitian

Penelitian
Penyusunan
Laporan

Presentasi
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


4.10 ANALISA DATA
Analisa data dilakukan secara dan disajikan dalam bentuk tabulasi data dan uji
regresi logistic untuk melihat faktor faktor yang mempengaruhi

4.11 PERSONAL PENELITIAN
Peneliti : Laszuarni
Pembantu penelitian : Christina Bangun , Reni Guspita , Cut Nori,
Jeni Rahmalita , Kahermasari , Meriana
Rasyid
4.12. PERTIMBANGAN ETIKA
1. Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat bagian ilmu
penyakit mata
FK-USU/ RSUP H.Adam malik Medan. Penelitian ini telah disetujui oleh
rapat
Komite Etika PPKRM Fakultas Kedokteran USU
2. Persetujuan medik dan kerahasiaan
Penelitian ini melibatkan langsung pasien pterigium yang ada diwilayah
penelitian,sehingga membutuhkan kerjasama lintas sektoral dalam bentuk tembusan
surat izin untuk melakukan penelitian kepada intansi terkait seperti dinas kesehatan
kota/ Kabupaten , Puskesmas , Camat , Kepolisian , serta Aparat Desa setempat .



Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


4.13. BIAYA PENELITIAN
Biaya penelitian ini ditanggung sendiri oleh peneliti












Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


ALUR PENELITIAN



















SAMPEL
REGISTRASI
USIA >15 TAHUN

ANAMNESE
PEMERIKSAAN
PTERIGIUM
Kriteria Eksklusi:
1. < 15 Tahun
2. Pseudopterigi
um ,massa
conjungtiva
3. Tidak
bersedia ikut
penelitian






Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.






Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini berbentuk survey bersifat deskriptif analitik yang dilakukan
pada tanggal 13 Juli 2009 sampai tanggal 20 Agustus 2009 pada 10 kecamatan di
Kabupaten Langkat dengan jumlah responden 2419 orang.
Jumlah penduduk yang diperiksa setiap kecamatan adalah sebagai berikut:
Kecamatan Secanggang 549 orang , Kecamatan Stabat 306 orang , Kecamatam
Babalan 467 orang , Kecamatan Selesai 252 orang , Kecamatan Gebang 112 orang
,Kecamatan Binjei 160 orang , Kecamatan Kuala 239 orang , Kecamatan Padang
Tualang 125 orang , Kecamatan Selapian 138 orang , Kecamatan Hinai 71 orang.
Hal ini sesuai dengan rumus pengambilan sampel , di mana jumlah
sampel yang diambil sesuai dengan rumus cluster sampling dengan Propotional
Allocation Methode.







Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Data umum sampel
1. Usia
Tabel 5.1.1.1 Distribusi sampel berdasarkan usia
UMUR
(TAHUN)
PRIA % WANITA % JUMLAH %
15 20 51 2,1 43 1,8 94 3,9
21 30 47 1,9 65 2,7 112 4,6
31 40 85 3,5 114 4,7 119 8,2
41 50 200 8,3 214 8,8 414 17,1
51 60 236 9,8 358 14,8 594 24,6
60 517 21,4 489 20,2 1006 41,6
TOTAL 1136 47 1283 53 2419 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa distribusi sampel berdasarkan usia
ditemukan adanya jumlah sampel yang tinggi pada usia >60 tahun . Dikarenakan
sampel yang mengalami gangguan pada mata sering pada usia diatas 60 tahun




Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


2. Jenis Kelamin
Tabel 5.1.1.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin
Penduduk Secanggang Stabat Babalan Selesai Gebang Binjei Kuala Pdg
Tualang
Selapian Hinai
Jenis
kelamin
L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P
Jumlah 292 257 148 158 231 236 128 124 50 62 43 117 85 1
5
4
54 71 64 74 41 30
Total 549 306 467 252 112 160 239 125 138 71


Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata rata setiap kecamatan terdapat
jumlah jenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada laki laki . Sesuai dengan
jumlah penduduk di Indonesia lebih banyak perempuan daripada lakilaki.







Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


3. Tingkat pendidikan
Tabel 5.1.1.3 Distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan
PENDIDIKAN PRIA % WANITA

% JUMLAH %
TIDAK SEKOLAH 165 6,8 146 6,0 311 12,9
SD 629 26 562 23,2 1191 49,2
SLTP 152 6,3 131 5,4 283 11,7
SLTA 158 6,5 403 16,7 561 23,2
Akademi / Perguruan
tinggi
32 2,8 41 3,2 73 3,0
TOTAL 1136 47 1283 53 2419 100

Dari tabel 5.1.1.3 terlihat bahwa sampel yang tidak sekolah sebesar 311 orang
( 12,9 % ) , dan sebagian besar mempunyai tingkat pendidikan sekolah dasar yaitu
sebesar 1191 orang ( 49,2% ) , sedangkan yang mempunyai jenjang pendidikan
sampai akademi / perguruan tinggi hanya 73 orang ( 3,0 % )






Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


4. Suku
Tabel 5.1.1.4 Distribusi sampel berdasarkan suku
SUKU

JENIS KELAMIN JUMLAH
PRIA WANITA
n % n % n %
JAWA 619 25,
6
735 30,
4
1354 56
MELAYU 288 11,
9
276 11,
4
564 23,
3
BANJAR 79 3,3 90 3,7 169 7
BATAK 63 2,6 72 3,0 135 5,6
KARO 13 0,5 35 1,4 48 2,0
MANDAILIN
G
15 0,6 7 0,3 22 0,9
SUKU
LAINNYA
59 2,4 68 2,8 127 5,3
TOTAL 113
6
47 1283 53 2419 100

Dari tabel 5.1.1.4 didapat sampel terbanyak adalah suku Jawa sebesar 1354
orang ( 56%) sedangkan urutan ke dua adalah suku Melayu sebesar 564 orang ( 23,3
% ) . Hal ini disebabkan suku Jawa banyak bertransmigrasi ke Kabupaten Langkat
dan suku Melayu merupakan penduduk asli di Kabupaten Langkat.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


5. Pekerjaan
Tabel 5.1.1.5 Distribusi sampel berdasarkan pekerjaan
PEKERJ AAN J ENIS KELAMIN J UMLAH
PRIA WANITA
n % n % n %
Tingkat
0
107 4,4 553 22,9 660 27,
3
Tingkat
1
99 4,1 48 2,0 147 6,1
Tingkat
2
36 1,5 31 1,3 67 2,8
Tingkat
3
8 0,3 0 0 8 0,3
Tingkat
4
886 36,6 651 26,9 1537 63,
5
Total 1136 47 606 1283 2419 100

Dari tabel 5.1.1.5 pekerjaan dibagi dalam tingkat yang sesuai
dengan lamanya pekerjaan dilakukan yang berhubungan dengan terpaparnya sinar
matahari . Sampel terbanyak adalah tingkat 4 sebesar 1537 orang (63,5 % )
.Pembagian tingkat tersebut adalah sebagai berikut :
Tingkat 0 adalah Ibu rumah tangga , pelajar , Pegawai Negri Sipil ( bukan
di lapangan ) , guru , perawat
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Tingkat 1 adalah wiraswasta , pedagang
Tingkat 2 adalah peternak , pedagang keliling , pegawai lapangan
Tingkat 3 adalah supir
Tingkat 4 adalah nelayan , petani , buruh kasar , kuli bangunan , pekerja di
perkebunan
5.1.2 Data prevalensi pterigium
1. Prevalensi pterigium berdasarkan umur
Tabel 5.1.2.1 Sebaran pterigium berdasarkan umur
UMUR TIDAK PTERGIUM PTERiGIUM TOTAL
n % n % n %
16 - 20 91 96,8 3 3,2 94 100
21- 30 96 85,7 16 14,3 112 100
31 - 40 123 61,8 76 38,2 199 100
41 50 306 73,9 108 26,1 414 100
51 - 60 475 80 119 20 594 100
60 910 90,5 96 9,5 1006 100
TOTAL 2001 82,87 418 17,3 2419 100
P value < 0,005

Dari tabel 5.1.2.1 terdapat prevalensi pterigium terbesar pada kelompok umur
31 -40 tahun sebanyak 76 orang dari 199 orang( 38,2 % ) . Sedangkan yang terkecil
pada kelompok umur 16 20 tahun sebanyak 3 orang dari 94 orang ( 3,2 % ).
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


2. Prevalensi pterigium berdasarkan pekerjaan

Tabel 5.1.2.2 Prevalensi pterigiumberdasarkan pekerjaan
PEKERJAAN TIDAK PTERIGIUM PTERIGIUM TOTAL
n % n % n %
Tingkat 0 548 83 112 17 660 100
Tingkat 1 129 87,8 18 12,2 147 100
Tingkat 2 24 35,8 43 64,2 67 100
Tingkat 3 6 75 2 25 8 100
Tingkat 4 1294 84,2 243 15,8 1537 100
TOTAL 2001 82,7 418 17,3 2419 100
P value < 0,005


Dari tabel 5.1.2.2 terdapat jumlah pterigium terbesar pada kelompok
pekerjaan tingkat 4 sebesar 243 orang dibandingkan dengan jumlah sampel
pterigium dari kelompok tingkat pekerjaan yang lain . Namun dari prevalensi
terbesar pada kelompok pekerjaan tingkat 2 sebanyak 64,2 % ( 43 dari 67
orang).



Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


3. Prevalensi pterigium berdasarkan aktivitas diluar ruangan
Tabel 5.1.2.3 Prevalensi pterigium berdasarkan aktivitas diluar ruangan
AKTIVITAS
DI LUAR
RUANGAN
TIDAK PTERIGIUM PTERIGIUM TOTAL
n % n % n %
< = 5 jam 1215 87 186 13 1401 100
> 5 jam 786 77 232 23 1018 100
Total 2001 82,7 418 17,3 2419 100
P value <0,005

Tabel 5.1.2.3 menunjukkan sampel yang mempunyai aktivitas di luar ruangan >
dari 5 jam menderita pterigium sebesar 23 %sedangkan <=5 jam menderita
pterigium sebanyak 13
4. Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat memakai topi
Tabel 5.1.2.4 Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat memakai topi
RIWAYAT
PEMAKAIAN
TOPI
TIDAK PTERIGIUM PTERIGIUM TOTAL
n % n % n %
Ya 887 83,1 180 16,9 1067 100
Tidak 1114 82,4 238 17,6 1352 100
Total 2001 82,7 418 17,3 2419 100
P value 0,636
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.



Dari tabel 5.1.2.4 terdapat prevalensi pterigium pada riwayat memakai topi
180 orang (16,9 % ) .sedangkan pada sampel riwayat tidak memakai topi terdapat
pterigium sebesar 238 orang ( 17,6 % )

5. Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat memakai kacamata
Tabel 5.1.2.5 Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat memakai kacamata
RIWAYAT
MEMAKAI
KACAMATA
TIDAK PTERIGIUM PTERIGIUM TOTAL
n % n % n %
Ya 245 88,4 32 11,6 277 100
Tidak 1756 82 386 18 2142 100
Total

2001 82,7 418 17,3 2419 100
P value 0,007


Dari tabel 5.1.2.5 pada sampel yang mempunyai riwayat memakai kacamata
terdapat pterigium sebanyak 32 orang ( 28,3 % ) sedangkan pada sampel yang
riwayat tidak memakai kacamata terdapat pterigium sebanyak 386 orang ( 40 % )


Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


6. Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat merokok
Tabel 5.1.2.6 Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat merokok
RIWAYAT
MEROKOK
TIDAK
PTERIGIUM
PTERIGIUM TOTAL
n % n % n %
Merokok 923 87,6 131 12,4 1054 100
Tidak
merokok
1078 79 287 21 1365 100
Total 2001 82,7 418 17,3 2419 100
P value <0,005

Dari tabel 5.1.2.6 pada sampel riwayat merokok terdapat pterigium sebesar
131 orang (12,4 % ) sedangkan , pada sampel riwayat tidak merokok terdapat
pterigium sebesar 287 orang ( 21 % )








Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


7. Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat keluarga
Tabel 5.1.2.7 Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat keluarga
RIWAYAT
KELUARGA
TIDAK
PTERIGIUM
PTERIGIUM TOTAL
n % n % n %
Ya 88 59,5 60 40,5 148 100
Tidak 1953 84,2 358 15,8 2271 100
Total 2001 82,7 418 17,3 2419 100
P value <0,005

Dari tabel 5.1.2.7 pada sampel yang mempunyai riwayat keluarga yang
menderita pterigium terdapat prevalensi pterigium sebanyak 60 orang ( 40,5) ,
pada sampel yang tidak mempunyai riwayat keluarga terdapat pterigium
sebesar 358 orang ( 15,8 % )








Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


8. Prevalensi pterigium secara umum
Tabel 5.1.2.8 Prevalensi pterigium dan estimasi populasi

Dari tabel 5.1.2.7 dapat dilihat bahwa prevalensi pterigiumadalah 17, 3 % sedangkan
prevalensi berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki sebesar 12, 9 % dan perempuan
sebesar 21
RESPONDEN TOTAL =2419 LAKI-LAKI = 1136 PEREMPUAN = 1283
n % n % n %
Pterigium 418 17,3 147 12,9 271 21
Estimasi pada CI 95% ( 15,8 ; 18,8 ) ( 11,6 ; 14,2 ) ( 20,2 ; 21,8 )
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


5.1.3 Data pterigium
1. Sebaran pterigium berdasarkan umur
Tabel 5.1.3.1 sebaran pterigium berdasarkan umur
Umur Dua mata Satu mata Total
n % n % n %
16 20 1 0,3 2 0,5 3 0,7
21- 30 5 1,2 11 2,6 16 3,9
31 40 41 9,8 35 8,4 76 18
41 50 69 16,5 39 9,3 108 26
51 60 84 20 35 8,3 119 28,4
> 60 63 15 33 7,9 96. 23
TOTAL 263 63 155 37 418 100

Dari tabel 5.1.3.1 terdapat jumlah pterigium tertinggi pada kelompok
umur 51-60 sebanyak 119 orang ( 28, 4 % ) dengan pterigium bilateral
sebanyak 84 orang dan unilateral 35 orang



Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


2. Sebaran pterigium berdasarkan pekerjaan
Tabel 5.1.3.2 Tabel sebaran pterigium berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Dua mata Satu mata Total
n % n % n %
Tingkat 0 63 15 49 11,7 112 26,8
Tingkat 1 9 2,6 9 2,6 18 4,3
Tingkat 2 25 5,9 18 4,3 43 10,3
Tingkat 3 2 0,4 0 0 2 0,4
Tingkat 4 164 39,2 79 18,9 243 58,1
Total 263 63 155 37 418 100

Dari tabel di5.1.3.2 terdapat sampel pterigium tertinggi pada pekerjaan
tingkat 4 sebanyak 243 orang ( 58,1 % ) dengan jumlah bilateral 164 orang dan
unilateral 79 orang .








Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


3.Sebaran pterigium berdasarkan aktivitas diluar rumah
Tabel 5.1.3.3 Sebaran pterigium berdasarkan aktivitas diluar rumah
Aktivitas
Diluar rumah
Dua mata Satu mata Total
N % n % n %
< = 5 jam 123 29 63 15 186 44
> 5 jam 140 34 92 22 232 56
Total 263 63 155 37 418 100

Dari tabel 5.1.3.3 terdapat sampel pterigium sebanyak 186 ( 44 % ) orang
pada sampel yang mempunyai aktivitas diluar rumah <5 jam dengan bilateral 123
orang dan unilateral 63 orang .Sampel pterigium yang mempunyai riwayat aktivitas
diluar ruangan >5 jam sebanyak 232 orang dengan bilateral 140 orang dan unilateral
92 orang .

Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


4. Sebaran pterigium berdasarkan riwayat memakai topi
Tabel 5.1.3. 4 Sebaran pterigium berdasarkan riwayat memakai topi

Riwayat
Memakai
Topi
Dua mata Satu mata Total
n % n % n %
Ya 123 29,5 57 13,6 180 43,1
Tidak 140 33,5 98 23,4 238 56,9
Total 263 63 155 37 418 100

Dari tabel 5.1.3.4 terdapat 238 orang ( 56,9 % ) sampel pterigium riwayat tidak
memakai topi , bilateral 140 orang dan unilateral 98 orang. Sedangkan pada
sampel pterigium yang mempunyai riwayat memakai topi sebanyak 180 orang
( 43,1 % ) , bilateral 123 orang dan unilateral 57 orang.

Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


5.Sebaran pterigium berdasarkan riwayat memakai kacamata
Tabel 5.1.3.5 Sebaran type pterigium berdasarkan riwayat memakai
kacamata
Riwayat
Memakai
Kacamata
Dua mata Satu mata Total
n % n % n %
Ya 21 5,3 11 2,6 32 7,7
Tidak 242 57,7 144 34,4 386 92,3
Total 263 63 155 37 418 100

Dari tabel 5.1.3.5. dari sampel pterigium yang mempunyai riwayat memakai
kacamata terdapat 32 orang pterigium ( 7,7 % ) , sedangkan pada sampel
pterigium yang tidak memakai kacamata terdapat 386 orang , bilateral 242
orang dan unilatreral 144 orang







Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


6. Sebaran pterigium berdasarkan riwayat merokok
Tabel 5.1.3.6 Sebaranp terygium berdasarkan riwayat merokok
Riwayat
Merokok
Dua mata Satu mata Total
n % n % n %
Ya 81 19,5 50 11,9 131 32
Tidak 182 43,5 105 25,1 287 68
Total 263 63 155 37 418 100

Dari tabel 5.1.3.6 sampel pterigium yang mempunyai riwayat merokok
sebesar 131 orang ( 32 % ) , sedangkan yang tidak mempunyai riwayat
merokok sebanyak 287 orang .

7. Type pterigium berdasarkan riwayat keluarga
Tabel 5.1.3.7 Tabel pterigium berdasarkan riwayat keluarga yang menderita
pterigium
Riwayat
Keluarga
Dua mata Satu mata Total
n % n % n %
Ya 38 9 22 5,2 60 14,3
Tidak 225 54 133 31,8 358 85,7
Total 263 63 155 37 418 100

Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Dari tabel 5.1.3.7 sampel pterigium yang mempunyai riwayat keluarga yang
menderita pterigium sebanyak 60 orang , bilateral 38 orang dan unilateral 22
orang. Sedangkan sampel pterigium yang tidak mempunyai riwayat keluarga
sebesar 358 orang , bilateral 225 orang dan unilateral 133 orang

5.1.4 Karakteristik Pterigium
1. Derajat Pterigium
Tabel 5.1.4.1 Karakteristik Pterigium berdasarkan derajat pterigium
Derajat Mata kanan Mata Kiri Total
n % n % n %
Derajat 1
Derajat 2
Derajat 3
Derajat 4
Total
123
166
60
9
358
18,1
24,5
8,9
1,3
52,8
90
152
68
10
320
13,3
22,4
10
1,5
47,2
213
318
128
19
678
31,4
46,9
18,9
2,8
100

Dari tabel 5.1.4.1 terdapat derajat pterigium paling besar pada derajat 2
sebanyak 318 , 166 pada mata kanan dan 152 pada mata kiri


Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


2. Lokasi Pterigium
Tabel 5.1.4.2 Tabel karakteristik pterigium berdasarkan lokasi









Dari tabel 5.1.4.3 terdapat lokasi petrygium terbesar pada nasal , mata kanan
332 dan kiri 287.









Lokasi
Pterigium
Mata kanan Mata Kiri Total
n % n % n %
Nasal
Temporal
Duplex
Total
332
9
17
358
48
1,3
2,5
52,8
287
26
7
320
42,3
3,8
1
47,2
619
35
24
678
91,3
5,2
3,5
100
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

1. Data Umum
Dari tabel 5.1.1.1 menunjukkan bahwa usia responden terbanyak usia
>60 tahun yaitu 1006 orang dan yang paling sedikit usia 16 - 20 tahun yaitu
94 orang . Rata rata umur peserta penelitian ini adalah 56,78 .Jumlah wanita lebih
banyak yaitu 1283 orang ( 53 % ) dan pria sebanyak 1136 orang (47 % )
, hal ini sesuai dengan distribusi penduduk Indonesia dimana wanita lebih banyak
dari pria. Dan tabel 5.1.1.2 menunjukkan jumlah laki laki dan perempuan pada
masing masing kecamatan .
Berdasarkan tabel 5.1.1.3 tingkat pendidikan terbanyak adalah
Sekolah Dasar yaitu 1191 orang dan tidak sekolah 311 orang . Ini
menunjukkan bahwa sebagian penduduk mempunyai tingkat pendidikan yang
rendah.
Sebahagian besar sampel terdiri atas suku Jawa sebesar 1354 orang (
56 % ) , Melayu 564 orang ( 23, 3 % ) , Banjar 169 orang ( 7 % ) dan suku
lainnya . Suku Jawa banyak di Kabupaten Langkat dikarenakan Langkat adalah
daerah transmigrasi .
Pada tabel 5.1.1.5 tampak sebahagian besar sampel mempunyai
pekerjaan di luar ruangan , di mana terbanyak pada tingkat 4 yaitu 1537 (63,5
%) dan yang bekerja di dalam ruangan tingkat 0 sebanyak 660 orang 27 ,3 %


Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


2. Prevalensi Pterigium
Berdasarkan tabel 5.1.2.1 prevalensi pterigium dijumpai paling tinggi
pada kelompok usia 31 40 tahun yaitu 76 orang dari 117 orang ( 65 % ) ,
sedangkan yang terkecil pada kelompok 16 -20 tahun yaitu 9,1 %. Hal ini
sesuai dengan epidemiologi pterigium prevalensi meningkat dengan umur ,
terutama pada dekade 2 dan 3 dari kehidupan dan insiden tinggi pada umur
antara 20 dan 49 tahun . Dan jarang pada kelompok usia dibawah 20 tahun.
2 ,4

Dari tabel 5.1.2. 2 terdapat jumlah pterigium yang paling besar pada
kelompok pekerjaan tingkat 4 sebesar 243 orang. Namun dari prevalensi
menurut kelompok umur terbesar pada kelompok pekerjaan tingkat 2 sebanyak
64,2 % ( 43 dari 67 orang ). Hal ini sesuai dengan faktor resiko pterigium
adalah exposure sinar matahari .
4
Kelompok pekerjaan tingkat 4 adalah petani ,
nelayan , buruh kasar , pekerja perkebunan , pekerja bangunan .
Dari tabel 5.1.2.3 menunjukkan prevalensi pterigium lebih besar pada
sampel yang mempunyai aktivitas diluar ruangan > 5 jam sebesar 23 %
sedangkan prevalensi yang mempunyai aktivitas diluar ruangan <5 jam sebesar
13 % . Hal ini sesuai dengan faktor resiko pterigium yaitu terpapar sinar
matahari, lamanya waktu diluar rumah , iritasi kronik dari bahan tertentu di
udara .
4
Dari tabel 5.1.2.4 terdapat prevalensi pterigium sampel riwayat
memakai topi 180 orang ( 16, 9 % ) , sedangkan pada sampel dengan riwayat
tidak memakai topi sebesar 238 orang ( 17 , 6 % ). Dari tabel 5.1.2.5
menunjukkan sampel yang mempunyai riwayat memakai kacamata terdapat
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


pterigium sebanyak 32 orang ( 28,3 % ) sedangkan sampel yang riwayat tidak
memakai kacamata terdapat pterigium sebesar 386 orang (40%). Riwayat
memakai topi dan kacamata menurut teori dapat mengurangi resiko pterigium.
4
Dari tabel 5.1.2.6. terdapat prevalensi pterigium sebesar 131 orang (
12,4 % ) pada sampel riwayat merokok , sedangkan pada sampel dengan
riwayat tidak merokok sebesar 287 orang ( 21 % ). Merokok merupakan faktor
resiko pterigium pada laki laki , namun pada peneliitian ini merokok tidak
berpengaruh karena sampel pterigium lebih banyak pada wanita yang mana
wanita jarang mempunyai riwayat merokok .Dan merokok kurang berpengaruh
pada pterigium.
3
Dari tabel 5.1.2.7 terdapat prevalensi pterigium pada sampel dengan
riwayat keluarga yang menderita pterigium sebesar 40 , 5 % ( 60 dari 88 orang )
, sedangkan pada sampel yang tidak mempunyai riwayat keluarga menderita
pterigium sebesar 15 , 8 % (358 dari 1953 orang ). Riwayat keluarga atau
faktor genetik merupakan faktor resiko pterigium , menurut suatu penelitian
pterigium diturunkan autosom dominan.
4
Dari tabel 5.1.2.8 prevalensi pterigium adalah 17,3 % ( 95 % CI 15,8
18,8 ) , prevalensi berdasarkan jenis kelamin , pria adalah 12,9 % ( 95 % CI
11,9 14,2 ) dan wanita adalah 21 % ( 95 % CI 20,2 21,8 ) . Menurut teori
pterigium lebih banyak pada laki laki
2,4.
Namun pada penelitian ini lebih besar
prevalensi pterigium wanita daripada pria.


Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


3. Karakteristik Penderita Pterigium
Dari tabel 5.1.3.1 menunjukkan bahwa penderita pterigium paling
banyak pada kelompok usia 51 60 tahun sebanyak 119 orang ( 28,4 % )
dengan pterigium bilateral 84 orang dan unilateral 35 orang . Dan penderita
pterigium yang paling sedikit pada kelompok usia 16 20 tahun . sebesar 0,7
% . Dari penelitian ini terdapat prevalensi diatas usia 40 tahun sebesar 77,4 % ,
dibawah 40 tahun sebesar 22,6 % .
Dari tabel 5.1.3.2 menunjukkan pterigium paling tinggi pada
kelompok pekerjaaan tingkat 4 sebanyak 58 ,1 % dengan bilateral 164 orang
dan unilateral 79 orang. Dan yang paling sedikit pada kelompok pekerjaan
tingkat 3 sebesar 0,4 % . Hal ini sesuai dengan faktor resiko pterigium exposure
sinar matahari .pekerjaan tingkat 4 adalah pekerjaan yang banyak terkena sinar
matahari.
1,2,3,4,6,7,8

Dari tabel 5.1.3.3 menunjukkan pterigium pada sampel yang
mempunyai aktivitas diluar rumah >5 jam sebesar 56 % ( 232 dari 418 orang )
sedangkan yang mempunyai aktivitas diluar rumah <5 jam sebesar 44 % ( 186
dari 418 orang ) . Penelitian di riau menunjukkan bahwa pterigium meningkat
pada sampel yang beraktivitas >5 jam
3
Dari tabel 5.1.3.4 menunjukkan pterigium dengan riwayat memakai
topi 43 ,1 % dan riwayat yang tidak memakai topi sebesar 56,9 % .Ada sedikit
perbedaan namun tidak besar . Penelitian di Australia 2 kali lebih banyak
pterigium tanpa memakai topi
2
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Dari tabel 5.1.3.5 menunjukkan rata rata penderita pterigium tidak
memakai kacamata yaitu sebesar 92,3 %. Dari tabel ini riwayat memakai
kacamata berpengaruh untuk tidak terjadi pterigium , karena hanya 7,7 % ( 32
orang dari 418 orang ). Di Australia 9 kali lebih banyak penderita pterigium
tanpa riwayat memakai kacamata di luar rumah .
2
Dari tabel 5.1.3.6 menunjukkan penderita pterigium dengan riwayat
merokok sebesar 32 % ( 131 orang ) sedangkan yang tidak merokok sebesar 68
% ( 287 orang ) . Hal ini menunjukkan merokok kurang berpengaruh dalam
resiko pterigium
Dari tabel 5. 1.3. 7 menunjukkan penderita pterigium yang
mempunyai riwayat keluarga sebesar 60 orang ( 14,3 % ) sedangkan yang tidak
mempunyai riwayat keluarga sebesar 358 orang ( 85,7 % ) . Hal ini tampak
bahwa riwayat keluarga kurang berpengaruh terhadap pterigium.


4. Gambaran Karakteristik Lesi Pterigium
Dari tabel 5.1.4.1 dapat dilihat bahwa jumlah semua pterigium baik
satu atau dua mata sebanyak 678 , mata kanan 358 ( 52 , 8 % ) dan mata kiri
320 ( 47,2 % ). Derajat pterigium yang banyak dijumpai adalah derajat 2 (
Pterigium sudah melewati limbus cornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati
kornea ) sebesar 46,6 % .Lokasi yang terbanyak adalah nasal 91,3 % , temporal
5,2 % dan Duplex 3,5 % .

Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


VII .
KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN
1. Prevalensi pterigium di Kabupaten Langkat adalah 17 ,3 % ( 95 % CI 15,8
18,8 ) .
Secara geografi Kabupaten Langkat berada pada 3 14 ' 4 13' Lintang
Utara
97 52' 98 45 ' Bujur timur dan 4 105 m dari permukaan laut .
Sebahagian besar
penduduk Kabupaten Langkat bekerja diluar ruangan rata rata bermata
pencaharian
petani dan nelayan yang sangat lama terpapar dengan sinar matahari .
2. Pada penelitian ini faktor usia , pekerjaan , aktivitas di luar rumah , riwayat
keluarga ,
dan merokok berpengaruh terhadap prevalensi pterigium , dimana secara
statistik
bermakna p value <0,005
3. Riwayat memakai topi dan kacamata tidak berpengaruh terhadap prevalensi
Pterigium di Kabupaten Langkat .Secara statistik p value >0,005
4. Pterigium dapat mengenai satu atau dua mata , namun di Kabupaten Langkat
lebih
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


banyak mengenai dua mata . Mata kanan dan kiri jumlahnya hanya sedikit
berbeda .
Derajat yang terbanyak adalah derajat 2 . Lokasi yang terbanyak dijumpai di
nasal.

2 . SARAN
1. Untuk mengurangi penderita pterigium dapat diberikan penyuluhan kepada
masyarakat mengenai pengertian dari pterigium , faktor resiko dan pencegahannya.
Masyarakat terutama para pekerja yang lama terkena sinar matahari ,angin dan debu
untuk memakai pelindung kepala seperti topi dan pelindung mata seperti kacamata .
Penyuluhan dapat dilakukan di puskesmas , pos yandu , tempat peribadatan dan
sarana yang lainnya
2. Melakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan di puskesmas agar dapat
mengetahui pteryguim tahap awal , dan memberikan pengobatan sedini mungkin .
Dan merujuk pasien pterigium tahap lanjut yang sudah melewati kornea ke dokter
spesialis mata agar tidak terjadi kebutaan akibat pterigium dan sikatrik kornea yang
permanen.






Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology , Basic and Clinical Science
Course , section 8 , External Disease and Cornea , 2005 -2006 , p: 344 &
405
2. Waller G.Stephen , Adams P Antony , Pterigium , Duane s Clinical
Ophthalmology , Chapter 35 , Vol : 6 : Revised Edition , Lippincot
Williams & Wilkins , 2004 , p : 1 10
3. Gazzard G , Saw S M , Farook M , Koh D , Wijaya D , et all ,
Pterigium in Indonesia : prevalence , severity and risk factors , British
Journal of Ophthalmology , 2002 , p : 1 12
4. T H Tan Donald et all , Pterigium , Clinical Ophthalmology An Asian
Perspective , Chapter 3.2 , Saunders Elsevier , Singapore ,2005 , p : 207
214
5. D Gondhowiardjo Tjahjono , Simanjuntak WS Gilbert , Pterigium ,
Panduan Manajemen Klinis Perdami ,C V . Ondo ,Jakarta , 2006 , p : 56 -
58
6. Nema HV , Nema Nitin , Disease of the Conjunctiva , Text of
Ophthalmology , Chapter 11 , ,Jaypee Brothers ,New Delhi , p :125-126
7. Khurana A. K , Community Ophthalmology in Comprehesive
Ophthalmology , Fourth Edition , Chapter 20 , New Delhi , New Age
International Limited Publisher , 2007 , p : 443 -457
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


8. Riordan Paul Eva , P . Whitcher John P , Conjunctiva , Vaughan &
Asbury s Gelneral Ophthalmology , Chapter 5 , Sixtenth edition , Mc
Graw Hill , Singapore, 2004 . p : 123
9. Kanski J Jack , Pterigium , Clinical Ophthalmology a Systematic
Approach , Chapter 4 , Butterworth Heinemann Elsevier , 2007 , p : 242
245
10. Pterigium in http : //www//e.medicine
11. Sidabalok Alimuddin , Kabupaten Langkat Dalam Angka 2008 , Badan
Pusat Statistik Kabupaten Langkat .
12. Leo ,JK , Song Y S , Ha , Hs ,Park , J H , Kim MK ; Endothelial
Progenitor Cells in Pterigium Pathogenesis , in Eye , Volume 21 ,Issue 9 ,
September 2007 , Pages 1186 1193 .
13. Kato , N , Shimmura , S , Kawakita ,T , Miyashita , H , Ogawa , Y et all ;
Catenin Activation and Epithelial Mesenchymal Transition in The
Pathogenesis of Pterigium , in Investigative Ophthalmology and Visual
Science Volume 48 , issue 4 , April 2007 , Pages 1511 -1517
14. Pan , Z - J , Nie , Y , An , M X , Liang , J- W , Wu , K- L ; Catenin
Expression in Pterigium Fibroblasts , in International Journal of
Ophthalmology . Volume 8 , Issue 9 , September 2008 , Pages 1770
1772.



Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


Kuesioner
SURVEY PREVALENSI PTERIGIUM
DI KABUPATEN LANGKAT

NOMOR RESPONDEN :

I. PENGENALAN TEMPAT
1. Kabupaten / kodya :
2. Kecamatan :
3. Desa / Kelurahan :
4. Daerah : 1. Perkotaan 2. Pedesaan
5. Letak Geografis : 1. Pantai 2. Dataran rendah
3. Pegunungan 4. Dataran tinggi


II. SOSIAL DAN DEMOGRAFI
6. Nama responden :
7. Umur :
8. J enis Kelamin :
9. Suku :
10. Pendidikan yang ditamatkan: 1. Tak sekolah 2. SD

3. SLTP 4. SLTA

5. Akademi /Perguruan Tinggi

11. Pekerjaan ( mata pencaharian ) utama dilakukan :
Lama bekerja : thn.
Lokasi tempat kerja : 1. Di dalam ruangan 2. Di Luar ruangan
J ika diluar ruangan berapa jam sehari :
Apakah memakai topi 1. ya 2. tidak
Apakah memakai kaca mata pelindung 1. ya 2. tidak

12. Aktivitas lain yang dilakukan selain pekerjaan utama 1. ada 2. Tidak
J ika ada 1. J enis :
1. Didalam ruangan 2. diluar ruangan

J ika diluar ruangan berapa jam sehari :
Apakah memakai topi : 1. ya 2. tidak
Apakah memakai kaca mata pelindung : 1. ya 2. tidak


13. Apakah responden merokok
1. ya 2. tidak


Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


III . PEMERIKSAAN MATA
NO OD OS
1 PTERIGIUM
2 GRADE
3 LOKASI

IV. RIWAYAT KELUARGA
Apakah ada anggota keluarga yang lain menderita penyakit pterigium ( ayah
atau ibu ) :
a. Ya b. Tidak











Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.


LEMBAR PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN


Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :

Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitian Prevalensi Pterygium di
Kabupaten Langkat . Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta
penelitian tersebut.
Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.


Medan, ..2009
Yang memberi persetujuan
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.

Anda mungkin juga menyukai