Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
PREVALENSI PTERIGIUM DI KABUPATEN LANGKAT
TESIS
DOKTER SPESIALIS MATA
OLEH : LASZUARNI
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
PREVALENSI PTERYGIUM DI KABUPATEN LANGKAT TESIS DOKTER SPESIALIS MATA
Diseminarkan dan dipertahankan pada hari , Di hadapkan Dewan Guru Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Telah disetujui ------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 1. Dr. Delfi, SpM Kepala Bagian
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 2. Prof. Dr. H. AslimD Sihotang, SpM Ketua ProgramStudi
------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 3. Dr. H. Bachtiar , SpM Pembimbing
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul PREVALENSI PTERYGIUM DI KABUPATEN LANGKAT . Tesis ini dibuat untuk memenuhi salah satu kewajiban saya untuk memperoleh keahlian dalambidang Ilmu Penyakit Mata di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada pembimbing saya Dr. Bachtiar , SpM, Prof. Dr. H. Aslim. D. Sihotang, SpM ( KVR ) dan Drs. H. Abdul Djalil A. Arma, M.Kes yang telah banyak memberi masukan saran dan bantuan selama penulisan tesis ini. Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada yang terhormat guru guru saya : Dr. H. Mohd. Dien Mahmud, SpM, Dr. H. Chairul Bahri AD,SpM, Dr. H. Azman Tanjung, SpM, Dr. H. Abdul Gani, SpM, Prof. Dr. H. Aslim. D. Sihotang, SpM ( KVR ), Dr. Masang Sitepu SpM, Dr. Delfi, SpM, Dr. H. Bachtiar, SpM, Dr. Suratmin, SpM, Dr. Hj. Adelina Hasibuan, SpM, Dr. Hj. Nurhaida Djamil SpM, Dr, Hj. Rizafatmi, SpM, Dr. H. Syaiful Bahri, SpM, Dr. Beby Parwis SpM, Dr. Hj. Heriyanti Harahap, SpM, Dr. Hj. Aryani A. Amra, SpM, Dr. Nurchaliza SpM , Dr. Zaldi , SpM , Dr. Gede Pardianto , SpM atas pengajaran, bimbingan, kritik dan saran yang telah saya terima selama menempuh pendidikan keahlian ini.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Terima kasih kepada bapak Drs. H. Abdul Djalil Amri Arma, M.Kes dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU untuk bimbingan, masukan, dan bantuannya dalamstatistik. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada senior saya Dr. H.Hasmui,SpM, Dr. J uniarson Barus,SpM ( Alm), Dr.H.R.Handoko Pratomo,SpM, Dr.Andri Libra,SpM, Dr. Meianto Ginting,SpM, Dr. Elly TE.Silalahi,SpM, Dr. Sri Ninin Asnita,SpM, Dr.Lylys Surjani,SpM, Dr. Feriyani,SpM, Dr. Januar Sitorus,SpM, Dr. Hj.Novie Diana Sari,SpM, Dr. Masitha Dewi Sari,SpM, Dr. Raja C.Lubis,SpM, Dr. Rodiah Rahmawaty Lubis,SpM, Dr. Ira K.Siregar,SpM, Dr. Nova Ariyanti,SpM, Dr.Andriyeni,SpM, Dr. Bobby Ramses .Sitepu,SpM, Dr. T.Siti Harilza Z.,SpM, atas bimbingan yang telah diberikan kepada saya. Kepada rekan rekan sejawat peserta ProgramPendidikan Dokter Spesialis Mata dan para perawat SMF Mata RSUP. H. AdamMalik dan RSU. Dr. Pirngadi Medan yang selalu mendampingi dan saling mengingatkan saya selama menjalani pendidikan, saya mengucapkan terima kasih yang sedalam dalamnya. Kepada dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, TKP PPDS, saya ucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan keahlian ini. Kepada Pimpinan RSUP. H. AdamMalik Medan, RSU. Dr. Pirngadi Medan, RSUD. Kisaran, RSUD. Kaban J ahe, RS Tembakau Deli yang telah memberikan izin untuk menggunakan fasilitas yang ada selama saya menempuh pendidikan, juga saya ucapkan terima kasih. Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Ucapan terima kasih juga kepada Bupati dan Kadinkes Kabupaten Langkat yang telah memberikan izin dan membantu saya dalam melakukan penelitian di Kabupaten Langkat. Kepada kedua orang tua saya . H. Helmy Husein , MBA , ibunda tercinta Almarhumah Sulminar dan ibunda Hj. Cut J oli Fitri yang sangat saya cintai dan sayangi, yang telah membesarkan, mendidik dan mendukung serta memberikan semangat dan doanya kepada saya dalammenjalani pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih yang setulus tulusnya. Demikian juga kepada mertua saya H. Rusli dan Almarhumah Rostina yang saya sayangi. Terima kasih atas semua doa mama dan papa kepada saya sehingga saya dapat memperoleh gelar keahlian ini. Kepada adik adika saya Irma Akhyati SH beserta keluarga , Firzi Abdallah beserta keluarga dan Hafsiah Sakinah SS , juga saya ucapan terima kasih atas dukungannya kepada saya selama ini. Kepada suamiku yang tercinta, Dr. H. Tarmizi SpB, FINACS terima kasih atas dukungan, pengertian, dorongan, kesabaran serta pengorbanan yang telah diberikan kepada saya, selama saya menjalani pendidikan ini. Semoga Allah Swt selalu meridhoi keluarga kita. Demikian juga kepada kedua buah hati ibu : Muhammad Fadhil dan Muhammad MuTashim , terima kasih atas doa doa kalian untuk ibu dan pengorbanan anak anak ibu semuanya. Kalian semua adalah anugrah dari Allah bagi Ibu sebagai penambah semangat bagi ibu dalammenjalani pendidikan ini. Kiranya hal ini juga dapat memberikan kepada Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
kalian semua semangat untuk kalian menempuh pendidikan dalammengejar cita cita kalian semua. Kepada semua pihak yang tidak tertulis disini, yang telah banyak membantu saya baik moril maupun materil selama saya menempuh pendidikan keahlian ini, tiada kata yang saya ucapkan selain ucapan terima kasih setulus tulusnya, semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Saya menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, namun saya berharap hasil karya saya ini dapat memberikan manfaat, meskipun sekecil apapun manfaatnya dapat memberi arti dalamperkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran USU Medan.
Medan, Desember 2009 Penulis
LASZUARNI
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI........................................................ i BAB I PENDAHULUAN.......................................................... 1 1.1. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 1 1.2. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................... 3 1.3 TUJ UAN PENELITIAN ......................................................................................... 3 1.4. MANFAAT PENELITIAN .................................................................................... 4
BAB II. TINJ AUAN PUSTAKA.. ............ 5 2.1. KERANGKA TEORI ............................................................................................. 6 2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN LANGKAT................................................................................... 16
BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL ............................................. 20 3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL .......................................................................... 20 3.2. DEFENISI OPERASIONAL ................................................................................. 21
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................ 22 4.1. RANCANGAN PENELITIAN........................................................................... 22 4.2. PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN ............................................................... 22 Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
4.3. POPULASI PENELITIAN .................................................................................. 22 4.4. BESAR SAMPEL ............................................................................................... 23 4.5. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI ............................................................ 26 4.6. IDENTIFIKASI VARIABEL .............................................................................. 26 4.7. BAHAN DAN ALAT ......................................................................................... 26 4.8. J ALANNYA PENELITIAN DAN CARA KERJ A .............................................. 27 4.9. LAMA PENELITIAN ......................................................................................... 28 4.10. ANALISA DATA ................................................................................................ 28
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................................. ............ ..31
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... ............ ...56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... ............ ..58
LAMPIRAN Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pterigium adalah pertumbuhan berbentuk sayap pada conjungtiva bulbi , kelainan ini berupa pertumbuhan segitiga horisontal dari jaringan abnormal yang invasi ke cornea dari regio canthus pada conjungtiva bulbi. Berpotensi menjadi penyebab kebutaan pada pertumbuhan pterigium yang lanjut , memerlukan tindakan pembedahan untuk memperbaiki penglihatan . 1,2,3,4
Distribusi pterigium tersebar didunia tetapi sering pada daerah panas , beriklim kering . Prevalensi pada daerah equator kira kira 22 % dan kurang dari 2 % didaerah lintang diatas 40 0 . Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan frekwensi pterigium yang berhubungan dengan faktor resiko : 2
- Penelitian case control di Australia , mengidentifikasi jumlah pterigium berdasarkan faktor resiko . 44 x lebih banyak pada pasien bermukim di daerah tropis ( <dari lintang 30 o ). 11 x lebih banyak pada pekerja yang berhubungan dengan pasir ,9 x pada pasien dengan riwayat tanpa memakai kacamata atau sunglasses dan 2 x pada pasien tidak memakai topi .Penelitian lain menunjukkan frekwensi lebih tinggi pada laki laki 2
- Taylor dkk melakukan penelitian di daerah utara , pterigium hanya ditemukan pada nelayan dan pekerja di pedesaan. Penelitian ini Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
menunjukan bahwa pterigium berhubungan erat dengan exposure ultraviolet . 2
- Punjabi dkk , ultraviolet bukan penyebab utama pterigium , para pekerja yang berhubungan dengan debu menunjukkan pekerja dilingkungan dalam rumah lebih tinggi prevalensi pterigium daripada pekerja diluar rumah yang terpapapar radiasi ultraviolet . 2
- Penelitian yang lain menunjukkan pterigium pada pekerja las yang terpapapar sinar ultra violet berhubungan dengan lamanya bekerja dan insiden pterigium .Dan penelitian yang lain menunjukkan pterigium jarang pada pekerja las ( <0,5 % ) 2
- G Gazzard ,Singapore National Eye Centre ,melakukan penelitian di daerah Riau . Pterigium berhubungan dengan umur dan pekerjaan di luar rumah ( exposure sinar matahari). Prevalensi pada usia diatas 21 tahun 10 % , usia diatas 40 tahun 16,8% 3
- Chong Lye ANG dkk melakukan survey populasi suku Chinese di Tanjong pagar Singapore dengan sampel 2000 orang dewasa ,ditemukan prevalensi pterigium 6,9 % pada usia diatas 40 tahun . 4
- Prevalensi pterigium sesuai dengan Panduan Manajemen Klinis Perdami , Insidens pterigium cukup tinggi di Indonesia di daerah equator 13,1 % 5
Masalah klinis yang menjadi tantangan adalah tingginya frekwensi pterigium rekuren dan pertumbuhan yang agresif pada pterigium rekuren . Selain itu pteiygium menimbulkan keluhan kosmetik dan berpotensi mengganggu penglihatan pada Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
stadium lanjut yang memerlukan tindakan operasi untuk rehabilitasi penglihatan . Pengetahuan tentang faktor resiko , penyebab dan distribusi penyakit dapat membantu dalam menyusun strategi pencegahan . 2 ,6, 7
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH Berapa prevalensi pterigium di Kabupaten Langkat pada tahun 2009 dan faktor faktor apa saja yang mempengaruhi prevalensi pterigium
1.3. TUJUAN PENELITIAN 1. TUJUAN UMUM
Mendapatkan angka prevalensi pterigium di Kabupaten Langkat dan faktor faktor yang mempengaruhi pterigium 2. TUJUAN KHUSUS a. Untuk mengetahui angka pterigium di Kabupaten Langkat b. Untuk mengetahui pengaruh faktor umur terhadap angka pterigium di Kabupaten Langkat c. Untuk mengetahui pengaruh faktor pekerjaan terhadap angka pterigium di Kabupaten Langkat d. Untuk mengetahui pengaruh riwayat keluarga terhadap angka pterigium di Kabupaten Langkat Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
e. Untuk mengetahui pengaruh lamanya aktivitas diluar rumah terhadap angka pterigium di Kabupaten Langkat f. Untuk mengetahui pengaruh merokok terhadap angka pterigium di Kabupaten Langkat g. Untuk mengetahui pengaruh riwayat memakai topi atau kacamata terhadap angka pterigium di Kabupaten Langkat .
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1. Dengan penelitian ini dapat dibuat pemetaan tentang pterigium di Kabupaten Langkat 2. Dapat dibuat kebijakan yang berkaitan dengan penatalaksanaan pterigium yang dapat menurunkan angka pterigium di Kabupaten Langkat
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 KERANGKA TEORI
2.1.1 Definisi pterigium Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju cornea pada daerah interpalbera .Pterigium pertumbuhan berbentuk sayap pada conjungtiva bulbi . Asal kata pterigium adalah dari bahasa Yunani , yaitu pteron yang artinya wing atau sayap . Insiden pterigium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah equator , yaitu 13,1 %. 1,2,3,4,5, 6,7,8,9
2.1.2 Epidemiologi Pterigium tersebar diseluruh dunia , tetapi lebih banyak didaerah iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering . Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat equator , yakni daerah <37 0 lintang utara dan selatan dari equator . Prevalensi tinggi sampai 22 % di daerah dekat equator dan kurang dari 2 % pada daerah diatas 40 o lintang . 4 Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi pterigium .Prevalensi pterigium meningkat dengan umur , terutama dekade ke 2 dan 3 dari kehidupan .Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49 tahun . Rekuren lebih sering pada umur muda dari pada umur tua . Laki laki 4 kali lebih Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok , pendidikan rendah dan riwayat exposure lingkungan diluar rumah. 2,4 2.1.3 Faktor Resiko 4 Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar matahari , iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter . 1. Radiasi ultraviolet Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterigium adalah ekspoure sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi cornea dan conjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel .Letak lintang , waktu diluar rumah , penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor penting 2. Faktor Genetik Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterigium , kemungkinan diturunkan autosom dominan. 3 . Faktor lain. Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer cornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi , dan saat ini merupakan teori baru phatogenesis dari pterigium . Wong juga menunjukkan adanya pterigium angiogenesis factor dan penggunaan Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu , kelembapan yang rendah , dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu , dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterigium.
2.1.4 Pathogenesis Etiology pterigium tidak diketahui dengan jelas. Namun karena lebih sering pada orang yang tinggal di daerah ikim panas. Maka gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap factor factor lingkungan seperti paparan terhadap matahari ( ultra violet ), daerah kering, inflamasi , daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan kojungtiva pada fissura interpalpebralis disebabkan oleh karena kelainan tear film bisa menimbulkan pertumbuhan fibroblastic baru merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterigium pada daerah dingin, iklim kering medukung teori ini 1 Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor suppressor gene pada limbal basal stem cell. Tanpa apoptosis , transforming growth factor beta overproduksi dan menimbulkan proses collagenase meningkat , sel sel bermigrasi dan angiogenesis . Akibatnya terjadi perubahan degenerasi colagen dan terlihat jaringan subepithelial fibrovascular . Jaringan sub conjungtiva terjadi degenerasi elastoic dan proliferasi jaringan granulasi vascular dibawah epithelium yang akhirnya menembus cornea . Kerusakan pada cornea terdapat pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
jaringan fibrovaskullar , sering dengan inflamasi ringan . Epithel dapat normal , tebal atau tipis dan kadang terjadi dysplasia . 1,7,10 Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epithel cornea .Pada keadaan defiensi limbal stem sel , terjadi conjungtivalization pada permukaan cornea .Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan conjungtiva ke cornea , vaskularisasi , inflamasi kronis , kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik .Tanda ini juga ditemukan pada pterigium dan karena itu banyak penelitian menunjukan bahwa pterigium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral limbal stemsel . Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi kerusakan stem sel di daerah interpalpebra. 4 Pemisahan fibroblast dari jaringan pterigium menunjukkan perubahan phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblas conjungtiva normal. Lapisan fibroblas pada bagian pterigium menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan .Pada fibroblas pterigium menunjukkan matrix metalloproteinase , dimana matrix metalloproteinase adalah extraselular matrix yang berfungsi untuk jaringan yang rusak , penyembuhan luka , mengubah bentuk dan fibroblast pterigium bereaksi terhadap TGF ( transforming growth factor ) berbeda dengan jaringan conjungtiva normal , bFGF ( basic fibrobloast growth factor ) yang berlebihan , TNF ( tumor necrosis factor ) dan IGF II . Hal ini menjelaskan bahwa pterigium cenderung terus tumbuh , invasi ke stroma cornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi. 4
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Dengan menggunakan anterior segmen fluorescein angiografi ditemukan peningkatan area nonperfusi dan penambahan pembuluh darah di nasal limbus selama fase awal pterigium .Sirkulasi CD 34 + MNCs dan c kit + MNCs meningkat pada pterigium dibanding dgn konjungtiva normal . Cytokin lokal dan sistemik , SP ( SubstanceP ) , VEGF ( Vascular endothelial Growth Factor ) dan SCF ( Stem Cell Factor ) pada pterigium meningkat , berhubungan dengan CD 34 + dan C kit + MNC . Hal ini menunjukan pada pterigium terlibat pertumbuhan Endothelial Progenitor Cells ( EPCs ) dan hypoksia ocular yang merupakan faktor pencetus neovascularisasi dengan mengambil EPCs yang berasal dari sumsum tulang melalui produksi cytokin lokal dan sistemik . 12
Secara histopatologi dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukan proliferasi fibrotik yang menyimpang dibawah epitel pterigium , dengan epithel yang meluas ke stroma . Pemisahan sel sel epitel pterigium menunjukan epithel dikelilingi sel sel fibroblast yang aktif . Karakteristik dari E cadherin , penumpukan catenin di intranuklear dan lymphoid factor -1 meningkat pada epitel pterigium . Sel epitel meluas ke stroma pada SMA / vimentin dan cytokeratin 14 . Kesimpulannya bahwa epithel mesenchymal transition terlibat dalam patogenesis pterigium . Catenin meningkat pada pterigium dan PFC ( Pterygial fibroblast ) dibandingkan pada conjungtiva normal . Catenin berperan penting dalam pathogenesis pterigium 13 , 14 Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
2.1.5 Differential Diagnosa Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama yaitu pinguecula dan pseudopterigium . Bentuknya kecil , meninggi , masaa kekuningan berbatasan dengan limbus pada conjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang kadang terinflamasi . Tindakan excisi tidak diindikasikan . Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur . Pingecuela sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama pada laki laki dan perempuan . Exposure sinar ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguecula . 2,4,7,9,10 Pertumbuhan yang mirip dengan pterigium , pertumbuhannya membentuk sudut miring seperti pseudopterigium atau Terrien s marginal degeneration . Pseudopterigium mirip dengan pterigium , dimana fibrovascular scar yang timbul pada conjungtiva bulbi menuju cornea . Berbeda dengan pterigium , pseudopterigium adalah akibat inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti trauma , trauma kimia , conjungtivitis sikatrik , trauma bedah atau ulcus perifer cornea . Untuk mengidentifikasi pseudopterigium , cirinya tidak melekat pada limbus cornea . Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati bagian bawah pseudopterigium pada limbus , dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada pterigium . Pada pseudopterigium tidak didapat bagian head , cap dan body dan pseudopterigium cenderung keluar dari ruang interpalpebra fissure yang berbeda dengan true pterigium 2,4 ,6,7
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Differensial diagnosa pada pterigium sangat luas . Massa pada limbus seperti papilloma , squamous sel karsinoma , melanoma konjungtiva dan pagetoid atau sebaceous karsinoma . Lesi yang jarang seperti kista epithel , pyogenic granuloma , keratoacanthoma , adenoma , fibroma , fibrochondroma , fibrous histiocytoma , angioma , lyphangioma , kaposi sarcoma , alveolar endothelioma , neurolemmoma , maligna schwanoma , mycosis fungoides , juvenille xanthagranuloma , leukemia , episclera osseous choristoma , ectopic lacrimal tissue , lipoma , amyloid , blue nevus , nevus and limbal dermoid . Namun lesi tersebut mudah dibedakan dengan pterigium . 2,10 2.1.6 Gambaran Klinis Pterigum lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja diluar rumah. Muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissure interpalpebralis. Deposit besi dapa dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterigium ( stokers line) 7 ,9 Kira kira 90 % pterigium terletak didaerah nasal . Nasal dan temporal pterigium dapat terjadi sama pada mata , temporal pterigium jarang ditemukan . Kedua mata sering terlibat ,tetapi jarang asimetris .Perluasan pterigium dapat sampai medial dan lateral limbus sehingga menutupi visual axis , menyebabkan penglihatan kabur . 2,
4 , 10 Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body , apex ( head ) dan cap . Bagian segitiga yang meninggi pada pterigium dengan dasarnya kearah kantus Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
disebut body,sedangkan bagian atasnya disebut apex ,dan kebelakang disebut cap . A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterigium. 2, 6,7 Pterigium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi 2 type yaitu progresif dan regresif pterigium : 4 - Progresif pterigium : tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di cornea di depan kepala pterigium ( disebut cap dari pterigium ) - Regresif pterigium : tipis , atrofi , sedikit vascular .Akhirnya menjadi membentuk membran tetapi tidak pernah hilang . Pada fase awal pterigium tanpa gejala , tetapi keluhan kosmetik . Gangguan penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai daerah pupil atau menyebabkan cornea astigmatisma menyebabkan pertumbuhan fibrosis pada tahap regresif . Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata. 1,2,3,4, 5,6,7,9 Pterigium dapat dibagi kedalam beberapa type : 9 1. Type I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterigium. Lesi sering asimptomatis, meskipun sering mengalami infamasi ringan . Pasien yang memakai lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat. 2. Type II ; mentupi kornea sampai 4 mm dapat primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma. Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
3. Type III : mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren , dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan pergerakan bola mata.
Pterigium juga dibagi dalam 4 derajat yaitu : 5 1. Derajat 1 : J ika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea 2. Derajat 2 : Jika pterigium sudah melewati limbus cornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati Kornea 3. Derajat 3 : Jika pterigium sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata ,dalam keadaan cahaya normal ( pupil dalam keadaan normal sekitar 3 4 mm) 4. Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.
Pterigium dibagi berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episclera di pterigium dan harus diperiksa dengan slitlamp : 3 1. T 1 ( atrofi ) : pembuluh darah episcleral jelas terlihat 2. T 2 ( intermediate ) : pembuluh darah episclera sebagian terlihat 3. T 3 ( fleshy , opaque ) pembuluh darah tidak jelas
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
2.1.7 Penatalaksanaan Keluhan photofobia dan mata merah dari pterigium ringan sering di tangani dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topical seperti lubrikans, vasokonsriktor dan kortikoseroid digunakan secara aman untuk menghilangkan gejala jika digunakan secara benar terutama pada derajat 1 dan 2 atau type 1. Untuk mencegah progresifitas beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kaca mata pelindung ultraviolet. 2,5, 9 ,10 Indikasi untuk pterigium excisi termasuk ketidaknyamanan yang menetap ,gangguan penglihatan , ukurannya >3 4 mm dan pertumbuhan yang progresif menuju tengah cornea atau visual axis dan adanya gangguan pergerakan bola mata . 1
Eksisi pterigium bertujuan untuk mencapai keadaan normal , gambaran permukaan bola mata yang licin . Tekhnik bedah yang sering digunakan untuk mengangkat pterigium menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterigium kearah limbus . Walaupun memisahkan pterigium dengan bare sclera ke arah bawah pada limbus lebih disukai , namun ini tidak penting untuk memisahkan jaringan tenon secara berlebihan di daerah medial , karena kadang kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma tidak sengaja didaerah jaringan otot . Setelah eksisi . kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan .
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Beberapa pilihan untuk menutup luka termasuk : 1 1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau benang absorbable digunakan untuk melekatkan konjungtiva ke superfisial sclera didepan insersi rectus .Meninggalkan suatu daerah sclera terbuka ( tekhnik ini , bagaimanapun tingkat rekuren 40 50 % )
2. Simple closure : Pinggir dari conjungtiva yang bebas di jahit bersama ( efektif jika hanya defek konjungtiva sangat kecil ) 3. Sliding Flap : Suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka untuk membentuk flap conjungtiva , untuk menutup luka 4. Rotational Flap: Insisi bentuk U dibuat disekitar luka untuk membentuk lidah dari conjungtiva yang diputar untuk menutup luka 5. Conjungtiva Graft : Suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior , dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan di jahit. 6. Amnion Membran transplantasi : mengurangi freekwensi rekuren pterigium , mengurangi fibrosis atau scar pada permukaan bola mata dan penelitian baru mengungkapkan menekan TGF pada konjungtiva dan fibroblas pterigium . Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan 7. Lamellar keratoplasty , excimer laser phototherapeutic keratectomi dan terbaru dengan menggunakan gabungan angiostatic steroid . Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
2.1.8 Komplikasi 10 Komplikasi pterigium termasuk : - Distorsi dan penglihatan sentral berkurang - Merah - Iritasi - Scar (parut ) kronis pada konjungtiva dan kornea - Pada pasien yang belum excisi , scar pada otot rectus medial yang dapat menyebabkan diplopia - Pada pasien dengam pterigium yang telah dieksisi , scar atau disinsersi otot rektus medial dapat juga menyebabkan diplopia Komplikasi post eksisi pterigium adalah : - Infeksi , reaksi bahan jahitan ( benang ) , diplopia , scar cornea , conjungtiva graft longgar ,dan komplikasi yang jarang termasuk perforasi bola mata , vitreous hemorrhage atau retinal detachment - Penggunaan mytomicin C post operasi dapat menyebabkan ectasia atau melting pada sklera dan kornea - Komplikasi yang terbanyak pada eksisi pterigium adalah rekuren pterigium postoperasi. Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Simple excisi mempunyai tingkat rekuren yang tinggi kira kira 50 80 % . Dapat dikurangi dengan tekhnik conjungtiva autograft atau amnion graft - Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan epithel diatas pterigium yang ada .
2.1.9 Prognosa 10 Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik . rasa tidak nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi , kebanyakan pasien setelah 48 jam postop dapat beraktivitas kembali . Pasien dengan rekuren pterigium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan conjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion . Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterigium seperti riwayat keluarga atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi terpapar sinar matahari.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
2.2 STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN LANGKAT - 13
Kabupaten Langkat merupakan satu daerah yang berada di daerah Sumatera Utara . Secara Geografis Kabupaten Langkat berada pada 3 0 14 4 o 13 Lintang Utara 97 o 52 98 0 45 Bujur Timur dan 4 105 m dari permukaan laut . 11 Kabupaten Langkat menempati area seluas 6.263.29 km 2 ( 626.329 ha ) yang terdiri dari 23 kecamatan dan 226 desa serta 34 kelurahan definitif. Area Kabupaten Langkat disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang dan Selat Malaka di sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Karo di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh tenggara / Tanah Alas , dan disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang . 11 Seperti pada umumnya daerah daerah Sumatera Utara lainnya , Kabupaten Langkat termasuk daerah yang beriklim tropis . Sehingga daerah ini memiliki 2 musim yaitu musim kemarau dan musim hujan . 11 Berdasarkan angka hasil Sensus penduduk tahun 2002 , penduduk Kabupaten Langkat berjumlah 1.027.414 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 164,04 jiwa per km 2
11 Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Langkat adalah 3 buah Rumah Sakit Umum ( RSU ) milik pemerintah dan 1 buah Rumah Sakit Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
swasta. Sarana kesehatan di tingkat kecamatan dan pedesaan di Kabupaten Langkat cukup memadai . Pada tahun 2007 tercatat ada 28 buah Puskesmas , 146 Puskesmas Pembantu dan 1256 Pos Yandu yang tersebar disetiap kecamatan . 11 Tenaga Medis Pemerintah yang tersedia di Kabupaten Langkat ada 100 orang dokter umum , 31 orang dokter gigi dan 12 dokter spesialis . Untuk dokter spesialis mata sampai saat ini 1 orang. 11
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Tabel jumlah puskesmas , pustu , balai pengobatan , rumah bersalin dan posyandu di setiap kecamatan di Kabupaten Langkat
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
BAB III KERANGKA KONSEP , DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESA 3.1 KERANGKA KONSEP Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen elemen yang diteliti .Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang dan dari tinjauan kepustakaan yang ada , maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut : KERANGKA KONSEP
UMUR
PEKERJAAN RIWAYAT KELUARGA AKTIVITAS DILUAR RUMAH MEROKOK P T E R I G I U M RIWAYAT MEMAKAI TOPI ATAU KACAMATA Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
3.2 DEFINISI OPERASIONAL - PterIgium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskuler berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju cornea pada daerah interpalpebra - Umur adalah usia responden berdasarkan ulang tahun terakhir - Pekerjaan adalah mata pencaharian responden berdasarkan rata rata responden terpapar sinar matahari yang di bagi 5 tingkat yaitu : Tingkat 0 =pekerja pabrik , pelajar , ibu rumahtangga , pegawai pemerintahan (di kantor, Bukan di lapangan ) ,guru , perawat Tingkat 1 = pengusaha , pekerja swasta Tingkat 2 =peternak , pekerja harian , petani karet , pedagang keliling Tingkat 3 =supir Tingkat 4 =nelayan , petani , pencari kayu , pekerja bangunan , buruh kasar , pekerja perkebunan . - Riwayat keluarga adalah riwayat keluarga responden yang menderita pterigium - Aktivitas diluar rumah adalah lamanya responden berada diluar ruangan berhubungan dengan terpaparnya sinar matarhari - Merokok adalah kebiasaan responden pernah atau tidak pernah menghisap rokok atau Cerutu - Riwayat memakai topi atau kacamata adalah riwayat responden memakai topi atau kaca mata selama aktivitas diluar rumah Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan Cross Sectional atau potong lintang yang bersifat deskriptif , artinya subjek yang diamati baik pada saat monitoring biologik dan pengukuran faktor faktor yang mempengaruhi dinilai dengan pengamatan pada saat bersamaan atau dengan satu kali pengamatan / pengukuran
4.2 PEMILIHAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan di Kabupaten Langkat oleh karena merupakan daerah dataran rendah dengan penentuan sampel secara purposive . Daerah dataran rendah paparan sinar matahari lebih tinggi ,sesuai dengan salah satu penyebab pterigium oleh karena terpaparnya sinar ultra violet .Sehingga dapat diasumsikan akan terdapat jumlah penderita pterIgium yang tinggi .
4.3 POPULASI PENELITIAN Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang ada diwilayah kerja sepuluh (10 ) kecamatan terpilih yang ada di Kabupaten Langkat yang sesuai dengan kriteria penilitian . Selanjutnya dilakukan pemeriksaan seluruh masyarakat kecamatan terpilih di wilayah kerja secara sampling Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
4.4 BESAR SAMPEL Untuk mendapatkan data yang representative yang mewakili Kabupaten Langkat, maka sampel diambil dari 10 kecamatan yang terpilih. Besarnya sample adalah jumlah penduduk dari 10 kecamatan yang terpilih yang dianggap mewakili satu Kabupaten yang ada di wilayah kerja, jumlah sampel yang akan diambil, dihitung dengan rumus sampling Cluster yaitu :
n =
Dimana : n = Jumlah sampel minimal yang akan diambil dalam penelitian ini . N = Jumlah populasi seluruh penduduk di Kabupaten Langkat . Z = Nilai baku normal dari tabel Z , yang besarnya tergantung pada nilai Yang ditentukan untuk = 0,05 , Z =1,96
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
c =Varians Populasi ( ai +P mi ) = ai - 2 P ai mi +P mi
n - 1
P = Proporsi Pterigium ai
mi G = Galat pendugaan =tingkat ketepatan =( ditetapkan oleh peneliti ) =2 % M = Rerata kejadian pterigium = Mi
n
mi = Jumlah penduduk per kecamatan ai = Jumlah taksiran petrygium per kecamatan n = jumlah kecamatan
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Berdasarkan rumus tersebut di atas jumlah sampel untuk masing masing kecamatan yaitu: Tabel distribusi sampel untuk masing masing kecamatan terpilih Kecamatan Jumlah Penduduk (mi) Banyak Ptergium (ai) mi*mi ai*ai ai*mi G = 2 % Stabat 82018 10662 6726952324 113685494 874503802 74 Hinai 23549 3061 554555401 9371986 72092202 21 Secanggang 67571 8784 4565840041 77162697 593559205 61 Selesai 30494 3964 929884036 15715040 120884925 27 Kuala 19045 2476 362712025 6129833 47152563 17 Babalan 62905 8178 3957039025 66873960 514415073 57 Binjei 20527 2669 421357729 7120946 54776505 18 Gebang 24345 3165 592679025 10016276 77048273 22 Padang Tualang 52162 6781 2720874244 45982775 353713652 47 Selapian 51114 6645 2612640996 44153633 339643329 46 433730 56385 23444534846 396212639 3047789530 390
P 0,13 Varian 140460566,6 Rerata 62569,2 Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
4.5 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI Kriteria Inklusi : - Semua penderita pterigium pada satu atau kedua mata - Usia penderita >`15 tahun - Bersedia ikut dalam penelitian Kriteria Eksklusi : - Penderita yang menyerupai pterigium ( pinguecuela ,pseudopterigium , pasien dengan tumor jinak dan keganasan di conjungtiva ) - Usia pendeita <15 tahun - Tidak bersedia ikut dalam penelitian
4.6 IDENTIFIKASI VARIABEL - Variabel terikat adalah pterIgium - Variabel bebas adalah : - pekerjaan - umur - merokok - riwayat keluarga - aktivitas di luar rumah - riwayat memakai topi atau kacamata
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
4.7 BAHAN ALAT Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pensil 2. Penghapus 3. Kertas Kwesioner 4. Senter 5. Loop 6. Anastesi tetes mata 7. Fenicol 1 % tetes mata 8. Muscle hook
4.8. JALANNYA PENELITIAN DAN CARA KERJA Pengumpulan data menggunakan suatu formulir kwesioner yang berisi data karakteristik dari sampel , sarana dan prasarana didaerah penelitian . Daerah penelitian untuk Kabupaten Langkat diwakili oleh 10 kecamatan dengan beberapa Desa terpilih setelah survey pendahuluan . Peneliti akan mengunjungi seluruh Unit Pelayanan Kesehatan di wilayah penelitian yang terdiri dari Puskesmas Induk dan Puskesmas Pembantu , dimana dengan kerjasama lintas sektoral melalui Kecamatan , Lurah dan Kepala Lingkungan yang berada di wilayah Kabupaten Langkat . Kemudian peneliti menentukan jadwal pemeriksaan yang sebelumnya berkoordinasi dengan kepala puskesmas yang bertugas di wilayah penelitian , lalu penderita dengan keluhan atau penyakit mata dikumpulkan disuatu tempat dan waktu tertentu , kemudian peneliti akan memeriksa langsung sampel dan menseleksi penderita Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
pterigium . Jumlah sampel yang belum mencukupi dilakukan pemeriksaan langsung ke rumah rumah pada lingkungan yang terpilih dengan dibantu oleh kepala lingkugan .Peneliti akan tinggal di wilayah penelitian sampai seluruh jumlah sampel tercapai . Data yang terkumpul akan disimpan dan dikomputerisasi dengan menggunakan software Microsoft Excel.
4.9 LAMA PENELITIAN Lama penelitian diperkirakan 3 bulan seperti pada tabel dibawah
BULAN Februari 09 Juli 09 Agustus 09 Desember 09 Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Usulan Penelitian
Penelitian Penyusunan Laporan
Presentasi Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
4.10 ANALISA DATA Analisa data dilakukan secara dan disajikan dalam bentuk tabulasi data dan uji regresi logistic untuk melihat faktor faktor yang mempengaruhi
4.11 PERSONAL PENELITIAN Peneliti : Laszuarni Pembantu penelitian : Christina Bangun , Reni Guspita , Cut Nori, Jeni Rahmalita , Kahermasari , Meriana Rasyid 4.12. PERTIMBANGAN ETIKA 1. Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat bagian ilmu penyakit mata FK-USU/ RSUP H.Adam malik Medan. Penelitian ini telah disetujui oleh rapat Komite Etika PPKRM Fakultas Kedokteran USU 2. Persetujuan medik dan kerahasiaan Penelitian ini melibatkan langsung pasien pterigium yang ada diwilayah penelitian,sehingga membutuhkan kerjasama lintas sektoral dalam bentuk tembusan surat izin untuk melakukan penelitian kepada intansi terkait seperti dinas kesehatan kota/ Kabupaten , Puskesmas , Camat , Kepolisian , serta Aparat Desa setempat .
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
4.13. BIAYA PENELITIAN Biaya penelitian ini ditanggung sendiri oleh peneliti
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
ALUR PENELITIAN
SAMPEL REGISTRASI USIA >15 TAHUN
ANAMNESE PEMERIKSAAN PTERIGIUM Kriteria Eksklusi: 1. < 15 Tahun 2. Pseudopterigi um ,massa conjungtiva 3. Tidak bersedia ikut penelitian
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berbentuk survey bersifat deskriptif analitik yang dilakukan pada tanggal 13 Juli 2009 sampai tanggal 20 Agustus 2009 pada 10 kecamatan di Kabupaten Langkat dengan jumlah responden 2419 orang. Jumlah penduduk yang diperiksa setiap kecamatan adalah sebagai berikut: Kecamatan Secanggang 549 orang , Kecamatan Stabat 306 orang , Kecamatam Babalan 467 orang , Kecamatan Selesai 252 orang , Kecamatan Gebang 112 orang ,Kecamatan Binjei 160 orang , Kecamatan Kuala 239 orang , Kecamatan Padang Tualang 125 orang , Kecamatan Selapian 138 orang , Kecamatan Hinai 71 orang. Hal ini sesuai dengan rumus pengambilan sampel , di mana jumlah sampel yang diambil sesuai dengan rumus cluster sampling dengan Propotional Allocation Methode.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Data umum sampel 1. Usia Tabel 5.1.1.1 Distribusi sampel berdasarkan usia UMUR (TAHUN) PRIA % WANITA % JUMLAH % 15 20 51 2,1 43 1,8 94 3,9 21 30 47 1,9 65 2,7 112 4,6 31 40 85 3,5 114 4,7 119 8,2 41 50 200 8,3 214 8,8 414 17,1 51 60 236 9,8 358 14,8 594 24,6 60 517 21,4 489 20,2 1006 41,6 TOTAL 1136 47 1283 53 2419 100
Dari tabel diatas terlihat bahwa distribusi sampel berdasarkan usia ditemukan adanya jumlah sampel yang tinggi pada usia >60 tahun . Dikarenakan sampel yang mengalami gangguan pada mata sering pada usia diatas 60 tahun
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
2. Jenis Kelamin Tabel 5.1.1.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin Penduduk Secanggang Stabat Babalan Selesai Gebang Binjei Kuala Pdg Tualang Selapian Hinai Jenis kelamin L P L P L P L P L P L P L P L P L P L P Jumlah 292 257 148 158 231 236 128 124 50 62 43 117 85 1 5 4 54 71 64 74 41 30 Total 549 306 467 252 112 160 239 125 138 71
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata rata setiap kecamatan terdapat jumlah jenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada laki laki . Sesuai dengan jumlah penduduk di Indonesia lebih banyak perempuan daripada lakilaki.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
3. Tingkat pendidikan Tabel 5.1.1.3 Distribusi sampel berdasarkan tingkat pendidikan PENDIDIKAN PRIA % WANITA
% JUMLAH % TIDAK SEKOLAH 165 6,8 146 6,0 311 12,9 SD 629 26 562 23,2 1191 49,2 SLTP 152 6,3 131 5,4 283 11,7 SLTA 158 6,5 403 16,7 561 23,2 Akademi / Perguruan tinggi 32 2,8 41 3,2 73 3,0 TOTAL 1136 47 1283 53 2419 100
Dari tabel 5.1.1.3 terlihat bahwa sampel yang tidak sekolah sebesar 311 orang ( 12,9 % ) , dan sebagian besar mempunyai tingkat pendidikan sekolah dasar yaitu sebesar 1191 orang ( 49,2% ) , sedangkan yang mempunyai jenjang pendidikan sampai akademi / perguruan tinggi hanya 73 orang ( 3,0 % )
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
4. Suku Tabel 5.1.1.4 Distribusi sampel berdasarkan suku SUKU
JENIS KELAMIN JUMLAH PRIA WANITA n % n % n % JAWA 619 25, 6 735 30, 4 1354 56 MELAYU 288 11, 9 276 11, 4 564 23, 3 BANJAR 79 3,3 90 3,7 169 7 BATAK 63 2,6 72 3,0 135 5,6 KARO 13 0,5 35 1,4 48 2,0 MANDAILIN G 15 0,6 7 0,3 22 0,9 SUKU LAINNYA 59 2,4 68 2,8 127 5,3 TOTAL 113 6 47 1283 53 2419 100
Dari tabel 5.1.1.4 didapat sampel terbanyak adalah suku Jawa sebesar 1354 orang ( 56%) sedangkan urutan ke dua adalah suku Melayu sebesar 564 orang ( 23,3 % ) . Hal ini disebabkan suku Jawa banyak bertransmigrasi ke Kabupaten Langkat dan suku Melayu merupakan penduduk asli di Kabupaten Langkat. Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
5. Pekerjaan Tabel 5.1.1.5 Distribusi sampel berdasarkan pekerjaan PEKERJ AAN J ENIS KELAMIN J UMLAH PRIA WANITA n % n % n % Tingkat 0 107 4,4 553 22,9 660 27, 3 Tingkat 1 99 4,1 48 2,0 147 6,1 Tingkat 2 36 1,5 31 1,3 67 2,8 Tingkat 3 8 0,3 0 0 8 0,3 Tingkat 4 886 36,6 651 26,9 1537 63, 5 Total 1136 47 606 1283 2419 100
Dari tabel 5.1.1.5 pekerjaan dibagi dalam tingkat yang sesuai dengan lamanya pekerjaan dilakukan yang berhubungan dengan terpaparnya sinar matahari . Sampel terbanyak adalah tingkat 4 sebesar 1537 orang (63,5 % ) .Pembagian tingkat tersebut adalah sebagai berikut : Tingkat 0 adalah Ibu rumah tangga , pelajar , Pegawai Negri Sipil ( bukan di lapangan ) , guru , perawat Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Tingkat 1 adalah wiraswasta , pedagang Tingkat 2 adalah peternak , pedagang keliling , pegawai lapangan Tingkat 3 adalah supir Tingkat 4 adalah nelayan , petani , buruh kasar , kuli bangunan , pekerja di perkebunan 5.1.2 Data prevalensi pterigium 1. Prevalensi pterigium berdasarkan umur Tabel 5.1.2.1 Sebaran pterigium berdasarkan umur UMUR TIDAK PTERGIUM PTERiGIUM TOTAL n % n % n % 16 - 20 91 96,8 3 3,2 94 100 21- 30 96 85,7 16 14,3 112 100 31 - 40 123 61,8 76 38,2 199 100 41 50 306 73,9 108 26,1 414 100 51 - 60 475 80 119 20 594 100 60 910 90,5 96 9,5 1006 100 TOTAL 2001 82,87 418 17,3 2419 100 P value < 0,005
Dari tabel 5.1.2.1 terdapat prevalensi pterigium terbesar pada kelompok umur 31 -40 tahun sebanyak 76 orang dari 199 orang( 38,2 % ) . Sedangkan yang terkecil pada kelompok umur 16 20 tahun sebanyak 3 orang dari 94 orang ( 3,2 % ). Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
2. Prevalensi pterigium berdasarkan pekerjaan
Tabel 5.1.2.2 Prevalensi pterigiumberdasarkan pekerjaan PEKERJAAN TIDAK PTERIGIUM PTERIGIUM TOTAL n % n % n % Tingkat 0 548 83 112 17 660 100 Tingkat 1 129 87,8 18 12,2 147 100 Tingkat 2 24 35,8 43 64,2 67 100 Tingkat 3 6 75 2 25 8 100 Tingkat 4 1294 84,2 243 15,8 1537 100 TOTAL 2001 82,7 418 17,3 2419 100 P value < 0,005
Dari tabel 5.1.2.2 terdapat jumlah pterigium terbesar pada kelompok pekerjaan tingkat 4 sebesar 243 orang dibandingkan dengan jumlah sampel pterigium dari kelompok tingkat pekerjaan yang lain . Namun dari prevalensi terbesar pada kelompok pekerjaan tingkat 2 sebanyak 64,2 % ( 43 dari 67 orang).
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
3. Prevalensi pterigium berdasarkan aktivitas diluar ruangan Tabel 5.1.2.3 Prevalensi pterigium berdasarkan aktivitas diluar ruangan AKTIVITAS DI LUAR RUANGAN TIDAK PTERIGIUM PTERIGIUM TOTAL n % n % n % < = 5 jam 1215 87 186 13 1401 100 > 5 jam 786 77 232 23 1018 100 Total 2001 82,7 418 17,3 2419 100 P value <0,005
Tabel 5.1.2.3 menunjukkan sampel yang mempunyai aktivitas di luar ruangan > dari 5 jam menderita pterigium sebesar 23 %sedangkan <=5 jam menderita pterigium sebanyak 13 4. Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat memakai topi Tabel 5.1.2.4 Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat memakai topi RIWAYAT PEMAKAIAN TOPI TIDAK PTERIGIUM PTERIGIUM TOTAL n % n % n % Ya 887 83,1 180 16,9 1067 100 Tidak 1114 82,4 238 17,6 1352 100 Total 2001 82,7 418 17,3 2419 100 P value 0,636 Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Dari tabel 5.1.2.4 terdapat prevalensi pterigium pada riwayat memakai topi 180 orang (16,9 % ) .sedangkan pada sampel riwayat tidak memakai topi terdapat pterigium sebesar 238 orang ( 17,6 % )
5. Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat memakai kacamata Tabel 5.1.2.5 Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat memakai kacamata RIWAYAT MEMAKAI KACAMATA TIDAK PTERIGIUM PTERIGIUM TOTAL n % n % n % Ya 245 88,4 32 11,6 277 100 Tidak 1756 82 386 18 2142 100 Total
2001 82,7 418 17,3 2419 100 P value 0,007
Dari tabel 5.1.2.5 pada sampel yang mempunyai riwayat memakai kacamata terdapat pterigium sebanyak 32 orang ( 28,3 % ) sedangkan pada sampel yang riwayat tidak memakai kacamata terdapat pterigium sebanyak 386 orang ( 40 % )
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
6. Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat merokok Tabel 5.1.2.6 Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat merokok RIWAYAT MEROKOK TIDAK PTERIGIUM PTERIGIUM TOTAL n % n % n % Merokok 923 87,6 131 12,4 1054 100 Tidak merokok 1078 79 287 21 1365 100 Total 2001 82,7 418 17,3 2419 100 P value <0,005
Dari tabel 5.1.2.6 pada sampel riwayat merokok terdapat pterigium sebesar 131 orang (12,4 % ) sedangkan , pada sampel riwayat tidak merokok terdapat pterigium sebesar 287 orang ( 21 % )
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
7. Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat keluarga Tabel 5.1.2.7 Prevalensi pterigium berdasarkan riwayat keluarga RIWAYAT KELUARGA TIDAK PTERIGIUM PTERIGIUM TOTAL n % n % n % Ya 88 59,5 60 40,5 148 100 Tidak 1953 84,2 358 15,8 2271 100 Total 2001 82,7 418 17,3 2419 100 P value <0,005
Dari tabel 5.1.2.7 pada sampel yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita pterigium terdapat prevalensi pterigium sebanyak 60 orang ( 40,5) , pada sampel yang tidak mempunyai riwayat keluarga terdapat pterigium sebesar 358 orang ( 15,8 % )
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
8. Prevalensi pterigium secara umum Tabel 5.1.2.8 Prevalensi pterigium dan estimasi populasi
Dari tabel 5.1.2.7 dapat dilihat bahwa prevalensi pterigiumadalah 17, 3 % sedangkan prevalensi berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki sebesar 12, 9 % dan perempuan sebesar 21 RESPONDEN TOTAL =2419 LAKI-LAKI = 1136 PEREMPUAN = 1283 n % n % n % Pterigium 418 17,3 147 12,9 271 21 Estimasi pada CI 95% ( 15,8 ; 18,8 ) ( 11,6 ; 14,2 ) ( 20,2 ; 21,8 ) Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
5.1.3 Data pterigium 1. Sebaran pterigium berdasarkan umur Tabel 5.1.3.1 sebaran pterigium berdasarkan umur Umur Dua mata Satu mata Total n % n % n % 16 20 1 0,3 2 0,5 3 0,7 21- 30 5 1,2 11 2,6 16 3,9 31 40 41 9,8 35 8,4 76 18 41 50 69 16,5 39 9,3 108 26 51 60 84 20 35 8,3 119 28,4 > 60 63 15 33 7,9 96. 23 TOTAL 263 63 155 37 418 100
Dari tabel 5.1.3.1 terdapat jumlah pterigium tertinggi pada kelompok umur 51-60 sebanyak 119 orang ( 28, 4 % ) dengan pterigium bilateral sebanyak 84 orang dan unilateral 35 orang
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
2. Sebaran pterigium berdasarkan pekerjaan Tabel 5.1.3.2 Tabel sebaran pterigium berdasarkan pekerjaan Pekerjaan Dua mata Satu mata Total n % n % n % Tingkat 0 63 15 49 11,7 112 26,8 Tingkat 1 9 2,6 9 2,6 18 4,3 Tingkat 2 25 5,9 18 4,3 43 10,3 Tingkat 3 2 0,4 0 0 2 0,4 Tingkat 4 164 39,2 79 18,9 243 58,1 Total 263 63 155 37 418 100
Dari tabel di5.1.3.2 terdapat sampel pterigium tertinggi pada pekerjaan tingkat 4 sebanyak 243 orang ( 58,1 % ) dengan jumlah bilateral 164 orang dan unilateral 79 orang .
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
3.Sebaran pterigium berdasarkan aktivitas diluar rumah Tabel 5.1.3.3 Sebaran pterigium berdasarkan aktivitas diluar rumah Aktivitas Diluar rumah Dua mata Satu mata Total N % n % n % < = 5 jam 123 29 63 15 186 44 > 5 jam 140 34 92 22 232 56 Total 263 63 155 37 418 100
Dari tabel 5.1.3.3 terdapat sampel pterigium sebanyak 186 ( 44 % ) orang pada sampel yang mempunyai aktivitas diluar rumah <5 jam dengan bilateral 123 orang dan unilateral 63 orang .Sampel pterigium yang mempunyai riwayat aktivitas diluar ruangan >5 jam sebanyak 232 orang dengan bilateral 140 orang dan unilateral 92 orang .
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
4. Sebaran pterigium berdasarkan riwayat memakai topi Tabel 5.1.3. 4 Sebaran pterigium berdasarkan riwayat memakai topi
Riwayat Memakai Topi Dua mata Satu mata Total n % n % n % Ya 123 29,5 57 13,6 180 43,1 Tidak 140 33,5 98 23,4 238 56,9 Total 263 63 155 37 418 100
Dari tabel 5.1.3.4 terdapat 238 orang ( 56,9 % ) sampel pterigium riwayat tidak memakai topi , bilateral 140 orang dan unilateral 98 orang. Sedangkan pada sampel pterigium yang mempunyai riwayat memakai topi sebanyak 180 orang ( 43,1 % ) , bilateral 123 orang dan unilateral 57 orang.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
5.Sebaran pterigium berdasarkan riwayat memakai kacamata Tabel 5.1.3.5 Sebaran type pterigium berdasarkan riwayat memakai kacamata Riwayat Memakai Kacamata Dua mata Satu mata Total n % n % n % Ya 21 5,3 11 2,6 32 7,7 Tidak 242 57,7 144 34,4 386 92,3 Total 263 63 155 37 418 100
Dari tabel 5.1.3.5. dari sampel pterigium yang mempunyai riwayat memakai kacamata terdapat 32 orang pterigium ( 7,7 % ) , sedangkan pada sampel pterigium yang tidak memakai kacamata terdapat 386 orang , bilateral 242 orang dan unilatreral 144 orang
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
6. Sebaran pterigium berdasarkan riwayat merokok Tabel 5.1.3.6 Sebaranp terygium berdasarkan riwayat merokok Riwayat Merokok Dua mata Satu mata Total n % n % n % Ya 81 19,5 50 11,9 131 32 Tidak 182 43,5 105 25,1 287 68 Total 263 63 155 37 418 100
Dari tabel 5.1.3.6 sampel pterigium yang mempunyai riwayat merokok sebesar 131 orang ( 32 % ) , sedangkan yang tidak mempunyai riwayat merokok sebanyak 287 orang .
7. Type pterigium berdasarkan riwayat keluarga Tabel 5.1.3.7 Tabel pterigium berdasarkan riwayat keluarga yang menderita pterigium Riwayat Keluarga Dua mata Satu mata Total n % n % n % Ya 38 9 22 5,2 60 14,3 Tidak 225 54 133 31,8 358 85,7 Total 263 63 155 37 418 100
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Dari tabel 5.1.3.7 sampel pterigium yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita pterigium sebanyak 60 orang , bilateral 38 orang dan unilateral 22 orang. Sedangkan sampel pterigium yang tidak mempunyai riwayat keluarga sebesar 358 orang , bilateral 225 orang dan unilateral 133 orang
5.1.4 Karakteristik Pterigium 1. Derajat Pterigium Tabel 5.1.4.1 Karakteristik Pterigium berdasarkan derajat pterigium Derajat Mata kanan Mata Kiri Total n % n % n % Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4 Total 123 166 60 9 358 18,1 24,5 8,9 1,3 52,8 90 152 68 10 320 13,3 22,4 10 1,5 47,2 213 318 128 19 678 31,4 46,9 18,9 2,8 100
Dari tabel 5.1.4.1 terdapat derajat pterigium paling besar pada derajat 2 sebanyak 318 , 166 pada mata kanan dan 152 pada mata kiri
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
2. Lokasi Pterigium Tabel 5.1.4.2 Tabel karakteristik pterigium berdasarkan lokasi
Dari tabel 5.1.4.3 terdapat lokasi petrygium terbesar pada nasal , mata kanan 332 dan kiri 287.
Lokasi Pterigium Mata kanan Mata Kiri Total n % n % n % Nasal Temporal Duplex Total 332 9 17 358 48 1,3 2,5 52,8 287 26 7 320 42,3 3,8 1 47,2 619 35 24 678 91,3 5,2 3,5 100 Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI
1. Data Umum Dari tabel 5.1.1.1 menunjukkan bahwa usia responden terbanyak usia >60 tahun yaitu 1006 orang dan yang paling sedikit usia 16 - 20 tahun yaitu 94 orang . Rata rata umur peserta penelitian ini adalah 56,78 .Jumlah wanita lebih banyak yaitu 1283 orang ( 53 % ) dan pria sebanyak 1136 orang (47 % ) , hal ini sesuai dengan distribusi penduduk Indonesia dimana wanita lebih banyak dari pria. Dan tabel 5.1.1.2 menunjukkan jumlah laki laki dan perempuan pada masing masing kecamatan . Berdasarkan tabel 5.1.1.3 tingkat pendidikan terbanyak adalah Sekolah Dasar yaitu 1191 orang dan tidak sekolah 311 orang . Ini menunjukkan bahwa sebagian penduduk mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Sebahagian besar sampel terdiri atas suku Jawa sebesar 1354 orang ( 56 % ) , Melayu 564 orang ( 23, 3 % ) , Banjar 169 orang ( 7 % ) dan suku lainnya . Suku Jawa banyak di Kabupaten Langkat dikarenakan Langkat adalah daerah transmigrasi . Pada tabel 5.1.1.5 tampak sebahagian besar sampel mempunyai pekerjaan di luar ruangan , di mana terbanyak pada tingkat 4 yaitu 1537 (63,5 %) dan yang bekerja di dalam ruangan tingkat 0 sebanyak 660 orang 27 ,3 %
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
2. Prevalensi Pterigium Berdasarkan tabel 5.1.2.1 prevalensi pterigium dijumpai paling tinggi pada kelompok usia 31 40 tahun yaitu 76 orang dari 117 orang ( 65 % ) , sedangkan yang terkecil pada kelompok 16 -20 tahun yaitu 9,1 %. Hal ini sesuai dengan epidemiologi pterigium prevalensi meningkat dengan umur , terutama pada dekade 2 dan 3 dari kehidupan dan insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49 tahun . Dan jarang pada kelompok usia dibawah 20 tahun. 2 ,4
Dari tabel 5.1.2. 2 terdapat jumlah pterigium yang paling besar pada kelompok pekerjaan tingkat 4 sebesar 243 orang. Namun dari prevalensi menurut kelompok umur terbesar pada kelompok pekerjaan tingkat 2 sebanyak 64,2 % ( 43 dari 67 orang ). Hal ini sesuai dengan faktor resiko pterigium adalah exposure sinar matahari . 4 Kelompok pekerjaan tingkat 4 adalah petani , nelayan , buruh kasar , pekerja perkebunan , pekerja bangunan . Dari tabel 5.1.2.3 menunjukkan prevalensi pterigium lebih besar pada sampel yang mempunyai aktivitas diluar ruangan > 5 jam sebesar 23 % sedangkan prevalensi yang mempunyai aktivitas diluar ruangan <5 jam sebesar 13 % . Hal ini sesuai dengan faktor resiko pterigium yaitu terpapar sinar matahari, lamanya waktu diluar rumah , iritasi kronik dari bahan tertentu di udara . 4 Dari tabel 5.1.2.4 terdapat prevalensi pterigium sampel riwayat memakai topi 180 orang ( 16, 9 % ) , sedangkan pada sampel dengan riwayat tidak memakai topi sebesar 238 orang ( 17 , 6 % ). Dari tabel 5.1.2.5 menunjukkan sampel yang mempunyai riwayat memakai kacamata terdapat Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
pterigium sebanyak 32 orang ( 28,3 % ) sedangkan sampel yang riwayat tidak memakai kacamata terdapat pterigium sebesar 386 orang (40%). Riwayat memakai topi dan kacamata menurut teori dapat mengurangi resiko pterigium. 4 Dari tabel 5.1.2.6. terdapat prevalensi pterigium sebesar 131 orang ( 12,4 % ) pada sampel riwayat merokok , sedangkan pada sampel dengan riwayat tidak merokok sebesar 287 orang ( 21 % ). Merokok merupakan faktor resiko pterigium pada laki laki , namun pada peneliitian ini merokok tidak berpengaruh karena sampel pterigium lebih banyak pada wanita yang mana wanita jarang mempunyai riwayat merokok .Dan merokok kurang berpengaruh pada pterigium. 3 Dari tabel 5.1.2.7 terdapat prevalensi pterigium pada sampel dengan riwayat keluarga yang menderita pterigium sebesar 40 , 5 % ( 60 dari 88 orang ) , sedangkan pada sampel yang tidak mempunyai riwayat keluarga menderita pterigium sebesar 15 , 8 % (358 dari 1953 orang ). Riwayat keluarga atau faktor genetik merupakan faktor resiko pterigium , menurut suatu penelitian pterigium diturunkan autosom dominan. 4 Dari tabel 5.1.2.8 prevalensi pterigium adalah 17,3 % ( 95 % CI 15,8 18,8 ) , prevalensi berdasarkan jenis kelamin , pria adalah 12,9 % ( 95 % CI 11,9 14,2 ) dan wanita adalah 21 % ( 95 % CI 20,2 21,8 ) . Menurut teori pterigium lebih banyak pada laki laki 2,4. Namun pada penelitian ini lebih besar prevalensi pterigium wanita daripada pria.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
3. Karakteristik Penderita Pterigium Dari tabel 5.1.3.1 menunjukkan bahwa penderita pterigium paling banyak pada kelompok usia 51 60 tahun sebanyak 119 orang ( 28,4 % ) dengan pterigium bilateral 84 orang dan unilateral 35 orang . Dan penderita pterigium yang paling sedikit pada kelompok usia 16 20 tahun . sebesar 0,7 % . Dari penelitian ini terdapat prevalensi diatas usia 40 tahun sebesar 77,4 % , dibawah 40 tahun sebesar 22,6 % . Dari tabel 5.1.3.2 menunjukkan pterigium paling tinggi pada kelompok pekerjaaan tingkat 4 sebanyak 58 ,1 % dengan bilateral 164 orang dan unilateral 79 orang. Dan yang paling sedikit pada kelompok pekerjaan tingkat 3 sebesar 0,4 % . Hal ini sesuai dengan faktor resiko pterigium exposure sinar matahari .pekerjaan tingkat 4 adalah pekerjaan yang banyak terkena sinar matahari. 1,2,3,4,6,7,8
Dari tabel 5.1.3.3 menunjukkan pterigium pada sampel yang mempunyai aktivitas diluar rumah >5 jam sebesar 56 % ( 232 dari 418 orang ) sedangkan yang mempunyai aktivitas diluar rumah <5 jam sebesar 44 % ( 186 dari 418 orang ) . Penelitian di riau menunjukkan bahwa pterigium meningkat pada sampel yang beraktivitas >5 jam 3 Dari tabel 5.1.3.4 menunjukkan pterigium dengan riwayat memakai topi 43 ,1 % dan riwayat yang tidak memakai topi sebesar 56,9 % .Ada sedikit perbedaan namun tidak besar . Penelitian di Australia 2 kali lebih banyak pterigium tanpa memakai topi 2 Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Dari tabel 5.1.3.5 menunjukkan rata rata penderita pterigium tidak memakai kacamata yaitu sebesar 92,3 %. Dari tabel ini riwayat memakai kacamata berpengaruh untuk tidak terjadi pterigium , karena hanya 7,7 % ( 32 orang dari 418 orang ). Di Australia 9 kali lebih banyak penderita pterigium tanpa riwayat memakai kacamata di luar rumah . 2 Dari tabel 5.1.3.6 menunjukkan penderita pterigium dengan riwayat merokok sebesar 32 % ( 131 orang ) sedangkan yang tidak merokok sebesar 68 % ( 287 orang ) . Hal ini menunjukkan merokok kurang berpengaruh dalam resiko pterigium Dari tabel 5. 1.3. 7 menunjukkan penderita pterigium yang mempunyai riwayat keluarga sebesar 60 orang ( 14,3 % ) sedangkan yang tidak mempunyai riwayat keluarga sebesar 358 orang ( 85,7 % ) . Hal ini tampak bahwa riwayat keluarga kurang berpengaruh terhadap pterigium.
4. Gambaran Karakteristik Lesi Pterigium Dari tabel 5.1.4.1 dapat dilihat bahwa jumlah semua pterigium baik satu atau dua mata sebanyak 678 , mata kanan 358 ( 52 , 8 % ) dan mata kiri 320 ( 47,2 % ). Derajat pterigium yang banyak dijumpai adalah derajat 2 ( Pterigium sudah melewati limbus cornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea ) sebesar 46,6 % .Lokasi yang terbanyak adalah nasal 91,3 % , temporal 5,2 % dan Duplex 3,5 % .
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
VII . KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN 1. Prevalensi pterigium di Kabupaten Langkat adalah 17 ,3 % ( 95 % CI 15,8 18,8 ) . Secara geografi Kabupaten Langkat berada pada 3 14 ' 4 13' Lintang Utara 97 52' 98 45 ' Bujur timur dan 4 105 m dari permukaan laut . Sebahagian besar penduduk Kabupaten Langkat bekerja diluar ruangan rata rata bermata pencaharian petani dan nelayan yang sangat lama terpapar dengan sinar matahari . 2. Pada penelitian ini faktor usia , pekerjaan , aktivitas di luar rumah , riwayat keluarga , dan merokok berpengaruh terhadap prevalensi pterigium , dimana secara statistik bermakna p value <0,005 3. Riwayat memakai topi dan kacamata tidak berpengaruh terhadap prevalensi Pterigium di Kabupaten Langkat .Secara statistik p value >0,005 4. Pterigium dapat mengenai satu atau dua mata , namun di Kabupaten Langkat lebih Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
banyak mengenai dua mata . Mata kanan dan kiri jumlahnya hanya sedikit berbeda . Derajat yang terbanyak adalah derajat 2 . Lokasi yang terbanyak dijumpai di nasal.
2 . SARAN 1. Untuk mengurangi penderita pterigium dapat diberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pengertian dari pterigium , faktor resiko dan pencegahannya. Masyarakat terutama para pekerja yang lama terkena sinar matahari ,angin dan debu untuk memakai pelindung kepala seperti topi dan pelindung mata seperti kacamata . Penyuluhan dapat dilakukan di puskesmas , pos yandu , tempat peribadatan dan sarana yang lainnya 2. Melakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan di puskesmas agar dapat mengetahui pteryguim tahap awal , dan memberikan pengobatan sedini mungkin . Dan merujuk pasien pterigium tahap lanjut yang sudah melewati kornea ke dokter spesialis mata agar tidak terjadi kebutaan akibat pterigium dan sikatrik kornea yang permanen.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology , Basic and Clinical Science Course , section 8 , External Disease and Cornea , 2005 -2006 , p: 344 & 405 2. Waller G.Stephen , Adams P Antony , Pterigium , Duane s Clinical Ophthalmology , Chapter 35 , Vol : 6 : Revised Edition , Lippincot Williams & Wilkins , 2004 , p : 1 10 3. Gazzard G , Saw S M , Farook M , Koh D , Wijaya D , et all , Pterigium in Indonesia : prevalence , severity and risk factors , British Journal of Ophthalmology , 2002 , p : 1 12 4. T H Tan Donald et all , Pterigium , Clinical Ophthalmology An Asian Perspective , Chapter 3.2 , Saunders Elsevier , Singapore ,2005 , p : 207 214 5. D Gondhowiardjo Tjahjono , Simanjuntak WS Gilbert , Pterigium , Panduan Manajemen Klinis Perdami ,C V . Ondo ,Jakarta , 2006 , p : 56 - 58 6. Nema HV , Nema Nitin , Disease of the Conjunctiva , Text of Ophthalmology , Chapter 11 , ,Jaypee Brothers ,New Delhi , p :125-126 7. Khurana A. K , Community Ophthalmology in Comprehesive Ophthalmology , Fourth Edition , Chapter 20 , New Delhi , New Age International Limited Publisher , 2007 , p : 443 -457 Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
8. Riordan Paul Eva , P . Whitcher John P , Conjunctiva , Vaughan & Asbury s Gelneral Ophthalmology , Chapter 5 , Sixtenth edition , Mc Graw Hill , Singapore, 2004 . p : 123 9. Kanski J Jack , Pterigium , Clinical Ophthalmology a Systematic Approach , Chapter 4 , Butterworth Heinemann Elsevier , 2007 , p : 242 245 10. Pterigium in http : //www//e.medicine 11. Sidabalok Alimuddin , Kabupaten Langkat Dalam Angka 2008 , Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat . 12. Leo ,JK , Song Y S , Ha , Hs ,Park , J H , Kim MK ; Endothelial Progenitor Cells in Pterigium Pathogenesis , in Eye , Volume 21 ,Issue 9 , September 2007 , Pages 1186 1193 . 13. Kato , N , Shimmura , S , Kawakita ,T , Miyashita , H , Ogawa , Y et all ; Catenin Activation and Epithelial Mesenchymal Transition in The Pathogenesis of Pterigium , in Investigative Ophthalmology and Visual Science Volume 48 , issue 4 , April 2007 , Pages 1511 -1517 14. Pan , Z - J , Nie , Y , An , M X , Liang , J- W , Wu , K- L ; Catenin Expression in Pterigium Fibroblasts , in International Journal of Ophthalmology . Volume 8 , Issue 9 , September 2008 , Pages 1770 1772.
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
Kuesioner SURVEY PREVALENSI PTERIGIUM DI KABUPATEN LANGKAT
NOMOR RESPONDEN :
I. PENGENALAN TEMPAT 1. Kabupaten / kodya : 2. Kecamatan : 3. Desa / Kelurahan : 4. Daerah : 1. Perkotaan 2. Pedesaan 5. Letak Geografis : 1. Pantai 2. Dataran rendah 3. Pegunungan 4. Dataran tinggi
II. SOSIAL DAN DEMOGRAFI 6. Nama responden : 7. Umur : 8. J enis Kelamin : 9. Suku : 10. Pendidikan yang ditamatkan: 1. Tak sekolah 2. SD
3. SLTP 4. SLTA
5. Akademi /Perguruan Tinggi
11. Pekerjaan ( mata pencaharian ) utama dilakukan : Lama bekerja : thn. Lokasi tempat kerja : 1. Di dalam ruangan 2. Di Luar ruangan J ika diluar ruangan berapa jam sehari : Apakah memakai topi 1. ya 2. tidak Apakah memakai kaca mata pelindung 1. ya 2. tidak
12. Aktivitas lain yang dilakukan selain pekerjaan utama 1. ada 2. Tidak J ika ada 1. J enis : 1. Didalam ruangan 2. diluar ruangan
J ika diluar ruangan berapa jam sehari : Apakah memakai topi : 1. ya 2. tidak Apakah memakai kaca mata pelindung : 1. ya 2. tidak
13. Apakah responden merokok 1. ya 2. tidak
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
III . PEMERIKSAAN MATA NO OD OS 1 PTERIGIUM 2 GRADE 3 LOKASI
IV. RIWAYAT KELUARGA Apakah ada anggota keluarga yang lain menderita penyakit pterigium ( ayah atau ibu ) : a. Ya b. Tidak
Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.
LEMBAR PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Umur : Pekerjaan : Alamat :
Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitian Prevalensi Pterygium di Kabupaten Langkat . Dengan kesadaran serta kerelaan sendiri saya bersedia menjadi peserta penelitian tersebut. Demikianlah surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.
Medan, ..2009 Yang memberi persetujuan Laszuarni : Prevalensi Pterigium Di Kabupaten Langkat, 2010.