Anda di halaman 1dari 8

Tugas Mandiri

Skenario 2
Euthanasia

Fatimah Alia 1102011102 A-13

SKENARIO 2 1. Memahami dan menjelaskan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan Kaidah Dasar Bioetik beneficence, autonomy dan justice 1.1 Memahami dan menjelaskan Etika Kedokteran 1.2 Memahami dan menjelaskan Kaidah Dasar Bioetik beneficence, autonomy dan justice 1.3 Memahami dan menjelaskan Hubungan Etika dengan Hukum Kedokteran

2. Memahami dan menjelaskan Euthanasia dalam pandangan Islam 2.1 Memahami dan menjelaskan hidup dan mati dalam terminologi Islam 2.2 Memahami dan menjelaskan pandangan ulama terhadap Euthanasia

1.

Memahami dan menjelaskan Kode Etik Kedokteran Indonesia(KODEKI) dan Kaidah Dasar Bioetik beneficence, autonomy dan justice

1.1 Memahami dan menjelaskan Etika Kedokteran Etik berasal dari kata Yunani ethos yang berarti akhlak, adat kebiasaan, watak, sikap yang baik, yang layak. Menurut Kamus Kedokteran (Ramali dan Pamuncak, 1987), etika adalah pengetahuan tentang perilaku yang benar dalam satu profesi. Profesi kedokteran merupakan profesi yang tertua dan dikenal sebagai profesi mulia karena berhadapan dengan hal yang paling berharga dalam kehidupan manusia yaitu masalah kesehatan. Etik profesi kedokteran merupakan seperangkat ilmu para dokter dan dokter gigi dalam hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat dan mitra kerja. Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 tahun sebelum Masehi dalam bentuk Code of Hammurabi dan Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Selanjutnya etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates yang hidup sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajibankewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter. World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.

1.2 Memahami dan menjelaskan Kaidah Dasar Bioetik beneficence, autonomy dan justice Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Empat kaidah dasar etika dalam praktik kedokteran, antara lain : 1. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.

Ciri-ciri: a. Menghargai hak menentukan nasib sendiri b. Berterus terang c. Menghargai privasi pasien d. Menjaga rahasia e. Melaksanakan informed consent 2. Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Pengertian berbuat baik diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban. 3. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. a. Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti : a.1 Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien a.2 Minimalisasi akibat buruk a.3 Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal : - Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting - Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut - Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif a.3 Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal). 4. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter. a.1 Treat similar cases in a similar way = justice within morality. a.2 Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness) yakni : a.2.1 Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukan/membahagiakannya) a.2.2 Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien).

1.3 Memahami dan menjelaskan Hubungan Etika dengan Hukum Kedokteran Aspek etika seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etika yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika. Di dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan kesehatan yaitu bagaimana menghandle masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan hukum agar apa yang dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap diri sendiri dan orang lain. Etika kedokteran itu adalah prinsip-prinsip moral atau azas-azas akhlak yang harus diterapkan oleh dokter dalam hubungannya dengan pasien, sejawat, dan masyarakat umum. Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat agar masyarakat bisa teratur. Hukum kesehatan mencakup komponen-komponen yang berhubungan dengan kesehatan yang bersinggung satu dengan yang lain, yaitu hukum kedokteran/kedokteran gigi, Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Lingkungan, dan sebagainya. Pelanggaran etika kedokteran tidak selalu berarti pelanggaran hukum, begitu pula sebaliknya pelanggaran hukum bbelum tentu berarti pelanggaran etika kedokteran. Pelanggaran etika kedokteran diproses melalui MKDKI dan MKEK IDI, sedangkan pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan.

2. Memahami dan menjelaskan euthanasia dalam pandangan islam Euthanasia berasal dari kata Yunani Euthanathos. Eu=baik, tanpa penderitaan, sedang tanathos=mati. Dengan begitu, dapat didefinisikan Euthanasia adalah pengakhiran hidup atas dasar belas kasihan, mengakhiri kehidupan seseorang dengan sengaja karena menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Euthanasia dilakukan atas keinginan pasien atau keluarga pasien agar pasien tidak menderita berkepanjangan. Euthanasia dapat ditinjau dari beberapa sudut. Dilihat dari cara dilaksanakan, euthanasia dapat dibedakan atas: a) Euthanasia aktif : tindakan secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup pasien dengan memberikan suntikan kedalam tubuh pasien. b) Euthanasia pasif : Dokter atau tenaga kesehatan lain secara sengaja tidak memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien, seperti menghentikan pemberian infus dan alat bantu napas.

Ditinjau dari permintaan, euthanasia dibedakan atas : a) Euthanasia voluntir : Euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien secara sadar dan diminta berulang-ulang. b) Euthanasia ivoluntir : Euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar dan biasanya keluarga pasien yang meminta

2.1 Memahami dan menjelaskan hidup dan mati dalam terminologi islam Mati menurut Al-Quran adalah terpisahnya Ruh dari jasad dan hidup adalah bertemunya Ruh dengan Jasad. Kita mengalami saat terpisahnya Ruh dari jasad sebanyak dua kali dan mengalami pertemuan Ruh dengan jasad sebanyak dua kali pula. Terpisahnya Ruh dari jasad untuk pertama kali adalah ketika kita masih berada dialam Ruh, ini adalah saat mati yang pertama. Selanjutnya Allah menciptakan tubuh manusia berupa janin didalam rahim seorang ibu, ketika usia janin mencapai 120 hari , Allah meniupkan Ruh yang tersimpan di alam Ruh itu kedalam Rahim ibu, tiba-tiba janin itu hidup, ditandai dengan mulai berdetaknya jantung janin tersebut. Itulah saat kehidupan manusia yang pertama kali. Selanjutnya ia akan lahir ke dunia berupa seorang bayi, kemudian tumbuh menjadi anak anak, menjadi remaja, dewasa, dan tua sampai akhirnya datang saat berpisah kembali dengan tubuh tersebut. Ketika sampai waktu yang ditetapkan, Allah akan mengeluarkan Ruh dari jasad. Itulah saat kematian yang kedua kalinya. Allah menyimpan Ruh dialam barzakh, dan jasad akan hancur dikuburkan didalam tanah. Pada hari berbangkit kelak, Allah akan menciptakan jasad yang baru, kemudian Allah meniupkan Ruh yang ada di alam barzakh, masuk dan menyatu dengan tubuh yang baru. Itulah saat kehidupan yang kedua kali, kehidupan yang abadi dan tidak akan adalagi kematian sesudah itu.

2.3 Memahami dan menjelaskan pandangan ulama terhadap euthanasia Kelahiran dan kematian merupakan hak prerogatif Allah SWT dan bukan hak manusia sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri atau orang lain. Islam pada hakekatnya melarang adanya pembunuhan. Islam sangat menghargai jiwa seseorang, lebih-lebih terhadap jiwa manusia. Hidup dan mati menurut Islam merupakan kekuasaan Allah. Walaupun itu adalah hak asasi tetapi itu merupakan anugerah. Oleh karena itu, seseorang tidak mempunyai wewenang sama sekali untuk melenyapkan jiwa manusia tanpa kehendak dan aturan Allah swt. Rasulullah SAW bersabda : Ada dimasa dahulu sebelum kamu seorang yang menderita luka, tiba-tiba ia jengkel lalu mengambil pisau dan mengiris lukanya, maka tidak berhenti darahnya hingga ia mati, berfirman Allah swt: hambaku akan mendahului aku terhadap dirinya

(jiwanya), maka aku haramkan surga atasnya. Adapun yang dimaksud dengan haram disini adalah haram karena ia telah membunuh dirinya dan tidak sabar menerima ujian Allah.

Tindakan euthanasia biasanya dilandaskan pada 2 alasan,yaitu: 1. Alasan pasien : pasien sudah tidak tahan menanggung derita yang berkepanjangan, tidak ingin meninggalkan beban ekonomi, atau tidak punya harapan sembuh, adalah suatu refleksi dari kelemahan iman. Sakit merupakan salah satu bentuk ujian kesabaran dari Allah SWT, sehingga tidak tepat kalau diselesaikan dengan mengakhiri diri sendiri melalui euthanasia atau suntik mati. Kalaupun pandangan medis bahwa pasien tidak dapat disembuhkan lagi, atau biaya untuk meneruskan pengobatan terlalu mahal, maka tidaklah salah kalau ia meminta pulang saja dari rumah sakit. Seandainya diyakinkan bahwa apabila pengobatan dihentikan, ia akan meninggal dunia, maka tindakan keluar dari rumah sakit atau penghentian pengobatan tidak berarti bunuh diri. Hal ini disebabkan kemampuan ekonomi pasien (keluarga) sudah tidak memungkin lagi. 2. Alasan keluarga pasien : pihak keluarga yang merasa kasihan kepada pasien, atau karena tidak sanggup lagi menanggung biaya perawatan, maka apabila diselesaikan dengan euthanasia/suntik mati, sementara penderita masih terlihat menyimpan tandatanda kehidupan berarti perbuatan itu tergolong pembunuhan sengaja. Walaupun hal ini dilakukan atas kasihan atau karena keluarga kekurangan biaya ataupun alasan lain di luar dari yang haq, semuanya dilarang Allah, walaupun tindakan itu disertai dengan kerelaan si korban. Begitu juga kiranya apabila dilakukan tanpa sepengetahuan si pasien, maka hal ini dikategorikan sebagai pembunuhan sengaja.

Daftar Pustaka

Amir,Amri dan Hanfiah,M.Jusuf.(2008). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan edisi 4.Medan :EGC http://muel-muel.blogspot.com/2007/10/dokter-dalam-bekerja-selalu-membuat.html http://yusufalamromadhon.blogspot.com/2007/11/kaidah-dasar-etikabioetika-kedokteran.html http://www.fadhilza.com/2009/08/tadabbur/kematian-menurut-al-qur%E2%80%99an.html http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aspek-hukum-dalam-pelaksanaan-euthanasia-diindonesia/

Anda mungkin juga menyukai