DAFTAR ISI
Pendekatan Diagnosis pada Benjolan Payudara 3 Anatomi .. 8 Fisiologi .. 12 Fibroadenoma Mammae (FAM) ... 16 Fibrocystic Change (FCC ) .. 18 Abses Mammae 20 Carcinoma Mammae . 22
Page 2
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Secara umum, pada seseorang dengan benjolan di payudara, pada tahap pertama, harus selalu dibedakan apakah benjolan ini bersifat patologis atau memang bersifat fisiologis. Untuk membedakannya perlu dilihat berdasarkan berbagai karakteristik seperti kondisi-kondisi yang nanti disebutkan selanjutnya. Kondisi-kondisi patologis yang dimaksud bisa berupa tumor jinak (fibroadenoma, fibrokistik, kista, dan lainlain) atau tumor karena keganasan (ca mammae). Sedangkan untuk kondisi fisiologis dapat berupa kehamilan, premestruasi dan laktasi. Benjolan payudara
Premenopause
Postmenopause
Karakteristik benjolan
Fisiologis
Patologis
Keganasan
Jinak
Ca mammae
FAM
FCC
Dari bagan di atas, dapat kita perhatikan bagaimana alur pendekatan diagnosis seperti yang dimaksud sebelumnya. Jadi bagaimana pendekatan diagnosis awalnya sangat tergantung dari karakteristik benjolannya. Untuk kondisi tumor yang jinak umumnya paling sering ditemukan FAM (fibroadenoma) dan FCC (fibrochistic change), walaupun terdapat jenis-jenis lainnya, seperti lipoma dan tumor filoides. Berikut ini beberapa karakteristik dari payudara yang dapat mengarahkan ke kondisi tertentu, baik itu kondisi normal atau fisiologis, jinak ataupun kegananasan.
Page 3
BENJOLAN DI PAYUDARA
KARAKTERISTIK
Beberapa hari sebelum haid (nyeri dan tidak rata) Keras Kenyal Lunak Permukaan licin Permukaan kasar Dapat digerakan Tidak dapat digerakan
Normal Permukaan keras Kanker payudara Fibroadenoma, kelainan fibrokistik Lipoma Fibroadenoma, kista Kanker Fibroadenoma, fibrokistik Kanker , fibrokistik (adenosklerosis)
USIA < 25 tahun > 30 tahun 30-50 tahun Fibroadenoma Kanker Kelainan fibrokistik
NYERI Berubah dengan daur haid Tidak tergantung daur haid Nyeri Nyeri tekan Tidak nyeri Fisiologis seperti pada tegangan pramenstrual atau penyakit fibrokistik Tumor jinak, tumor ganas, infeksi Fibrokistik Fibroadenoma Kanker
PERUBAHAN KULIT Benjolan kelihatan Kulit jeruk Kemerahan Tukak Kista, karsinoma, fibroadenoma kasar Kanker (khas) Infeksi Kanker (stadium akhir)
Page 4
KELAINAN PUTING/ AREOLA retraksi inversi baru Eksema Kanker (karena fibrosis) Kanker (karena retraksi fibrosis) Paget disease
KELUARNYA CAIRAN seperti susu jernih hijau Darah Kehamilan atau laktasi Normal Menopause (perih), pelebaran duktus, kelainan fibrokistik Karsinoma
Untuk pendekatan selanjutnya, dapat dilakukan berdasarkan algoritma sebagai berikut ini. Pertama, dibedakan berdasarkan apakah ia dalam masa premenopausal ataupun postmenopausal. Seandainya ditemukan masa, maka perlu dipastikan apakah masa tersebut ditemukan ketika dalam masa menstruasi atau tidak. Seandainya masa tetap ditemukan dan tidak menghilang setelah masa menstruasi, maka dapat dilakukan aspirasi untuk mengetahui apakah tipe masa, apakah solid atau cyst (cairan). Pada masa yang bersifat solid (padat) maka dapat dilakukan mammogram, akan tetapi sebagai catatan mammogram ini dilakukan pada usia >30 tahun, sedangkan pada usia <30 tahun dapat dilakukan USG (ultrasonografi). Seandainya dengan mammogram atau USG ditemukan suatu tumor yang jinak maka dapat dilakukan penanganan dengan triple diagnosis atau dapat dilakukan biopsy. Sedangkan seandainya masanya suspek keganasan maka langsung dilakukan biopsy untuk menegakkan diagnosisnya.
Page 5
Berikut ini alur diagnosis apabila ditemukan masa berupa cyst (cairan) pada payudara. Harus sangat diperhatikan apakah cairannya mengnadung darah atau tidak, apakah terdapat residual mass atau akumulasi cairan kembali setelah dialkukan aspirasi yang keduakali. Setelah ditemukan beberapa kondisi tersebut maka selanjutnya dapat dilakukan mammogram atau biopsy untuk menegakkan diagnosisnya.
Dari sumber lain (Abeloffs clinical oncology 4th edition), untuk pendekatan diagnosis dapat dilakukan berdasarkan algoritma berikut ini.
Page 6
Breast lump
>30 yr :mammogram
<30 yr :USG
macrocyt
Solid
aspirate
FNA/CNB
benign
atypia
DCIS
No recurrence
recurrence
Follow-up 6 mo
exercise
Page 7
ANATOMI PAYUDARA
Laki-laki dan wanita, keduanya memiliki payudara, tetapi pada pria organ ini tidak berkembang sedangkan pada wanita berfungsi sebagai organ reproduksi asesorius. Payudara wanita yang berbentuk sirkular, secara transversal terbentang dari parasternal (tepi lateral) sternum hingga linea midaxillaris; secara vertikal dari costa ke-2 hingga ke-6.
Dua pertiga landasan payudara dari fascia pektoralis (superfisial dari muskulus pectoralis mayor) dan sepertiganya dari fascia yang menutupi muskulus serratus anterior. Antara payudara dan fascia pectoralis terdapat jaringan ikat longgar yang membentuk spacia retromammae (bursa). Daerah ini juga mengandung sedikit jaringan lemak. Retromammary space menjadikan payudara dapat sedikit digerakkan. Mammae terdiri dari kumpulan glandula mammmae. Sebagian kecil dari glandula mammae meluas ke sekitar tepi inferolateral m.pectoralis mayor hingga fossa axillari, membentuk prosesus axillari atau ekor mammae atau prosesus Spence. Kadang-kadang prosesus ini dapat teraba karena pembesaran baik itu fisiologis selama siklus haid maupun karena adanya tumor. Glandula mamma terikat kuat ke dermis kulit yang menutupinya oleh substansial skin ligamen (ligamen retina cula cutis), ligamentum suspensori (Ligamen Cooper). Selama masa pubertas, payudara akan membesar, terutama karena deposisi lemak. Areola dan puting juga membesar. Ukuran dan bentuk payudara ditentukan oleh genetik, etik, dan diet. Glandula mammar terdiri dari 15-20 lobus dan sekresinya dialirkan ke puting oleh tubulus lactiferus. Dibawah areola (deep to areola), tiap duktus berdilatasi membetuk sinus laktiferus, berfungsi sebagai tempat akumulasi susu pada ibu yang menyusui.
Page 8
Areola mengandung sejumlah kelenjar sebasea yang membesar selama kehamilan dan mensekresi substansi minyak yang berfungsi sebagai librikan protektif areola dan puting. Areola adalah area sirkular terpigmentasi pada sentral mammae. Puting adalah penonjolan silindris ditengah areola. Puting tidak mengandung lamak, rambut, maupun kelenjar keringat. Semua duktus lactiferus bermuara di puting. Puting terdiri dari otot polos yang menekan duktus selama laktasi dan mengereksikan puting saat bayi mulai menghisap. Payudara wanita dibagi menjadi 4 kuadran seperti terlihat dalam gambar dibawah ini. Hal ini penting secara klinis untuk menjelaskan lokasi kista dan tumor payudara. Arteri yang mensuplai mammae yaitu: Ramus mammari medialis dari ramus perforantes dan ramus intercostal anterior dari a.thoracic interna, yang berasal dari a.subclavia a. Thoracoacromial dan a.thoracic lateral, cabang dari a.aksilaris a. Intercostal posterior, cabang dari aorta thorax pada ICS ke-2, 3 dan 4.
Page 9
Sebagian besar vena bermuara ke v.aksila, dan sebagian ke v.thoracic interna. Limfe dari areola, puting, dan lubus kelenjar mengalir menuju pleksus limfatikus subareola, yang selanjutnya membentuk: >75% menuju limfonodi aksila selanjutnya menuju nodus pectoral atau anterior. Khususnya yang berasal dari payudara lateral Sisanya yang khususnya dari payudara lateral menuju limfonodi parasternal atau ke payudara kontralateral. Sedangkan limfe dari quadran inferior menuju limfonodi frenik inferior subdiafragmatic (abdomen)
Cairan limfe dari kulit (kecuali areola dan puting) mengalir menuju limfonodi aksila ipsilateral, servikal profunda inferior, parasternal dan infraklavikula Dari limfonodi aksila dialirkan ke limfonodi infra- dan supraklavikular trunkus limfatikus subklavia (juga muara dari pembuluh limfe ekstremitas atas). Dari limfonodi parasternal trunkus limfatikus bronkomediastinal (juga muara dari pembuluh limfe organ visera thoraks).
Page 10
Persarafan payudara berasal dari cabang lateral nervus intercostal 4, 5, dan 6. Cabang dari nervus intercostalis melewati fascia profunda m.pectoralis mayor menuju kulit payudara. Nervus ini terdiri dari serabut sensorik dan simpatis (menuju otot polos puting dan pembuluh darah). Nervus intercostobrakialis dan n. Kutaneus brakialis mesialis : mengurus sensibilitas daerah aksila dan medial lengan atas.
Page 11
Permulaan LaktasiFungsi prolaktin Walaupun estrogen dan progesteron penting untuk perkembangan fisik kelenjar payudara selama kehamilan, pengaruh khusus dari kedua hormon ini adalah untuk mencegah sekresi sesungguhnya dari air susu. Sebaliknya, hormon prolaktin mempunyai efek yang berlawanan, yaitu meningkatkan sekresi dari air susu. Hormon ini disekresikan oleh kelenjar hipofisis ibu, dan konsentrasinya dalam darah ibu meningkat secara tetap dari minggu ke-5 kehamilan sampai kelahiran bayi, di mana pada saat ini meningkat 10 sampai 20 kali dari kadar normal saat tidak hamil. Konsentrasi prolaktin yang sangat tinggi pada akhir kehamilan. Selain itu, plasenta menyekresi sejumlah besar human chorionic somatomammotropin, yang juga mungkin mempunyai sifat laktogenik ringan, jadi menyokong prolaktin dari hipofisis ibu. Walaupun begitu, karena efek supresi dari estrogen dan progesteron terhadap payudara,. hanya beberapa mililiter cairan saja yang disekresikan setiap hari sampai bayi dilahirkan. Cairan yang disekresi beberapa hari terakhir atau minggu sebelum kelahiran disebut kolostrum, kolostrum ini terutama mengandung protein dan laktosa dalam konsentrasi yang sama seperti air susu, tetapi hampir tidak mengandung lemak, dan kecepatan maksimal pembentukannya adalah sekitar 1/100 kecepatan pembentukan air susu selanjutnya.
Page 12
Segera setelah bayi dilahirkan, hilangnya sekresi estrogen dan progesteron oleh plasenta yang tibatiba, sekarang memungkinkan efek laktogenik prolaktin dari kelenjar hipofisis ibu untuk mengambil peran dalam memproduksi air susu, dan dalam 1 sampai 7 hari kemudian, kelenjar payudara dengan progresif mulai menyekresikan air susu dalam jumlah besar sebagai pengganti kolostrum. Sekresi air susu ini memerlukan sekresi pendahuluan yang adekuat dari sebagian besar hormon-hormon ibu lainnya, tetapi yang paling penting dari semuanya adalah hormon pertumbuhan, kortisol, hormon paratiroid dan insulin. Hormon-hormon ini diperlukan untuk menyediakan asam amino, asam lemak, glukosa, dan kalsium yang diperlukan untuk Setelah kelahiran bayi, kadar basal sekresi prolaktin kembali ke kadar sewaktu tidak hamil dalam beberapa minggu berikutnya. Akan tetapi, setiap kali ibu menyusui bayinya, sinyal saraf dari puting susu ke hipotalamus akan menyebabkan lonjakan sekresi prolaktin sebesar 10 sampai 20 kali lipat yang berlangsung kira-kira 1 jam. Prolaktin ini selanjutnya bekerja pada payudara untuk mempertahankan kelenjar mammaria agar menyekresikan air susu ke dalam alveoli untuk periode laktasi berikutnya. Bila lonjakan prolaktin ini tidak ada atau dihambat karena kerusakan hipotalamus atau hipofisis, atau bila laktasi tidak dilakukan terus-menerus, payudara akan kehilangan kemampuannya untuk memproduksi air susu dalam waktu 1 minggu atau lebih. Akan tetapi, produksi air susu dapat berlangsung terus selama beberapa tahun bila anak terus mengisap, walaupun kecepatan pembentukan air susu normalnya berkurang sangat banyak setelah 7 sampai 9 bulan. PENGATURAN SEKRESI PROLAKTIN OLEH HIPOTALAMUS. Hipotalamus memegang peranan penting dalam mengatur sekresi prolaktin, seperti juga pengaturan hipotalamus pada hampir semua sekresi hormon-hormon hipofisis lainnya. Akan tetapi, pengaturan ini berbeda pada satu aspek: hipotalamus terutama merangsang pembentukan semua hormon yang lain, tetapi terutama menghambat pembentukan prolaktin. Akibatnya, kerusakan pada hipotalamus atau penghambatan pada sistem portal hipoialamus-hipofisis akan meningkatkan pembentukan prolaktin tetapi menekan sekresi hormon-hormon hipofisis lainnya. Oleh karena itu, diyakini bahwa sekresi prolaktin oleh hipofisis anterior diatur secara keseluruhan atau hampir keseluruhan oleh sebuah faktor penghambat yang dibentuk di dalam hipotalamus dan ditranspor ke hipofisis
Page 13
anterior melalui sistem portal hipotalamus-hipofisis. Faktor ini disebut hormon penghambat prolaktin. Hampir dapat dipastikan bahwa hormon ini adalah dopamin katekolamin, yang diketahui disekresi dalam saraf arkuatus dari hipotalamus dan yang dapat menurunkan sekresi prolaktin sebanyak 10 kali lipat.
SUPRESI SIKLUS SEKSUAL OVARIUM WANITA SELAMA PENYAPIHA SELAMA BEBERAPA BULAN SETELAH KELAHIRAN. Pada sebagian besaR ibu yang menyusui, siklus ovarium dan ovulasi tidak kembali seperti semula sampai beberapa minggu setelah laktasi bayi dihentikan. Penyebab keadaan ini kelihatannya adalah sinyal-sinyal saraf yang sama dari payudara ke hipotalamus yang menyebabkan Sekresi prolaktin selama pengisapan, baik karena sinyalsinyal saraf sendiri atau karena efek peningkatan prolaktin selanjutnya, yang, menghambat sekresi hormon-hormon pelepas-gonadotropin oleh hipotalamus, yang selanjutnya menekan pembentukan hormon-hormon gonadotropik hipofisis, hormon lutein, dan hormon perangsang folikel. Namun setelah beberapa bulan menyusui, pada beberapa ibu, khususnya pada ibu yang menyusui bayinya hanya sementara waktu, hipofisis mulai lagi menyekresikan hormon-hormon gonadotropik secukupnya untuk mengembalikan siklus seksual bulanan walaupun masa menyusui dilanjutkan. Proses, Ejeksi (atau "Let-Down') dalam Sekresi Air SusuFungsI Oksitosin Air susu secara kontinyu disekresikan ke dalam alveoli payudara, tetapi air susu tidak dapat mengalir dengan mudah dari alveoli ke dalam sistem duktus dan, oleh karena itu, tidak menetes secara kontinyu tidak menetes dari puting susu. Sebaliknya, air susu harus diejeksikan dari alveoli ke dalam duktus sebeum bayi dapat memperolehnya. Proses ini disebut "let-down" air susu. Proses ini disebabkan oleh gabungan refleks neurogenik dan hormonal yang melibatkan hormon hipofisis posterior, oksitosin. Ketika bayi mengisap pertama kali, bayi sebenarnya tidak menerima susu. Ternyata, impuls sensorik pertama harus ditransmisikan melalui saraf somatik dari puting susu ke medula spinalis dan kemudian ke hipotalamus, dan menyebabkan sekresi oksitosin pada saat yang bersamaan ketika hipotalamus menyekresi prolaktin. Oksitosin kemudian dibawa dalam darah ke kelenjar payudara, di mans oksitosin menyebabkan sel-sel mioepitel yang mengelilingi dinding luar alveoli berkontraksi, dengan demikian mengalirkan air susu dari alveoli ke dalam duktus pada tekanan positif 10 sampai 20 mmHg. Kemudian isapan bayi menjadi efektif dalam mengalirkan air susu. Jadi, dalam waktu 30 detik sampai 1 menit setelah bayi mengisap payudara, air susu mulai mengalir. Proses ini disebut ejeksi air susu atau pengeluaran (let-down) air susu. Pengisapan pada satu kelenjar payudara tidak hanya menyebabkan aliran air susu pada kelenjar payudara itu tetapi juga pada kelenjar payudara yang lain. Yang cukup menarik ialah bahwa dengan membelai bayi oleh ibu atau mendengar bayi menangis juga sering memberi cukup sinyal ke hipotalamus ibu untuk menyebabkan pengeluaran air susu.
Page 14
PENGHAMBATAN EJEKSI AIR SUSU. Masalah khusus dalam menyusui bayi datang dari kenyataan bahwa banyak faktor psikogenik atau perangsangan simpatis umum di seluruh tubuh dapat menghambal sekresi oksitosin dan akibatnya menekan ejeksi air susu. Karena alasan ini, masa puerperium ibu tidak boleh terganggu jika ibu ingin berhasil menyusui bayinya. Komposisi Air Susu dan Aliran Metabolik pada ibu yang Disebabkan Oleh Laktasi Tabel dibawah mencantumkan kandungan air susu manusia dan air susu sapi. Konsentrasi laktosa pada air susu manusia kira-kira 50 persen lebih besar daripada air susu sapi, tetapi sebaliknya, konsentrasi protein dalam air susu sapi biasanya dua kali lebih besar daripada dalam air susu manusia. Akhirnya, abu, yang mengandung kalsium dan mineral-mineral lainnya pada air susu manusia hanya sepertiga dari air susu sapi. Pada laktasi yang banyak, 1,5 liter air susu mungkin dibentuk setiap harinya (dan bahkan lebih bila ibu mempunyai anak kembar). Dengan derajat laktasi. ini, banyak zat-zat metabolik dialirkan dari ibu. Misalnya, kira-kira 50 gram lemak masuk air susu setiap hari dan kira-kira 100 gram laktosa, yang harus dibentuk dari glukosa, hilang dari ibu setiap hari. Juga 2 sampai 3 gram kalsium fosfat mungkin hilang setiap hari; kecuali jika ibu minum susu dalam jumlah besar dan mendapat asupan vitamin D yang cukup pengeluaran kalsium dan fosfat oleh kelenjar mamma, sering akan jauh lebih besar dari pada asupan zat-zat ini. Untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan fosfat kelenjar paratiroid akan sangat membesar, dan tulang secara progresif mengalami dekalsifikasi. Masalah dekalsifikasi tulang biasanya tidak berat selama kehamilan, tetapi hal ini dapat menjadi masalah yang nyata selama laktasi.
Page 15
KLASIFIKASI
FAM diklasifikasikan menjadi 2 subtipe : Giant fibroadenoma, merupakan FAM yang berukuran besar, biasanya >5 cm Juvenile fibroadenoma, merupakan occasional fibroadenoma yang berukuran besar, yang terjadi di usia remaja dan dewasa muda dan secara histologist memiliki lebih banyak sel dari FAM.
FAKTOR RESIKO
FAM banyak terjadi pada wanita muda (akibat peningkatan aktivitas estrogen) di usia 30an. Pertumbuhannya bisa cepat sekali selama kehamilan dan laktasi atau menjelang menopause. Setelah menopause, FAM ini tidak lagi ditemukan.
Page 16
Mikroskopis : Tampak stroma fibroblastic longgar yang mangandung rongga mirip duktus berlapis epitel dengan ukuran dan bentuk beragam Bila rongga tertekan oleh proliferasi ekstensif stroma akan tampak celah ireguler mirip bintang
DIAGNOSA
Mamografi, dilakukan untuk membedakan antara kista dengan FAM USG, lebih jelas membedakan antara kista dengan FAM Spesimen diperiksa untuk menyingkirkan adanya keganasan, diambil dengan cara biopsi
TERAPI
FAM harus diekstirpasi karena tumor jinak ini akan terus membesar
Page 17
Page 18
Penatalaksanaannya dengan aspirasi. Eksisi atau biopsi diindikasikan jika aspirat mengandung darah atau masih terdapat massa residual setelah dilakukan aspirasi. Massa yang dapat dipalpasi dapat dipastikan sebagai kista melalui aspirasi atau ultrasound. Cairan kista dapat berwarna seperti jerami, opaque, atau kehijauan, dan dapat mengandung fleck atau debris. Ditandai dengan: Peningkatan stroma fibrosa Dilatasi duktus dan pembentukan kista dengan berbagai ukuran Infiltrat limfositik stroma
Karena resikonya yang rendah terhadap keganasan, massa yang menghilang sepenuhnya setelah aspirasi dan kandungan kistanya tidak manampakkan adanya darah, cairannya tidak perlu dikirim untuk analisis sitologi. Jika kista terjadi berulang (>2 kali), dapat dilakukan sitologi. Pembedahan untuk mengangkat kista biasanya diindikadikan jika terdapat kecurigaan pada temuan sitologis atau kistanya terjadi secara berulang.
2. Perubahan Proliferatif
a) Hiperplasia Epitel Mencakup lesi proliferatif dalam duktulus, duktus terminalis, kadang lobulus payudara. Sebagian bersifat ringan, teratur, dan tidak beresiko karsinoma. Bila bersifat atipikal, resikonya untuk berubah menjadi karsinoma berbanding lurus dengan keparahan dan perubahan atipikalis. Pola histologis: Spektrum proliferatif tidak terbatas. Fenestrasi: duktulus, duktus, dan lobulus mungkin terisi oleh sel kuboid yang tersusun teratur, mungkin dengan pola kelenjar. Papilomatous duktus: epitel menjorok ke lumen membentuk tonjolan-tonjolan papilaris kecil. Atipikal: Sel menjadi monomorfik dengan pola arsitektur kompleks.
Hiperplasia Lobus Atipikal Hiperplasia yang secara histologis mirip Ca lobular in situ, tetapi selnya tidak meluas lebih dari 50% unit duktus terminalis a. Adenosis Sklerotikans Secara klinis dan morfologi mirip dengan karsinoma. Gambaran mencolok: o o o o Fibrosis intralobuler Proliferasi duktus kecil dan asinus (epitel & myoepitel) Lapisan ganda epitel Elemen myoepitel masih teridentifikasi
Tanda jinak:
Page 19
ABSES MAMMAE
Terbentuknya abses diakibatkan terjadi proses peradangan pada payudara. Namun, peradangan payudara jarang ditemukan dan selama stadium akut biasanya menimbulkan nyeri spontan dan nyeri tekan di bagian yang terkena.
EPIDEMIOLOGI
Terjadinya infeksi pada wanita yang tidak menyusui jarang terjadi. Abses subareolar berkembang pada wanita muda atau paruh baya yang tidak menyusui.
ETIOLOGI
Infeksi stafilokokus dapat menyebabkan terbentuknya abses tunggal atau multiple dan juga terdapat perubahan peradangan akut klinis khas jika abses terletak dekat permukaan. Apabila abses culup besar setelah sembuh akan membentuk suatu focus residual parut yang teraba sebagai indurasi local. Infeksi streptokokus umumnya menyebar ke seluruh payudara, menimbulkan nyeri, pembengkakan mencolok, nyeri tekan payudara. Apabila mereda tidak seperti pada infeksi stafilokokus yang meninggalkan jaringan residual, infeksi streptokokus tidak.
MANIFESTASI KLINIS
Area akan terlihat kemerahan, agak keras, dan muncul indurasi pada payudara.
Page 20
Segera setelah ibu sadar kembali (bila diberikan anestesi umum) atau segera setelah pembedahan selesai, ibu dapat menyusui kembali pada payudara yang sehat Segera setealah nyeri pada luka memungkinkan, ibu dapt kembali menyusui dari payudara yang terkena. Bila pada mulanya bayi tidak mau mengisap dari payudara yang terkena, penting untuk memeras ASI sampai bayi mulai mengisap kembali Bila produksi ASI pada payudara yang terkena berhenti, pengisapan merupakan jalan yang paling efektif untuk merangsang peningkatan produksi Untuk sementara waktu, bayi dapat terus menyusu dari payudara yang sehat, hingga payudara yang terkena pulih kembali.
Page 21
Page 22
Epidemiologi
Kanker payudara merupakan tumor kedua yang paling banyak ditemukan pada wanita dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita usia 40-44 tahun. Kanker ini merupakan 33% dari semua jenis kanker pada wanita dan merupakan 20% penyebab kematian wanita akibat kanker. Sampai usia 80 tahun, resiko seumur hidup seorang wanita untuk terkena kanker payudara adalah 1 dari 9.
Page 23
PATOFISIOLOGI Secara umum, terdapat tiga tahap dalam pembentukan kanker, antara lain: 1. Transformasi Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi. 2. Fase inisiasi Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami suatu keganasan. 3. Fase promosi Tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).
Page 24
Faktor-faktor resiko, terutama karena pengaruh hormon estrogen merangsang pembetukan faktor pertumbuhan oleh sel epitel payudara normal dan oleh sel kanker. Reseptor estrogen dan progesteron yang secara normal terdapat di epitel payudara berinteraksi dengan promotor pertumbuhan, seperti transforming growth factor (berkaitan dengan faktor pertumbuhan epitel), platelet derived growth-factor, dan faktor pertumbuhan fibroblas yang dikeluarkan oleh sel kanker payudara mekanisme autokrin perkembangan tumor. Neoplasma ini 90 % berasal dari epitel ductus lactiferus dan sisanya 10% dari epitel duktus terminal. Pertumbuhan tumor dimulai pada duktus kemudian meluas pada jaringan stroma yang sering disertai pembentukan jaringan ikat padat, klasifikasi dan reaksi radang Kemudian tumor mengadakan invasi membentuk konfigurasi jari ke arah fasia membuat perlengketan, sedang ke arah kulit menimbulkan kongestif pembuluh getah bening yang membuat gambaran kulit mirip dengan kulit jeruk (Peau dorange) lambat laun dapat ulserasi pada kulit. MANIFESTASI KLINIS Kanker payudara biasanya mempunyai gambaran klinis sebagai berikut: 1. Terdapat benjolan keras yang lebih melekat atau terfiksir. 2. Tarikan pada kulit di atas tumor. 3. Ulserasi atau koreng. 4. Peaud orange. 5. Discharge dari puting susu. 6. Asimetri payudara. 7. Retraksi puting susu. 8. Elovasi dari puting susu 9. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak. 10. Satelit tumor di kulit. 11. Eksim pada puting susu. 12. Edema.
Page 25
Berdasarkan kemunculan gejala, dapat dibedakan sbb: 1. Tanda dini: - Benjolan tunggal tanpa nyeri agak keras dengan batas kurang jelas - Kelainan mammografi tanpa kelaianan pada palpasi 2. Tanda lama: - Reraksi kulit atau retraksi areola - Retraksi atau inversi puting - Kelenjar aksila dapat diraba - Pengecilan mammae (pengerutan) - Pembesaran mammae - Kemerahan - Udem kulit - Fiksasi pada kulit dan toraks 3. Tanda akhir: - Tukak - Kelenjar supraklavikula dapat diaraba - Udem lengan - Metastasis tulang, paru, hati, otak, pelura, atau ditempat lain.
Gejala dan tanda penyakit payudara: a. Nyeri Berubah dengan daur menstruasi Penyebab fisiologi seperti pada tegangan pramenstruasi atau penyakit fibrokistik Tidak tergantung daur menstruasi Tumor jinak, tumor ganas atau infeksi. Keras (a) Permukaan licin dan fibroudenoma atau kista, (b) Permukaan keras, berbenjol atau melekat pada kanker atau inflamasi non-infektif Kenyal Kelainan fibrokistik Lunak Lipoma Bercawak Sangat mencurigakan karsinoma Benjolan kelihatan Kista, karsinoma, fibroadenoma besar Kulit jeruk Di atas benjolan : kanker (tanda khas) Kemerahan Infeksi jika panas Tukak Kanker lama (terutama pada orang tua) Retraksi Fibrosis karena kanker Infeksi baru Retraksi baru karena kanker (bidang fibrosis karena pelebaran duktus) Eksema Unilateral : penyakit paget (tanda khas kanker) Seperti susu Kehamilan atau laktasi Jernih Normal Hijau (a) Perimenopause, (b) Pelebaran duktus, (c) Kelainan fibrokistik Hemoragik (a) Karsinoma, (b) Papiloma Intraduktus
b. Benjolan di payudara
c. Perubahan kulit
e. Keluarnya cairan
Page 26
Page 27
PEMERIKSAAN PENUNJANG Mammografi Mammografi merupakan teknik imaging yang dikembangkan pada tahun 1960 di amerika utara. Pemeriksaan mammografi dapat digunakan untuk screening ataupun mendiagnosis kanker payudara. Screening ditujukan untuk mendeteksi kanker payudara yang pada wanita yang asimtomatik. Untuk keperluan screening diambil dua potongan payudara yaitu craniocaudal (CC) view dan mediolateral oblique view (MLO). Diagnostik mammografi digunakan untuk mengevaluasi wanita dengan temyan abnormal seperti massa pada payudara atau nipple discharge. Selain itu, mammografi juga dapat juga digunakan sebagai pemandu dalam melakukan biopsi. Temuan spesifik pada mammografi yang mengarahkan ke diagnosis kanker payudara adalah adanya massa solid dengan atau tanpa stellate features, penebalan yang asimetri k pada jaringan payudara, dan adanya mikrokalsifikasi. Adanya kalsium di dalam atau sekitar lesi yang dicurigai juga mengarahkan ke kanker payudara dan ini ditemukan pada sekitar 50% massa yang tidak dapat dipalpasi.
Keterangan : D = Invasive breast cancer (arrow) shown in the craniocaudal mammography view E= Invasive breast cancer (arrow) shown in the mediolateral oblique mammography view Ductography Indikasi primer untuk dilakukan duktografi adalah adanya nipple dicharge, khusunya jika cairan yang keluar adalah darah. Kontras radioopak diinjeksikan ke satu atau lebih duktus mayor dan kemudian dilakukan mammografi. Adanya papiloma intraduktal akan tampak sebagai filling defect yang dikelilingi oleh media kontras, sedangkan kanker akan tampak sebagai massa ireguler atau sebagai multiple intraluminan filling defect.
Page 28
Keterangan : Craniocaudal and (B) mediolateral oblique mammography views demonstrate a mass (arrows) posterior to the nipple and outlined by contrast, which also fills the proximal ductal structures USG USG merupakan teknik imaging kedua yang paling sering digunakan untuk breast imaging setelah mammografi. USG digunakan untuk memastikan temuan equivocal pada mammografi, menentukan massa kistik, dan menentukan kualitas echogenic dari temuan massa solid. Pada USG kanker akan tampk sebagai massa yang dengan dinding yang ireguler, tapi dapat memilkik smooth margins dengan acoustic enhancement. USG juga dapat digunakan sebagai pemandu dalam melakukan FNA atau core-needle biopsy.
Keterangan : Ultrasound image demonstrates a solid mass with irregular borders (arrows) consistent with cancer. Fine-Needle Aspiration (FNA) FNA telah menjadi bagian rutin dalam mengevaluasi massa payudara. Teknik ini mudah dilakukan dan hanya membutuhkan alat-alat yang sederhana yaitu jarum ukuran 22, syringe, dan alkohol. Kegunaan utama FNA untuk membedakan massa solid dengan massa kistik, ini dapat dilakukan pada semua jenis massa yang ditemukan pada payudara. Massa kistik jika diaspirasi maka akan keluar cairan yang keruh dan berwarna hijau tua atau kuning tua. Sedangkan kanker dicurigai bila hasil biopsi menunjukan (1) hasil aspirasi tidak didapatkan adanya cairan dan massa solid dapat didiagnosis, (2) terdapat cairan kiste tapi mengandung darah, dan (3)
Page 29
terdapat cairan kiste namun massa tidak mengecil secara sempurna. Jika ada kecurigaan ke arah carcinoma maka material yang didapat dari biopsi harus dilakuakn pemeriksaan sitologi untuk memastikan diagnosis.
Page 30
Page 31
Karsinoma in situ noninfiltratif berasal dari duktus tempat terlazim perkembangan tumor di dalam duktus terminal estralobular sel-sel ini memiliki sifat mikroskopik keganasan tetapi tidak menginvasi membrana basalis epitel duktus
Karsinoma Duktus Menginfiltrasi Dengan Fibrosis Produktif tumor ini telah di namai karsinoma skirus atau karsinoma simpleks temuan klinisnya ialah adanya dimpling, peau dorange atau edema kulit yang luas tumor ini menawarkan tahanan besar bila dipotong dalam kamar patologi, dan permukaan yang dipotong bisa berkalsifikasi dengan streak seperti kapur kuning yang menginfiltrasi seperti pseudopoda ke dalam struktur payudara normal sekelilingnya.
Page 32
Sel neoplasma tersusun dalam kelompok kecil atau dalam alur tunggal untuk menghasil indian filling, yang menempati ruang celah tak teratur di antara berkas kolagen
Karsinoma Meduler adalah karsnioma berbatas tegas, yang oleh Moore dan Foote disebut sebagai karsinoma meduler pada potongan tumor bisa tampak mempunyai kapsula, tetapi zona infiltrasi limfosit dan fibrosis yang mengelilingi jelas pada pemeriksaan histopatologi nekrosis mencair sentral secara mikroskopis terbukti tumor sangat seluler terdiri dari inti besar, oval, atau poligonal dengan sitoplasma basofilik, inti vesikuler dan anak inti menonjol.
Page 33
Komedokarsinoma mempunyai sumbatan materi seperti pasta khas yang dapat dikeluarkan dari permukaan neoplasma secara makroskopis tumor ini berbatas tegas, kenyal dan keabu-abuan secara mikroskopis bagian tengahnya jaringan epitel sangat seluler dengan kalsifikasi fokal terlihat menutupi duktus
Page 34
Karsinoma koloid dikenal sebagai adenokarsinoma musinosa Lesi ini serupa dengan komedokarsinoma secara prognostic secara makroskopik tumor ini berbatas tegas, tetapi tidak berkapsul secara mikroskopis ada banyak kista multilokular kecil yang mengadung materi amorf yang berwarna biru dengan hematoksilin-eosin. Antara ruangan kista, parenkim diinfiltrasi oleh kolom sel ganas yang sering mengandung vakuola tunggal yang menghasilkan penampilan cincin stempel klasik.
Karsinoma Papiler bisa timbul nekrosis dab perdarahan sentral serta sekret puting susu lazim ditemukan secara histologi lembaran besar sel viabel membentuk pola papiler. Khas sel memperlihatkan hiperkromatisme, kehilangan polaritas dan banyak mitosis
Karsinoma Tubularis Sering menyerupai adenosis sklerotikans penyakit fibrokistik dan harus dibedakan dari hiperplasia atipikal fokal
Page 35
Karsinoma Lobularis karsinoma yang berasal dari dalam duktus terminalis lobulus lobulus terminalis dibungkus oleh sel kecil seragam hiperplastik yang sering tersusun dalam deretan atau manik-manik dengan beberapa mitosis tetapi hiperkromatisme dan anaplasia sel inti.
Page 36
PRINSIP TATALAKSANA CARCINOMA MAMMAE Pembedahan: Breast Conserving Treatment & Mastektomi
Breast-conserving treatments : Pemindahan tumor primer dengan beberapa metode lumpektomi dengan atau tanpa iradiasi payudara, menghasilkan suatu survival yang lebih baik dari mastektomi sebagai prosedur pembedahan ekstensif Iradiasi payudara postlumpectomy secara nyata menurunkan risiko pengulangan simtom pada payudara Pembedahan dengan metode Breast-conserving surgery tidak selalu cocok untuk semua pasien : tidak diperuntukkan untuk tumor >5 cm (atau untuk tumor yang lebih kecil jika payudara berukuran kecil), untuk tumor yang meliputi kompleks nipple areola, untuk tumor dengan penyakit intraduktal ekstensif meliputi multiple kuadran payudara, untuk wanita dengan riwayat penyakit vascular kolagen dan untuk wanita yang tidak memiliki motivasi untuk melakukan konservasi payudara atau tidak memiliki akses yang mudah untuk dilakukannya terapi radiasi. Terapi radiasi mampu mengurangi angka terulangnya simtom local atau regional dan dilakukan setelah mastektomi pada wanita dengan tumor primer risiko tinggi (i.e., ukuran T2, margin positif, nodi positif).
Adjuvant Therapy
Terapi Adjuvant didefinisikan sebagai penggunaan kemoterapi, terapi hormonal, terapi radiasi, terapi biologis, atau kombinasi dari kesemuanya. Tujuan diberikannya terapi adjuvant adalah untuk menghancurkan sesuatu yang kecil, klinis, mikrometastasis jauh. Dikarenakan mikrometastasis tidak bisa dideteksi secara klinis, pasien yang diterapi oleh keluhan tumor primernya dan pasien yang benar-benar mengalami mikrometastasis harus dirawat. Rekomendasi penggunaan terapi adjuvant didasarkan pada status menopause ukuran tumor, adanya keterlibatan limfonodi, dan reseptor estrogen dan progesterone serta status HER-2 tumor; rekomendasi harus dilakukan dengan konsultasi bedah, medis, dan radiasi onkologis. Terapi adjuvant endokrin Tamoxifen (20 mg/hari untuk 5 tahun) digunakan secara luas sebagai agen endokrin dan ketika ditambah dengan kemoterapi perubahan survival antara pasien premenopausal dan postmenopausal dengan reseptor estrogen dan progesterone yang positif. Efek estrogen untuk pasien posmenopause berguna sebagai agonis dalam emelihara densitas tulang dan menurunkam kadar kolesterol, tetapi untuk wanita premenopause bisa menyebabkan kehilangan massa tulang. Aromatase inhibitors, termasuk anastrozole (1 mg/hari untuk 5 tahun), exemestane (25 mg/hari untuk 2 - 3 tahun setelah 2 - 3 tahun tamoxifen), dan letrozole (2.5 mg/hari untuk 5 tahun inisial atau 5 tahun tamoxifen), secara umum signifikan menurunkan 2-5% angka rekuren jika dibandingakn dengan tamoxifen pada wanita
Page 37
postmenopausal dengan kanker payudara positif hormon. Pada wanita premenopausal dengan tumor positif estrogen atau progesterone, ablasi ovarium dan regimen kemoterapi menunjukkan keasaan efek dalam angka survivalnya.
Terapi Sistemik:
1. Kemoterapi Tidak seperti malignansi epithelial lainnya, kanker payudara berrespon terhadap gane kemoterapeutik multiple, termasuk antrasiklin, agen alkilasi, taxan, dan antimetabolit. Kombinasi multiple agen ini ditemukan untuk mengubah respon terhadap terapi, tetapi agen-agen ini hanya memilki efek yang kecil terhadap durasi respon atau survival. 2. Terapi endokrin Secara normal, jaringan payudara merupakan dependen estrogen. Baik kanker primer maupun yang metastasis tergantung dari fenotip ini. Hal yang terbaik adalah memastikan apakah suatu kanker payudara dependen hormone adalah dengan analisis kadar reseptor estrogen danb progesterone pada tumor. Tumor dengan reseptor estrogen (-) dan reseptor progesterone (+) memiliki respon sekitar ~30%. Tumor yang memiliki kedua jenis reseptor ini berespon sekitar 70% terhadap terapi. Jika masing-masing reseptor ini tak ada, respon terapi <10%. Analisis resepto menyediakan suatu informasi yang tepat dalam penggunaan terapi endokrin yang berlawanan dengan kemoterapi. Untuk wanita dengan ER positif tetapi HER-2/neu positif, respon terhadap aromatase inhibitors pada hakekatnya lebih tinggi dibandingkan dengan tamoxifen. Antiestrogen yang murni yang lebih baru yang memiliki efek agonistic bebas masih dalam penelitian.
Page 38
PROGNOSIS
Salah satu variable yang menentukan prognosis pasien dengan Ca mamae adalah derajat staging tumor. Berikut adalah daftar hasil penelitian yang mengggambarkan angka harapan hidup setelah 5 tahun bagi pasien Ca mamae berdasarkan stage tumornya: 5-Year Survival Rate for Breast Cancer by Stage Stage 0 I IIA IIB IIIA IIIB IV 5-Year Survival, % 99 92 82 65 47 44 14
Source: Modified from data of the National Cancer InstituteSurveillance, Epidemiology, and End Results (SEER). Berdasarkan staging ini, dilakukan pertimbangan apakah terapi adjuvant diperlukan atau tidak. Selain itu, deteksi sel tumor di sirkulasi dan sumsum tulang atau bone marrow juga dapat menggambarkan angka kejadian kekambuhan, bahkan dewasa ini sudah mulai dikembangkan pemeriksaan susunan ekspresi gen untuk menganalisis pola ekspresi gen. Beberapa penelitian telah berhasil mengidentifikasi gen yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kesembuhan dan angka ketahanan hidup pasien lebih akurat dibanding variable prognostik lain. Salain itu, identifikasi gen juga mampu memprediksi respon terhadap terapi endokrine dan kemotherapi khusus. Adapun berbagai pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien, antara lain: Status/jumlah reseptor estrogen dan progesteron juga menjadi kunci penilaian prognosis. Semakin sedikit reseptor yang dimiliki semakin besar kemungnkinan kejadian Ca mamae berulang. Penilaian terhadap pertumbuhan tumor juga terkait dengan kejadian kekambuhan. Untuk menilai pertumbuhan tumor dapat dilakukan analisis flow cytometry untuk menilai fase S dalam siklus sel. Penilaian fase S secara indireck dengan menggunakan antigen terkait siklus sel, seperti PCNA (Ki67) juga dapat bernilai. Tumor dengan proporsi fase S melebihi seharusnya (fase S memanjang) diketahui memiliki resiko lebih tinggi untuk kambuh. Pemberian kemoterapi memberikan angka ketahanan hidup yang lenih baik. Klasifikasi histologis dari tumor. Tumor dengan nuclear grade yang rendah memiliki resiko lebih tinggi untuk kekambuhan. Perubahan molekuler pada tumor. Tumor yang overexpressive terhadap erbB2 (HER-2/neu) atau mengalami mutasi pada gen p53 umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk. Untuk itu, belakangan ini dilakukan penelitian untuk mengmati overexpresi dari erbB2. Diketahui bahwa tumor yang overexpresi erbB2 diketahui lebih respon terhadap pengobatan regimen dengan-dexorubicin dosis tinggi dan diduga tumor ini juga akan sensitif terhadap antibodi HER-2/neu (transtuzumab) (herceptin) dan inhibitor HER2/neu kinase. Neovaskularisasi pada tumor juga dapat menggambarkan prognosis. Tumor dengan mikrovaskularisasi yang banyak, terutama yang membentuk hot spot area, umunya memiliki prognosis yang lebih buruk. Hal ini membuat obat-obat yang bekerja pada mikrovaskularisasi semakin bermakna, contohnya seperti bevacizumab (avastin).
Page 39
Selain itu, dapat juga diperiksa berbagai protein yang terkait dengan sifat invasive, seperti IV collagenase, cathepsin D, plasminogen activator, plasminogen activator receptor, dan gen suppresi metastase nm23. Tapi, protein-protein ini masih belum bisa digunakan dalam menetukan prognosis terkait pilihan terapi karena belum ada penelitian cohort yang dilakukan untuk membuktikan efektifitas penilaian.
KOMPLIKASI
Komplikasi pada Ca mamae adalah berupa perburukan penyakit yang meliputi meningkatnya stagging, metastase atau pun terjadinya kekambuhan penyakit pada Ca mamae yang telah remisi dengan terapi primer (pembedahan). Untuk mengevalusi kejadian metastase ataupun kekambuhan perlu dibedakan kejadiannya pada pasien yang diberi pengobatan dengan pasien yang tanpa diberikan pengobatan, baik yang sifatnya paliatif ataupun kuratif. Pada stadium awal (1 dan 2), terapi pembedahan mutlak diperlukan untuk mencegah metastase tumor primer dan sebagai terapi kuratif. Setelahnya, dapat dilanjutkan dengan terapi adjuvant guna mengurangi kemungkinan terjadi kekambuhan. Diketahui kesuksesan terapi adjuvant dalam menurunkan resiko kekambuhan adalah sekitar 30%. Pada tumor dengan stadium yang lenih tinggi (3 dan 4) pembedahan tidak dilakukan karena beresiko terjadinya metastase Ca akibat terlepasnya sel tumor selama operasi. Terapi pada stadium ini hanya dengan terapi paliatif guna mengontrol dan menekan pertumbuhan sel tumor serta mengatasi metastase. Pasien Ca mamae yang tidak diterapi akan lebih mudah berkembang tumor dan terjadi metastase.
Page 40
DAFTAR PUSTAKA
Brunicardi, FC. et al. 2006, Schwartzs Manual of Surgery, Eighth Edition, McGraw Hill, New York. Buku Ajar Ilmu Bedah Wim de Jong Burkitt, GH et al, 2008. Essential Surgery_Problems Diagnosis And Management 4th Edition. Philadelphia : Saunders Elsevier Davey P, 2006. At a Glance Medicine. Penerbit Erlangga, Jakarta Inch,Sally.2000.Mastitis, Causes & Management.WHO : Department of Child and Adolescent Health And Development. Moore, Keith L. and Arthur F. Dalley. 2006. Clinically Oriented Anatomy, 5th Ed. Lippincott Williams & Wilkins. Ch.1 Patofisio Price Wilson Patologi Robin Kumar Robbins, et al. 2007. Basic Pathology, 8th ed. Saunder Elsevier Townsend, CM. et al. 2007, Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice, Eighteenth Edition, Elsevier Saunders, Philadelphia.
Page 41