Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN Mata Merah Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang

ditutup konjungtiva menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva terajadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis, pleksus arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut kongestif. Pada konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila diberi efinefrin topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih. Anatomi Mata

Bola mata dibungkus oleh tiga lapis jaringan, yaitu : 1. Sklera Merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk kedalam bola mata. 2. Uvea Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Pada iris didapatkan pupil dan badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aquous humor).

3. Retina Retina terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapisan yang merupakan lapisan neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Lapisan ini peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai ke otak. Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka terhadap sinar dan daerah ini disebut bintik buta.

Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola mata terbagi dua, yaitu bagian depan terletak di depan lensa berisi carian yang disebut aqueous humor dan bagian belakang terletak di belakang lensa berisi vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam bentuk yang benar.

Kotak mata pada tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam kelopak mata disebut konjungtiva. Selaput ini peka terhadap iritasi. Konjungtiva penuh dengan pembuluh darah dan serabut saraf. Radang konjungtiva disebut konjungtivitis. Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang keluar dari kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis. Air mata mengandung lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata berfungsi sebagai alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam mata.

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian : Konjungtiva tarsal, yang menutupi tarsus Konjungtiva bulbi, yang menutupi sklera Konjungtiva fornix, adalah tempat peralihan konjungtiva tarsal dan konjungtiva bulbi

Fisiologi

Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami pembiasan lima kali yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreous humor. Pembiasan terbesar terjadi di kornea. Bagi mata normal, bayang-bayang benda akan jatuh pada bintik kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar. Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang (sel basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua macam pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang. Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna, makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning hanya ada sel konus saja. Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat. Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum warna. Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.

BAB II PEMBAHASAN MATA MERAH VISUS NORMAL

PTERIGIUM

Gambar 1. Tampak jaringan fibrovaskuler konjungtiva.

Definisi Pterygium merupakan penebalan lipatan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga dengan banyak pembuluh darah. Puncaknya terletak dikornea dan dasarnya dibagian perifer. Biasanya terletak di celah kelopak dan sering meluas ke daerah pupil.1

Penyebab Penyebab pasti dari pterygium tidak diketahui. Tetapi, faktor penyebab yang paling umum adalah : Terkena paparan sinar matahari yang berlebihan Bekerja di luar rumah Paparan berlebihan pada lingkungan yang keras seperti debu, kotoran, panas, angin, kekeringan dan asap. Paparan berlebihan pada alergen seperti bahan kimia dan solvent2

Epidemiologi Umum terjadi pada usia 20-30 tahun dan di daerah yang beriklim tropis3

Klasifikasi Pterygium Tipe 1 Meluas kurang dari 2 mm di atas kornea. Timbunan besi (ditunjukkan dengan Stocker line) dapat terlihat di epitel kornea bagian anterior/depan pterygium. Lesi/jejas ini asimtomatis, meskipun sebentar-sebentar dapat meradang (intermittently inflamed). Jika memakai soft contact lense, gejala dapat timbul lebih awal karena diameter lensa yang luas bersandar pada ujung kepala pterygium yang sedikit naik/terangkat dan ini dapat menyebabkan iritasi. Tipe 2 Melebar hingga 4 mm dari kornea, dapat kambuh (recurrent) sehingga perlu tindakan pembedahan. Dapat mengganggu precorneal tear film dan menyebabkan astigmatisme. Tipe 3 Meluas hingga lebih dari 4 mm dan melibatkan daerah penglihatan (visual axis). Lesi/jejas yang luas (extensive), jika kambuh, dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva dan meluas hingga ke fornix yang terkadang dapat menyebabkan keterbatasan pergerakan mata3.

Gambar 2. Pterigium

Gejala Gejala pterygium bervariasi dari orang ke orang. Pada beberapa orang, pterigyum akan tetap kecil dan tidak mempengaruhi penglihatan. Pterygium ini diperhatikan karena alasan kosmetik. Pada orang yang lain, pterygium akan tumbuh cepat dan dapat meyebabkan kaburnya penglihatan. Pterygium tidak menimbulkan rasa sakit.

Gejalanya termasuk : Mata merah,Mata kering,Iritasi,Keluar air mata (berair),Sensasi seperti ada sesuatu dimata, Penglihatan yang kabur4 Diagnosis Diagnosis pterigium dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan berikut: Pemeriksaan Visus, Slit lamp Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan pterygium adalah untuk : Mengevaluasi ukuran Mencegah inflamasi Mencegah infeksi Aid dalam proses penyembuhan, apabila operasi dilakukan4

Observasi Pemeriksaan mata secara berkala, biasanya ketika pterygium tidak menimbulkan atau menimbulkan gejala yang minimal.

Apabila gejala bertambah berat, dapat ditambahkan : Medikamentosa Dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi, kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi, lubrikasi okular seperti airmata buatan. Therapy radiasi Operasi Apabila penglihatan menjadi kabur, maka pterygium harus dioperasi. Akan tetapi pterygium dapat muncul kembali. Pemberian mytomycin C to aid in healing dan mencegah rekurensi, seusai pengangkatan pterygium dengan operasi, selain itu menunda operasi sampai usia dekade 4 dapat mencegah rekurensi. Pencegahan Secara umum, lindungi mata dari paparan langsung sinar matahari, debu, dan angin, misalnya dengan memakai kacamata hitam.

PSEUDOPTERIGIUM Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterygium ini pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya5.

PTERIGIUM

PSEUDOPTERIGIUM

1. Lokasi 2.Progresifitas 3.Riwayat peny.

Selalu di fisura palpebra Bisa progresif atau stasioner Ulkus kornea (-)

Sembarang lokasi Selalu stasioner Ulkus kornea (+)

4.Tes sondase

Negatif

Positif

Pseudopterygium tidak memerlukan pengobatan, serta pembedahan, kecuali sangat mengganggu visus, atau alasan kosmetik6.

PINGUEKULA Definisi Pinguekula merupaka benjolan pada konjungtiva bulbi yang merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva5. Pinguecula sangat umum terjadi, tidak berbahaya, biasanya bilateral (mengenai kedua mata). Pinguecula biasanya tampak pada konjungtiva bulbar berdekatan dengan limbus nasal (di tepi/pinggir hidung) atau limbus temporal. Terdapat lapisan berwarna kuning-putih (yellowwhite deposits), tak berbentuk (amorphous) 3

Patogenesis Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima, bahwa rangsangan luar mempunyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara lain adalah panas, debu, sinar matahari, udara kering6.

Pengobatan Biasanya tidak diperlukan,jika terjadi inflamasi/ radang akut yang disebut pinguekulitis, maka diberikan steroid lemah. Pencegahan Mencegah rangsangan luar sangat dianjurkan

Gambar 3. Pinguekula

HEMATOMA SUBKONJUNGTIVA Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi, arteiosklerosis, konjungtivitis hemorraghik, pemakaian antikoagulan, batuk rejan). Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung langsung, yang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi. Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan dalam waktu 1-3 minggu5. EPISKLERITIS SKLERITIS Episkleritis Merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak anatara konjungtiva dan permukaan sklera. Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia pertengahan dengan bawaan penyakit rematik. Keluhannya dapat berupa : mata terasa kering rasa sakit yang ringan mengganjal konjungtiva yang kemotik. atau tidak

Pengobatan yang diberikan adalah vasokonstriktor, pada keadaan yang berat diberi kortikosteroid tetes mata atau sistemik atau salisilat. Pada episkleritis penglihatan normal, dapat sembuh sempurna atau bersifat residif

Gambar 4. Episkleritis

Skleritis Adalah reaksi radang yang mempengaruhi bagian luar berwarna putih yang melapisi mata.Penyakit ini biasanya disebabkan kelainan atau penyakit sistemik. Skleritis dibedakan menjadi : 1. skleritis anterior diffus 2. Radang sklera disertai kongesti pembuluh darah episklera dan sklera, umumnya mengenai sebagian sklera anterior, peradangan sklera lebih luas, tanpa nodul. 3. Skleritis nodular 4. Nodul pada skleritis noduler tidak dapat digerakkan dari dasarnya, berwarna merah, berbeda dengan nodul pada episkleritis yang dapat digerakkan. 5. Skleritis nekrotik 6. Jenis skleritis yang menyebabkan kerusakan sklera yang berat6.

Gambar 5. Skleritis

Gejala Kemerahan pada sklera dan konjungtiva Terdapat perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis dan dagu yang kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya yang sering kambuh. Fotofobia Mata berair Penglihatan menurun5

Pengobatan Pada skleritis dapat diberikan suatu steroid atau salisilat. Apabila ada penyakit yang mendasari, maka penyakit tersebut perlu diobati.

Konjungtivitis Konjungtiva dan kornea merupakan bagian mata yang mudah berhubungan dengan dunia luar. Peradangan konjungtiva diakibatkan infeksi bakteri atau virus. Konjungtivitis dapat pula terjadi akibat asap, angin, dan sinar kuat, selain daripada alergi, demam, tampek dan penyakit lainnya. Pada peradangan konjungtiva tidak jarang ditemukan hal-hal berikut : Mata merah, bengkak, sakit, panas, gatal, dan seperti kelilipan Bila infeksi bakteri maka akan terdapat rasa lengket, sekret mukopurulen Bila infeksi karena virus maka akan bersifat sangat mudah menular apalagi pada mata sebelahnya. Sekret yang keluar bermacam-macam jenisnya dan sangat bergantung pada penyebab peradangannya. Sekret dapat demikian banyak sehingga kelopak sukar dibuka terutama sewaktu bangun pagi.

Pada peradangan konjungtivitis akut akan ditemukan : Tertimbunnya eksudat pada sakus konjungtiva yang kadang-kadang bergumpal pada permukaan konjungtiva, dan membentuk pseudomembran. Bentuk pseudomembran ini dapat ditemukan pada radang akibat difteria, infeksi staphylococcus, konjungtivitis epidemik, luka bakar kimia dan sindrom Steven Johnson.

eksudat purulen terdapat pada konjungtivitis akibat bakteri eksudat serous biasanya merupakan gambaran infeksi virus sekret yang mukous rrierupakan manifestasi reaksi alergi.

Pemeriksaan kultur dan sitologik sekret konjungtiva merupakan cara untuk mengetahui penyebab infeksi, seperti : Sel eosinofil kebanyakan merupakan akibat atopi atau terutama akibat konjungtivitis vernal Sel limfosit merupakan gambaran karakteristik infeksi akibat virus, infeksi kronis Sel epitel dengan multi nukleus dengan atau tanpa badan inklusi intraseluler merupakan gambaran yang dapat ditemukan pada infeksi virus.

Gejala umum pada konjungtivitis adalah mata merah, sekret atau mata kotor, dan pedes seperti kelilipan. Konjungtivitis biasanya akan mengenai kedua mata akibat mengenai mata yang sebelahnya. Bila terdapat hanya pada satu mata maka ini biasanya diakibatkan alergi atau moluskum kontagiosum. Pengobatan konjungtivitis pada umumnya adalah dengan mengobati kausal dan tidak dibebat. Bila dibebat maka kuman akan berkembang biak dengan cepat karena suhu mata yang biasanya lebih dingin akibat penguapan akan sarna denga suhu badan. Tabel 2. Diagnosis Banding Konjungtivitis

Gambaran klinis yang dapat terlihat pada konjungtiva,ialah : Reaksi folikular atau adanya folikel (nodul avaskular) merupakan proliferasi limfosit dan membentuk folikel limfoid dengan sel germinatif di bagian sentral

subkonjungtiva. Besar folikel kira-kira 0.2 mm dan terlihat pada infeksi Chiamydia (trakoma), virus (adenovirus), akibat alergi kimia (atropin dan eserin) Terbentuknya papil yang merupakan akibat penimbunan eksudat disertai serbukan leukosit, dan pelebaran pembuluh darah sehingga mendorong permukaan konjungtiva antara dua bagian yang tertahan oleh fibrin seperti yang terlihat pada konjungtivitis vernal, konjungtivitis akut bakterial dan konjungtivitis alergi Membran dan pseudomembran terlihat pada konjungtivitis epidemik akut, infeksi streptococ, dan difteria. Pseudomembran berbentuk seperti membran akan tetapi tidak melekat pada stroma konjungtiva sehingga bila diangkat tidak berdarah Sikatriks atau jaringan parut dapat terjadi pada konjungtiva tarsal dan

bulbi. Sikatriks dapat terlihat pada trakoma dan penyakit alergi lainnya.

Pengobatan konjungtivitis secara umum adalah : Konjungtivitis bakterial diobati dengan tetes mata antibiotika (polymyxin, bacitracin, garamycin) beberapa kali untuk 2-3 hari Pemakai lensa kontak hams melepas lensa kontaknya Konjungtivitis alergi diobati dengan antihistamin Kompres hangat dipergunakan tidak lebih dart 20 menit.

Jenis konjungtivitis berdasarkan penyebabnya sebagai berikut : 1. Konjungtivitis Akut

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan bakteri seperti konjungtivitis gonococ. virus, chlamydia, alergi, toksik, dan moluscum kontagiosum. Gambaran klinis yang terlihat pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata merasa seperti adanya benda asing, dan adeno-pati preaurikel. Biasanya sebagai reaksi konjungtivitis akibat virus berupa terbentuknya folikel pada konjungtiva. Bilik mata dan pupil dalam bentuk yang normal.

a.

Konjungtivitis Bakterial Akut

Konjungtivitis bakteri akut adalah bentuk konjungtivitis yang murni dan biasanya disebabkan oleh staphylococ, streptococcus pneumoniae, gonococ, Haemifillus influenzae, pseudomonas, dan basil Morax Axenfeld. Pada setiap konjungtivitis sebaiknya dilakukan pemeriksaan pulas-an untuk mengetahui penyebabnya. Pengobatan umumnya pada konjungtivitis akibat bakteri adalah antibiotika spektrum luas dalam bentuk tetes dan salep, atau antibiotika sesuai dengan kausanya.

Konjungtivitis Blenore Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir. Penyebabnya yaitu : gonococ, chlamydia, dan staphylococ. Konjungtivitis purulen pada bayi sebaiknya dibedakan dengan oftalmia neonatorum lainnya seperti chlamydia konjungtivitis (inklusion blenore), infeksi bakteri lain, virus dan jamur. Saat terlihat penyakit, gambaran klinik serta hasil pemeriksaan hapus akan membantu untuk menentukan kausa.

Blenore mengenai bayi yang ditularkan ibunya merupakan penyebab utama oftalmia neonatorum. Memberikan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan kemotik. Gejala khusus infeksi gonococ terlihat sebagai kelopak lengket. Masa inkubasi bervariasi antara 3 6 hari, gonore 1-3 hari dan chlamydia 5-12 hari.

Diagnosis pasti blenore adalah dengan pulasan Giemsa. Pada pewamaan Giemsa akan terlihat sel leukosit polimorfonuklear dengan diplococ Gram negatif intra selular. Bila penyebabnya chlamydia maka ini disebabkan oleh chlamydia oculo genital trachmatis. Diagnosis dibuat dengan pulasan epitel dimana terdapat pigmen basofil di dalam sitoplasma dengan reaksi neutrofil, sel plasma dan sel mononuklear.

Pengobatan konjungtivitis blenore ialah dengan memberikan panisilin topikal tetes atau salep sesering mungkin. Tetes ini dapat diberikan setiap setengah jam pada 6 jam pertama disusul dengan setiap jam sampai terlihat tanda-tanda perbaikan. Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penisilin salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari.

Sebelum pemberian penisilin topikal mata dibersihkan dari sekret karena bila tidak maka pemberian obat tidak akan efektif. Kadang-kadang perlu diberikan bersama-sama dengan tetrasiklin karena mungkin konjungtivitis ini berjalan bersama-sama dengan infeksi chlamydia.

Diagnosis banding yang sering didapatkan adalah konjungtivitis inklusi yaitu konjungtivitis yang disebabkan chlamydia oculogenital dan termasuk ke dalam golongan TRIG, dengan masa inkubasi 5-12 hari. Pada bayi akan terlihat sebagai konjungtivitis purulen. Obat yang diberikan adalah tetrasiklin atau sulfonamid. Pencegahan merupakan cara yang lebih aman ialah membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan larutan borisi dan memberikan salep kloramfenikol.

Pemeriksaan laboratorium akan memberikan gambaran yang khusus untuk jenis infeksi, yang akan memperlihatkan tanda-tanda infeksi virus, jamur dan bakteri pada pemeriksaan sitologik.

Konjungtivitis Gonore

Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut yang disertai dengan sekret purulen. Gonococ merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. Pada neonatus infeksi konjungtiva

terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri pada kontak dengan penderita uretritis atau servisitis gonore.

Secara klinis penyakit yang disebabkan gonococ sering dalam bentuk: oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari) konjungtivitis gonore infantum (usia lebih dari 10 hari) konjungtivitis gonore adultorum.

Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit infiltratif, supuratif dan penyembuhan. Pada stadium infiltratif ditemukan kelopak dan konjungtiva yang kaku disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedang konjungtiva bulbi merah, kemotik dan menebal. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik gonore dewasa. Pada orang dewasa terdapat perasaan sakit pada mata yang dapat disertai dengan tanda-tanda infeksi umum. Pada umumnya menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya.

Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental. Kadang kadang bila sangat dini sekret dapat sereus yang kemudian menjadi kental dan purulen. Berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada orang dewasa sekret tidak kental sekali. Terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva.

Pada stadium penyembuhan semua gejala sangat berkurang. Pada orang dewasa penyakit ini berlangsung selama 6 minggu dan tidak jarang ditemukan pembesaran disertai rasa sakit kelenjar preaurikel.

Diagnosis pasti penyakit ini .adalah pemeriksaan sekret dengan pewamaan metilen biru dimana akan terlihat diplokok di dalam sel leukosit. Dengan pewamaan Gram akan terdapat sel intraselular atau ekstra selular, dengan sifat Gram negatif. Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat.

Pengobatan segera dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok batang intraselular dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (dire-bus) atau dengan garam fisiologik setiap 1/4 jam. Kemudian diberi salep penisilin setiap 1/4 jam. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000-20.000 unit /ml setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif. Pengobatan biasanya dengan perawatan di Rumah Sakit dengan terisolasi, dibersihkan dengan garam fisiologis, penisilin sodium G 100.000 unil/ml, eritromisin topikal, dan penisilin 4.8 juta unit dibagi 2 kali sistemik.

Penyulit yang dapat terjadi adalah tukak kornea marginal terutama dibagian atas. Tukak ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis kuman gonokok ini. Pada anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak kornea sehingga sering terjadi perforasi kornea. Pada orang dewasa tukak yang terjadi sering terletak marginal dan sering berbentuk cincin. Perforasi kornea dapat mengakibatkan endoftalmitis dan panoftalmitis sehingga terjadi kebutaaan total. Tipe dewasa disebabkan infeksi sendiri dengan gejala mendadak, dengan purulensi berat yang dapat memberikan penyulit keratitis, tukak kornea, sepsis, arthritis, dan dakrioadenitis.

Konjungtivitis Difteri Konjungtivitis difteri adalah radang konjungtiva yang disebabkan bakteri difteri memberikan gambaran khusus berupa terbentuknya membran pada konjungtiva tarsal. Membran yang terbentuk terdiri atas bahan nekrotik bercampur fibrin yang bila diangkat akan mengakibatkan terjadinya perdarahan.

Biasanya konjungtivitis difteri terdapat pada anak yang menderita difteri. Kelopak terlihat membengkak, merah dan kaku disertai dengan membran pada konjungtiva tarsal. Untuk menegakkan diagnosis yang tepat dibuat pembiakan pada agar Loefler. Pengobatan konjungtivitis difteri adalah dengan memberi penisilin disertai dengan antitoksin difteri. Penyulit yang dapat timbul adalah keratitis dan simblefaron.

Konjungtivitis Angular Konjungtivitis angular merupakan peradangan konjungtiva yang terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra, disertai ekskoriasi kulit di sekitar daerah meradang. Konjungtivitis angular disebabkan basil Moraxella Axenfeld. Konjungtivitis angular terdapat sekret mukopurulen dan pasien sering mengedip dan dapat memberikan penyulit blefaritis. Pengobatan yang sering diberikan adalah tetrasiklin atau basitrasin. Dapat juga diberi sulfas Zincii yang bekerja mencegah ptoteolisis.

Konjungtivitis Folikular Kelainan ini merupakan konjungtivitis yang disertai dengan pembentukan folikel pada konjungtiva. Terbentuknya folikel terjadi akibat penimbunan limfosit dalam jaringan adenoid subepitel konjungtiva. Folikel akan membentuk tonjolan pada konjungtiva sebesar 0.5 mm dengan permukaan yang landai, licin, berwama abu-abu kemerahan. Wama merah ini terlihat akibat adanya pembuluh darah dari bagian perifer folikel yang menuju puncak foliikel. Konjungtivitis folikular merupakan konjungtivitis yang sering ditemukan pada anak-anak akan tetapi tidak ditemukan pada bayi. Beda dengan folikel trakoma maka pada konjungtivitis folikular tidak pemah terbentuk sikatriks. Bersamaan dengan terlihatnya mata merah biasanya juga disertai dengan lakrimasi yang nyata. Konjungtiivitis folikular dapat terjadi akibat infeksi bakteri, virus dan rangsangan bahan kimia. Penyakit ini dapat berjalan akut ataupun kronis. Dikenal bentuk konjungtivitis folikular akut, kronis dan folikulosis. Konjungtivitis folikular akut, pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh virus seperti herpes simpleks, herpes zoster, keratokonjungtivitis epidemik, atau demam

faringokonjungtiva, konjungtivitis New Castle, konjungtivitis hemoragik akut dan trakoma akut. Konjungtivitis folikular kronis terdapat pada trakoma, toksik dan konjungtivitis

Parinaud Folikulosis, suatu bentuk konjungtivitis yang jarang terlihat pada usia tebih dan 20 tahun. Terlihat folikel atau hipertrofi adenoid sebesar 1 mm terutama pada tarsus inferior.

Konjungtivitis Mukokataral/Mukopurulen Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala umum konjungtivitis, kataral mukoid. Penyebabnya adalah Staphylococcus, basil Koch Weeks, pneumococ, staphylococ, haemophylus Aegypti, yang dapat juga terlihat pada penyakk virus, lain seperti rubeola atau morbili. Gejala konjungtivitis mukopurulen adalah terdapatnya hiperemia konjungtiva dengan sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak melekat terutama pada waktu bangun pagi. Pasien merasa seperti kelilipan kemasukan pasir. Sering ada keluhan seperti adanya halo atau gambaran pelangi yang sebaiknya dibedakan dengan halo glaukortia. Bila disebabkan pneumococ maka akan terlihat perdarahan kecil pada konjungtiva. Gejala penyakit terberat terjadi pada hari ketiga dan bila tidak diobati akan berjalan kronis. Pengobatan dengan membersihkan konjungtiva dan antibiotika yang sesuai. Penyulit yang dapat timbul adalah tukak kataral marginal pada komea atau keratitis superfisial.

Blefarokonjungtivitis Blefarokonjungtivitis atau radang kelopak dan konjungtiva ini disebabkan oleh staphylococ dengan keluhan terutama perasaan gatal pada mata disertai terbentuknya krusta pada tepi kelopak. Bersamaan dengan ini biasanya disertai dengan keratitis pungtata epitelial. Radang ini juga mengenai kelenjar Meibom dan folikel rambut. Blefarokonjungtivitis sering menimbulkan reaksi alergi pada kornea sehingga menimbulkan keratitis marginal ataupun tukak marginal komea. Pengobatan yang diberikan adalah dengan mernbersihkan kelopak disertai pemberian neomisin atau polimiksin lokal pada mata.

b.

Konjungtivitis Viral Akut

Konjungtivitis akibat virus sering ditemukan dan biasanya disebabkan adenovirus atau suatu infeksi herpes simpleks. Infeksi virus ini biasanya terjadi bersama-sama dengan infeksi saluran napas atas. Akibat sangat mudah menular maka virus akan mengenai kedua mata.

Konjungtivitis virus dapat memberikan gambaran sebagai konjungtivitis folikular, atau konjungtivitis dengan terjadinya keratitis. Pencegahan dilakukan dengan higiene yang baik, dimana pengobatan virus tidak ada dan dapat diberikan kompres dingin untuk mengurangkan rasa tidak enak pada matanya. Pada keadaan yang berat dapat diberikan steroid untuk menghilangkan gejala. lnfeksi virus biasanya akan sembuh dengan sendirinya setelah 3 minggu.

Keratokonjungtivitis Epidemik Keratokonjungtivitis epidemik merupakan radang yang berjalan akut, disebabkan oleh adenovirus tipe 3,7, 8 dan 19. Konjungtivitis ini dapat timbul sebagai suatu epidemi. Penuluran biasanya terjadi melalui kolam renang selain dari pada akibat wabah. Mudah menular dengan masa inkubasi 8 - 9 hari dan masa infeksious 14 hari. Gejala klinik berupa demam dengan mata seperti kelilipan, mata berair berat, seperti kelilipan, folikel terutama konjungtiva bawah, kadangkadang terdapat psudomembran. Terdapat infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadinya konjungtivitis. Infiltrat ini dapat bertahan selama lebih dari 2 bulan. Kelenjar preaurikel membesar. Biasanya gejala akan menurun dalam waktu 7-15 hari. Perjalanan penyakit konjungtivitisnya dapat berjalan selama 3 minggu. Dalam sekret ditemukan sel neutrofil. Pengobatan diberikan topikal sulfa dan steroid. Pemberian antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder. Steroid dapat diberikan bila terlihat adanya membran dan infiltrat subepitel. Pengobatan dengan antivirus dan alfa interferon tidak umum untuk konjungtivitis adenovirus. Astringen diberikan untuk mengurangkan gejala dan hiperemia. Penyulit yang dapat terjadi yaitu kekeruhan pada kornea yang menetap.

Demam Faringokonjungtiva

Konjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan infeksi virus. Kelainan ini akan memberikan gejala demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang mengenai satu atau kedua mata. Biasanya disebabkan adenovirus tipe 2, 4 dan 7, terutama mengenai remaja, yang

disebabkan melalui droplet atau kolam renang. Masa inkubasi 5 12 hari, yang menularkan selama 12 hari, dan bersifat epidemik. Mengenai satu mata yang akan mengenai mata lainnya dalam minggu berikutnya. BerjaIan akut dengan gejala penyakit hiperemia konjungtiva, mata seperti kemasukan pasir, folikel pada konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran. Pada kornea dapat terjadi keratitis superfisial, dan atau subepitel dengan pembesaran kelenjar limfe preaurikel. Pada pemeriksaan histopatologik ditemukan badan inklusi intranuklear. Pengobatannya tidak terdapat pengobatan yang spesifik hanya suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotika dengan steroid topikal. Pengobatan biasanya simtomatik dan antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.

Keratokonjungtivitis Herpetik Konjungtivitis herpetik biasanya ditemukan pada anak di bawah usia 2 tahun yang disertai dengan ginggivostomatitis. Disebabkan herpes simpleks tipe I. Konjungtivitis herpetik dapat merupakan manifestasi primer herpes dan terdapat pada anakanak yang mendapat infeksi dari pembawa virus. Pada konjungtivitis herpetik ini akan terdapat limfadenopati preaurikel. Ditemukan gambaran konjungtivitis yang berat dengan tepi kelopak dengan lesi vesikular, hipertrofi papil pada konjungtiva. Kadang-kadang ditemukan dendrit pada kornea. Pada orang dewasa kelainan ini merupakan tipe rekuren infeksi ganglion trigeminus oleh virus herpes simpleks. Pengobatan steroid merupakan kontra indikasi mutlak.

Keratokonjungtivitis New Castle Konjungtivitis New Castle merupakan bentuk konjungtivitis yang ditemukan pada peternak unggas, yang disebabkan oleh virus New Castle. Masa inkubasi 1-2 hari yang dimulai dengan perasaan adanya benda asing, silau dan berai pada mata. Kelopak mata membengkak, konjungtiva tarsal hiperemis dengan terdapatnya folikel dan kadang-kadang disertai perdarahan kecil. Konjuntivitis ini memberikan gejala influensa dengan demam ringan, sakit kepala dan nyeri sendi.

Konjungtivitis New Castle akan memberikan keluhan rasa sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur dan fotofobia. Penyakit ini sembuh dalam jangka waktu kurang dari 1 minggu. Pada kornea ditemukan keratitis epitelial atau keratitis subepitel. Pembesaran kelenjar getah bening preaurikel yang tidak nyeri tekan. Pengobatan yang khas sampai saat ini tidak ada, dan dapat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder dengan obat-obat simtomatik.

Konjungtivitis Hemoragik Epidemik Akut Konjungtivitis hemoragik epidemik akut merupakan konjungtivitis disertai timbulnya perdarahan konjungtiva. Penyakit ini pertama kali ditemukan di Ghana Afrika pada tahun 1969 yang menjadi pandemik. Konjungtivitis yang disebabkan infeksi virus picorna, atau enterovirus 70. Masa inkubasi 24-48 jam, dengan tanda-tanda kedua mata iritatif, seperti kelilipan, dan sakit periorbital. Edema kelopak, kemosis konjungtiva, sekret seromukos, fotofobia disertai lakrimasi. Terdapat gejala akut dimana ditemukan adanya konjungtivitis folikular ringan, keratitis, adenopati preaurikuler, dan yang terpenting adanya perdarahan subkonjungtiva yang dimulai dengan ptekia. Pada tarsus konjungtiva terdapat hipertrofi folikular dan keratitis epitelial yang berkurang spontan dalam 3 - 4 hari. Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya simtomatik. Pengobatan antibiotika spektrum luas, sulfasetamid dapat dipergunakan untuk mencegah infeksi sekunder. Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan untuk mencegah penularan. Umumnya tidak memberikan penyulit akan tetapi kadang-kadang dapat terjadi uveitis.

c.

Konjungtivitis Jamur Akut

lnfeksi jamur pada konjungtiva jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur yang terjadi tidak memperlihatkan gejala. Bermacam-macam jamur dapat mengakibatkan tukak kornea dan kelainan mata lainnya, terutama pada orang yang keadaan umumnya yang buruk sedang memakai steroid atau obat anti kanker. Jamur yang dapat memberikan infeksi pada konjungtivitis jamur adalah Candida albicans, yang dapat memberikan pseudomembran pada konjungtiva, Actinomyces sering menimbulkan kanakulitis. Untuk pengobatan dapat diberikan nistatin.

d.

Konjungtivitis Alergik Akut

Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Reaksi alergi dari hipersensitif pada konjungtiva akan memberikan keluhan pada pasien berupa mata gatal, panas, mata berair dan mata merah. Tanda karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar pada konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu penglihatan. Pada anak dengan konjungtivitis alergik ini biasanya disertai riwayat atopi Iainnya seperti rinitis alergi, eksema, atau asma.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit dan basofil. Walaupun penyakit alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. Umumnya konjungtivitis alergi disebabkan oleh bahan kimia dan mudah diobati dengan antihistamin atau bahan vasokonstriktor. Pengobatan terutama dengan menghindarkan penyebab pencetus penyakit dan memberikan astringen, sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah yang kemudian disusul dengan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik. Kompres dingin akan mengurangkan gejala.

Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi seperti Konjungtivitis flikten, konjungtivitis vernal, konjungtivitis atopi, konjungtivitis alergi bakteri, konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi kronik, sindrom Stevens Johnson, pemfigoid okuli, dan sindrom Syogren.

Konjungtivitis Vernal Konjungtivitis vernal yaitu Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi eosonofil atau granula eosinofil, pada kornea terdapat keratitis, neovaskularisasi, dan tukak

indolen. Pada tipe limbal terlihat benjolan di daerah limbus, dengan bercak Homer Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat di dalam benjolan. Secara histologik penonjolan ini adalah suatu hiperplasi dan hialinisasi jaringan ikat disertai proliferasi sel epitel dan sebukan sel limfosit, sel plasma dan sel eosinofil. Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral terutama pada musim panas. Mengenai pasien usia muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia di bawah 10 tahun. Penderita konjungtivitis vernal sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.

Dua bentuk utama (yang dapat berjalan bersama) yaitu : Bentuk palpebra. Pada tipe palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (Coble stone) yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler di tengahnya.

Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil. Antihistamin dan desensitisasi mempunyai efek yang ringan. Vasokonstriktor, kromolin topikal dapat mengurangi pemakaian steroid, sikiosporin dapat bermanfaat. Obat anti inflamasi nonsteroid lainnya tidak banyak manfaat. Pengobatan dengan steroid topikal tetes dan salep akan dapat menyembuhkan. Hati-hati pemakaian steroid lama. Bila tidak ada hasil dapat diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi obat kompres dingin, natrium karbonat dan obat vasokonstriktor. Kelainan kornea dan konjungtiva dapat diobati dengan natrium cromolyn topical. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai dengan sikioplegik.

Konjungtivitis Flikten Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV) terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi di tempat lain dalam tubuh.

Kelainan ini lebih sering ditemukan pada anak-anak di daerah padat, yang biasanya dengan gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas. Secara histopatologik terlihat kumpulan sel leukosit neutrofil dikelilingi sel limfosit, makrofag, dan kadang-kadang sel datia berinti banyak. Flikten merupakan infiltrasi selular subepitel yang terutama terdiri atas sel monokular limfosit.

Biasanya konjungtivitis flikten terlihat unilateral dan kadangkadang mengenai kedua mata. Pada konjungtiva terlihat sebagai bintik putih yang dikelilingi daerah hiperemi. Pada pasien akan terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan bulat dengan warna kuning kelabu seperti suatu mikroabses yang biasanya terletak di dekat limbus. Biasanya abses ini menjalar ke arah sentral atau kornea dan terdapat tidak hanya satu.

Gejala konjungtivitis flikten adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia dapat ringan hingga berat. Bila kornea ikut terkena selain daripada rasa sakit, pasien juga akan merasa silau disertai blefarospasme. Dapat sembuh sendiri dalam 2 minggu, dengan kemungkinan terjadi kekambuhan. Keadaan akan lebih berat bila terkena kornea.

Diagnosis banding adalah pinguekula iritan (lokalisasi pada fisura palpebra), ulkus kornea, okular rosazea, dan keratitis herpes simpleks. Pengobatan pada konjungtivitis flikten adalah dengan diberi steroid topikal, midriatika bila terjadi penyulit pada kornea, diberi kacamata hitam karena adanya rasa silau yang sakit. Diperhatikan higiene mata dan diberi antibiotika salep mata waktu tidur, dan air mata buatan. Sebaiknya dicari penyebabnya seperti adanya tuberkulosis, blefaritis stafilokokus kronik dan lainnya.

Karena sering terdapat pada anak dengan gizi kurang maka sebaiknya tliberikan vitamin dan makanan tambahan. Penyulit yang dapat ditirnbulkan adalah menyebarnya flikten ke dalam kornea atau terjadinya infeksi sekunder sehingga timbul abses.

Konjungtivitis kronis Trakoma Trakoma merupakan konjungtivitis folikular kronis yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis. Penyakit ini terutama mengenai anak-anak walaupun dapat mengenai semua umur. Cara penularan trakoma adalah melalui kontak Iangsung dengan sekret penderita atau handuk, saputangan, dan kebutuhan alat sehari-hari. Masa inkubasi 5- 14 hari. Pasien akan mengeluh perasaan gatal pada mata, berair dan fotofobia. Terdapat tanda-tanda seperti adanya papil, folikel, sikatriks, pada tarsus atas dan adanya pannus. Terdapat 4 stadium trakoma berdasarkan pada klasifikasi Mc Callan. Stadium 1 : insipient, dimana terlihat folikel kecil (prefolikel) pada konjungtiva tarsal atas Stadium 2 : nyata (established) terbagi menjadi : Stadium 2 a : dengan folikel yang nyata Stadium 2 b : dengan papil yang nyata. Pada stadium ini terlihat infiltrat disertai dengan neovaskularisasi di bagian atas kornea yang disebut sebagai pannus. Infiltrat ini dapat superfisial ataupun-subepitelial. Stadium 3 : terdapatnya jaringan parut pada konjungtiva tarsal atau cekungan Herbert pada limbus alas akibat terbentuknya jaringan parut pada folikel limbus atas. Pada stadium ini pannus masih aktif. Stadium 4 : Terjadinya jaringan parut sempurna pada konjungtiva tarsal atas dengan hilangnya tanda radang pada komea atau pannus.

Trakoma merupakan penyakit yang berlangsung lama dengan tanda mata merah, lakrimasi dan fotofobia.Pada pemeriksaan histologik akan ditemukan sel Leber dengan sel limfoblas yang menyokong diagnosis trakoma. Terdapat badan inklusi Halber Staffer Prowazek berupa granulasi basofilik yang berbentuk cakup terhadap nukleus di dalam sel epitel

konjungtiva. Penyulit trakoma dapat terjadi akibat jaringan parut tarsus yang mengakibatkan entropion, trikiasis, simblefaron, atau keratitis yang terinfeksi sehingga menimbulkan tukak kornea. Pada pasien terjadi kekeringan bola mata akibat gangguan mukosa konjungtiva yang akan mengakibatkan xerosis konjungtiva ataupun xerosis kornea.

Pengobatan trakoma dengan memberikan salep tetrasiklin 2 kali sehari selama 3 bulan. Sulfonamida diberikan bila terdapat penyulit trakoma seperti tukak kornea. Pada pasien dianjurkan untuk memperbaiki higiena untuk mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan. Bila terjadi penyulit entropion dan trikiasis maka dilakukan tarsotomi. Operasi ini dilakukan pada entropion yang disertai dengan trikiasis. Pada pembedahan ini diharapkan di dekat margo palpebra menggulir keluar setelah tindakan. Dibuat insisi tarsus sampai subkutis 3 mm dari margopalpebra. Sayatan ini sejajar margo palpebra sepanjang 20 mm. Kemudian tepi atas tarsus yang dilakukan diselipkan antara kulit dan tarsus di dekat margo palpebra. Pada keadaan ini, maka arah letak silia akan berubah yang akan mengarah keluar, sehinggga tidak terjadi trikiasis lagi.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga Cetakan Kelima. Balai Peberbit FKUI

: Jakarta : 2008 2. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga Cetakan Kedua. Balai Peberbit FKUI.

Jakarta : 2008 3. 4. Wijana, Nana. Ilmu Penyakit Mata Cetakan Keenam. Abadi Tegal : Jakarta. 1993. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran,

Edisi Kedua. Sagung Seto : Jakarta. 2002

Anda mungkin juga menyukai