Anda di halaman 1dari 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi Kepala dan Leher Pada umumnya tumor ganas THT-KL ditemukan pada rongga mulut, orofaring,

nasofaring, hidung dan sinus paranasal, hipofaring, laring dan telinga. Yang termasuk rongga mulut adalah mukosa bukal, gusi, dasar mulut, palatum durum, dua pertiga anterior lidah. Yang termasuk orofaring adalah dasar lidah, tonsil, palatum mole, uvula, dinding posterior dan lateral faring (Forastiere & Marur, 2008). Nasofaring adalah suatu ruangan yang terletak di belakang cavum nasi yang mempunyai atap, dinding posterior dan dinding lateral yang termasuk fosa rosenmuller dan mukosa yang menutupi torus tubarius membentuk orifisium tuba eustachius. Laring dibagi menjadi tiga regio yaitu supraglotik, glotik dan subglotik. Hidung dan sinus paranasal terdiri dari cavum nasi mulai nares anterior hingga koana, disertai juga sinus maksila, sinus etmoid, sinus frontal dan sinus sphenoid. Regio tumor ganas pada telinga dapat dijumpai pada daun telinga, liang telinga luar dan telinga tengah serta tulang mastoid (Forastiere & Marur, 2008). Davis & Welch (2006) dalam penelitiannya membagi lokasi tumor ganas THT-KL menjadi 3 lokasi, yaitu lokasi pertama adalah tumor yang sulit terlihat yaitu hidung dan sinus paranasal, laring, hipofaring, esophagus servikal; lokasi kedua adalah tumor yang dapat terlihat yaitu orofaring dan rongga mulut; lokasi ketiga adalah tumor yang dapat diraba yaitu tiroid, jaringan lunak, kelenjar getah bening, tulang. Sedangkan Carvalvo et al (2002) dalam penelitiannya membagi lokasi tumor ganas THT-KL menjadi 2 lokasi yaitu lokasi tumor yang dapat dilihat

Universitas Sumatera Utara

dengan pemeriksaan THT biasa yaitu orofaring dan rongga mulut; lokasi kedua adalah lokasi tumor yang hanya dapat dilihat dengan alat khusus yaitu laring dan hipofaring.

Gambar 1. Anatomi Kepala dan Leher (Forastiere & Marur, 2008)

Universitas Sumatera Utara

2.2

Epidemiologi Takiar et al (2010) dalam penelitian mengenai prediksi perkembangan kanker di

Bangalore, menemukan kasus tumor ganas kepala-leher pada tahun 2010 sebesar 175.791 kasus, dan diprediksi kasus tersebut meningkat menjadi 196.065 pada tahun 2015 dan pada tahun 2020 kasus tumor ganas kepala-leher meningkat menjadi 218.421 kasus. Perbandingan kejadian tumor ganas kepala-leher antara pria dan wanita adalah 2 : 1 dan antara tahun 2010, 2015 dan 2020 tidak ada perbedaan yang berarti. Lebih dari 500.000 kasus baru keganasan pada kepala leher muncul di Amerika Serikat dan Eropa setiap tahunnya, dan ini adalah penyebab kematian dan kecacatan yang signifikan. Penelitian Hashibe et al (2009), dengan jumlah kasus 11.221, menemukan jenis kelamin laki-laki lebih sering terkena kanker kepala dan leher (79,9%) dibandingkan dengan perempuan (20,1%), dengan distribusi umur terbanyak dijumpai pada umur 55-59 (18,7%) dan yang paling sedikit dijumpai pada umur <40 tahun (3,7%). Ras yang paling banyak dijumpai adalah ras kulih putih (73,7%) dan yang paling sedikit adalah ras Asia (0,5%). Pendidikan penderita tumor ganas kepala leher yang paling dijumpai adalah SD (38,7%) dan paling sedikit adalah tidak berpendidikan (0,8%) (Hashibe et al, 2009). Ronis et al (2008) menemukan 316 pasien tumor ganas kepala dan leher selama periode 2007, dengan frekuensi terbesar ditemukan pada laki-laki (79,4%) sedangkan perempuan (20,6%). Rata-rata umur yang ditemukan 58,610,2, dengan range umur 2586 tahun. Ras yang paling banyak ditemukan adalah ras non Hispanic white (88,3%) diikuti oleh ras Hispanic/non white (11,7%). Distribusi pendidikan pada penderita tumor ganas THT-KL adalah 147 penderita (46,5%) (SMA) dan 169 penderita (53,5%) (Perguruan Tinggi).

Universitas Sumatera Utara

Adeyemi et al (2008) yang melakukan studi retrospektif di sarana kesehatan primer dan sekunder di Nigeria periode 1991-2005 menemukan 778 kasus tumor ganas THT-KL dengan perbandingan antara pria dan wanita adalah 1,8 : 1. Umur rata-rata pasien adalah 43,819,6 tahun. Adeyemi dan kawan-kawan tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara umur rata-rata laki-laki dengan perempuan (p=0,198). Piccirillo dan Yung (2008) pada penelitiannya menemukan 183 kasus tumor ganas THT-KL periode 1997-1998, dengan kasus terbanyak dijumpai pada laki-laki (71,6%) diikuti oleh perempuan (28,4%). Ras kulit putih (84,2%) paling banyak menderita tumor ganas THT-KL, diikuti ras kulit hitam (28%). Kelompok umur 51-60 tahun (30,1%) paling banyak menderita tumor ganas THT-KL, diikuti kelompok umur 61-70 tahun (25,7%), dan umur 71-80 (25,1%). Kasus baru keganasan kepala dan leher diperkirakan sebanyak 644.000 kasus pertahunnya di seluruh dunia, dimana dua pertiga dari jumlah kasus baru itu muncul di negara berkembang. Angka kejadian keganasan kepala dan leher di Amerika Serikat sebesar 3,2% (39.750) dari seluruh keganasan (Jemal et al, 2005). Insidensi kanker kepala leher 3 kali lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan (Hayat et al, 2007). Sihotang (2007) di RSUP HAM dalam penelitiannya terhadap 22 penderita tumor ganas THT-KL, menemukan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki (77,3%), dengan kelompok umur tersering adalah <50 tahun (54,6%). Suku terbanyak yang dijumpai adalah suku Batak (50%). Studi retrospektif di laboratorium patologi anatomi RS dr. Kariadi Semarang periode 2001-2005 menemukan 448 kasus tumor ganas kepala dan leher, dengan perbandingan pria dan wanita adalah 1,2 : 1. Distribusi kelompok umur yang tersering

Universitas Sumatera Utara

adalah < 50 tahun sebesar 235 penderita (52,45%), diikuti 50-59 tahun sebesar 97 penderita (21,65%), dan yang paling sedikit ditemukan adalah >70 tahun (8,93%) (Wiliyanto, 2006). Studi epidemiologi yang dilakukan oleh Bhurgri et al (2006) menemukan insidensi tumor ganas THT-KL pada laki-laki sebesar 21% dan pada perempuan sebesar 11% pada dua periode (1995-1997 dan 1998-2002). Umur rata-rata yang ditemukan adalah 535 tahun. Pada studi ini ditemukan lokasi terbanyak adalah rongga mulut baik pada laki-laki maupun perempuan, diikuti oleh tumor ganas laring. Studi cross sectional pada pasien tumor ganas THT-KL di berbagai daerah di brazil, menemukan 676 kasus penderita tumor ganas THT-KL, dimana 88% nya adalah laki-laki. Ras yang paling banyak ditemukan adalah ras eropa (84,2%), dengan rentang umur 1582 tahun dan rata-rata umur adalah 58 tahun (Carvalho et al, 2002) The national cancer data base pada tahun 1998 di amerika serikat melaporkan dijumpai 295.022 kasus keganasan kepala dan leher periode 1985-1994. Ras yang paling banyak dijumpai adalah amerika-afrika, umur paling banyak dijumpai keganasan adalah 60-69 tahun (27%), dengan perbandingan pria dengan wanita adalah 1,5:1 (Hoffman et al, 1998). Iro dan Waldfahrer (1998) melakukan Studi retrospektif di divisi bedah kepalaleher Universitas Nuremberg Jerman periode 1970-1990 dengan hasil menemukan 3247 kasus keganasan kepala dan leher, dengan rata-rata umur penderita 58,212 tahun, dan jumlah penderita laki-laki sebanyak 2883 penderita, perempuan sebanyak 364 penderita. Studi prospektif oleh badan kanker nasional amerika serikat periode 1 September 1983 28 Februari 1987 di tiga negara bagian, menemukan 649 pasien yang didiagnosa tumor ganas kepala dan leher. Laki-laki lebih banyak ditemukan pada

Universitas Sumatera Utara

penelitian ini sebesar 71,2% sedangkan perempuan sebesar 28,8%. Umur yang paling banyak ditemukan adalah umur 56-71 tahun (65,6%). Ras kulit putih lebih banyak ditemukan (95,8%) dibandingkan ras bukan kulit putih (4,2%). Dari segi pendidikan, pasien lulusan SMA lebih banyak ditemukan (50%) (Deleyianis et al, 1996). Hutagalung dalam penelitiannya menemukan, dari 31.875 penderita baru yang berobat ke poliklinik THT RSUP DR. Sardjito periode 1991-1995, 1001 atau 3,40% menderita tumor ganas di bagian THT. Proporsi kejadiannya adalah 69,50% menyerang laki-laki, kelompok umur yang paling sering terkena adalah <50 tahun (61,84%) (Hutagalung, 1996). Penelitian yang sama dilakukan oleh Siahaan, dari 569.948 penderita baru yang berobat ke poliklinik RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 1991-1995, 576 atau 0,1% menderita tumor ganas THT dan kepala leher. Penderita terbanyak adalah laki-laki (65,27%) dan jenis pekerjaan terbanyak petani-buruh tani (38,54%). Kelompok umur yang sering terkena adalah <50 tahun (50,86%) (Siahaan, 1996).

2.3

Lokasi Tumor Berdasarkan AJCC 2006, lokasi tumor pada kepala dan leher adalah di rongga

mulut, orofaring, nasofaring, laring, tiroid, hidung dan sinus paranasal, sedangkan telinga termasuk dalam tumor kulit. Penelitian Hashibe et al (2009), dengan jumlah kasus 11.221, menemukan keganasan kepala leher yang tersering adalah kanker orofaring (36%), diikuti kanker rongga mulut (26,7%) dan yang terakhir adalah kanker laring(26,4%).

Universitas Sumatera Utara

Penelitian oleh Ronis et al (2008) menemukan 316 penderita tumor ganas THTKL, dengan lokasi terbanyak dijumpai adalah Rongga Mulut (21,5%), faring-orofaringhipofaring-nasofaring (53,5%) dan laring (25%). Studi retrospektif di sarana kesehatan primer dan sekunder di Nigeria periode 1991-2005 oleh Adeyemi et al (2008), menemukan 778 kasus tumor ganas THT-KL dengan lokasi yang paling sering terlibat adalah rongga mulut dan orofaring (31,1%), diikuti oleh nasofaring (16,4%) dan hidung sinus paranasal (15%). Umur rata-rata pasien tumor ganas nasofaring dan rongga mulut signifikan lebih rendah, sedangkan umur rata-rata pasien tumor ganas hipofaring dan laring lebih tinggi, dibandingkan dengan regio tumor ganas THT-KL lainnya. Penelitian oleh Piccirillo dan Yung (2008), dari 183 kasus tumor ganas THTKL, menemukan lokasi terbanyak adalah laring (38,3%), kemudian rongga mulut (31,1%) dan orofaring (30,6%). Penelitian oleh Sihotang (2007) di RSUP HAM, ditemukan lokasi terbanyak tumor ganas kepala leher adalah pada nasofaring yaitu 13 penderita dari 22 sampel (59,10%), diikuti tumor hidung dan sinus paranasalis 13,60%, tumor telinga 9,10%, tumor lidah 9,10%, tumor laring 4,50%, tumor palatum 4,50% (Sihotang, 2007). Periode 1 Januari 200131 Desember 2005 di RS dr. Kariadi, ditemukan jenis tumor ganas kepala dan leher tersering adalah tumor ganas nasofaring (25%) dan tumor ganas kelenjar getah bening leher (25%) (Wiliyanto, 2006). Di Amerika Serikat pada tahun 2001, dari 75.000 kasus keganasan pada kepala leher, ditemukan lokasi terbanyak adalah tiroid 29%, laring 15%, mukosa orofaring 12%, lidah 10% dan jaringan lunak 9% (Davis & Welch, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Bhurgri et al (2006), pada studi epidemiologi tumor ganas THT-KL di Pakistan, menemukan lokasi tumor terbanyak pada penderita berumur diatas 40 tahun adalah rongga mulut (30 %), nasofaring (28,6%), orofaring (6,3%) dan laring (2,6%). Penelitian Shiboski, Schmidt, Jordan pada tahun 2005 ditemukan lokasi tumor pada keganasan kepala leher yang berasal dari rongga mulut, nasofaring, orofaring, hipofaring dan laring. Studi cross sectional oleh Carvalho et al (2002) di berbagai daerah di brazil, menemukan 676 kasus penderita tumor ganas THT-KL. Tumor ganas rongga mulut paling banyak ditemukan yaitu sebesar 32,4%, diikuti tumor ganas laring sebesar 24,1% dan tumor ganas orofaring sebesar (20,4%). Pada RSU Dadi dan RSU dr Wahidin selama periode 10 tahun (1990-1999) ditemukan 570 keganasan kepala dan leher yang terdiri dari karsinoma nasofaring (47,98%), hidung dan sinus paranasalis (19,96%), tonsil (10,33%), laring (7,72%) dan rongga mulut (7%) (Kuhuwael, 2001). Hasil penelitian Soekamto (2000) tentang insidensi tumor ganas kepala dan leher di RS. Dr. Soetomo Surabaya antara 19962000, mendapatkan tumor ganas tersering adalah tumor ganas nasofaring (478 kasus atau 28 %) dan tumor ganas laring (257 atau 16%). The National Cancer Database periode 19851994 di Amerika Serikat melaporkan, lokasi tumor ganas kepala dan leher yang paling banyak ditemukan adalah laring (20,9%), diikuti rongga mulut (17,6%) dan tiroid (15,8%) (Hoffman et al, 1998). Studi retrospektif oleh Iro dan Waldfahrer (1998) menemukan 3247 kasus keganasan kepala dan leher di Universitas Nuremberg Jerman periode 1970-1990. Lokasi yang paling banyak ditemukan adalah tumor ganas laring (40,7%), diikuti tumor

Universitas Sumatera Utara

ganas orofaring (23,8%) dan lokasi tumor yang paling sedikit adalah tumor ganas sinus maksila (1,9%). Deleyianis et al (1996) dalam penelitiannya dari 649 kasus tumor ganas THTKL, menemukan lokasi terbanyak ditemukan tumor ganas adalah rongga mulut (35,4%), diikuti laring (33,1%) dan yang paling sedikit adalah hipofaring (9,8%). Dari 712 kasus tumor ganas telinga hidung tenggorok di Bagian THT FK UI/RSCM selama periode 19881992, kasus terbanyak adalah di nasofaring 511 (71,7%), diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 72 (10,1%), laring 71 (10,0%), telinga 15 (2,1%), orofaring 12 (1,7%), esophagus-bronkus 10 (1,4%), rongga mulut 9 (1,3%) dan sisanya 12 (1,7%) penderita di tempat lain. Hutagalung dalam penelitiannya menemukan dari 1084 kasus keganasan kepala dan leher di poliklinik THT RSUP DR. Sardjito periode 1991-1995, lokasi yang paling banyak adalah nasofaring (45,35%), kavum oris (22,67%), laring (14,88%), kavum nasi (9,09%), sinus paranasal (7,99%) (Hutagalung, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Siahaan di poliklinik RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 1991-1995, menemukan lokasi tumor yang paling sering adalah nasofaring (56,25%), diikuti hidung dan sinus paranasal (11,46%), dan laring (9,03%) (Siahaan, 1996). Data terakhir tahun 19902001 di FKUI/RSCM Jakarta, ditemukan sejumlah 2007 kasus keganasan di bidang telinga hidung tenggorok, tercatat karsinoma nasofaring sebanyak 1247 (62,13%) penderita, hidung dan sinus paranasal 179 (8,92%) penderita, laring 125 (6,23%) penderita, rongga mulut 137 (6,83%) penderita, telinga 54 (2,69%) penderita.

Universitas Sumatera Utara

2.4

Jenis Histopatologi Karsinoma sel skuamosa dapat timbul pada seluruh mukosa di daerah kepala dan

leher. Shiboski et al (2005) melaporkan jenis histopatologi yang banyak ditemukan pada keganasan kepala dan leher adalah karsinoma sel skuamosa (90%). The National Cancer Database periode 1985 1994 di Amerika Serikat menemukan jenis histopatologi kanker kepala leher terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (55,8%), diikuti dengan adenokarsinoma (19,4%) dan limfoma (15,1%) (Hoffman et al, 1998). Penelitian Lee et al (2008), jenis histopatologi dari 531 kasus keganasan kepala dan leher, ditemukan 515 kasus jenis histopatologinya adalah karsinoma sel skuamosa (Lee et al, 2008). Adeyemi et al (2008) dalam penelitiannya terhadap 778 kasus tumor ganas THT-KL, menemukan jenis histopatologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa (66,7%), diikuti dengan karsinoma anaplastik (9,3%) dan karsinoma adenoid kistik (8%). Di Amerika Serikat pada tahun 2001, dari 75.000 kasus keganasan pada kepala leher, Tipe histologi yang paling banyak ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa (80%) (Davis & Welch, 2006). Di Pakistan periode tahun 1995-1997 dan 1998-2002 pada studi epidemiologi yang dilakukan bhurgri et al (2006) menemukan jenis histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (96,5%). Hutagalung (1996) dalam penelitiannya tentang tumor ganas THT menemukan jenis histopatologi terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa (45,94%) diikuti oleh karsinoma tanpa berdiferensiasi (40,36%).

Universitas Sumatera Utara

Penelitian yang dilakukan oleh Siahaan (1996) menjumpai jenis histopatologi terbanyak pada kasus tumor ganas THT adalah karsinoma epidermoid (60,67%) kemudian karsinoma anaplastik (30,03%).

2.5

Etiologi dan Faktor Risiko Merokok dan minum alkohol adalah faktor etiologi yang sering ditemukan pada

tumor ganas THT-KL. Perokok berat beresiko 5 sampai 25 kali lebih tinggi mengalami tumor ganas THT-KL dibandingkan dengan yang bukan perokok. Alkohol dapat meningkatkan resiko terjadinya tumor ganas THT-KL. Seseorang dengan riwayat merokok 40 bungkus per tahun dan minum alkohol 5 botol per hari dapat meningkatkan resiko 40 kali mengalami tumor ganas THT-KL. Efek langsung dari nikotin dan hidrokarbon polisiklik aromatik dipertimbangkan bersifat karsinogenik. Merokok dan minum alkohol juga menyebabkan mutasi dari gen supresor tumor p53 (Goldenberg, et al. 2004). Faktor diet juga berpengaruh terhadap kejadian tumor ganas THT-KL. Kebiasaan makan makanan yang mengandung nitrosamine meningkatkan resiko terjadinya karsinoma nasofaring (Shi et al, 2002). Human Papilloma Virus (HPV) dan Epstein Barr Virus (EBV) adalah virus yang erat hubungannya dengan kejadian tumor ganas THT-KL, EBV berkaitan dengan karsinoma nasofaring dan HPV berkaitan dengan karsinoma sel skuamosa kepala dan leher terutama pada orofaring dan laring, dimana 25% dari seluruh karsinoma sel skuamosa terinfeksi virus HPV (Goldenberg et al, 2004). Selain faktor resiko diatas, terpajan dengan kromikum, nikel, radium, gas mustard, pewarnaan kulit, serbuk kayu

Universitas Sumatera Utara

ditempat kerja berhubungan dengan kejadian karsinoma sinonasal (Forastiere & Marur, 2008).

2.6 2.6.1

Diagnosis Gejala Klinik Gejala klinis yang ditemukan pada stadium awal tumor ganas THT-KL tidak

spesifik dan dari pemeriksaan THT rutin jarang ditemukan tanda-tanda keganasan. Kebanyakan kasus datang dengan gejala bervariasi tergantung dari lokasi tumor (Forastiere & Marur, 2008).

2.6.1.1 Tumor Ganas Nasofaring Lokasi nasofaring yang tersembunyi di belakang rongga hidung cukup menyulitkan untuk dapat diperiksa secara rutin, kecuali dengan menggunakan endoskopi. Letaknya ini pula menyebabkan pertumbuhan tumor pada stadium dini tidak diketahui atau tidak memberikan gejala yang khas. Umumnya karsinoma itu muncul pada fossa Rosenmuller sehingga bisa memberikan gejala pada telinga berupa oklusi tuba, rasa penuh, gangguan pendengaran, tinnitus. Pada hidung tumor ini memberikan keluhan berupa sumbatan hidung dan epistaksis. Cepatnya penjalaran ke kelenjar limfatik menyebabkan keluhan pembesaran leher di lateral atas (kelenjar jugularis profunda superior) yang merupakan keluhan utama yang mendorong penderita datang berobat pada kasus-kasus yang kami temukan (80%). Perluasan ke intrakranial menimbulkan sefalgia, kelumpuhan saraf kranialis terutama nervus VI dan V dengan gejala berupa diplopia dan parestesi pipi karena terjadi perluasan melalui foramen laserum, dapat juga mengenai nervus III dan IV yang

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan gejala optalmoplegia, atau perluasan ke posterior mengenai nervus IX, X dan XI. Metastase jauh dapat terjadi pada tulang, paru, hepar (Kuhuwael, 2001).

2.6.1.2 Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasalis Gejala tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala timbul setelah tumor besar, mendorong atau menembus dinding tulang meluas ke rongga hidung, rongga mulut, pipi atau orbita. Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik. Perluasan tumor ke arah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora. Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut. Perluasan tumor ke depan akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus trigeminus. Perluasan tumor ke intrakranial menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus dapat disertai likuorea. Jika peluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf-saraf kranial lainnya juga terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anesthesia dan parestesia daerah yang dipersyarfi nervus maksilaris dan mandibularis. Metastasis ke kelenjar leher jarang terjadi (kurang dari 5%) karena rongga sinus sangat miskin

Universitas Sumatera Utara

dengan system limfatik kecuali bila tumor sudah menginfiltrasi jaringan lunak hidung dan pipi yang kaya akan system limfatik. Metastases jauh juga jarang ditemukan (kurang dari 10%) dan organ yang paling sering terkena adalah hati dan paru (Armiyanto, Roezin, 2007).

2.6.1.3 Tumor Ganas Orofaring Gejala awal kurang dirasakan sehingga penderita sering datang terlambat. Umumnya terjadi pada tonsil dengan gejala disfagia, merasa benda asing, odinofagia, nyeri alih telinga, trismus bila terjadi perluasan ke rongga faring. Pada tonsil tampak pembesaran yang unilateral, permukaan tidak rata dan ulserasi (Dhingra, 2007).

2.6.1.4 Tumor Ganas Rongga Mulut Umumnya pasien tumor ganas ini mempunyai keluhan-keluhan seperti rasa nyeri di telinga, disfagia, kadang-kadang pasien tidak bisa membuka mulut (trismus). Terdapatnya bercak keputihan dan bercak kemerahan yang tidak bisa hilang dengan pengobatan biasa, harus dicurigai kemungkinan adanya keganasan (Munir, 2007).

2.6.1.5 Tumor Ganas Laring Pasien dengan karsinoma supraglotis cenderung asimtomatik sampai tumor telah berkembang dan dijumpai metastasis nodul. Biasanya dijumpai keluhan nyeri tenggorok, disfagia dan nyeri alih di telinga atau teraba massa kelenjar limfe di leher. Suara serak, penurunan berat badan, sumbatan jalan nafas merupakan gejala lanjut dari tumor ganas supraglotis. Tanda awal tumor ganas glottis laring adalah suara serak karena lesi pada pita suara asli akan mempengaruhi kapasitas getaran. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan tumor ganas laring dapat dideteksi lebih awal. Peningkatan pertumbuhan ukuran massa akan menyebabkan stridor dan obstruksi laring. Gambaran awal dari kanker subglotis yaitu stridor atau obstruksi laring. Suara serak mengindikasikan bahwa perjalanan penyakit sampai ke permukaan bawah pita suara asli, infiltrasi m.tiroaritenoid atau terlibatnya nervus laringeus rekuren. Secara umum, Tanda dan gejala tumor ganas laring meliputi suara serak, disfagia, hemoptisis, teraba massa di leher, nyeri tenggorok, otalgia, gangguan jalan nafas, dan aspirasi (Concus et al, 2008).

2.6.1.6 Tumor Ganas Telinga Gejala pada tumor ganas pada telinga ditegakkan dengan adanya anamnesis berupa: mula-mula terjadi perubahan kulit di daerah daun telinga yang diikuti tumbuhnya benjolan keras, tidak sakit, tampak ulserasi, mudah berdarah. Gejala yang dapat timbul dapat juga berupa keluhan rasa sakit di dalam liang telinga, keluarnya cairan dari telinga yang kadang-kadang bercampur darah, rasa penuh dan kurang pendengaran pada telinga yang sakit, dan keluhan muka perot (Dhingra, 2007).

2.6.2

Pemeriksaan Pada pemeriksaan fisik, seluruh permukaan mukosa diperiksa secara teliti untuk

melihat adanya ulkus, massa submukosa ataupun permukaan tidak rata. Palpasi bimanual pada dasar mulut dan palpasi pada leher juga dilakukan. Pemeriksaan kelenjar getah bening leher juga dilakukan. Region kelenjar getah bening leher dibagi menjadi 5 regio, yaitu : 1. Level I : KGB yang termasuk adalah KGB submental dan submandibula. 2. Level II : KGB yang termasuk adalah KGB jugular atas

Universitas Sumatera Utara

3. Level III : KGB yang termasuk adalah KGB jugular tengah 4. Level IV : KGB yang termasuk adalah KGB jugular bawah 5. Level V : KGB yang termasuk adalah KGB segitiga posterior 6. Level VI : KGB yang termasuk adalah KGB kompartemen anterior

Gambar 2. Pembagian Regio Kelenjar Getah Bening Leher (Forastiere & Marur, 2008)

Dengan mengetahui letak pembesaran KGB leher, kita dapat menduga letak tumor primernya. Karsinoma rongga mulut, penyebarannya ke KGB leher level I. Karsinoma nasofaring penyebarannya ke KGB leher level II dan V. Karsinoma laring penyebarannya ke KGB leher level II dan III. Karsinoma sinus paranasal dan karsinoma glotik jarang bermetastase ke KGB leher. Dengan mengetahui ada tidaknya metastase ke KGB leher, kita dapat menentukan prognosis tumor ganas THT-KL (Forastiere & Marur, 2008). Untuk diagnosis pasti dari tumor ganas adalah biopsi jaringan dari mukosa abnormal atau massa yang kita curigai sebagai tumor ganas. Untuk melihat perluasan tumor dapat kita lakukan pemeriksaan CT-scan, MRI, ataupun PET scan. Untuk melihat metastase jauh dapat kita lakukan pemeriksaan foto thoraks, scan tulang, pemeriksaan fungsi hati, dan USG hepar (Forastiere & Marur, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.7

Stadium Stadium tumor ganas kepala dan leher didasarkan pada sistem TNM oleh AJCC

2006, yang diklasifikasikan sesuai letak anatomi dan perluasan penyakit. Tumor (T) bervariasi, menurut letak tumor tertentu dan pada region tertentu, sedangkan klasifikasi untuk N (Nodul) dan Metastase jauh (M) seragam untuk semua tempat. Pengelompokan stadium ini dapat menjadi stadium awal yaitu stadium I dan II, stadium akhir yaitu stadium III dan IV. Penelitian Yung dan Piccrillo (2008), dari 183 kasus tumor ganas THT-KL, yang datang dengan stadium I sebesar 18,5 %, stadium II sebesar 16,4%, stadium III sebesar (22,4%), stadium IV sebesar 42,6%. Ronis et al (2008), dari 316 kasus tumor ganas THT-KL, menemukan pasien yang datang berobat pada stadium 0, I dan II adalah 75 penderita dan stadium III, IV adalah 241 penderita. Penelitian oleh Bhurgri et al (2006) selama periode 1995-2002 menemukan dua pertiga kasus datang pada stadium III dan IV. Pada 31 pasien karsinoma sel skuamosa kepala dan leher berumur di < 40 tahun yang diteliti oleh Pytynia et al (2004), ditemukan 10 pasien (32,3%) datang pada stadium awal (stadium I dan II) dan 21 pasien (67,7%) datang pada stadium lanjut (Stadium III dan IV). Carvalho et al (2002) dalam studi cross sectional nya di berbagai daerah di brazil, menemukan 676 kasus penderita tumor ganas THT-KL, dimana pasien datang stadium awal (I dan II) sebesar 20,9 %, sedangkan pasien dengan stadium lanjut (III dan IV) sebesar 79,1%. Terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah pasien stadium lanjut dan stadium awal dengan letak tumor yang sulit dilihat dengan pemeriksaan biasa

Universitas Sumatera Utara

(hipofaring, laring) dan letak tumor yang dapat dilihat dengan pemeriksaan biasa(rongga mulut, orofaring), pada penelitian didapatkan pasien dengan tumor ganas hipofaring dan laring stadium lanjut (88%) lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan tumor ganas rongga mulut dan orofaring (74,6%) (p<0,001). Penelitian retrospektif oleh Puspitasari (2011) pada salah satu tumor ganas THTKL yaitu tumor ganas nasofaring, menemukan frekuensi penderita tumor ganas THTKL stadium dini paling tinggi pada kelompok umur >48 tahun sebesar 59.5%. Sedangkan stadium lanjut antara kelompok umur 48 tahun dan >48 tahun hanya berbeda sedikit yaitu 0.6%. Analisa statistik dengan uji Chi-square diperoleh p=0.177 sehingga secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok umur dengan stadium. Sementara itu, penelitian case series oleh Nurhalisah (2009) menemukan bahwa kelompok umur stadium dini paling tinggi pada kelompok umur >50 tahun sebesar 52.6% dan stadium lanjut 52.8%. Studi retrospektif di Universitas Nuremberg Jerman periode 1970-1990 menemukan 3247 kasus keganasan kepala dan leher dan ditemukan pasien yang datang pada stadium I sebesar 17,9%, stadium II sebesar 18,9%, stadium III sebesar 21,5% dan stadium IV 41,8% (Iro & Waldfahrer, 1998). Hoffman et al (1998) dalam penelitiannya terhadap 295.022 kasus tumor ganas THT-KL, menemukan pasien yang datang pada stadium I (35,8%), stadium II (19%), stadium III (17,5%), stadium IV (24,8%). Studi retrospektif oleh hutagalung (1996) di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta periode 1991 1995, dari 1001 kasus tumor ganas THT-KL, yang datang pada stadium I sebesar 3,28%, stadium II sebesar 18,35%, stadium III sebesar 38,44% dan stadium IV sebesar 39,54%.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.7.1 Staging Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasal berdasarkan AJCC 2006 Maxillary Sinus Regional Lymph Nodes (N) Tis : Carcinoma in situ N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher T1 : Tumor terbatas pada sinus maksila N1 : Metastase single KGB leher T2 : Tumor menyebabkan erosi tulang ipsilateral, dengan ukuran 3cm termasuk palatum durum dan meatus N2a : metastase ke single KGB leher media, tanpa penyebaran ke dinding ipsilateral, dengan ukuran 3x<6 cm posterior sinus maksila. N2b : metastase ke multiple KGB leher T3 : tumor menginvasi dinding posterior ipsilateral, dengan ukuran 3x<6 cm sinus maksila, jaringan subkutaneus, N3 : metastase ke single/multiple KGB dinding medial dan dasar orbita, fossa leher, dengan ukuran 6 cm pterygoid, sinus etmoid. T4a : tumor menginvasi dinding anterior orbita, kulit pipi, fossa intratemporal, Distant Metastasis (M) lempeng pterygoid, plate cribiformis, M0: tidak ada metastase jauh sinus frontal dan sphenoid. M1 : ditemukan metastase jauh T4b : Tumor menginvasi atap orbita, dura, kranial, fosa media kranial, saraf STAGE GROUPING kranial. 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 Nasal Cavity and Ethmoid Sinus Tis : Carcinoma in situ III T3 N0 M0 T1 :tumor terbatas pada satu sisi, dengan T1 N1 M0 atau tanpa destruksi tulang. T2 N1 M0 T2 : tumor menginvasi dua sisi termasuk T3 N1 M0 complex nasoethmoidal, dengan atau IVA T4a N0 M0 tanpa destruksi tulang. T4a N1 M0 T3 : tumor meluas ke dinding medial dan T1 N2 M0 dasar orbita, sinus maksila, palatum atau T2 N2 M0 plate cribiformis. T3 N2 M0 T4a : tumor menginvasi orbita anterior, T4a N2 M0 kulit dari hidung dan pipi, ekstensi IVB T4b Any N M0 minimal dari fossa kranial anterior, plate Any T N3 M0 pterygoid, sinus sphenoid dan frontal. IVC Any T Any N M1

Tabel 2.7.2 Staging Tumor Ganas Nasofaring berdasarkan AJCC 2006 Nasopharynx Distant Metastasis (M) T1: tumor terbatas di nasofaring Mo : tidak dijumpai metastasis jauh T2: tumor meluas ke jaringan lunak M1 : dijumpai metastasis jauh orofaring dan/atau kavum nasi o T2a : tanpa perluasan ke STAGE GROUPING: parafaring NASOPHARYNX o T2b : dengan perluasan ke 0 Tis N0 M0 parafaring I T1 N0 M0

Universitas Sumatera Utara

T3: tumor menginvasi ke struktur tulang dan/atau sinus paranasal T4: tumor dengan ekstensi intrakranial dan/atau keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, atau orbita, atau ruang mastikator Regional Lymph Nodes (N) N0: tidak dijumpai metastasis kelenjar limfe regional N1: metastasis kelenjar limfe unilateral, ukuran 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular N2: metastasis kelenjar limfe bilateral, ukuran 6 cm, terletak di atas fossa supraklavikular N3: metastasis kelenjar limfe o N3a: ukuran > 6 cm o N3b: meluas ke fossa supraklavikular

IIA T2a N0 M0 IIB T1 N1 M0 T2 N1 M0 T2a N1 M0 T2b N0 M0 T2b N1 M0 III T1 N2 M0 T2a N2 M0 T2b N2 M0 T3 N0 M0 T3 N1 M0 T3 N2 M0 IVA T4 N0 M0 T4 N1 M0 T4 N2 M0 IVB Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1

Tabel 2.7.3 Staging Tumor Ganas Rongga Mulut berdasarkan AJCC 2006 N3 : metastase ke single/multiple KGB Primary Tumor (T) T0 : Tidak dijumpai tumor primer leher, dengan ukuran 6 cm T1 : Tumor berukuran 2cm T2 : Tumor berukuran 2x<4 Distant Metastasis (M) T3 : Tumor berukuran 4 cm Mo : tidak dijumpai metastasis jauh T4a : (bibir) tumor menginvasi tulang, n. M1 : dijumpai metastasis jauh alveolaris inferior, dasar mulut, kulit wajah (dagu/hidung) STAGE GROUPING T4a : (rongga mulut) tumor menginvasi 0 Tis N0 M0 tulang, otot-otot ekstrinsik lidah, sinus I T1 N0 M0 maksila atau kulit wajah. II T2 N0 M0 T4b : Tumor melibatkan ruang III T3 N0 M0 masticator, plate pterygoideus, dasar T1 N1 M0 otak, dan/atau arteri karotis interna T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 Regional Lymph Nodes (N) N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher T4a N1 M0 N1 : Metastase single KGB leher T1 N2 M0 ipsilateral, dengan ukuran 3cm T2 N2 M0 N2a : metastase ke single KGB leher T3 N2 M0 T4a N2 M0 ipsilateral, dengan ukuran 3x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher IVB Any T N3 M0 ipsilateral, dengan ukuran 3x<6 cm T4b Any N M0 IVC Any T Any N M1 N2c : metastase ke bilateral KGB leher, dengan ukuran < 6 cm

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.7.4 Staging Tumor Ganas Orofaring berdasarkan AJCC 2006 N3 : metastase ke single/multiple KGB Oropharynx T0 : Tidak dijumpai tumor primer leher, dengan ukuran 6 cm T1 : Tumor berukuran 2cm T2 : Tumor berukuran 2x<4 Distant Metastasis (M) T3 : Tumor berukuran 4 cm Mo : tidak dijumpai metastasis jauh : dijumpai metastasis jauh T4a : Tumor menginvasi laring, otot-otot M1 ekstrinsik lidah, pterygoid medial, palatum durum, atau mandibula STAGE GROUPING 0 Tis N0 M0 T4b : Tumor menginvasi muskulus pterygoid lateral, plate pterygoid, I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 nasofaring lateral, dasar otak, arteri karotis. III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 Regional Lymph Nodes (N) T3 N1 M0 N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher IVA T4a N0 M0 N1 : Metastase single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3cm T4a N1 M0 T1 N2 M0 N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3x<6 cm T2 N2 M0 T3 N2 M0 N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3x<6 cm T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 N2c : metastase ke bilateral KGB leher, dengan ukuran < 6 cm Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1

Tabel 2.7.5 Staging Tumor Ganas Laring berdasarkan AJCC 2006 Subglottis Primary Tumor (T) TX Primary tumor cannot be assessed T 1 : tumor terbatas pada subglotis T0 No evidence of primary tumor T 2 : tumor meluas ke pita suara asli Tis Carcinoma in situ dengan pergerakan yang normal atau terjadi gangguan T 3 : tumor terbatas pada laring dengan Supraglottis T 1 : tumor terbatas pada satu sub bagian fiksasi pita suara asli supraglotis dengan pergerakan pita suara T 4a : tumor menginvasi kartilago tiroid asli masih normal dan/atau jaringan yang jauh dari laring T 2 : tumor menginvasi >1 mukosa yang (mis : trakea, muskulus eksrinsik berdekatan dengan supraglotis atau glotis profunda lidah, strap muscle, tiroid atau atau daerah di luar supraglotis (mis : esofagus) mukosa dasar lidah, vallecula, dinding T 4b: tumor menginvasi ruang prevertebra, medial sinus pyriformis) tanpa fiksasi sarung arteri karotis atau struktur laring. mediastinum. T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau Regional Lymph Nodes (N)

Universitas Sumatera Utara

menginvasi : area postkrikoid, jaringan pre-epiglotik, ruang paraglotik dan/atau invasi minor kartilago tiroid. T 4a : tumor menginvasi melalui kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (mis : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus) T 4b: tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur mediastinum. Glottis T 1 : tumor terbatas pada pita suara asli (mungkin melibatkan komisura anterior atau posterior) dengan pergerakan yang normal T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli T 1b: tumor melibatkan kedua pita suara asli T 2 : tumor meluas ke supraglotis dan/atau subglotis, dan/atau dengan gangguan pergerakan pita suara asli T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara asli dan/atau menginvasi ruang paraglotik dan/atau erosi minor kartilago tiroid. T 4a : tumor menginvasi kartilago tiroid dan/atau jaringan yang jauh dari laring (mis : trakea, muskulus eksrinsik profunda lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus) T 4b: tumor menginvasi ruang prevertebra, sarung arteri karotis atau struktur mediastinum.

N0 : tidak ada penyebaran ke KGB leher N1 : Metastase single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3cm N2a : metastase ke single KGB leher ipsilateral, dengan ukuran 3x<6 cm N2b : metastase ke multiple KGB leher ipsilateral, dengan ukuran <6 cm N2c : metastase ke bilateral atau kontralateral KGB leher, dengan ukuran < 6 cm N3 : metastase ke single/multiple KGB leher, dengan ukuran 6 cm Distant Metastasis (M) Mo : tidak dijumpai metastasis jauh M1 : dijumpai metastasis jauh STAGE GROUPING 0 Tis N0 M0 I T1 N0 M0 II T2 N0 M0 III T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0 IVA T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0 IVB T4b Any N M0 Any T N3 M0 IVC Any T Any N M1

Tabel 2.7.6 Staging Tumor Ganas Telinga berdasarkan AJCC 2006 Primary Tumor (T) Distant Metastasis (M) T0 : Tidak dijumpai tumor primer Mo : tidak dijumpai metastasis jauh T1 : Tumor berukuran 2cm M1 : dijumpai metastasis jauh T2 : Tumor berukuran 2x<5 T3 : Tumor berukuran 5 cm STAGE GROUPING T4 Tumor menginvasi struktur 0 Tis N0 M0 ekstadermal, seperti tulang rawan, tulang, I T1 N0 M0 atau otot II T2 N0 M0 T3 N0 M0

Universitas Sumatera Utara

Regional Lymph Nodes (N) Mo: tidak dijumpai metastasis ke KGB M1: dijumpai metastasis ke KGB

III T4 N0 M0 Any T N1 M0 IV Any T Any N M1

2.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan tumor ganas THT-KL, antara lain, melalui radioterapi, kemoterapi, pembedahan, atau kombinasi ketiganya. Penatalaksanaan yang dipilih tergantung dari stadium tumor ganas tersebut. Pada stadium awal terapi utama adalah radioterapi ataupun pembedahan. Pada stadium lanjut terapinya adalah kombinasi dari kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan (Forastiere & Marur, 2008). Penelitian Yung dan Piccrillo (2008), dari 183 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat terapi pembedahan sebesar 37,2%, radioterapi sebesar 10,9%, kemoterapi sebesar 1,6% dan terapi kombinasi sebesar 50,2%. Ronis et al (2008) dalam penelitiannya tentang kualitas hidup pasien tumor ganas THT-KL, 273 pasien (86,4%) menerima terapi radiasi, 205 pasien (64,9%) menerima terapi kemoterapi dan 160 pasien (50,6%) menerima terapi pembedahan. Penelitian Pytynia et al (2004), dari 31 pasien berumur <40 tahun yang menderita keganasan kepala dan leher, yang mendapat terapi radiasi adalah 32,3%, yang mendapat terapi pembedahan sebesar 22,6%, sedangkan yang mendapat terapi kombinasi sebesar 45,1%. Penelitian oleh Hoffman et al (1998) di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, dari 295.022 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat terapi pembedahan sebesar 32,4%, radioterapi sebesar 18,9%, kemoterapi sebesar 5,4%, terapi kombinasi sebesar 43,3%. Studi prospektif periode 1 September 198328 Februari 1987 di tiga negara bagian terhadap 649 pasien yang didiagnosa tumor ganas kepala dan leher, menemukan

Universitas Sumatera Utara

pasien yang mendapat terapi bedah sebesar 38,5%, terapi radioterapi sebesar 20%, terapi kemoterapi sebesar 2% dan terapi kombinasi sebesar 39,5% (Deleyianis et al, 1996). Hutagalung (1996) dalam studi retrospektif di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta periode 19911995, dari 1001 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat terapi pembedahan sebesar 6,09%, radioterapi sebesar (39,8%), kemoterapi sebesar 1,69%, kombinasi sebesar 18,77 %. Di RSUP dr. Kariadi Semarang periode 1991-1995, dari 576 kasus tumor ganas THT-KL, yang mendapat radioterapi sebesar 81,6%, kemoterapi sebesar 2,6%, kombinasi sebesar 11,98% (Siahaan, 1996).

Universitas Sumatera Utara

2.9

Kerangka Konsep

- Suku/Ras - Umur - Jenis Kelamin - Pendidikan

- Keluhan Utama - Stadium - Tipe Histopatologi - Terapi

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

2.10

Kerangka Kerja
Tumor Ganas THT Kepala dan Leher

REKAM MEDIS 1. Jenis kelamin 2. Umur 3. Pendidikan 4. Suku/Ras 5. Lokasi Tumor 6. Jenis Histopatologi 7. Stadium 8. Penatalaksanaan

Gambar 4. Kerangka Kerja Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai