Anda di halaman 1dari 31

EMBOLI SEBAGAI RESPON TRAUMA SISTEMIK

Juliet CG Umbas Yurike Adehline Chandra Pembimbing: dr. Nola T.S. Mallo

Oleh:

C11108204 C11108122

Supervisor: Dr.Jerny Dase, SH, Sp.F, M.Kes

PENDAHULUAN
EMBOLI SEBAGAI RESPON TRAUMA SISTEMIK
Lokal

Langsung (perdarahan)

Tidak Langsung (tanda radang) Luka-luka intravital Anemia

Umum

Emboli Udara

Emboli Lemak

De Jong Wim, Sjamsuhidajat (editor). Emboli arteri. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. hal. 302, 481.

DEFENISI
EMBOLI

Embolus (jamak) adalah

Embolia adalah peristiwa terlepasnya dan atau penyumbatan pembuluh darah oleh embolus.

Berasal dari kata YUNANI

penyumbat atau benda yang berada di aliran darah dan

menyumbat.

De Jong Wim, Sjamsuhidajat (editor). Emboli arteri. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. hal. 302, 481.

1. EMBOLI UDARA
DEFENISI
Emboli Udara

Emboli Paru / Tromboemboli Paru

Suatu keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total


sirkulasi arteri pulmonalis atau cabang-cabang akibat tersangkutnya emboli trombus atau emboli yang lain

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Tromboemboli paru. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid II. Jakarta: Dept.IPD FKUI; 2006. hal. 1041 - 43.

ETIOLOGI

Penyebab emboli paru semula belum jelas, tetapi hasil-hasil penelitian dari autopsi para pasien yang meninggal akibat penyakit ini menunjukkan dengan jelas bahwa penyebab penyakit tersebut adalah trombus pada pembuluh darah.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Tromboemboli paru. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid II. Jakarta: Dept.IPD FKUI; 2006. hal. 1041 - 43.

Price SA, Wilson LM. Penyakit kardiovaskuler dan paru. Dalam: Patofisiologi. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC; 2005. hal. 816 21.

FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor predisposisi terjadinya emboli paru menurut Virchow 1856 atau sering disebut
sebagai physiological risk factors, meliputi :

Statis vena dan melambatnya aliran darah

Kerusakan atau peradangan pada dinding pembuluh darah vena

Serta keadaan darah mudah membeku (hiperkoagulasi)

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Tromboemboli paru. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid II. Jakarta: Dept.IPD FKUI; 2006. hal. 1041 - 43. Price SA, Wilson LM. Penyakit kardiovaskuler dan paru. Dalam: Patofisiologi. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC; 2005. hal. 816 21.

EPIDEMIOLOGI

Survei epidemiologis di Amerika Serikat menunjukkan

bahwa kira-kira terdapat 50.000 kasus tiap tahunnya.

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kurang dari 10% pasien tromboemboli paru meninggal.

Penelitian-penelitian pada autopsi memperlihatkan bahwa sebanyak 60% pasien yang meninggal di rumah sakit disebabkan oleh emboli paru, namun sebanyak 70% kasus tidak diketahui.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Tromboemboli paru. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid II. Jakarta: Dept.IPD FKUI; 2006. hal. 1041 - 43. Price SA, Wilson LM. Penyakit kardiovaskuler dan paru. Dalam: Patofisiologi. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC; 2005. hal. 816 21.

PATOFISIOLOGI

Sebagai akibat kelainan Tromboemboli arteri katup jantung atau penyakit jantung lain

Emboli akan terbawa aliran darah ke perifer & menyumbat arteri

Menambah trombus, Gagal Jantung

iskemik, vasokonstriksi
dan obstruksi total

Stagnansi dan turbulensi di daerah proximal

De Jong Wim, Sjamsuhidajat (editor). Emboli arteri. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. hal. 302, 481. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Tromboemboli paru. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid II. Jakarta: Dept.IPD FKUI; 2006. hal. 1041 - 43.

GAMBARAN KLINIS

Jumlah Emboli

Penyakit Kardiopulmonal

Ukuran Emboli

Umur Pasien

Lokasi Emboli

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Tromboemboli paru. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid II. Jakarta: Dept.IPD FKUI; 2006. hal. 1041 - 43. Price SA, Wilson LM. Penyakit kardiovaskuler dan paru. Dalam: Patofisiologi. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC; 2005. hal. 816 21.

Emboli lemak adalah sumbatan pada aliran darah oleh gelembung lemak.

Emboli lemak merupakan suatu keadaan dimana lemak masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyumbat arteriole / kapiler.

De Jong Wim, Sjamsuhidajat (editor). Emboli arteri. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. hal. 302, 481. Armstrong Dr.DM. Fat Embolism Syndrome Following Polytrauma. GMO Anaesthesia GPHC. Res J.Natl, Fat Embolism In Trauma. Council Thailand: Department of Forensic Medicine, Faculty of Medicine Siriraj Hospital, Mahidol University; 1989. p. 55 63.

ETIOLOGI
Dahulu sindrom emboli lemak ini dianggap sebagai penyulit pada penderita trauma, khususnya yang dengan patah tulang panjang, dan diduga lemak disebarkan secara embolus yang berasal dari sum-sum tulang yang patah.

Gelembung kecil lemak seringkali ditemukan dalam sirkulasi setelah patah tulang panjang (dimana kaya akan lemak).

Diduga gelembung kecil yang dikeluarkan oleh jejas pada sumsum atau jaringan lemak dapat masuk ke sirkulasi karena robekan sinusoid vaskuler sum-sum atau venula.

De Jong Wim, Sjamsuhidajat (editor). Emboli arteri. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. hal. 302, 481. Res J.Natl, Fat Embolism In Trauma. Council Thailand: Department of Forensic Medicine, Faculty of Medicine Siriraj Hospital, Mahidol University; 1989. p. 55 63. Robbins SL, Kumar V, Oswari J (editor). Embolisme. Dalam: Buku Ajar Patologi I. Edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. hal. 80 2.

EPIDEMIOLOGI

Secara anatomik emboli lemak trumatik pada kira-kira 90% penderita yang
mengalami jejas otot yang parah, hanya sekitar 1% penderita menunjukkan tanda atau gejala klinik yang dikenal sebagai sindroma emboli lemak.

Insiden sindrom emboli lemak setelah patah tulang adalah dalam kisaran 0,9% sampai 2,2%.

Robbins SL, Kumar V, Oswari J (editor). Embolisme. Dalam: Buku Ajar Patologi I. Edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. hal. 80 2. Armstrong Dr.DM. Fat Embolism Syndrome Following Polytrauma. GMO Anaesthesia GPHC.

PATOGENESIS

Emboli lemak

Menembus kapiler

Statis transien dari emboli lemak

Masuk ke dalam sirkulasi pulmonalis

Obstruksi arteri pulmonalis

Meningkatkan permeabilitas kapiler

Mengaktifkan mediator kimia

Gelembung lemak di paru (efek toksik)

Armstrong Dr.DM. Fat Embolism Syndrome Following Polytrauma. GMO Anaesthesia GPHC. Res J.Natl, Fat Embolism In Trauma. Council Thailand: Department of Forensic Medicine, Faculty of Medicine Siriraj Hospital, Mahidol University; 1989. p. 55 63. Isselbacher KJ, Brunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, etc. Tromboemboli paru. Dalam: Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Vol. 3. Jakarta: EGC; 2000. hal. 1367 73.

Bucholz, Robert W., et. al. Rockwood and Greens Fractures in Adults. 7th Edition. Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 591-592

GEJALA KLINIS

Dipsneu

Koma

Takipneu

Gejala Neurologis

Takikardi

Robbins SL, Kumar V, Oswari J (editor). Embolisme. Dalam: Buku Ajar Patologi I. Edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. hal. 80 2. Isselbacher KJ, Brunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, etc. Tromboemboli paru. Dalam: Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Vol. 3. Jakarta: EGC; 2000. hal. 1367 73.

Mikroskopik

Tanpa Mikroskop

Frozen Sections Pewarnaan Lemak

Menekan potongan jaringan segar Membiarkan mengapung pada permukaan

Robbins SL, Kumar V, Oswari J (editor). Embolisme. Dalam: Buku Ajar Patologi I. Edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. hal. 80 2.

Bucholz, Robert W., et. al. Rockwood and Greens Fractures in Adults. 7th Edition. Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 591-592

Sebagai hubungan antara emboli udara dan emboli lemak ,maka ada beberapa contoh laporan kasus yang menjelaskan terjadinya trauma sistemik

Emboli Sebagai Respon Trauma Sistemik

Kasus 1 65 tahun, dengan sindrom defisiensi imun dan memilik penyakit paru obstruksi kronik dan serosis hepatis. Mengaku akan menjalani transjugular intrahepatik post sistemik shunt, perdarahan berulang dari varises esofagus. Sore harinya selubung jugularis internal yang digunakan ditarik untuk mendapatkan akses ke vena cava dan mengantisipasi ukuran debitnya, dan pasien disuruh beristirahat total. Sekitar 20 menit kemudian pasien ke kamar mandi dan mengedan untuk buang air besar. Pasien ditemukan jatuh pingsan di kamar mandi. Tanda vital : N = 96 x/menit (takikardi) T = 170/100 mmHg P = 28 x/menit (takipneu) S = Afebris Auskultasi : Bunyi mengi yang menyebar pada kedua paru. Ritme jantung tidak teratur. Diagnosis : Emboli udara pada vena. Terapi : Antibiotik. Oksigen 2,5 atm untuk 90 menit. Transfusi darah karena ada perdarahan.

Kapoor T, Gutierrez G. Research Air Embolism as a Cauese of the Systemic Inflammatory response Syndrome: a case report. In: Critical Care. USA: Department of Internal Medicine; 2003. p. R98 100.

Emboli udara : masuknya udara ke dalam pembuluh darah, dan terjadi selama pemasangan atau penggantian kateter vena sentral. Udara memasuki sirkulasi vena secara langsung melalui kateter dan mendukung peningkatan gradien tekanan dalam sirkulasi.

Pasien ini memiliki potensi besar masuknya udara melalui kulit ke vena sentral lewat aliran vena jugularis internal saat mengambil inspirasi dalam.

Gejala : sebagian besar udara tersedot ke dalam vena sentral dan berjalan ke ventrikel kiri dan akhirnya menyebar ke sirkulasi sistemik. Tanda lain : Peningkatan tekanan arteri menyebabkan dekompensasi ventrikel kanan, untuk menurunkan preload ventrikel kiri, dan penurunan cardiac output dengan hipotensi yang mendalam. Mekanisme ini mungkin telah hadir segera setelah masuknya udara ke dalam sirkulasi pasien, dan berakhir dengan episode emboli udara.
Kapoor T, Gutierrez G. Research Air Embolism as a Cauese of the Systemic Inflammatory response Syndrome: a case report. In: Critical Care. USA: Department of Internal Medicine; 2003. p. R98 100.

Kasus 2 23 tahun, dibawa ke IGD RSCM pada 1 Agustus 2000, pukul 13.16 WIB dengan keluhan utama terkena ledakan bom setengah jam yang lalu. Pasien terjatuh dan menderita luka bakar pada wajah, kedua lengan, dan kedua tungkai. Pasien tidak sadarkan diri dan mengeluarkan darah melalui hidung dan telinga kiri. Primer survei : Arway: gurgling. (R/ suctioning (darah) dan oropharyngeal airway). Breathing: 38 x/menit (O2 10 liter per menit dan bagging manual). Circulation : nadi 130 x/menit, kecil, akral dingin. tekanan darah 80 /palpasi. Disability: unresponsive, kedua pupil bulat, isokor, pin point, refleks cahaya pada kedua pupil menurun, dan terdapat lateralisasi ke kiri. (GCS) 4, E1 M2 V1.
Dilakukan vena seksi dan berhasil. Resusitasi cairan inisial dengan RL 2 liter dan dipersiapkan darah sebanyak 1500 cc. (estimasi kehilangan darah 1500 cc (7% x 70 x 30%)). Ditegakkan diagnosis syok hemoragik derajat III, Frekuensi nadi pasca resusitasi cairan inisial 120 x/menit, akral masih dingin, dan tekanan darah 90/60 mmHg.

Diah E. Trauma Ledakan. Dalam: Laporan Kasus Ledakan di RSUPNCM. Bagian Bedah FK UI. RDUPN Dr.Ciptomangunkusumo. 1990. hal. 1 13.

Kasus 2 Sekunder survei : ditemukan jejas pada kepala regio temporal kiri berupa hematom ukuran 8x6x0.5 cm, dan teraba krepitasi. Konjungtiva tampak pucat, kedua pupil pin point dengan penurunan refleks cahaya, dan terdapat lateralisasi ke kiri. Terdapat perdarahan dari telinga kiri dan hidung. Pemeriksaan toraks menunjukkan tidak adanya jejas, simetris statis dan dinamis, sonor, suara napas bronkovesikular, simetris kanan dan kiri, serta terdengar ronki pada seluruh lapang paru. Ekstremitas akral dingin dan sianosis. Ditemukan luka bakar derajat II dan III seluas 33% pada wajah, keempat ekstremitas. Ditegakkan diagnosis kontusio paru, syok hemoragik derajat III-IV, dan cedera kepala

berat.

Diah E. Trauma Ledakan. Dalam: Laporan Kasus Ledakan di RSUPNCM. Bagian Bedah FK UI. RDUPN Dr.Ciptomangunkusumo. 1990. hal. 1 13.

Cedera pada paru merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas terbesar akibat ledakan bom. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa kematian segera paling banyak disebabkan oleh perdarahan pulmonal yang masif.

Pada pasien ini terdapat gejala dan tanda kontusio paru dengan ronki ditemukan pada hampir seluruh lapang paru. Ada perdarahan yang masif dan sianosis. Adanya perdarahan ini mengganggu kapasitas difusi udara.

Pasien ini menderita hipoksia berat, ini terjadi akibat perdarahan masif yang mengakibatkan ketidaksesuaian ventilasi-perfusi. Ketidaksesuaian ventilasi-perfusi pada korban ledakan mengakibatkan terjadinya penurunan PaO2 dengan efek minimal pada PaCO2.

Akibat lain yang ditakutkan pada trauma ledakan adalah adanya emboli udara. Emboli udara hanya terjadi pada pasien dengan kontusio paru dan mengakibatkan kematian dalam jam pertama.

Diah E. Trauma Ledakan. Dalam: Laporan Kasus Ledakan di RSUPNCM. Bagian Bedah FK UI. RDUPN Dr.Ciptomangunkusumo. 1990. hal. 1 13.

4. ASPEK MEDIKOLEGAL

Pembuktian perkara tindak pidana diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) UU No. 1/1946 Berita Republik Indonesia. Dari beberapa contoh kasus diatas, maka dapat dikaitkan dengan KUHP Buku Kedua Bab XIX Kejahatan Terhadap Nyawa (Pasal 338-350) dan Bab XX Penganiayaan (Pasal 351-358).

Wetboek van Strafrecht. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Berita Republik Indonesia. Dalam: UU No. 1/1946.

Pasal 338 Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 340 Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Wetboek van Strafrecht. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Berita Republik Indonesia. Dalam: UU No. 1/1946.

Pasal 351 (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan

bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Wetboek van Strafrecht. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Berita Republik Indonesia. Dalam: UU No. 1/1946.

KESIMPULAN
EMBOLI UDARA Masuknya udara ke dalam sirkulasi darah yang menyebabkan sumbatan arteriole/kapiler Udara dalam vena sistemik ke jantung a. pulmonalis sumbatan arteriole dan kapiler paruparu menyebabkan kematian. Otopsi : harus segera dilakukan, harus ada sumbatan pada a.coronaria, kadang infark miokard belum ada.

EMBOLI LEMAK Masuknya lemak ke dalam sirkulasi darah yang menyebabkan sumbatan arteriole/kapiler Fraktur tulang panjang jaringan lemak dapat masuk ke sirkulasi karena robekan sinusoid vaskuler sum-sum tulang sumbatan arteriole dan kapiler paru-paru menyebabkan kematian. Otopsi : Frozen section dan penekanan jaringan yang masih segar.

TRAUMA SISTEMIK Mekanisme adanya peningkatan tekanan arteri yang menyebabkan dekompensasi ventrikel kanan, untuk menurunkan preload ventrikel kiri, dan penurunan cardiac output dengan hipotensi yang mendalam. Hal ini nungkin terjadi sebagai sebuah episode emboli sebagai respon trauma sistemik.

TERIMA KASIH. . .

Anda mungkin juga menyukai