Anda di halaman 1dari 8

STRATEGI PENERAPAN SUMUR RESAPAN SEBAGAI TEKNOLOGI EKODRRAINASE DI KOTA MALANG (STUDI KASUS: SUB DAS METRO)

Ayu Wahyuningtyas, Septiana Hariyani, Fauzul Rizal Sutikno


Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia

email: yoe_tantant@yahoo.com ABSTRAK


Penerapan sistem drainase yang selama ini diterpkan (konvensional), yaitu sistem pematusan kawasan dari genangan air dengan secepatnya membuang ke sungai telah dinilai kurang tepat. Hal ini dikarenakan sungai akan menerima beban yang melampaui kapasitasnya dan akan menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah. Perencanaan drainase seharusnya memperhatikan fungsinya sebagai prasarana yang berlandaskan konsep pembangunan berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan adanya penanganan baru berupa konsep ekodrainase yang berkaitan dengan usaha konservasi smber daya air, dengan prinsip mengendalikan air hujan supaya lebih banyak yang meresap ke dalam tanah. Sub DAS Metro dipilih sebagai wilayah studi dikarenakan memiliki jumlah permasalahan terkait sistem drainase, yaitu seebsar 45% lebih besar dibandingkan dengan Sub DAS-Sub DAS lain di Kota Malang. Adanya penelitian Strategi Pnerapan Smur Resapan sebagai Teknologi Ekodrainase di Kota Malang (Studi Kasus: Sub Das Metro) bertujuan untuk mengembangkan konsep ekodrainase dengan mengevaluasi sistem drainase Sub Das Metro melalui perbandingan dengan dan tanpa (with and without) konsep ekodrainase dengan mensimulasikan teknologi sumur resapan. Metode yang digunakan dalam analisis drainase ini adalah metode rasiional termodifikasi, sedangkan untuk analisis sumur resapan menggunakan formula Sunjoto. Hasil dari analisis terssebut berupa perbandingan keefektifan antara kedua sistem drainase di Sub DAS Metro. Berdaarkan hasil pemodelan, diketahui bahwa sumur resapan telah mampu meresapkan air yang ditandai dengan debit pengaliran yang masuk ke dalam saluran menjadi berkurang. Hal ini menandakan bahwa sumur resapan dinilai efektif untuk diterapkan. Hasil dari penelitian ini adalah arahan pengembangan dan perencanaan drainase yang ramah lingkungan dengan dasar pembangunan berwawasan lingkungan untuk diterapkan di Kota Malang, khhususya Sub DAS Metro. Kata kunci: Sistem drainase, Ekodrainase, Sub DAS Metro ABSTRACT The application of convetional drainage system bu quickly send away the water to the river as soon as possible was considered ineffective. It will cause the river to be overcapacity by water and it could reduce the water infiltration ablity into the soil. Drainage lanning system must pay attention on the concept of sustainability. Therefore, needed a new drainage concept related with water conservation efforts was this system used the principal of increasing the infiltration ability of water into the ground. The drainage problem which occured in Metro watershed area was its big run-off water; 45% bigger than the oher watershed in Malang. The purpose of this study was to develop ecodrainage concept by using evaluative method (with and without scheme) of infiltration well usage. The methods which udes were ratiional mdification method for drainage analysis and Sunjoto;s formula for infilitration wells analysis. The methods resulting th e comparison of effectivness between the aplication of both drainage system in Metro watershed area. The resutl of the analysis showed that the infiltration well was able to decrease the amout of run-off water, so it was considered as an effective method. The reult of this study was the reommendation of drainage planning system by using he concept of sustainability which was suitable be applied in Malang, especially in Metro watershed area. Keyword: Drainage system, Ecodrainage, Metro Watershed

PENDAHULUAN Pertumbuhan kota yang berambah tiap tahun menyebabkan perubahan tata guna lahan. Salah satu dampaknya adalah meningkanya aliran permukaan langusng dan menurunnya kuantitas air yang meresap ke dalam tanah, sehingga terjadi bajir pada musim hujan dan ancaman kekeringan apda musim kemarau. Selama ini, konsep drainase yang banyak diterapkan di kota-kota adalah sistem drainase pengaturan akwasan. Konsep ini pada prinsipnya menyebutkan bahwa seleuruh air hujan yang jaus
25

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011

STRATEGI PENERAPAN SUMUR RESAPAN SEBAGAI TEKNOLOGI EKODRRAINASE DI KOTA MALANG (STUDI KASUS: SUB DAS METRO)

di suatu wilayah harus secepat-cepatnya dibuang ke sungai. Filosofi membuang air genangan secapt-cepatnya ke sungai mengakibatkakn sungai akan menerima beban yang melampaui kapasitasnya, sementara tidak banyak air yang dapat meresap ke dalam tanah. Beberapa upaya penanganan drainase seperti normalisasi sungai dan saluran atau perbaikan dan penambahan saluran hanya dapat menanggulangi permasalahan drainase untuk jangka pendek (Suripin, 2004). Untuk itu, diperlukan upaya penanganan yang tidak hanya memcahkan permasalahan drainase dalam jangka pendek, tetapi juga dapat menangani permasalahan drainase secara terintegrasi. Perencanaan drainase perlu mepeprhatikan fungsi drainase yangg dilandaskan pada konsep pembanguna yang berwawasan lingkungan. Salah sau penangan baru adalah konsep drainase ramah lingkungan atau yang biasa dikenal dengan ekodrainase. Kosnep ini berkaitan dengan usaha konserbasi Sumber Daya Air, yang prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya dapat meresap ke dalam tanah dan tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan. Adapun metode atau tekonologi yang digunakan dalam ekodrainase adalah waduk kota atau kolam retnsi, sumur resapan, river side polder, dan areal perlindungan air tanah. Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperlukann adanya penelitian di wilayah Sub DAS Metro sebagai salah wilayah yang mengalami genangan di Kota Malang. Penelitian ini selanjutnya digunakan untuk merencanakan penerapan ekodrainase dengan membandingkan sistem drainase dan pemodelan ekodrainase. Pemodelan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui perbandingan saluran setelah adanya teknlogi ekodrainase, sehingga apabila teknologi ekodrainase ini diterapkan, diharapkan akan terdapat pengelolaan kelebihan air di musim hujan dengan meresapka serta menampung sebagai cadangan air tanah, sehingga integrasi rendana berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dapat terlaksana. Penelitian ini dibatasi pada beberapa hal yang berkaitan dengan ekodrainase. Pertama, hanya membatasi pendekatan ekodainase pada pendekatan fungsi eko-hidrologi, tidak pada pendekatan kualitas air. Kedua, membatasi teknologi waduk kota, river side polder, dan areal perlingungan air tanah tidak dilakukan. Ketiga, membatasi simulasi dengan pemodelan secara matematis. Penelitian ii diharapkan dapat berguna antara lain bagi akademi sebagai mdel acuan dan ilmu pengetahuan di bidang prasarana kota dalam

penilaian dampak rencana penrapan drainase ramah lingkungan serta sebagai informasi dan acuan untuk melakukan penelitian lain di masa datang. Selain itu, juga berguna bagi pemerintah kota sebagai rekomendasi dan bahan pertimbangan bagi pihak terkait serta ebguna bagi perencana kota sebagai indormasi dalam pengambilan kebijakan dan perncanaan tata ruang, khususnya tentang pengembangan sistem drainase ramah lingkungan.

Gambar 1. Peta Wilayah Studi

METODE PENELITIAN Penelitian mengenai Strategi Peneraan Sumur Resapan sebagai Teknologi Ekodrainase ini termasuk dalam jenis penelitian evaluatifsimulatif, yang dimaksudkan untuk menilai kefektifan, dampak, atau hasil akhir program dengan didasarkanapda teknik-teknik dari metode eksperimental yang lebih memngkinkan diperolehnya kesimpulan yang valid. Penelitian ini dilakukan di wilayah Sub DAS Metro dengan alasan bahwa dikarenakan wilayah DAS Metro membutuhkan penanganan atau perbaikan yangg lebih besar dibanding wilayah Sub DAS lain di Kota Malang. Hal ini diketahui dari sebanyak 45% saluran belum emmenuhi kapasitasnya dan membutuhkkan banyak penanganan. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan ada dua tahapan, yaitu dengan

26

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011

Ayu Wahyuningtyas, Septiana Hariyani, Fauzul Rizal Sutikno

pengumpulan data primer melalui pengamatan langsung dan pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka pendukung. Beberapa variabel dalam penelitian ini adalah tata guna lahan, intensitas hujan, jumlah penduduk, debit rumah tangga, kapasitas saluran, topografi, dan jenis tanah. Sedangkan untuk metode anaisis dalam penelitian in, secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu analisis deksirptif kondisi fisik (meliputi kondisi fisik wilayah studi, kelerengan, hidrologi, tata guna lahan, dan jenis tanah), analisis deskriptif-evaluatif sistem drainase dan ekodrainase (analisis evaluatif sistem drainase menggunakan metode rasiional termodifikasi dan analisis sumur resapan dengan menggunakan formula Sunjoto), dan analisis development rencana penerapan konsep ekodrainase. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum a) Gambaran Drainase Kota Malang Dengan semakin berkembangnya Koa Malang, terutama dari segi pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan semakin banyaknya perubahan ata guna lahan, dari kawasan persawahan menjadi akwasan padat perukiman akan menimbbulkan masalah tersendiri, terutama permasalahan banjir dan genangan. Apabila diliat dari segi topografi Kota Malang yang berada pada lingkup pegunnungan berapi dan dataran tinggi dengan ketinggian antara 339-662,5 meter dpl, kemiringan medan yang bervariasi antara 0-30%, dan permasalahan perubahan tata guna lahan serta semakin padatnya penduduk, secara tidak langsung akan mempengaruhi penanganan sistem drainase di Kota Malang dan sekitarnya. Sistem drainase Kota Malang berkembang dengan dua pola, yaitu saluran drainase terbuka dan tertutup. Slauran drainase tertutup umumya merupakan peninggalan jaman penjajahan Belanda. Kondisi bangunanya banyak mengalami penurunan kualitas seperti terjadinya penyumbatan dan tidak berfungsinya manhole sebagai street inlet. Sedangkan saluran drainase terbuka yang umumnya adalah bannggunan baru merupakan upaya pembanggunan yang akan dilakukan oleh pemerintah kota dengan masyarakat setempat. Selain berfungsi sebagai saluran pembuangan air huan, drainase di Kota Malang juga difungsika sebagai saluran pembuangan limbah domestik (mix drain) yang secar tidak langsung telah menimbulkan proses

sedimentasi yang dapat berakibat terhadap terjadinya luapan air. b) Gambarann Drainase Sub DAS Metro Penanganan dan pemeliharaan drainase di Kota Malang khususnya pada Kecamatan Lowokwaru, Sukun, dan Klojen dilakukan secara bertaap dengan mengorientasikan wilayah penanganan pada kawasan genangan air yang berada di dalam kawasan tersbeut dengan daerah tangkapan air Sungai Metro. Kawasan ini disebut Daerah Aliran Sungai (DAS) Metro. DAS Metro merupakan Daerah Pengaliran Sungai (DAS) Mtero yang mengalir dari saluran arah Utara ke Selatan melalui bagian Barat Kota Malang. Sungai Metro yang bergungsi sebagai main drain, selain menerma aliran dari saluran drainase di kiri dan kanan jalan, juga menerima aliran dari anak-anak sungai, yaitu Kali Poring, Kali Kasin, Kali Watu, Kali Kuthuk, dan Kali Sat. DAS Metro meliputi wilayah seagian Kecamatan Sukun, sebagian Kecamatan Klojen, dan Kecamtan Lowokwaru. Berdasarkan hasil pengamatan, di beberapa lokasi dijumpai kondisi saluran yang tidak dapt menampung debit limpasan sehingga terjadi genangan dan banjir. Adapun wilayah tersebut, di anatranya adalah Jalan Gajayana, Jlana Simpang Gajayana, pertemuan Jalan Simpang Gajayana Jalan Joyo Suko Jalan Metrojoyo Jalan Sunan Kalijogo, pertemuan Jalan Sumbersari dan Jalan Bendungan Sutami, Jalan Bendungan SiguraGura, Jalan Bendungan Sutami, pertemuan Jalan Galunggung dan Jalan Candi II, Jalan Raya Tidar, Jalan Terusan Raya Dieng, Jalan Raya Langsep dan Jalan Jupri, Jalan Raya Bandulan, Jalan Mergan Lori, Jalan S. Supriadi, pertigaan Kacuk, dan Jalan Satruit Tubun. Sementara itu, terkait dengan konsep drainase berkelanjutan, potensi yang mendukung di wilayah Sub DAS Mtero adalah sebagai berikut: Luas lahan teruka hijau sebagai daerah resapan air adalah sebesar 54,57 Ha atau sebesar 37,39% dari luas area Sub DAS Metro Kota Malang. Selain berupa lahan pertanian, jenis ruang terbuka hijau yang ada antara lain sempadan sunga, makam, dan jalur hijau. Sudah dimulainya upaya mengatasi permasalahan drainase eperti genangan dengan perencanaan drainase berkelanjutan, misalnya dengan memperbanyak lahan resapan di tiap rumah dan adanya rencana pembuatan sumur resapann individu dan komunal serta biopori dalam beberapa dokumen pembangunan.
27

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011

STRATEGI PENERAPAN SUMUR RESAPAN SEBAGAI TEKNOLOGI EKODRRAINASE DI KOTA MALANG (STUDI KASUS: SUB DAS METRO)

Usaha swadaya warga untuk melakukan perbaikan saluran drainase yang telah rusak dan pembangunan saluran drainase yang baru.
Tabel 1. Penyebab Genangan Sub DAS Metro
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Penyebab Genangan Kapasitas saluran yang kurang Terjadinya sedimentasi Terjadinya penumpukan sampah Kombinasi: kapasitas kurang, proses sedimentasi, dan penumpukan sampah Kondisi dimensi inlet saluran yang kurang memadai Jumlah inlet drainase yang terbatas Tidak tersedianya inlet menuju saluran drainase Drainase terletak pada daerah cekungan Kemiringansaluran drainase tidak sesuai

pemodelan ekodraianse. Berdasarkan hasil perhitungan dalam analisis kapasitas saluran drainase, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 35 saluran atau 44,31% mampu menampung debit air hujan, sementara 44 saluran atau 55,69% sisanya tidak mampu menampung debit air yang masuk.

Sumber: Hasil Analisis, 2010

Gambar 4. Grafik Evaluasi Kapasitas Saluran Drainase

Gambar 2. Lokasi Genangan yang Terjadi di Pertemuan Jalan Simpang Gajayana, Jalan Joyo Suko, Jalan Mertojoyo, dan Jalan Sunan Kalijogo

Adapun formula yang digunakan dalam penentuan jumlah susmur resapan adalah dengan membagi debit di tiap saluran dengan kapasitas sumur. Debit di tiap saluran didapat dari perhitungan drainase konvensional sebelumnya, sedangkan untuk kepasitas sumur menggunakan rumus metode Sunjoto (1991), sedangkan identifikasi kelayakan sumur resapan di wilayah Sub DAS Mtero adalah sebagai berikut: Secara fisiologis, kawasan ini merupakan daerah yang relatif datar dengan kemiringan 0-10%. Sedankan persyaratan kemiringan lereng untuk pembangunan sumur resapan adlaah <11%, sehingga wilayah perencanaan sesuai secara fisiologis untuk diterapkan dan dibangun sumur resapan. Nilai permebilitas tanah yang cocok diterapkan sumur resapan berkisar antara 212 Cm/jam (Suripin, 2004). Sementara itu, Kota Malang memiliki nilai permebbilitas sebesar 0,0035 m/dt yang setara dengan 12,6 m/jam atau 21 Cm/menit, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai permeabilitas tanah tersebut sesuai untuk penerapan sumur resapan. Sistem drainase eksisting di wilayah perencanaan masih tercampur dengan sistem penyaluran air buangan domestik. Oleh karena itu, air yang masuk ke dalam sumur resapan harus langsung berasal dari talang air hujan atau pekarangan yang airnya langsung masuk ke sumur resapan.

Gambar 3. Peta Eksisting Drainase Sub DAS Metro

2. Hasil Analisis yang digunakan dalam peneltian ini secara umum dibagi menjadi dua bagian, ayitu analisis untuk sistem drainase dan analisis untuk
28
(1) 3600

Tabel 2. Perhitungan Jumlah Sumur dengan Metode Sunjoto


(2) 56,874 (3) 0,8 (4) 5,998 (5) 0.0035 (6) 0,062979 (7) 902

Sumber: Hasil analisis, 2010

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011

Ayu Wahyuningtyas, Septiana Hariyani, Fauzul Rizal Sutikno

Keterangan: 1 = Durasi hujan (detik) 2 = Debit air masuk (m3/detik) 3 = Jari-jari (m) 4 = Faktor geometri (m) 5 = Permeabilitas tanah (m/detik) 6 = Kapasitas sumur (m3/detik) 7 = Jumlah sumur

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa total sumur resapan yang dibutuhkan untuk keseluruhan Daerah Pengaliran Sungai Metro adalah sebanyak 902. Agar sumur resapan menjadi lebih efektif untuk mengurangi limpasan akibat air hujan maka untuk rencana saat ini atau rencana untuk menurangi permasalahan genangan adalah dengan merencanakan sumur resapan hanya untuk wilayah-wilayah yang mengalami genangan dan bajir, sehingga jumlah yang direncanakan utuk saat ini adalah sebanyak 739 sumur. Langkah selanjutnya dalam analisis permodelan ekodrainase adalah melakukan perbandingan setelah adanya sumur. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa beban saluran untuuk menerima debit masuk menjadi berkurang. Hal ini dikarenakana sebanyak 53,926 m3/detik atau sebesar 94,81% air dapat ditampung dan diresapkan ke dalam sumur resapan dari total debit limpasan sebesar 56.874 m3/detik, sehingga debit air yang tersisa untuk masuk ke dalam saluran drainase hanya sebesar 2,947 m3/detik atau hanya sebesar 5,19%. 3. Arahan Perencanaan Arahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang Terkait dengan perencanaan tata ruang yang terintegrasi maka penelitian Strategi Penerapan Sumur Resapan sebagai Teknologi Ekodrainase sebagai bagian dari perencanaan drainase juga mmerlukan adanya kesesuaian dengan perencanaan tata ruang yang sudah ada. Hal ini dimaksudkan agar rencana yang akan dikembangkan sesuai, erintegasi dengana spek spaasial lainnya, dan terdapat keberlanjutan dengan arahan dalam rencana tata ruang. Setelah melalui proses permodelan ekodrainase dengan sumur resapan maka diketahui bahwa debit limpasan yang ada setelah adanya sumur resapana mengalami reduksi karena telah ditampung oleh sumur resapan. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sumur resapan sebagai salah satu metode drainase ramah lingkungan memiliki banyak manfaat bagi manusia maupun lingkungan. Adapun kegunaan sumur resapan berdasarkan hasil permodelan pada analisis perbandingan antara drainase

konvensional dan drainase ramah lingkungan adalah sebagai berikut: a) Sebagai pengendali genangan dan banjir Salah satu upaya fungsi sumur resapan adalah sebagai upaya menekan banjir. Penggunaan sumur resapan mampu memperkecil akiran permukaan sehingga terhindar dari penggenangan aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir. Hal ini dikarenakan dimendi jarigan drainase akan dapat diperkecil karena sebagian besar air meresap ke dalam tanah sebelum masuk ke jaringan drainase. Untuk mengetahui debit ar yang meresap ke dalam sumur resapan dapat dihitung dengam Persamaan (3-18), dengan faktor-faktor sebagai berikut: F = faktor geometrik (m) = 5,998 K = koefisien permeabilitas (m/detik) = 0,0035 m/detik H = tinggi muka air dalam parit (m) = 3 Q0 = debit air yang masuk (m3/detik) = 0,062979 m3/detik Sehingga, dapat diketahui bahwa debit air yang meresap untuk setiap sumur resapan adalah sebesar 0,062979 m3/detik. Langkah selanjutnya untuk menentukan kefektifan sumur resapan dihitung perbandingan antara debit limpasan air hujan setelah adanya sumur resapan dengan kapasitas saluran yang ada, dengan memberikan hipotesa sebagai berikut: Qsalurna > Saluran yang ada mampu Qlimpasan hujan setelah : menampung debit air
adanya sumur resapan

Qsalurna < Qlimpasan hujan setelah


adanya sumur resapan

Saluran yang ada masih belum mampu : menampung debit air

Sementara itu, berdasarkan hasil perhitungan keefektifan slauran setelah adanya sumur resapan, dapat diketahui bahwa saluran telah memnuhi kapasitasnya bahkan tidak diemukan adanya genangan di wilayah yang sebelumnya terindikasi genangan. Hal ini menunjukkanbahwa adanya sumur resapan memberikan manfaat lebih dalam menyerap, memanen, dan menampung air ke dalam tanah. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sumur resapan efektif untuk diterapkan. b) Konservvasi air tanah Fungsi lain dari sumur resapan ini adalah memperbaiki kondisi air tanah atau mendangkalkan permukaan air sumur, sehingga diharapkan air hujan lebih banyak diresapkan ke dalam tanah menjadi air cadangan dalam tanah. Air yang tersimpan dalam tanah tersebut akan dapat dimanfaatkan melalui sumur-sumur atau
29

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011

STRATEGI PENERAPAN SUMUR RESAPAN SEBAGAI TEKNOLOGI EKODRRAINASE DI KOTA MALANG (STUDI KASUS: SUB DAS METRO)

mata air. Untuk mengetahui besarnya efektivitas sumur resapan dalam menampung limpasan air hujan adapat dilihat pada pemodelan berikut ini: Disimulasikan rata-rata hukan di wilayah Sub DAS Metro berlangsung selama 10 menit atau 600 detik dalam sehari, dengan peluang kejadian hujan dalam kurun waktu satu bulan adalah 60% dan perhitungan kinerja pemanenan hujan selama musim hujan saja (enam bulan) maka limpasan hujan yang mampu ditampung oleh sumur resapan adalah: c) Menekan Laju Erosi Dengan adanya penurunan aliran permukaan maka laju erosi pun akan menurun karena adanya sumur resapan. Apabila laju erosi menurun, tanah-tanah yang tergerus dan terhanyut juga akan berkurang. Dampaknya adlaahh aliran permukaan air hujan kecil dan erosi akan kecil pula. Pengaruh positifnya adalah bahaya banjir dapat terhindari karena terkumpulnya air permukaan yang berlebihan di suatu tempat dapat dihindarkan. Dengan demikian, adanya sumur resapann yang mampu menekan besarnya aliran permukaan berarti dapat menekan laju erosi. 1. Perencanaan Sumur Resapan Pada perencanaan di penelitian ini, jenis sumur resapan yang direncanakan adalah resapa vertikal yang berbentuk sumur sehingga umumnya disebut dengan sumur resapan. Prinsip resapan vertikal ini adalah menampung air secara vertikal ke bawah permukaan tanah dan peresapan arinya ke arah vertikal (ke bawah seluas penampang smur) dan juga horizontal (ke samping). Dasar dari penggunaan sumur vertikal ini adlaah dikarenakan resapan vertikal efektif untuk digunakan pada daerah yang muka air tanahnya cukup dalam sperti halnya Kota Malang dan area lahan yang digunakan untk bangunan peresapan tidak terlalu luas karena telah banyak lahan terbangun. a) Konstruksi sumur resapan Konstruksi sumur resapan pada dasarnya dibuat dari berbagai bahan, yang perlu diperhatikan adalah untuk keamanan, sumur resapan perlu dilengkapi dengan dinding. Penetapan bentuk, ukuran, dan bahan konstruksi sumur resapan yang direncanakan adalah disesuaikan dengan Peraturan Daerah ota Malang Nomor 17 Tahun 2001 tentang Konservasi Air. b) Penetapan Tata Letak Konstruksi Sumur Resapan Penetapan tata letak konstruksi resapan adalahh berupa penteapan jarak yang dimaksudkan untuk memberikan hasil yang baik,

serta tidak menimbulkan dampak negatif, sehingga penempatan sumur resapan harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat. Penetapan tata letak yang direncanakan disesuaikan dengan Peraturan Derah Kota Malang Nomor 17 Tahun 2001 dan SK SNI 2453/2002 tentang perencanaan sumur resapan. Untuk mengetahui penetapan sumur resapan di wilayah rumah, dapata dilihat pada potongan melintang berikut, sedangkan untuk mengetahui penempatan titik lokasi sumur dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5. Konstruksi Sumur Respan Tipe II (Batu-Bata) Sumber: SK SNI Tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan, 2002

Gambar 6. Potongan Tegak Menlintang (Rah Utara-Selatan) Penempatan Sumur Resapan di Jalan Raya Tidar

30

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011

Ayu Wahyuningtyas, Septiana Hariyani, Fauzul Rizal Sutikno

debit yang melimpas di dalam saluran drainase adalah 2,947 m3/detik. 3) Berdasarkan analisis pemodelan drainase dapat disimpulkan bahwa sumur resapan efektif untuk digunakan karena sebagai pengendali banjir dan genangan, sumur resapan mampu meresapkan air hujan yang melimpas dan berguna pula untuk konservasi air tanah serta menekan laju erosi. SARAN Sebagai akhir penutup penelitian ini, rekomendasi yang dapat diberikan adalah: 1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perencanaan ekodrainase dengan pendekatan kualitas air. 2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemodelan drainase ramah lingkungan untuk teknologi ekodrainase lainnya selain sumur resapan. 3) Perlu adanya penelitian yang lebih komprehensif dan integrated dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang menjadi penyebab terjadinya banjir sehingga terdapat integrasi dalam perencanaan tata rang. 4) Perlunya peningkatan kajian, komunikasi, dan penyebarluasan untuk mermasyarakatkan drainase ramah lingkungan dengan pemodelan sumur resapan agar lebih cepat diterapkan dan efisien dalam pelaksanaannya. 5) Pelrunya peran pemerintah untuk perceopatan pencapaian hasi dalam bentuk kesempatan pengujian, peraturan yang mengikat, maupun penerapannya. DAFTAR PUSTAKA Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Penerbit Andi. .2001. Ringkasan Tata Cara Perencanaan Teknik Smur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekerangan SNI No. 02-2453-1991. Departemen Kimpraswil, Jakarta: Balitbang Kimpraswil.

Gambar 7. Peta Titik Lokasi Penempatan Sumur di Jalan Raya Tidar

KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Ditemukan bahwa terdapat beberapa wilayah di Sub DAS Metro yang ketika datang musim hujan mengalami genangan dan bajir yang penyebab utamanya dalah kapasitas saluran yang tiak memenuhi. Sementara itu, beberapa potensi yang mendukung ekodrainase adalah jumlah luas lahan hijau di Sub DAS Mtero adalah sebesar 37,39% dan juga telah dimulainya upaya untuk memperbanyak lahan. 2) Diketahui bahwa sebanyak 55,69% saluran drainase tidak memenuhi kapasitasnya. Selanjutnya, dilakukan pemodelan ekodrainase dengan menggunakan teknologi sumur resapan dengan desain dimensi diameter 0,8 meter dan kedalaman sebesar 3 tiga meter. Setelah dilakuka perhhitungan, didapatkan bahwa seluruh saluran termasuk saluran drainase bermasalah tentang memenuhi kapasitas saluran. Hal ini dikarenakan 903 sumur resapan yang dimodelkan dapat meresapkan air limpasan sebesar 0,62979 m3/detik, sehingga total debit yang diresapkan adlah sebesar 53,926 m3/detik, sedangkan debt air ang melimpas adalah sebesar 56,874 m3/detik, sehingga sisa

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011

31

STRATEGI PENERAPAN SUMUR RESAPAN SEBAGAI TEKNOLOGI EKODRRAINASE DI KOTA MALANG (STUDI KASUS: SUB DAS METRO)

32

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 3, Nomor 1, Juli 2011

Anda mungkin juga menyukai