Anda di halaman 1dari 12

MODEL INKREMENTAL

MENAMBAH MODEL INKREMENTAL PROGRAM YANG TELAH ADA

MENGURANGI MENYEMPURNAKA N

Pada model ini para pembuat kebijakan pada dasarnya tidak mau melakukan peninjauan secara konsisten terhadap seluruh kebijakan yang dibuatnya karena beberapa alasan, yaitu: Tidak punya waktu, intelektualitas, maupun biaya untuk penelitian terhadap nilai-nilai sosial masyarakat yang merupakan landasan bagi perumusan tujuan kebijakan. Adanya kekhawatiran tentang bakal munculnya dampak yang tidak diinginkan sebagai akibat dari kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya Adanya hasil-hasil program dari kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan demi kepentingan tertentu Menghindari konflik jika harus melakukan proses negosiasi yang melelahkan bagi kebijakan baru.

MODEL INKREMENTAL DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN


Jasa dalam mengembangkan model inkremental dalam analisa pengambilan keputusan kebijakan publik paling layak diatributkan pada ilmuwan politik Yale University, Charles Lindblom.

Ia merangkum model ini sebagai sebuah model yang terdiri dari strategi-strategi yang saling mendukung dalam melakukan penyederhanaan dan pemusatan fokus.

Pembatasan analisis hanya pada beberapa Sebuah strategi yang alternatif kebijakan yang mengedepankan analisis untuk familiar hanya sedikit mencari masalah yang ingin berbeda dari status quo diselesaikan daripada tujuanSerangkaian tujuan positif yang ingin dikejar Analisis yang percobaan, mengeksplorasi hanya kegagalan, dan sebagian, bukan percobaan ulang Fragmentasi kerja analitis untuk keseluruhan, konsekuensiberbagai partisipan dalam konsekuensi yang penting pembuatan kebijakan (setiap dari suatu alternatif yang partisipan mengerjakan bagian dipertimbangkan

Para pembuat kebijakan seringkali enggan untuk berfikir dalam kerangka yang menyeluruh atau setidaknya menjelaskan secara terbuka tujuan-tujuan yang akan mereka capai. Jika kemudian ternyata bahwa kebijakan-kebijakan yang ada tidak berhasil mengatasi masalah, maka langkah-langkah perbaikan yang ditempuh oleh para anggota dewan perwakilan rakyat dan para administrator akan cenderung bersifat inkremental. Artinya, mereka cenderung melakukan perubahan kecilkecilan atau hanya melakukan penyesuaian-penyesuaian seperlunya terhadap kebijakan-kebijakan itu, bukannya melakukan perubahan-perubahan secara besar-besaran Para pembuat kebijakan percaya bahwa hanya sedikit sekali, kalau tokoh ada, masalah yang dapat dipecahkan secara tuntas dan berlaku sepanjang masa. Sebab mereka menyadari bahwa pembuatan kebijakan itu merupakan suatu siklus.

Ciri-ciri Perumusan Kebijakan

Sambungan Ciri-Ciri Perumusan Kebijakan....................

Hanya sedikit sekali kebijakan-kebijakan publik yang dibuat oleh individu-individu atau bahkan oleh badan-badan tunggal, karena kebanyakan justru dibuat melalui interaksi dari banyak pihak yang dapat mempengaruhi kebijakan (policy influentials) dan yang beroperasi dalam suatu jaringan kekuasaan (polycentricity).

Walaupun para aktor yang terlibat dalam proses pembuatan kebijakan publik itu masing-masing mempunyai kebijakan publik itu masingmasing mempunyai kepentingan pribadi, namun mereka bukanlah peserta-peserta yang buta dan karena itu mereka mampu menyesuaikan diri satu sama lain, melalui tawar-menawar, negosiasi, dan kompromi (partisan mutual adjustment).

GAYA KONSERVATIF
Gaya konservatif dari model ini dapat dilihat dalam caranya melakukan penilaian (evaluasi) terhadap program-program atau kebijakan-kebijakan baru, misalnya apakah akan ditingkatkan, dikurangi atau dimodifikasi, maka dasar pertimbangan yang dipakainya selalu mengacu pada program-program atau kebijakankebijakan lama dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan di masa sebelumnya.

Masalah defisit pangan nasional yang terjadi di Indonesia, dan dari waktu ke waktu selalu dipecahkan oleh pemerintah melalui kebijakan peningkatan produktivitas dan produksi pertanian pangan padi secara nasional. Jika terjadi defisit pangan, pemerintah segera impor beras dari Negara-negara lain penghasil beras. Kebijakan pemerintah yang mendasarkan model inkremental ini tentu saja tidak efektif karena memecahkan persoalan pangan hanya untuk sementara waktu. Selain itu, implikasi dari impor beras sangat merugikan kepada kaum petani penghasil padi karena harga beras yang sempat naik dan membuat mereka bersuka cita, lantas cenderung segera pula anjlok sehingga membuat para petani menangis, karena kenaikan harga beras dalam negeri yang sifatnya sementara itu tidak mempunyai pengaruh apapun bagi perbaikan kehidupan mereka. Sementara jika terjadi panen raya, harga juga cenderung segera anjlok, dan kembali para petani menangis lagi karena mereka sangat dirugikan. Pemerintah tentu saja tidak bisa menjalankan kebijakan seperti ini terus-menerus, karena pada dasarnya kebijakan inkremental seperti dijelaskan sebelumnya merupakan pendekatan konservatif untuk melakukan inovasi kebijakan.

C O N T O H M O D E L

I N K R E M E N T A L

Perlu diingat pula bahwa sebenarnya telah terjadi perubahan yang sangat cepat dalam masalah kependudukan. Pertama, banyak penduduk desa yang cenderung meninggalkan daerah pedesaan mereka untuk mencari pekerjaan di kota-kota besar atau di luar negeri sebagai tenaga kerja Indonesia. Biasanya alasan klise yang menjadi pendorong mereka untuk meninggalkan daerah pedesaan mereka, yaitu dalam pandangan mereka lapangan kerja di sektor pertanian pangan dan di sektor non pertanian tidak bisa lagi menjadi andalan bagi kehidupan mereka yang layak untuk masa sekarang, maupun untuk masa mendatang. Kedua, pertambahan komulatif penduduk secara nasional terus meningkat. Oleh karena itu, pemerintah tidak hanya harus segera tanggap terhadap fenomena kependudukan saat ini, tetapi perlu segera melakukan inovasi kebijakan pangan nasional dengan melakukan kebijakan terobosan, yang dalam hal ini adalah kebijakan diversifikasi pangan secara nasional. Sudah saatnya pemerintah mempunyai komitmen yang kuat terhadap kebijakan pertanian pangan di Indonesia yang telah dengan gencar dan semangat yang menggebu-gebu diluncurkan pada tahun 1969 dan sempat menjadi prioritas dan bisa mencapai swasembada pangan, justru sekarang ini menghasilkan anti klimaks, yang berupa tidak kunjung selesainya persoalan pangan dan kesejahteraan para petani. Padahal Negara-negara lain, seperti Korea Selatan dan Taiwan, kebijakan pertanian pangan bisa berhasil, dan mengantarkan Negara-negara itu memasuki tahap perkembangan industri dan perdagangan. Dibandingkan dengan Negara-negara itu, Indonesia merupakan Negara pertanian terbesar di Asia Tenggara.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai