Anda di halaman 1dari 35

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Dalam penanganan kasus periodontal, apabila diagnosis penyakit sudah ditegakkan dan prognosis diramalkan maka langkah berikutnya adalah merencanakan perawatan yang akan dilakukan terhadap kasus tersebut. Dalam rencana perawatan tersebut tercakuplah semua prosedur yang diperlukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan

periodonsium. Rencana perawatan yang disusun bukanlah suatu rencana perawatan yang bersifat final. Perkembangan yang terjadi selama perawatan berjalan yang belum terdeteksi sebelumnya, bisa menyebabkan harus dimodifikasinya rencana perawatan yang telah disusun. Tujuan utama perawatan periodontal tidak hanya menghentikan penyakit periodontal, penyangga tetapi juga menggantikan bagian jaringan

yang mengalami kerusakan. Keberhasilan perawatan

periodontal sangat bergantung pada kesempurnaan dalam menghilangkan keradangan gingiva, perdarahan gingiva, mengurangi kedalaman poket, menghentikan proses infeksi, jaringan menghentikan lunak dan pembentukan tulang, pus,

menghentikan kerusakan

mengurangi

kegoyangan gigi, memperbaiki fungsi oklusi, memperbaiki jaringan yang mengalami kerusakan, mencegah rekurensi penyakit, serta mengurangi hilangnya gigi-geligi. Plak yang berakumulasi di dalam mulut akan mengalami mineralisasi membentuk karang gigi. Karang gigi tidak secara langsung menjadi penyebab penyakit jaringan periodontal gigi, tetapi menjadi media untuk bakteri yang menimbulkan peradangan, yang memicu terjadinya penyakit periodontal. Apabila tidak segera diatasi, akan terjadi kerusakan jaringan penyangga gigi yang lebih dalam yaitu kerusakan tulang alveolar yang menyangga gigi. Gigi menjadi goyang dan berisiko pencabutan gigi.
1

Dalam perawatan periodontal, dikenal perawatan non bedah dan perawatan bedah. Perawatan non bedah periodontal yang disebut juga perawatan terapi fase I atau terapi inisial adalah merupakan tahap pertama dari serangkaian perawatan periodontal, yang diarahkan pada penyingkiran semua iritan lokal yang dapat menyebabkan inflamasi gingiva serta pemberian instruksi dan memotivasi pasien untuk melaksanakan kontrol plak. Perawatan ini merupakan fase perawatan etiotropik (etiotropic treatment phase), karena sasarannya adalah penyingkiran faktor etiologi penyakit periodontal. Kondisi periodontal dari gigi yang dapat dipertahankan adalah lebih penting artinya dari jumlah gigi yang dipertahankan tersebut. Dalam merencanakan perawatan periodontal, titik tolaknya adalah gigi mana yang dapat dipertahankan dengan tingkat keraguan yang minimal dan rentang keamanan yang maksimal. Gigi yang berdasarkan penilaian prognosisnya lebih menjurus ke prognosis tidak ada harapan sebenarnya tidak bermanfaat untuk dipertahankan, meskipun gigi tersebut bebas dari karies. Gigi dengan kondisi yang demikian akan menjadi sumber gangguan bagi pasien dan mengancam kesehatan periodonsium.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tujuan dari keseluruhan perawatan periodontal adalah menciptakan gigi yang berfungsi baik di dalam jaringan periodontal yang sehat. Rencana perawatan periodontal merupakan menejemen perencanaan dari sebuah kasus dan pembentukan jaringan periodontal yang sehat. Prosedur perencanaan harus dibuat dengan urutan yang sistematis dan merupakan perencanaan yang berkelanjutan. (Shantipriya Reddy, 2008). Perawatan periodontal meliputi beberapa fase yang saling berhubungan yaitu fase preliminari, fase 1, evaluasi respon fase I, fase II, fase III, evaluasi respon fase III dan fase IV. Fase preliminari terdiri dari perawatan

kegawatdaruratan periodontal dan pencabutan gigi untuk gigi yang tidak dapat dipertahankan. Terapi fase I (fase etiotropik) merupakan perawatan periodontal untuk menghilangkan faktor etiologi primer maupun sekunder. Evaluasi respon fase I terdiri dari pengecekan kembali kedalaman saku dan inflamasi gingiva, plak, kalkulus dan karies. Terapi fase II (fase bedah) terdiri dari bedah

periodontal dan perawatan saluran akar. Terapi fase III (fase restoratif) terdiri dari restorasi final dan gigi tiruan cekat serta lepasan. Evalusi respon terhadap fase 3 terdiri dari pemeriksaan periodontal. Terapi fase IV (fase pemeliharaan / terapi periodontal suportif) terdiri dari kunjungan berkala, pengontrolan plak dan kalkulus. (J.D.Manson, 1993).

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Skenario Seorang mahasiswi, Tesi berusia 20 tahun, mengunjungi dokter gigi dengan keluhan adanya bau mulut. Tesi juga mengeluhkan gusinya sering berdarah terutama jika makan atau menggosok gigi. Hasil anamnesa , tidak ada kelainan sistemik yang diderita. Setelah dilakukan pemeriksaan, didapatkan gambaran klinis sebagai berikut : keradangan pada gingiva di seluruh permukaan lingual rahang bawah dan posterior rahang atas, warna kemerahan, kontur membulat, konsistensi lunak. Probing depth pada gigi 36, 3,5mm dan terdapat tumpatan amalgam kelas II DO yang tepinya overkontur. Hasil pemeriksaan rontgenologis periapikal, gigi 36,37 terdapat pelebaran space periodontal dan resorbsi puncak tulang alveolar. Diagnosa dokter adalah Gingivitis kronispada RA/RB dan Mild periodontitis pada 36,37 dan direncanakan perawatan Dental Health Education (DHE), skalling dan rootplanning serta koreksi tumpatan gigi 36 sebagai perawatan periodontal fase I, dokter juga menjadwalkan untuk kontrol periodik. 3.2 Tutorial Pertama Step 1 (Identifikasi kata kunci) 1. Mild periodontitis Salah satu klasifikasi keganasan kelainan periodontal yang ringan dan hilangnya perlekatan 1-2 mm. 2. Scaling Scalling adalah usaha membersihkan deposit agar inflamasi tidak menetap. 3. Rootplaning

Usaha membersihkan sementum yang nekrosis dan kalkulus serta menghaluskan permukaan gigi. 4. Terapi periodontal fase I Merupakan perawatan non bedah yang dilakukan untuk menghilangkan beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi.

Yang biasa dilakukan pada fase ini adalah DHE, scaling dan root planing, perawatan karies serta overhanging. 5. Gingivitis kronis Inflamasi gingiva yang menetap dan berkepanjangan yang disebabkan oleh bakteri plak dan faktor sistemik. Biasanya berdurasi lama, pasien tidak merasa nyeri dan terjadi memperbaiki restorasi yang

pembengkakan ringan pada gingiva. 6. Kontrol periodik Kontrol yang dilakukan setelah perawatan, biasanya 3 atau 6 atau 9 bulan sekali untuk mengetahui keberhasilan perawatan dan kemungkinan terjadinya kelainan lain. Tenggang waktu tergantung dari penyakit yang diderita dan kerentanannya. Setelah fase I dilakukan kontrol periodik agar dapat dilakukan fase pemeliharaan. 7. DHE (Dental Health Education) Merupakan pemberian pengetahuan untuk menjaga

kebersihan rongga mulut. Kegiatan ini dapat berupa instruksi menggosok gigi dan penggunaan dental floss. Penggunaan dental floss dikontraindikasikan pada permukaan kalkulus yang kasar. Step 2 (Identifikasi permasalahan)

1. Apa hubungan restorasi yang overkontur dengan kelainan periodontal pada skenario? 2. Apa tujuan dan tahapan dilakukannya perawatan periodontal fase I? 3. Apa indikasi dan kontraindikasi dari perawatan scaling dan rootplaning? 4. Apa saja tahapan dan instrumen yang digunakan dari perawatan scaling? 5. Apa tujuan dilakukannya kontrol periodik? Step 3 (Brainstorming) 1. Restorasi overkontur yang terjadi pada gigi 36 : Dapat menghalangi penyikatan gigi yang efektif sehingga terjadi akumulasi plak yang akan berlanjut menjadi gingivitis yang tidak dirasakan sakit oleh pasien, sehingga pasien datang ke dokter gigi dalam keadaan menderita penyakit yang lebih parah. Terjadi pelebaran space periodontal dikarenakan TFO (Trauma From Occlusion) 2. Tujuan dilakukannya perawatan periodontal fase I : Sebagai prosedur penyiapan gigi untuk melaksanakan control plak Meredakan inflamasi gingiva Mengurangi kedalaman poket periodontal akibat dari

pembesaran dan inflamasi gingiva

Mencapai menejemen persiapan bedah periodontal

Tahapan perawatan periodontal fase I : Instruksi kontrol plak terbatas, yakni dioleskan discoloring agent pada seluruh permukaan gigi lalu pasien diinstruksikan untuk menyikat gigi dan operator mengevaluasi Penyingkiran kalkulus supragingiva Perbaikan restorasi jika terdapat restorasi yang overkontur pada tepi proksimal, maka dilakukan perbaikan dengan menggunakan bur pulas. Namun jika terjadi titik kontak yang berat, maka direstorasi ulang dengan memperhatikan

pemasangan matriks dan wedge pada tepi oklusal dan titik kontak proksimal. Penumpatan lesi karies Instruksi kontrol plak yang komprehensif Perawatan kalkulus subgingiva Re-evaluasi jaringan untuk menentukan perlu atau tidaknya dilakukan perawatan bedah Occlusal adjusment Kontrol periodik bisa dilakukan 3 bulan, 6 bulan atau 9 bulan sekali tergantung kebutuhan untuk mengevaluasi kedalaman poket dan ada atau tidaknya kalkulus dan plak yang menimbun. Fungsi dari kontrol periodik yaitu untuk mengetahui

keberhasilan perawatan dan juga untuk mendeteksi kelainan baru yang mungkin terjadi. 3. Indikasi dan kontraindikasi dari perawatan scaling dan root planing

Indikasi perawatan scaling dan rootplaning : Kalkulus di subgingiva dan supragingiva Adanya stain dan plak Jaringan sementum yang nekrosis Adanya poket periodontal

Kontraindikasi dari perawatan scaling dan rootplaning : Pasien dengan penyakit sistemik Pasien usia muda Pada jaringan yang mengalami remineralisasi

4. Tahapan dan instrumen yang digunakan pada perawatan scaling dan root planing Dalam melakukan perawatan scaling dan root planing, seorang operator harus memliki kemampuan : Penglihatan yang baik untuk mendeteksi ada atau tidaknya kalkulus pada supragingiva maupun pada subgingiva Tactile exploration untuk mendeteksi ada atau tidaknya kalkulus pada subgingiva dan untuk mengecek kedalaman poket.

4.1 Kalkulus supragingiva Pada daerah supragingiva, kalkulus yang ditemukan tidak terlalu keras. Instrumen yang digunakan biasanya sickle, kuret, hoe dan ultrasonic. Jika menggunakan sickle, maka sickle

dipegang dengan modified pen grasp, finger rest bisa secara intra oral palm up/down maupun ekstra oral palm up/down. Blade diadaptasikan sejajar dengan permukaan gigi, lalu blade dikaitkan pada marginal apikal kalkulus supragingiva dengan angulasi < 900 digerakkan ke koronal sampai kalkulus hilang. Karena ujung sickle yang tajam, maka dalam penggunaannya harus sangat hati-hati dan selalu diakhiri dengan menggunakan kuret untuk mengilangkan sisa-sisa kalkulusnya. 4.2 Kalkulus subgingiva Pada daerah subgingiva, kalkulus yang ditemukan lebih keras daripada kalkulus supragingiva, sehingga pengambilan kalkulusnya lebih sulit dan pandangan lebih sempit. Dalam hal ini, seorang operator harus mengutamakan tactile exploration. Instrumen yang digunakan biasanya kuret, hoe, file dan sickle yang tipis. Jika menggunakan kuret, maka kuret dipegang dengan modified pen grasp. Cutting edge dan shank paralel dengan permukaan gigi. Blade diinsersi ke dasar poket dengan tekanan ringan dan dengan angulasi 45-900. Lalu dilakukan tekanan lateral dan dengan gerakan terkontrol serta berulang. 4.3 Pemulasan Pemulasan dilakukan setelah scaling dan root planing selesai dengan menggunakan : Rubber cups dan bahan abrasive digunakan untuk menghilangkan lapisan sementum yang tipis pada servikal gigi.

Bristle brushes

digunakan untuk

membersihkan

mahkota. Hindari penggunaan pada sementum karena dapat menyebabkan luka. Air poder polishing digunakan untuk menghilangkan stain dan deposit yang halus. 5. Perawatan scaling dan root palning merupakan perawatan yang membutuhkan waktu lama dan melelahkan bagi pasien maupun operator (5-8 jam) sehingga tidak dapat dilakukan hanya dalam satu kali kunjungan. Fungsi dari kontrol periodik, yakni untuk mencegah relaps karena sulit untuk membersihkan secara sempurna semua deposit dan kalkulus yang akan tetap tinggal setelah dilakukannya scaling. Selain itu, kontrol periodik juga berfungsi untuk mengetahui keberhasilan perawatan yang telah dilakukan oleh dokter gigi dan untuk mendeteksi ada atau tidaknya kelainan baru yang mungkin terjadi.

Step 4 (Mapping)
Diagnosa

Rencana Perawatan

Perawatan periodontal fase I

Definisi
Tujuan

Macam

10

Scaling dan Rootplaning

Koreksi tumpatan

DHE

Indikasi dan kontraindikasi

Instrumen

Teknik dan tahapan

Kontrol Periodik

Step 5 (Learning Objectives) 1. Mampu mengetahui dan menjelaskan macam-macam fase perawatan periodontal 2. Mampu mengetahui dan menjelaskan definisi, tujuan dan macammacam perawatan periodontal fase I 3. Mampu mengetahui dan menjelaskan definisi, dasar pemikiran dan tahapan DHE 4. Mampu mengetahui dan menjelaskan definisi, dasar pemikiran, indikasi dan kontraindikasi, serta prosedur scaling dan root planing 5. Mampu mengetahui dan menjelaskan definisi, dasar pemikiran dan tujuan kontrol periodik Step 6 (Mandiri) 3.3 Tutorial Kedua
11

Step 7 1. Macam-macam fase perawatan periodontal Perawatan periodontal bukanlah suatu perawatan dental yang berdiri sendiri. Agar perawatan periodontal berhasil baik, terapi periodontal haruslah mencakup prosedur-prosedur kedokteran gigi lainnya sesuai dengan kebutuhan pasien. Semua prosedur perawatan, baik prosedur yang termasuk bidang Periodonsia maupun prosedur yang bukan bidang Periodonsia disusun dalam sekuens (urutan) di bawah ini. Fase preliminari/pendahuluan Perawatan kasus darurat (emerjensi) o Dental atau periapikal o Periodontal o Lain-lain Pencabutan gigi dengan prognosis tidak ada harapan, dan pemasangan gigi tiruan sementara (bila diperlukan karena alasan tertentu) Terapi fase I (fase etiotropik) Kontrol plak Kontrol diet (bagi pasien dengan karies rampan) Penskeleran dan penyerutan akar Koreksi restorasi dan protesa yang mengiritasi Ekskavasi karies dan restorasi (sementara atau permanen, tergantung apakah prognosis giginya sudah final dan lokasi karies) Terapi antimikrobial (lokal atau sistemik)

12

Terapi oklusal (penyelarasan oklusal) Penggerakan gigi secara ortodontik Pensplinan provisional

Evaluasi respon terhadap fase I Pengecekan kembali : o Kedalaman saku dan inflamasi gingiva o Plak, kalkulus dan karies Terapi fase II (fase bedah) Bedah periodontal Perawatan saluran akar

Terapi fase III (fase restoratif) Restorasi final Gigi tiruan cekat dan lepasan

Evaluasi respon terhadap prosedur restoratif Pemeriksaan periodontal

Terapi fase IV (fase pemeliharaan / terapi periodontal suportif) Kunjungan berkala Plak dan kalkulus Kondisi gingiva (saku dan inflamasi) Oklusi, mobilitas gigi Perubahan patologis lainnya
13

(E-book USU, Rencana Perawatan Periodontal)

Emergency Phase

Etiotropic Phase

Maintenance Phase

Surgical Phase

Restorative Phase

Gambar 1. Fase Perawatan Periodontal (Shantipriya Reddy, 2008) 2. Definisi, Tujuan dan Macam-macam perawatan periodontal fase I 2.1 Definisi Perawatan inisial (initial treatment), atau yang dinamakan juga sebagai perawatan fase I (phase I therapy) atau fase higienik (hygienic phase) adalah merupakan tahap pertama dari serangkaian perawatan periodontal, yang diarahkan pada penyingkiran semua iritan lokal yang dapat menyebabkan inflamasi gingiva serta pemberian instruksi dan memotivasi pasien untuk melaksanakan kontrol plak. Perawatan ini merupakan fase perawatan etiotropik (etiotropic treatment phase), karena sasarannya adalah

penyingkiran faktor etiologi penyakit periodontal (Carranza, 1996). 2.2 Tujuan Tujuan dari perawatan inisial adalah : 1. Meredakan atau menyingkirkan inflamasi gingiva 2. Mengurangi kedalaman saku yang disebabkan oleh pembesaran yang oedematous dari gingiva yang terinflamasi
14

3. Mendapatkan kondisi gingiva yang memungkinkan untuk dilakukan prosedur bedah periodontal, misalnya konsistensi yang kaku dan perdarahan yang minimal. (E-book USU, Perawatan Inisial) 2.3 Macam-macam Perawatan Periodontal Fase I : 1. Instruksi Kontrol Plak Terbatas Pada tahap ini pasien diajarkan mengenai cara pembersihan permukaan gigi yang licin dan rata. Pada sesi pertama kepada pasien baru dapat diajarkan cara pembersihan dengan sikat gigi saja. Benang gigi (dental floss) hanya dapat digunakan pada permukaan proksimal gigi yang licin dan rata saja, karena tepi yang tajam dan permukaan yang kasar dari kalkulus akan menyebabkan koyak rusaknya benang gigi. (Carranza, 1996) 2. Penyingkiran Kalkulus Supragingiva Penskeleran supragingival dapat dilakukan dengan skeler ultrasonik, skeler manual, atau kuret. Penskeleran dilakukan dengan gerak menarik (pull motion), kecuali pada daerah interproksimal gigi anterior yang rapat dimana dapat digunakan skeler pahat yang tipis dengan gerak mendorong (push motion). Pada gerak menarik, mata pisau alat ditempatkan menyentuh tepi apikal atau lateral dari kalkulus dan dengan sapuan yang kuat ke arah koronal sebagian atau keseluruhan kalkulus dilepaskan dari perlekatannya. Gerak menarik dimulai di lengan bawah dan disalurkan dari pergelangan tangan ke tangan dengan sedikit menekukkan jari tnagn. Rotasi dari pergelangan tangan harus sinkron dengan gerakan lengan bawah. Gerak penskeleran bukanlah dimulai di pergelangan tangan atau jari tangan dan tidak dilakukan tanpa keterlibatan lengan bawah. Pada gerakan mendorong, jari tangan mengaktifkan alat. Mata pisau alat menyentuh tepi lateral kalkulus dan dengan

15

gerak mendorong dari jari tangan kalkulus dilepaskan dari perlekatannya. Apabila permukaan gigi telah tersingkap, maka setelah penskeleran supragingiva permukaan sementum atau dentin yang tersingkap harus diserut dengan kuret. Hal lain yang tidak boleh dilupakan setelah selesainya penskeleran supragingiva adalah pemolesan permukaan mahkota gigi. Pemolesan dilakukan dengan pasta abrasif yang dioleskan pada brus atau rubber cup yang diputar dengan mesin bur (Pattinson, dkk, 1992). 3. Perbaikan restorasi yang cacat Pada umumnya, meskipun tidak selamanya, keberadaan restorasi yang mengemper/overhanging, kasar, overcontoured, lokasinya subgingival meskipun halus akan diikuti oleh penumpukan plak yang banyak, inflamasi gingiva, kehilangan tulang dan kehilangan perlekatan. Seperti halnya kalkulus, restorasi yang demikian menghalangi prosedur kontrol plak, sehingga harus dikoreksi atau diganti dengan yang baru. Koreksi restorasi yang cacat adalah sama pentingnya dengan penyingkiran kalkukus, dan oleh karena itu penyingkirannya harus dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan

penyingkiran kalkulus (Carranza, 1996). Sebelum melakukan perbaikan, cacat pada restorasi harus lebih dulu dideteksi. Cara mendeteksi tepi restorasi yang cacat adalah dengan mengeser-geserkan ujung eksplorer yang halus naik-turun sepanjang tepi restorasi. Apabila terdapat tepi restorasi yang mengemper, terdengar bunyi klik apabila eksplorer digeser dari restorasi ke arah gigi, dan ada terasa hambatan apabila eksplorer digeser dari gigi ke arah restorasi. Untuk mengungkapkan dimensi dalam arah mesial-distal dan

16

oklusal-apikal dari bagian restorasi yang mengemper bisa dibuatkan foto ronsen bitewing. Restorasi pada permukaan akar gigi molar dan premolar perlu mendapat perhatian khusus. Sering kali restorasi pada daerah tersebut tidak mengikuti bentuk lekukan interradikuler yang konkaf pada permukaan akar tersebut, akan tetapi dibuat overcontoured yang menyebabkan terhalangnya pembersihan pada daerah tetangganya (Carranza, 1996). Penyingkiran restorasi yang mengemper sedapat mungkin dilakukan dengan menggantinya dengan restorasi yang baru. Apabila restorasinya ingin tetap dipertahankan agar perawatan inisial bisa cepat diselesaikan, bagian yang mengemper harus disingkirkan. Bagian restorasi alloy dan resin yang mengemper dapat disingkirkan dengan skeler, kikir periodontal atau finishing bur. Bila menggunakan bur, arah penggerindaan adalah dari bagian restorasi yang mengemper ke arah gigi (Carranza, 1996). 4. Penumpatan Lesi Karies Karies yang lokasinya dekat ke gingiva dapat mengganggu kesehatan periodonsium meskipun tanpa ada kalkulus atau restorasi yang cacat di sekitarnya. Hal ini disebabkan karies yang letaknya demikian merupakan wadah yang luas dan tersembunyi bagi bakteri plak. Oleh sebab itu penumpatan karies yang berada dekat ke gingiva merupakan bagian integral dari perawatan inisial (Carranza, 1996). Penumpatan sebaiknya berupa penumpatan tetap

(permanen). Namun pada keadaan tertentu penumpatan sementara pun sudah memadai. Bila tumpatan yang dibuat berupa tumpatan sementara, harus diingat bahwa fungsi tumpatan sementara tersebut hanyalah untuk menyingkirkan daerah penumpukan bakteri plak yang mengancam kesehatan

17

gingiva dan bukan untuk memperbaiki kontur dan fungsi gigi tersebut. Oleh sebab itu penumpatan sementara terhadap karies yang berada dekat ke gingiva hanya dilakukan pada kasuskasus tertentu. Apabila dilakukan penumpatan sementara, preparasi kavitas dan penumpatan tetap harus dilakukan sesegera mungkin setelah selesainya perawatan inisial

(Carranza, 1996). 5. Instruksi Kontrol Plak Komprehensif Dengan telah disingkirkannya kalkulus supragingiva, diperbaikinya restorasi yang cacat dan ditumpatnya lesi karies, maka permukaan gigi telah dipersiapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pasien melakukan kontrol plak secara tuntas. Pada tahap ini, pasien dapat diberikan instruksi kontrol plak secara komprehensif dengan mengajarkan cara-cara pembersihan gigi selain penyikatan gigi. Pasien sudah harus mampu menyingkirkan plak dari seluruh permukaan mahkota klinis gigi geligi yang ada, kecuali dari permukaan akar gigi dengan poket yang dalam. Permukaan akar gigi baru dapat diharapkan terbersihkan oleh pasien secara tuntas apabila telah terjadi pengurangan kedalaman saku menjadi sulkus normal sejalan dengan penyembuhan yang terjadi (Carranza, 1996). 6. Perawatan Terhadap Akar Gigi Subgingiva Setelah pasien dapat melakukan kontrol plak supragingiva dan gingivitis marginalis mereda, mulailah dilakukan

perawatan terhadap akar gigi subgingiva berupa penyingkiran kalkulus subgingiva, penyingkiran sementum yang nekrosis dan penyerutan akar, yang merupakan tahap akhir dalam mencapai permukaan gigi yang rata dan licin. Kalkulus subgingiva lebih keras dan lebih melekat dibandingkan dengan kalkulus supragingiva disingkirkan dengan alat kuret.

Penyingkirannya membutuhkan kekuatan yang lebih besar dan

18

kontrol alat yang lebih baik. Pada waktu penskeleran subgingiva dicederainya gingiva pada daerah yang

diinstrumentasi sering tidak terelakkan. Oleh sebab itu, inflamasi gingiva harus lebih dulu diredakan agar dicapai kondisi gingiva yang lebih kenyal dan tidak mudah terkoyak pada waktu instrumentasi (Carranza, 1996). Perluasan kalkulus subgingival harus diperkirakan sebelum melakukan penskeleran. Ini dilakukan dengan eksplorer atau kuret yang halus yang diselipkan melintasi permukaan kalkulus ke arah apikal sampai dicapai tepi apikal kalkulus. Jarak antara tepi apikal kalkulus dengan dasar saku biasanya berkisar 0,2 1,0 mm. Sebaiknya operator mencoba untuk melihat langsung massa kalkulus dengan jalan menyemprotkan udara yang hangat ke dalam saku, atau mengukkan gingival yang menjadi dinding saku dengan prob. Namun jika sakunya terlalu dalam, sukar untuk melihat kalkulus secara langsung (Carranza, 1996). Setelah penskeleran subgingiva dilakukan, kehalusan

permukaan akar harus diperiksa berulang-ulang dengan eksplorer atau kuret halus. Ada daerah tertentu pada permukaan akar yang perlu diperhatikan seperti alur vertikal yang dangkal pada sisi proksimal gigi posterior atau batas sementum enamel. Adanya penumpukan kalkulus pada daerah tersebut sering tidak terdeteksi (Carranza, 1996). 7. Reevaluasi Jaringan Jaringan periodonsium diperiksa kembali untuk

menentukan perlu tidaknya dilakukan perawatan lanjutan. Saku diprobing kembali untuk menentukan apakah bedah periodontal masih diindikasikan. Evaluasi basil perawatan inisial dilakukan antara 1 - 3 bulan setelah diselesaikannya perawatan inisial, tergantung keparahan lesinya. Pakar yang lebih ahli

19

menganjurkan evaluasi dilakukan setelah 9 bulan selesainya perawatan inisial (Carranza, 1996).

3. Definisi, Dasar Pemikiran dan Tahapan DHE 3.1 Definisi Semua proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut agar mereka dapat menjaga kesehatan gigi dan mulutnya (Chaterine Stillman Lowe, 2007). Seperti halnya pendidikan kesehatan, konsep pendidikan kesehatan gigi pun merupakan penerapan dari konsep pendidikan dan konsep sehat. Bertitik tolak dari kedua konsep tersebut maka pendidikan gigi adalah suatu proses belajar yang ditunjukkan kepada individu dan kelompok masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan gigi yang setinggi-tingginya (Herijulianti, 2002 ). 3.2 Dasar Pemikiran Pendidikan kesehatan gigi bertujuan untuk : 1. Memperkenalkan kepada masyarakat tentang kesehatan gigi 2. Mengingatkan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut 3. Menjabarkan akibat yang akan timbul dari kelalaian menjaga kebersihan gigi dan mulut 4. Menanamkan perilaku sehat sejak dini melalui kunjungan ke sekolah 5. Menjalin kerjasama dengan masyarakat melalui RT,RW, Kelurahan dalam memberikan penyuluhan langsung

kepadamasyarakat, bila diperlukan dapat saja dilakukan tanpa melalui puskesmas (Eliza Herijulianti, 2002) 3.1 Tahapan DHE Dalam melakukan DHE, dilakukan beberapa tahap, yakni :

20

1. Memberikan penjelasan tentang penyakit dan faktor penyebab serta gejala klinisnya 2. Melakukan penjelasan tentang apa yang dilakukan dokter gigi untuk mengatasi masalahnya 3. Instruksi kontrol pak terbatas dan komprehensif. Kontrol plak dapat dilakukan dengan menyikat gigi, penggunaan dental floss serta penggunaan chemical inhibitor (mouth wash). Dalam melakukan instruksi, operator dapat memeragakan model dan mengajarkan teknik sikat gigi yang benar serta menjelaskan bahwa plak dapat menyebabkan penyakit periodontal. (E-book USU, 2008) Pendidikan kesehatan gigi pada prinsipnya tidak dapat diberikan pada anak dalam satu kali kunjungan saja sehingga diperlukan tahapan yang diulang secara periodik yang nantinya akan dievaluasi atas keberhasilan pendidikan kesehatan gigi yang selama ini telah diberikan. Tahapannya adalah sebagai berikut: 1. Pasien diminta agar membawa sikat giginya dan kemudian disuruh menggosok gigi dengan cara yang biasa dilakukan di rumah 2. Disclosing agent dioleskan dan kepada pasien ditunjukkan daerahdaerah yang masih kotor 3. Penyuluhan kesehatan gigi dilakukan dengan bahasa yang dimengerti pasien dan disesuaikan dengan usia serta

penerimaan pasien yaitu dengan menjelaskan cara menyikat gigi yang baik pada sebuah model gigi dan sikat gigi yang sesuai 4. Setelah pasien mengerti, pasien diminta untuk melakukan hal yang telah diajarkan sebelumnya. Bila perlu dioleskan kembali disclosing agent

21

5. Instruksi diberikan kepada orang tua untuk bekerja sama dengan melatih pasien (anak) untuk menggosok gigi dengan baik dan benar 6. Kontrol dilakukan pada kunjungan anak dalam berikutnya menggosok untuk gigi,

mengevaluasi

kemajuan

diharapkan anak dapat memperbaiki teknik menggosok giginya secara bertahap. Kemudian dilakukan penilaian kebersihan gigi dan teknik menggosok gigi seperti sebelumnya. 7. Kontrol secara periodik dilakukan setiap enam bulan untuk mengetahui kerusakan gigi secara dini. (Repository USU, 2009) Menurut ADA, kontrol plak juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia. Beberapa macam bahan yang dapat digunakan untuk melakukan kontrol plak secara kimiawi, yakni : 1. Klorheksidin Klorheksidin dapat mengurangi risiko terjadinya gingivitis. Pemakaian dilakukan dengan pencampuran dengan air dengan perbandingan 1:1 atau (0,06%), digunakan sekali sehari. Bahan ini juga dapat digunakan untuk irigasi subgingiva. Efek samping pemakaian klorheksidin dalam jangka waktu yang lama berupa stain ektrinsik. 2. Obat kumur yang mengandung minyak esensial Obat kumur ini mengandung minyak esensial, thymol, eucalyptol, mentol, metil-salisilat dan dapat mengurangi plak dan gingivitis sampai 30%. 3. Stannous fluoride Stannous fluoride digunakan dalam kedokteran gigi karena dapat mencegah terjadinya karies gigi. Stannous fluoride berbentuk gel dan memiliki efek antigingivitis pada jaringan sekitar gigi yang telah dipasang protesa dan pesawat ortodonti.

22

(Repository USU, 2009) Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat memberi edukasi pada pasien : 1. Jangan menganganggap bahwa pasien sudah mempunyai cukup pengetahuan tentang halhal tersebut; asumsikan bahwa pasien hanya sedikit mengetahui tentang masalah masalah mulut dan bahwa informasi yang dipunyainya adalah gosip dan mitos ataupun pesuodosientitik. 2. Bagikan informasi dalam bahasa sehari hari yang sederhana dan hindari menggunakan istilah istilah kedokteran yang menyulitkan pemahaman pasien. 3. Jangan memberikan informasi terlalu banyak sekaligus dan ulangi apapun yang sudah pernah anda berikan (J.D.Manson, 1993). Selain dengan instruksi langsung kepada pasien, pemberian motivasi sangat mempengaruhi perilaku pasien, dengan cara : 1. Memberi penjelasan agar pasien dapat mengontrol plak dan kesehatan rongga mulutnya 2. Memberi penjelasan pada pasien agar meninggalkan kebiasaan buruk yang dapat menyebabkan terakumulasinya plak seperti mengunyah pada satu sisi 3. Memberi penjelasan tentang bahaya merokok bagi kesehatan rongga mulut khususnya jaringan periodontal (Repository USU, 2009) Proses perubahan tingkah laku menekankan pada

pendidikan dengan mengguna pendekatan persuasif dan sugestif. Pendekatan persuasif dan sugestif dalam proses penyuluhan kesehatan gigi merupakan salah satu alternatif untuk mencapai hasil yang memuaskan.
23

Pendekatan Sugestif 1. Pemberian penjelasan tidak secara logis, cenderung memberi penekanan dan arahan melalui perasaan dan emosi dengan cara membujuk orang lain secara langsung / tidak langsung dengan suatu ide atau kepercayaan yang meyakinkan. 2. Penyuluhan secara sugestif relatif cepat, sangat berhasil pada masyarakat yang pendidikan dan ekonominya kurang baik. 3. pendekatan sugestif mempunyai kekurangan mudah

melupakan hasil penyuluhan yang telah dilaksanakan. Agar dapat berhasil dengan baik, perlu dibantu dengan alat peraga edukatif yang merangsang emosi manusia. Pendekatan Persuasif Menurut Gondhoyoewono (1991) : dasar pendekatan persuasif adalah menunjukkan suatu fakta, menguraikan sebab akibat, menunjukkan konsekuensi suatu masalah, menjelaskan mengapa harus melakukan perubahan perilaku yang berkaitan dengan topik masalah dengan peninjauan dari berbagai segi pandang. Keunggulan pendekatan persuasif adalah perubahan

perilaku menetap, lebih berhasil dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan logika dan perasaan, merasa puas karena ikut berpartisipasi dalam pemecahan masalah. (Repository USU, 2009)

4. Definisi, Dasar Pemikiran, Indikasi dan Kontraindikasi dan Prosedur Scaling dan Rootplaning 4.1 Definisi

24

Scaling dihilangkan

adalah

proses

dimana

plak

dan dan

kalkulus subgingiva

dari

permukaan

supragingiva

(Carranza, 9th edition). Root planing adalah proses dimana sisa kalkulus tertanam dan bagian dari sementum dihilangkan dari akar sehingga menghasilkan kehalusan, kekerasan dan permukaan yang bersih (Carranza, 9th edition). 4.2 Dasar Pemikiran Pembersihan dengan instrumentasi telah terbukti

mengurangi jumlah mikroorganisme subgingiva dan menghasilkan perubahan komposisi plak subgingiva dari tingginya jumlah anaerob gram negatif, menjadi bakteri fakultatif gram positif. Juga setelah scaling dan root planing secara menyeluruh, terdapat pengurangan Spirochet, Actinobacillus, Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia yang signifikan disertai dengan pengurangan keradangan secara klinis. Perubahan bakteri-bakteri baik ini harus didukung dengan scaling dan root planing periodik selama perawatan suportif periodontal (Carranza, 9th edition). 4.3 Indikasi dan Kontraindikasi Scaling dan Rootplaning Indikasi scaling dan root planing : 1. Poket periodontal 3mm 2. Poket periodontal 4mm dengan anestesi lokal 3. Terjadi keradangan (gingivitis dan periodontitis) Inflamasi yang terjadi di gingiva memiliki etiologi utama yakni bakteri plak. Dengan prosedur scaling dan

rootplaning dapat mengurangi bahkan mengeliminasi keradangan tersebut. Selain itu Scalling dan rootplaning dapat mengurangi terjadinya edema dan haemorage. 4. Preventive periodontic berhubungan dengan control bakteri yang merupakan etiologi utama dari penyakit periodontal, sehingga dengan adanya scaling dan

25

rootplaning ini mampu menghilangkan etiologi dari penyakit periodontal sebelum terjadinya enyakit

periodontal tersebut serta mampu mencegah perjalanan penyakit ke arah yang lebih parah jika telah terjadi keradangan (Gerald J. Tussing, 1982). Kontraindikasi scaling dan rootplaning : 1. Poket dangkal < 3mm 2. Pasien dengan compromised medic 3. Instrumen ultrasonik yang merupakan kontraindikasi saat fase geligi pergantian (Gerald J. Tussing, 1982). 4.4 Prosedur scaling dan rootplaning 4.4.1 Keterampilan Mendeteksi Sebelum melakukan penskeleran dan penyerutan akar, operator harus lebih dulu mendeteksi kalkulus yang hendak disingkirkan. Untuk itu dituntut adanya keterampilan mendeteksi. Cara mendeteksi tersebut adalah dengan pemeriksaan visual dan eksplorasi taktil. Kalkulus supragingiva dan kalkulus subgingiva yang berada dekat ke tepi gingiva tidak sukar dideteksi secara visual, asal saja pencahayaan baik dan lapangan kerja bersih. Tumpukan kalkulus supragingiva yang sedikit, sukar terlihat bila basah oleh ludah. Untuk mendeteksinya, permukaan gigi disemprot dengan semprotan udara sampai kalkulus menjadi kering dengan warna keputih-putihan seperti kapur sehingga mudah terlihat. Untuk mendeteksi kalkulus subgingiva yang berada tidak jauh dari tepi gingiva, semprotan udara diarahkan ke subgingiva sehingga gingiva bebas sedikit terkuak dan kalkulus subgingiva terlihat (Ebook USU, 2008). Deteksi kalkulus subgingiva yang jauh dari tepi gingiva dan ketidakrataan pada permukaan akar gigi adalah lebih sukar. Untuk itu dibutuhkan kemahiran menggunakan eksplorer atau prob

26

disertai kepekaan taktil untuk merasakan vibrasi yang berasal dari ujung alat yang menyentuh kalkulus atau permukaan sementum akar. Kepekaan taktil dapat dicapai dengan pemegangan alat dengan cara modified pen grasp (E-book USU, 2008). 4.4.2 Teknik Penskeleran Supragingiva Penskeleran supragingiva lebih mudah untuk dilakukan dibandingkan dengan penskeleran subgingiva, karena : 1. Kalkulus supragingiva lebih longgar perlekatannya ke permukaan gigi dan kurang termineralisasi

dibandingkan dengan kalkulus subgingiva 2. Instrumentasi berlangsung koronal dari tepi gingiva, sehingga sapuan penskeleran tidak terhalang oleh jaringan lunak, adaptasi dan angulasi lebih mudah dilakukan, dan visibilitas adalah secara langsung. Alat yang digunakan untuk penskeleran supragingiva bisa sickle, kuret atau skeler ultrasonik/sonik. Penskeleran dengan sickle dan kuret dikategorikan sebagai skeler manual. Sickle/kuret dipegang dengan modified pen grasp. Finger rest dilakukan pada gigi tetangga. Blade ditempatkan pada tepi apikal dari kalkulus, lalu diadaptasikan dengan baik ke permukaan gigi dengan membentuk angulasi 45-900. Dengan tekanan lateral yang kuat dilakukan serangkaian sapuan penskeleran yang pendek,

bertumpang tindih ke koronal dalam arah vertikal atau oblik. Tekanan lateral berangsur-angsur dikurangi sampai sedang, sampai secara visual dan sensasi taktil permukaan gigi terbebas dari kalkulus. 4.4.3 Teknik Penskeleran Subgingiva dan Penyerutan Akar Penskeleran subgingiva dan penyerutan akar adalah jauh lebih rumit dan sukar dibandingkan dengan penskeleran

supragingiva, karena :

27

1. Kalkulus subgingiva lebih keras dibandingkan kalkulus supragingiva dan sering tertancap ke permukaan akar yang tidak rata sehingga melekat lebih erat dan sukar disingkirkan. Visibilitas sering terhalang akibat adanya perdarahan gingiva sewaktu instrumentasi, dan oleh jaringan lunak yang menjadi dinding saku. 2. Arah dan panjang sapuan menjadi terbatas oleh dinding saku. Alat yang paling tepat untuk prosedur penskeleran subgingiva dan penyerutan akar hanyalah kuret, baik kuret universal maupun kuret gracey. Pilihan terhadap kuret didasarkan pada disainnya yang menguntungkan untuk instrumentasi pada daerah subgingiva : mata pisau melengkung, ujung mata pisau tumpul dan punggung mata pisau yang melengkung. Disain yang demikian memungkinkan alat diadaptasikan pada berbagai variasi kontur akar gigi tanpa mencederai jaringan lunak. Prosedur penskeleran subgingiva dan penyerutan akar gigi dilakukan sebagai berikut : 1. Alat dipegang dengan modified pen grasp. 2. Finger rest yang kokoh dilakukan pada gigi tetangga atau tempat bertumpu lainnya. 3. Pilih sisi pemotong mana yang sesuai. Pada kuret gracey hanya satu sisi pemotong yang dapat digunakan, sedangkan pada kuret universal kedua sisi pemotong dapat digunakan disesuaikan dengan sisi yang hendak diinstrumentasi. 4. Sisi pemotong yang tepat diadaptasikan ke permukaan gigi dengan bagian bawah tangkai alat sejajar permukaan gigi, dan dengan angulasi 0o diselipkan hatihati sampai ke epitel penyatu dengan sapuan

eksploratori.

28

5. Setelah sisi pemotong mencapai dasar saku, dibentuk angulasi kerja sebesar 45-90o. 6. Dengan tekanan lateral yang kuat dilakukan

penskeleran yang pendek secara terkontrol. Apabila penyingkiran kalkulus dilakukan dengan satu kali sapuan, tekanan lateral tidak terkonsentrasi pada satu daerah kecil melainkan tersebar. Akibatnya kalkulus tidak tersingkirkan melainkan hanya terkikis.

Penyingkiran kalkulus yang besar sekaligus dengan satu kali sapuan bisa menyebabkan tidak terkontrolnya alat sehingga dapat mencederai jaringan. (Pattison, 1996)

4.4.4

Evaluasi setelah scaling dan rootplaning 1. 1 2 minggu setelah skaling dan rootplaning a. Edema mulai menghilang b. Penyusutan pada gingival margin c. Kedalaman poket berkurang, tetapi kemungkinan masi terjadi sedikit perdarahan ataupun tidak sama sekali dari dasar poket saat melakukan probing d. Kalkulus tidak tampak secara visual e. Oral higiene sangat bagus f. Secara histologi, proses epitelisasi telah sempurna (Genco,Robert.J, dkk,1990). 2. 2 3 minggu setelah scaling dan rootplaning a. Warna dan konsistensi gingival tampak normal

29

b. Tidak terjadi perdarah dari dasar poket saat dilakukan probing c. Kegoyangan gigi mulai berkurang d. Flora subgingival bebas dari bakteri pathogen dan organisme yang ada memiliki komposisi yang sama dengan jaringan sehat pada umumnya Seacara histology, jaringan ikat telah mengalami kematangan selama 21- 28 hari dan akhirnya kontur gingiva dapat tampak normal setelah 3 (Genco,Robert.J, dkk,1990). bulan

5. Definisi, Dasar Pemikiran, dan Tujuan Kontrol Periodik 5.1 Definisi Kontrol periodik adalah bentuk program pencegahan jangka panjang dengan interval waktu kunjungan awal 3 bulan setelah scaling dan root planing (Carranza, 9th edition) 5.2 Dasar Pemikiran 1. Sebagai pemeliharaan penyingkiran plak yang inadekuat 2. Mencegah terjadinya invasi bakteri 3. Proporsi jaringan untuk kembali ke keadaan normal setelah 3-6 bulan 4. Karena pemeliharaan yang berkesinambungan merupakan keharusan untuk keberhasilan perawatan periodoontal 5. Perlu ditanamkan untuk memelihara kebersihan rongga mulut agar mencegah terjadinya etiologi sekunder yang dapat menyebabkan kekambuhan dengan begitu diharapkan

kesehatan gigi dan mulut masyarakat meningkat (J. D. Manson, 1993). 5.3 Tujuan

30

Tujuan dilakukannya kontrol periodik adalah untuk mencegah adanya kekambuhan dari penyakit periodontal yang dapat berupa peningkatan probing depth, bone loss, tooth loss dan attachment loss (Carranza, 9th edition). 5.4 Interval Kontrol Berbagai Kebutuhan Pasien Klasifikasi Merlin Karakteristik a. Pasien tahun pertama terapi dan tidak ada masalah dalam penyembuhan. b. Pasien tahun pertama terapi yang Tahun pertama memiliki kasus sulit seperti keterlibatan furkasi, buruknya oral hygiene, pasien yang tingkat kooperatifnya dipertanyakan. Hasil perawatan yang bagus setelah ditinjau selama satu tahun atau lebih, dengan keadaan pasien yang Kelas A menunjukkan kalkulus yang minimal, tidak terdapat poket dan tidak ada gigi yang tidak didukung oleh tulang alveolar kurang dari 50 % Secara umum pasien menunjukkan hasil yang baik dalam satu tahun pertama namun pasien menunjukkan beberapa factor: Kelas B 1. Oral hygiene yang tidak konsisten dan cenderung ke buruk. 2. Bentukan kalkulus. 3. Penyakit sistemik yang dapat menjadi factor predisposisi penyakit periodontal. 3 4 bulan. (tergantung benyaknya factor negatif yang ditemukan) 6 bulan 1 tahun 1 2 bulan 3 bulan Interval Kontrol

31

4. Ditemukannya poket. 5. Masalah oklusal. 6. Sedang menjalani terapi ortodonsik. 7. Kekambuhan karies. 8. Beberapa gigi yang didukung kurang dari 50 % tulang alveolar. 9. Merokok 10. Positive test genetik Secara umum pasien menunjukkan hasil yang buruk dalam satu tahun pertama dan atau pasien menunjukkan beberapa factor negatif: 1. Oral hygiene yang tidak konsisten dan cenderung ke buruk. 2. Bentukan kalkulus. Kelas C 3. Penyakit sistemik yang dapat menjadi factor predisposisi penyakit periodontal. 4. Ditemukannya poket. 5. Masalah oklusal. 6. Sedang menjalani terapi ortodonsik. 7. Recurrent karies. 8. Beberapa gigi yang didukung kurang dari 50 % tulang alveolar. 1 3 bulan (tergantung keadaan pasien)

(Carranza,2002)

32

BAB IV PENUTUP Kesimpulan 1. Perawatan periodontal meliputi beberapa fase, yakni : 1. Fase I atau fase terapi inisial 2. Fase II atau fase bedah 3. Fase III atau fase restoratif 4. Fase IV atau fase pemeliharaan 2. Perawatan inisial (initial treatment), atau yang dinamakan juga sebagai perawatan fase I (phase I therapy) atau fase higienik (hygienic phase) adalah merupakan tahap pertama dari serangkaian perawatan periodontal, yang diarahkan pada penyingkiran semua iritan lokal yang dapat menyebabkan inflamasi gingiva serta pemberian instruksi dan memotivasi pasien untuk melaksanakan kontrol plak. Perawatan ini merupakan fase perawatan etiotropik (etiotropic treatment phase), karena sasarannya adalah penyingkiran faktor etiologi penyakit periodontal. Macam-macam perawatan periodontal, yakni: 1. Instruksi kontrol plak terbatas 2. Penyingkiran kalkulus supragingiva 3. Perbaikan restorasi yang cacat 4. Penumpatan lesi karies 5. Instruksi kontrol plak komprehensif 6. Perawatan terhadap akar gigi subgingiva 7. Reevaluasi jaringan 3. DHE adalah semua proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut agar mereka dapat menjaga kesehatan gigi dan mulutnya. 4. Scaling adalah proses dimana plak dan kalkulus dihilangkan dari permukaan supragingiva dan subgingiva. Sedangkan rootplaning adalah proses dimana sisa kalkulus tertanam dan bagian dari sementum

33

dihilangkan dari akar sehingga menghasilkan kehalusan, kekerasan dan permukaan yang bersih. 5. Kontrol periodik adalah bentuk program pencegahan jangka panjang dengan interval waktu kunjungan awal 3 bulan setelah scaling dan root planing. Interval kontrol berbagai kebutuhan pasien meliputi: Tahun pertama kontrol 3 bulan setelah perawatan Kelas A kontrol 6 bulan 1 tahun setelah perawatan Kelas B kontrol 3 4 bulan. (tergantung benyaknya factor negatif yang ditemukan) Kelas C kontrol 1 3 bulan (tergantung keadaan pasien)

34

DAFTAR PUSTAKA

Carranza FA Jr. 1996. Treatment of uncomplicated chronic gingivitis, in: Carranza FA Jr & Newman MG (eds), Clinical Periodontology, 9th edition Philadelphia, WB Saunders Co. Genco,Robert J.1990.Contemporary Periodontics.Giny Doulgas : Judit Bange Hamzah, Saidinah. 2008. E-book USU Periodonsia. USU Opencourseware Repository.usu.ac.id Herijulianti, Eliza. 2008. Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta : EGC Manson, J.D. 1993. Buku Ajar Periodonti. Jakarta : Hipokrates Pattison AM and Pattison GL. 1992. Periodontal Instrumentation, second edition, Prentice-Hall International Inc, New Jersey Reddy, Shantipriya. 2008. Essentials Of Clinical Periodontology and Periodontics 2nd Edition

35

Anda mungkin juga menyukai