Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN DENGAN CA COLON

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Intensif

disusun oleh: Rifki Firdaus Ramdani Sani Pujia Rahmi Sri Andriyani

tingkat: 3B

JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG 2014

KONSEP DASAR PENYAKIT A. Definisi Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering ditemukan daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid. Prognosa optimistik; tanda dan gejala awal biasanya tidak ada (Susan Martin Tucker, 1998). Kanker colon adalah suatu kanker yang yang berada di colon. Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru ( ACS 1998 ). Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah.Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker Colon. Klasifikasi Dua klasifikasi yang digunakan berdasarkan tumor primer dan metastasenya (sistem TNM) serta yang berdasarkan Dukes. TNM Staging System for Colon Cancer Metastase KGB Metastase Jauh (N) N0 M0 (M)

Stage

Tumor Primer (T)

Stage 0 Karsinoma in situ Tumor menginvasi submukosa (T1) atau muskularis propria (T2). Tumor menginvasi muskularis (T3) atau jaringan perirektal (T4).

Stage I

N0

M0

Stage II

N0

M0

Stage IIIA Stage IIIB

T1-4

N1

M0

T1-4

N2-3

M0

Stage IV T1-4

N1-3

M1

Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalah sebagai berikut (FKUI, 2001 : 209) : 1. A: kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis. 2. B1: kanker telah menginfiltrasi lapisan muskularis mukosa. 3. B2: kanker telah menembus lapisan muskularis sampai lapisan propria. 4. C1: kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak satu sampai empat buah. 5. C2: kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5 buah. 6. D: kanker telah mengadakan metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas & tidak dapat dioperasi lagi.

B. Etiologi dan Faktor Resiko Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada usus besar (Aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif. Penyebab essensial karsinoma colorectal adalah karena proses perubahan genetik pada sel epitel mukosa colon. Faktor-faktor epidemiologi seperti usia, ras, gizi, status ekonomi, kebiasaan merokok, makan makanan panas atau yang di bakar terlalu sering, dll. telah memberikan bukti-bukti risiko terhadap risiko terjadinya kanker colon. Tetapi faktor-faktor utama yang kini dipercaya mengawali munculnya karsinoma colon diantaranya adalah efek mutagen dari feses, intake daging yang berlebihan, asam sempedu yang tinggi dalam colon, gangguan intake vitamin dan mineral. Mutagen feses Komponen mutagen seperti fecapentaenes, 3-ketosteroids, dan heterocyclic amines yang terdapat di dalam feses dapat menimbulkan interaksi dari digesti dan produk makanan. Komponen ini menimbulkan reaksi molekul DNA yang merugikan menjadi sel karsinoma. Salah satu pengaruh utama dari diet adalah menghasilkan mutagen feses dengan diet-diet tertentu. Semakin lama transit feses dalam colon maka memperlama

kontak mukosa dengan mutagen. Diet tinggi serat dapat mempercepat transit feses dengan mukosa colon, maka dapat menurunkan risiko karsinoma colon. Intake daging berlebihan Makanan-makanan yang pasti di jurigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar. Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan ( e.g Mormons,seventh Day Adventists ). Asam empedu Asam empedu berhubungan dengan pencernaan lemak yang dapat menginduksi hiperproliferasi mukosa usus, yang merupakan marker risiko neoplasia. Asam empedu dalam colon menunjukkan dapat mengaktivasi faktor transkripsi AP-1 yang dapat merubah sel colon menjadi sel neoplasia. Kolesistektomi dapat menyebabkan tingginya kadar asam empedu dalam cecum dan colon asenden sehingga meningkatkan risiko karsinoma colon kanan. Rendahnya intake vitamin dan mineral Kalsium dapat mencegah proliferasi mukosa dengan mengikat asam lemak dan asam empedu dalam feses, menghasilkan kompleks tidak larut yang kurang mempengaruhi mukosa usus. Kalsium juga dapat menurunkan proliferasi mukosa secara langsung. Selain kalsium, Folat, vitamin A, C, D, dan E juga memiliki potensi dalam menurunkan risiko karsinoma colon. FAKTOR RISIKO Usia Dalam populasi umum, insiden karsinoma colon mulai meningkat secara bermakna setelah usia 40 sampai 45 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 75 tahun. Hal ini

akibat kerja materi karsinogenetik pada sel colon dalam peningkatan periode. Resiko kira-kira sama bagi pria dan wanita di atas 40 tahun, bila muncul sebelum 40 tahun, maka biasanya terjadi bersama sejumlah factor resiko lain terutama familial. Ras Jumlah karsinoma colon proksimal diperkirakan lebih tinggi pada ras kulit hitam dibanding dengan kulit putih. Penyakit Penyerta Hampir semua pasien polipolis familial, suatu keadaan dengan cara penurunan autosom dominan dengan 80 persen penetrasi, menderita karsinoma colon, kecuali bila dilakukan coectomi. Kelompok beresiko tinggi lain terdiri dari pasien sindrom Gardner tempat polip adenomatosa berkembang di dalam colon serta disertai dengan tumor jaringan lunak dan paru. Pasien sindrom Turcot (tumor system saraf pusat) atau sindromOldfield (kista sebasea yang luas) beresiko tinggi menderita karsinoma colon. Kadang-kadang sindrom Peutzjeghers dapat dihubungkan dengan karsinoma lambung, ileum dan duodenum. Pasien polipolis juvenilis juga beresiko tinggi bagi karsinoma, dan keluarganya lebih mungkin menderita polip adenomatosa dan karsinoma colon. Kolitis ulserativa sering disertai kemudian dengan timbulnya karsinoma colon. Resiko mulai naik sekitar 10 tahun setelah mulainya penyakit dan diperkirakan 20 sampai 30 persen pada 20 tahun. Resiko dua kali lipat pada pasien yang kolitis dimulai sebelum usia 25 tahun. Kolitis granulomatosa (penyakit Crohn) umumnya juga dianggap premaligna, terutama bila usia mulainya sebelum 21 tahun, tetapi peringkat besar resiko kurang dan pasien kolitis ulserativa. Polip colon Berbagai polip colon dapat berdegenerasi maligna dan setiap polip kolon harus dicurigai. Normalnya kromosom sehat mengontrol pertumbuhan dari sel. Jika kromosomnya rusak, pertumbuhan sel menjasi tisak terkontrol, tumbuh polip. Polip colon menunjukkan jinak, bila bertahun-tahun polip colon jinak dapat menjadi karsinoma. Inflammatory Bowel Disease Penyakit inflamasi pada colon ini yaitu kolitis ulseratif dan kolitis granulomatosa (Crohns disease) berisiko menjadi karsinoma colon sangat tinggi untuk pasien dengan

riwayat penyakit tersebut dalam jangka waktu yang lama. Risiko dari karsinoma colon sangat jelas terjadi setelah 10 tahun menderita colitis. Perubahan dalam mikroflora colon Sifat flora bakteri usus dapat ditentukan dengan diet, dan bahwa diet juga memberikan substrat bagi perubahan yang diinduksi bakteri apapun pada isi usus normal menjadi karsinogen. Faktor genetik Riwayat keluarga dapat menunjukkan adanya abnormalitas genetik atau berhubungan dengan faktor lingkungan atau bahkan keduanya. Perubahan gen yang diturunkan secara spesifik (ex, adenomatous polyposis coli (APC) gen) dan kelainan genetik yang didapat (ex, mutasi titik gen pada ras tertentu, delesi allel pada lokasi spesifik dari kromosom 5, 17, dan 18) tampaknya dapat menjadi langkah transformasi dari mukosa colon yang normal menjadi mukosa yang malignan secara progresif. Dua kondisi yang menjadi predisposisi terhadap sindroma kanker colorectal yang diturunkan adalah fibroadenoma polyposis (FAP) dan hereditary nonpolyposis colorectal cancer syndrome (HNPCC). Selain abnormalitas dari gen, lokasi tumor juga dianggap dapat mempengaruhi terhadap kanker colorectal yang diturunkan. Tumor di colon distal menunjukkan ketidakstabilan genetik yang lebih hebat dibanding dengan tumor di colon proksimal, dengan arti tumor di colon distal mempunyai risiko diturunkan yang lebih besar. Merokok Pria dan wanita yang merokok selama 20 tahun mempunyai risiko 3 x lebih tinggi terhadap timbulnya adenoma kecil (< 1 cm). Merokok lebih dari 20 tahun mempunyai risiko 2,5 x terhadap timbulnya adenoma yang lebih besar.

C. Patofisiologi Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar.

Kanker kolon dan rektum terutama (95 %) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (paling sering ke hati). Tumor yang berupa massa polipoid besar, tumbuh ke dalam lumen dan dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular. Lesi anular lebih sering terjadi pada bagian rektosigmoid, sedangkan polipoid atau lesi yang datar lebih sering terdapat pada sekum dan kolon asendens. Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda beda. Kanker kolon dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu: 1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih. 2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon. 3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system portal. 4. Penyebaran secara transperitoneal. 5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain. Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. polip jinak menjadi ganas karena faktor mutasi menyusup serta merusak jaringan normal meluas kedalam struktur sekitarnya sel kanker terlepas dari tumor

menyebar ke bagian tubuh yang lain terutama yang paling sering ke hati. pemisahan sel dengan menembus pembuluh darah menetap pada endothelium (proses diseminasi) sel kanker ini menetap pada area baru menyasuaikan diri untuk pertumbuhan (proliferasi)

Perubahan Patologi Tumor terjadi ditempat yang berada dalam colon mengikuti kira-kira pada bagian(Sthrock 1991 a): 26 % pada caecum dan ascending colon 10 % pada transfersum colon 15 % pada desending colon 20 % pada sigmoid colon 30 % pada rectum Karsinoma Colon sebagian besar menghasilkan adenomatus polip. Biasanya tumor ini tumbuh tidak terditeksi sampai gejala-gejala muncul secara berlahan dan tampak membahayakan.Penyakit ini menyebar dalam beberapa metode.Tumor mungkin menyebar dalam tempat tertentu pada lapisan dalam di perut,mencapai serosa dan mesenterik fat.Kemudian tumor mulai melekat pada organ yang ada disekitarnya,kemudian meluas kedalam lumen pada usus besar atau menyebar ke limpa atau pada sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor utama melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limpa,setelah sel tumor masuk pada sistem sirkulasi,biasanya sel bergerak menuju liver. Tempat yang kedua adalah tempat yang jauh kemudian metastase ke paru-paru. Tempat metastase yang lain termasuk : Kelenjar Adrenalin

Ginjal Kulit Tulang Otak Penambahan untuk infeksi secara langsung dan menyebar melalui limpa dan sistem

sirkulasi,tumor colon juga dapat menyebar pada bagian peritonial sebelum pembedahan tumor belum dilakukan. Penyebaran terjadi ketika tumor dihilangkan dan sel kanker dari tumor pecah menuju ke rongga peritonial.

D. Tanda dan Gejala Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi. Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala umum keganasan) dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa waktu barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor dalam ukuran yang bermakna di usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus biasanya gejalanya makin banyak. Bila kita berbicara tentang gejala tumor usus besar, gejala tersebut terbagi tiga, yaitu gejala lokal, gejala umum, dan gejala penyebaran (metastasis). Gejala lokal: Perubahan kebiasaan buang air Perubahan frekuensi buang air, berkurang (konstipasi) atau bertambah (diare) Sensasi seperti belum selesai buang air, (masih ingin tapi sudah tidak bisa keluar) dan perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses). Keduanya adalah ciri khas dari kanker kolorektal Perubahan wujud fisik kotoran/feses Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan saat buang air besar Feses bercampur lender

Feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan dengan terjadinya perdarahan di saluran pencernaan bagian atas Timbul rasa nyeri disertai mual dan muntah saat buang air besar, terjadi akibat sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh massa tumor Adanya benjolan pada perut yang mungkin dirasakan oleh penderita Timbul gejala-gejala lainnya di sekitar lokasi tumor, karena kanker dapat tumbuh mengenai organ dan jaringan sekitar tumor tersebut, seperti kandung kemih (timbul darah pada air seni, timbul gelembung udara, dll), vagina (keputihan yang berbau, muncul lendir berlebihan, dll). Gejala-gejala ini terjadi belakangan, menunjukkan semakin besar tumor dan semakin luas penyebarannya.

Gejala umum: Berat badan turun tanpa sebab yang jelas (ini adalah gejala yang paling umum di semua jenis keganasan) Hilangnya nafsu makan Anemia, pasien tampak pucat Sering merasa lelah Kadang-kadang mengalami sensasi seperti melayang

Gejala penyebaran: Penyebaran ke Hati, menimbulkan gejala : Penderita tampak kuning Nyeri pada perut, lebih sering pada bagian kanan atas, di sekitar lokasi hati Pembesaran hati, biasa tampak pada pemeriksaan fisik oleh dokter Timbul suatu gejala lain yang disebut paraneoplastik, berhubungan dengan peningkatan kekentalan darah akibat penyebaran kanker.

E. Manifestasi Klinis Pasien dengan karsinoma kolorectal mempunyai gejala klinis yang cukup bervariasi yang dapat diklasifikasikan menurut lokasi anatomi primernya. Tumor pada cecum dan colon

bagian kanan ditemukan sekitar 20% dari karsinoma usus besar, 70% terjadi di bagian distal sampai fleksura splenikus, dan sekitar 45 % di bawah rectosigmoid junction. Karsinoma colon kanan terjadi lebih sering pada wanita, dan umumnya mempunyai gejala yang silent atau asymptomatik. Karsinoma cecum dan colon kanan Seperti yang telah disebutkan, tumor colon kanan seringkali silent dan banyak pasien tampak dengan gejala dan tanda dari anemia defisiensi besi (Fe) yang berasal dari kehilangan darah secara samar yang lama (occult blood loss). Jarang, kehilangan darah dalam jumlah banyak, terutama pada pasien yang mendapat antikoagulan. Feses masuk ke cecum dalam bentuk liquid / cair dan obstruksi biasanya terjadi relatif lambat. Karena lumen usus menjadi lebih sempit pasien biasanya mengeluh nyeri kolik yang intermitten, di sentral atau di fossa iliaca kanan, dimana sering timbul setelah makan, distimulasi oleh refleks gastrocolic. Nyeri sering diikuti oleh onset diare intermitten, kemungkinan karena fermentasi feses dan akumulasi toksin bakteri di dalam lumen usus besar. Obstruksi ileum distal dapat terjadi bila tumor menutup katup ileocecal, atau jika katup ileocecal menjadi inkompeten karena obstruksi komplit cecal. Gelombang dari kolik abdomen sentral dapat terjadi, dengan distensi abdominal sentral progresif dan borborygmus. Peristaltis usus mungkin dapat terlihat, muntah feses, dan dehidrasi merupakan menifestasi lambat yang dapat muncul.. Jarang massa yang dapat dipalpasi sebagai keluhan utama. Pasien kadang-kadang tampak dengan gejala dan tanda dari apendisitis akut jika karsinoma menutup orificium apendicular dan menghasilkan inflamasi akut, atau dari perforasi karsinoma. Diagnosis mungkin tidak jelas pada saat apendiks diangkat dan harus dilihat dengan barium enema atau dengan colonoscopy. Tumor dapat berpenetrasi ke dinding posterior colon, menimbulkan perforasi dan abses di musculus psoas. Pasien demikian tampak dengan gejala dan tanda infeksi dengan massa yang nyeri pada fossa iliaca kanan. Nyeri dapat menjalar ke bawah menuju tungkai atau panggul. Nyeri juga dapat menjalar ke belakang jika abses mengiritasi otot-otot lumbal. Terkadang tumor anterior dapat menyebabkan perforasi menimbulkan peritonitis akut dengan nyeri seluruh abdomen yang berat, bising usus dapat menghilang, dan dapat ditemukan defans muskular serta nyeri ketok.

Terkadang, karsinoma colon kanan tampak dengan gejala umum malaise atau perasaan tidak enak badan, kadang dengan demam yang tidak diketahui asalnya. Gejala-gejala ini muncul karena abses kecil yang samar atau karena masalah tumor itu sendiri. Gejala dan tanda metastase sangat bervariasi, tetapi biasanya disertai dengan nyeri dan pembesaran hati, dimana merupakan tempat metastasis yang sering. Gejala-gejala ini disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dari metastasis ke kapsula hati. Metastasis juga dapat tumbuh aliran darah sendiri, sebagian infark dan mengalami nekrosis. Demam yang disebabkan nekrosis tumor biasanya berhubungan dengan peningkatan serum lactic dehydrogenase. Karsinoma colon kiri dan sigmoid Feses kehilangan air dan menjadi keras ketika sampai dan melewati colon kiri untuk disimpan di rectosigmoid sebelum defekasi. Pasien dengan karsinoma colon kiri umumnya tampak dengan perubahan kebiasaan pola defekasi, sering konstipasi kadang diselingi diare, biasanya disertai kolik abdomen bawah, mungkin mengalami distensi, dan keinginan untuk defekasi. Gejala-gejala cenderung menjadi progresif memberat, dan ini mungkin dapat membedakan antara karsinoma dengan penyakit divertikular atau iritasi kolon. Irritable bowel syndrome biasanya pada dewasa muda; Jika pasien usia setengah baya atau lebih tua dengan gejala perubahan kebiasaan pola defekasi sebaiknya diasumsikan sebagai kanker kolon sampai terbukti bukan Perubahan pola defekasi sering dengan buang air besar disertai darah segar, dan kadang mukus atau lendir di feses atau permukaannya, khususnya pada tumor di distal sigmoid. Konstipasi progresif dan diare merupakan perubahan pola defekasi yang lebih jarang. Beberapa pasien datang dengan nyeri atau massa di fossa iliaca kiri, dan massa sering terpalpasi di abdomen pada pemeriksaan fisik. Palpasi karsinoma pad fleksura splenikus harus dibedakan dari pembesaran lien / spleen atau ginjal. Beberapa pasien, mempunyai gejala asymptomatic hingga mereka datang dengan distensi abdomen massive karena obstrukis komplit dari usus besar. Pada keadaan ini cecum menjadi sangat distensi. Kecuali distensi dikenali dan diterapi dengan cepat, atau kecuali katup ileocecal menjadi inkompeten, perforasi cecal dapat terjadi dan menyebabkan peritonitis fecal. Terkadang tumor itu sendiri mengalami perforasi, menyebabkan nyeri mendadak akut

abdominal dan peritonitis. Lebih sering tumor melekat dengan organ didekatnya dan menginvasinya. Kanker sigmoid dapat menginvasi dinding abdomen lateral dan membentuk abses, atau menginvasi usus kecil dan menhasilkan fistula ileocolic dengan diare berat atau obstruksi usus kecil. Kanker di fleksura splenikus atau colon descending dapat menginvasi jejunum, kadang tampak dengan perdarahan usus berat. Kanker sigmoid umumnya menginvasi uterus, ovarium, atau vesica urinaria. Kanker colon adalah penyebab terbanyak kedua fistula colovesical setelah penyakit divertikular, dan psien biasanya tampak dengan hematuria dan infeksi saluran kemih berulang, dan akhirnya dapat kencing disertai udara (pneumaturia) atau feses (fecaluria). Kanker sigmoid terfiksasi di pelvis dan dapat menimbulkan fistula ke vagina menghasilkan bau tidak sedap (malodorous), dan discharge. F. Pemeriksaan Daignostik 1. Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.

Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi. 2. Radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah : foto dada dan foto kolon (barium enema). Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy. Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastasis. Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada tidaknya metastasis kanker pada paru juga bisa digunakan untuk persiapan tindakan pembedahan. Pada foto kolon dapat dapat terlihat suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura. 3. Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya metastasis kanker kelenjar getah bening di abdomen dan di hati.

4. Histopatologi/ Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di beberapa tempat untuk pemeriksaan histopatologis guna menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologi karsinoma kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu ditentukan differensiasi sel. Dalam kedokteran onkologi, ini merupakan prinsip dasar dalam menegakkan diagnosis keganasan. 5. Laboratorium. Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun demikian setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. 6. Carcinoembryonic Antigen (CEA) CEA merupakan bimarker bagi karsinoma kolon. Peningkatan kadar CEA dalam darah dapat membantu manajemen klinis dari kanker kolorektal. Akan tetapi peningkatan CEA tidak hanya disebabkan oleh kanker colon, penyakit hepatik dan pankreas atau kanker primer dari tempat lain juga dapat meningkatkan CEA. Rekurensi tumor post operasi masih ada kemungkinan meskipun kadar CEA normal.CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan juga amoeba. 7. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound: Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada pengobatan. 8. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum): Dilakukan untuk diagnostik banding dan menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit, organ dan sebagainya. 9. Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit: Dapat menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih: trombosit meningkat atau berkurang. 10. Sinar X dada: Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer. 11. Sigmoidoscopy fleksibel Merupakan alat skrining yang dapat mendeteksi polip atau kanker sejau 60 cm dari anus. Maka alat ini hanya bermanfaat untuk mengetahui adanya lesi sampai sigmoid saja. 12. Colonoscopy

Colonoscopy memberikan pemeriksaan pada seluruh colon, dan dapat digunakan untuk mendapatkan biopsi dari lesi yang dicurigai atau untuk mengangkat polip. 13. Colon in loop Double kontras barium enema atau pemeriksaan colon in loop merupakan sebuah pilihan untuk skrining kanker kolorektal dan dapat membantu menegakkan diagnosis kanker colon. Tetapi prosedur ini mempunyai keterbatasan dan dapat melewatkan lesi di daerah katup ileocecal atau rectum distal atau pada pasien dengan divertikulosis berat. Pada penelitian baru-baru ini pada pemakaian barium enema / colon in loop di Norway dapat menegakkan diagnosis kanker colon hingga 90.9%, maka dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan ini berharga dalam menegakkan diagnosis. Gambaran karsinoma colon melalui barium enema diantaranya dietmuakn apple core strictur dan atau deformitas dinding colon.

G. Komplikasi Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi tumor atau melalui penyebaran metastase, komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu: 1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap. 2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran langsung. 3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon yang menyebabkan hemorragi. 4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses. 5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok. 6. Pembentukan abses Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina. Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan. Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya (Uterus, urinary bladder,dan ureter) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker. H. Penatalaksanaan Medis

Satu-satunya terapi kuratif ialah dengan tindakan bedah. Tujuan utama tindakan bedah ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif ataupun non-kuratif. Radioterapi dan kemoterapi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat paliatif. 1. Pembedahan (Operasi) Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang diketahui lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker telah terbuang. Oleh sebab itu dokter bedah biasanya juga

menghilangkan sebagian besar jaringan sehat yang mengelilingi sekitar kanker. Persiapan preoperatif Operasi yang dilakukan pada kolon yang tak dipersiapkan mempunyai tingkat infeksi/peradangan luka 40%. Suatu pendekatan mekanis dan zat antibiotic telah dilaporkan dikombinasikan dari pencucian untuk mengurangi tingkat

infeksi/peradangan luka hingga 9%. Dengan penambahan antibiotic pelindung parenteral, tingkat infeksi dapat lebih dikurangi hingga 5% atau kurang. Dua hari sebelum pembedahan, pasien mulai suatu diet pembersihan cairan. Sehari sebelum pembedahan, pasien diinstruksikan untuk mengambil satu galon

Golytely untuk mencuci keseluruhan kolon. Mekanisme pembersihan kira-kira 3 jam hingga sempurna. Penambahan suatu zat antibiotic yang diserap dengan aerobic dan anaerobic secara bersamaan dengan mantap mengurangi timbulnya infeksi. Tindakan Operatif Tindak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limf regional. Bila sudah ada metastasis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud mencegah obstruksi, perdarahan. anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri. Pada karsinoma rektum, teknik pembedahan yang dipilih tergantung dan letaknya, khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus dengan sfingter ekstern dan sfingter intern akan dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis. Goresan di tengah abdominal mengijinkan explorasi penuh dan perluasan lebih lanjut untuk kebutuhan tambahan. Tingkat reseksi ditentukan oleh lokasi kanker kolon tama, seperti halnya ada atau tidaknya invasi ke dalam struktur yang

bersebelahan dan metastasis yang jauh. Walaupun tidak adanya invasi kolon ke dalam organ atau metastasis, reseksi kolon adalah perawatan yang utama. Laparoskopi intervensi pembedahan pada kanker kolon adalah suatu

pengembangan terbaru di dalam perawatan. Tingkat kematian operatif untuk pembedahan kanker kolon pada kasus tertentu adalah 5% atau kurang. Reseksi kolon dengan tujuan sembuh membawa tingkat kematian lebih rendah dari pada reseksi paliatif. Cara lain yang dapat digunakan atas indikasi dan seleksi khusus ialah fulgerasi (koagulasi listrik). Pada cara ini tidak dapat dilakukan pemeriksaan histopatologik. Cara ini kadang digunakan pada penderita yang beresiko tinggi untuk pembedahan. Koagulasi dengan laser digunakan sebagal terapi palilatif, Sedangkan radioterapi, kemoterapi, dan imunoterapi digunakan sebagal terapi adjuvan. 2. Pengobatan paliatif Reseksi tumor secara paliatif dilakukan untuk mencegah atau mengatasi obstruksi atau menghentikan perdarahan supaya kualitas hidup penderita lebih baik. Jika tumor tidak dapat diangkat, dapat dilakukan bedah pintas atau anus preternaturalis. Pada metastasis hati yang tidak lebih dari dua atau tiga nodul dapat dipertimbangkan eksisi metastasis. Pemberian sitostatik melalui a.hepatika, yaitu perfusi secara selektif, kadang lagi disertai terapi embolisasi, dapat berhasil penghambatan pertumbuhan sel ganas. Selain menghindari makanan kaya zat karsinogeniK juga harus mengkonsumsi makanan bersifat antikarsinogen untuk mengurangi resiko terkena kanker kolon. Penyinaran (Radioterapi) Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar X, atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak genetic, sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan dirinya cepat, antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel tubuh menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan. Kemotherapy Chemotherapy memakai obat antikanker yang kuat, dapat masuk ke dalam sirkulasi darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah

menyebar. Obat chemotherapy ini ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat, karena digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus (FKUI, 2001 : 211)

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidntifikasi kesehatan klien (Lyer et al, 1996 dalam Nursalam, 2001: 17) 1. Pengumpulan Data a) Identitas b) Riwayat Kesehatan Riwayat Kesehatan Sekarang (1) Alasan Masuk RS Klien umumnya datang dengan keluhan nyeri dan perubahan pola buang air besar. Nyeri perut sering terjadi biasanya dirasakan di perut bagian tengah atau lebih ke bawah. Sifatnya bisa berupa nyeri kolik (nyeri yang hilang timbul) atau nyeri yang menetap. Biasanya nyeri ini diikuti muntah-muntah dan perut yang menjadi distensi/kembung. Sebagian besar penderita datang dengan keluhan habi bowel (perubahan kebiasaan defekasi) yaitu diare atau obstipasi, sakit perut tidak menentu, sering mau defekasi namun feses sedikit. Perdarahan campur lender. Kadang-kadang sipmtom mirip dengan sindroma disentri. (2) Keluhan Saat Dikaji Klien dengan post operasi laparatomi eksplorasi a.i ileus obstruksi total akibat kanker kolorekatal umumnya mengeluh nyeri yang sangat hebat karena nyeri terjadi bukan saja akibat dari luka jahitan operasi tetapi juga nyeri di bagian dalam abdomen. Keluhan nyeri biasanya akan bertambah bila klien bergerak dan menurun jika diistirahatkan dengan kaki ditekuk, nyeri bersifat tajam yang dirasakan terus menerus/ hilang timbul, nyeri dirasakan pada area operasi dan cenderung dirasakan dari sedang sampai berat. Riwayat Penyakit Dahulu Kaji adanya penyakit polyp kolon (adenoma), kolotis ulseratif, syndrome polyposis, penyakit immunodefisiensi dan riwayat penyakit kanker : kolorektal,

payudara dan genital. Serta kaji adanya penyakit Diabetes Melitus dan TB paru yang dapat menghambat proses penyembuhan luka, riwayat pembedahan perut, dan penyakit jantung. Riwayat merokok juga dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka. Riwayat kesehatan keluarga Kaji adanya anggota keluarga yang mempunyai penyakit kanker usus besar, polip usus, juga penyakit menular infeksi seperti TB dan hepatitis. Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi, jantung dan diabetes melitus dalam keluarga. c) Pola Aktivitas a. Nutrisi 1) Makan Gejala: Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi lemak, pemakaian zat aditif dan bahan pengawet) Anoreksia, mual, muntah Intoleransi makanan

Sebelum sakit perlu dikaji adanya diet tinggi lemak dan rendah serat karena karena merupakan resiko terjadinya kanker usus besar. Setelah sakit kaji adanya penurunan intake nutrisi akibat anoreksia, mual/muntah akibat efek anestesi dan rasa tak sedap pada mulut. Selain itu kaji konsumsi makanan tinggi protein dan vitamin C yang dapat mempercepat penyembuhan luka. 2) Minum Sebelum sakit, kaji adanya kebiasaan sedikit minum dan konsumsi alkohol. Setelah operasi, kaji frekuensi dan jumlah intake cairan yang masuk peroral. b. Eliminasi 2) BAK Pada saat sebelum operasi ditemukan adanya peningkatan frekuensi berkemih karena kembungnya abdomen mengakibatkan tekanan pada kandung kemih. Pada klien post operasi, kaji jumlah urine selama 24 jam dan adanya ketidaknyamanan akibat adanya kateterisasi. 3) BAB

Gejala: Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada defekasi Eliminasi sebelum operasi, kaji adanya diare atau konstipasi, kebiasaan menahan BAB dan perdarahan pada feses. Kaji adanya konstipasi post operasi akibat efek anestesi yang menurunkan peristaltik usus. c. Istirahat Tidur Kaji kebiasaan istirahat tidur klien sebelum sakit secara kualitas dan kuantitas. Perlu dikaji adanya gangguan istirahat tidur akibat nyeri yang dapat merangsang RAS sehingga klien dalam keadaan waspada. Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam hari. d. Personal Hygene Sebelum sakit perlu dikaji pola kebersihan diri klien meliputi mandi, keramas, gosok gigi dan gunting kuku. Kaji adanya penurunan kemampuan untuk kebersihan diri klien akibat kelemahan dan nyeri yang meliputi mandi, keramas, gosok gigi dan gunting kuku. e. Aktivitas Gejala: Kelemahan, kelelahan/keletihan Kaji aktivitas klien sehari-hari sebelum sakit. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi. Pada klien post operasi umumnya mengalami penurunan aktivitas akibat kelemahan dan nyeri. d) Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan Pada klien dengan post operasi dapat ditemukan adanya penumpukan sekret dan pernafasan yang cepat dan dangkal, suara nafas ronchi dan rales dan peningkatan respirasi akibat nyeri. Sistem Kardiovaskular Klien luka post operasi kaji dapat ditemukan adanya peningkatan nadi dan tekanan darah, konjungtiva pucat, penurunan Hb, adanya hipotensi orthostatik, kaji CRT, akral klien untuk mengetahui fungsi perfusi jaringan dan homan sign, palpitasi, nyeri dada pada aktivitas. Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah.

Sistem Pencernaan Pada klien dengan post operasi dapat ditemukan mulut kering, distensi abdomen dan nyeri. Terdapat mual, muntah dan anoreksia. Terdapat luka operasi dan drain sehingga perlu dikaji keadaannya, adanya tanda- tanda infeksi seperti kemerahan, bengkak, panas, nyeri dan fungsiolaesa. Terjadi penurunan peristaltik akibat efek anestesi selama 24 jam dan berangsur- angsur peristaltik normal kembali. Kaji adanya konstipasi (teraba masa akibat pengerasan feses di kuadran kanan bawah) dan setelah efek anestesi hilang mungkin masih terdapat mual dan tidak nafsu makan.

Sistem Persyarafan Setelah operasi dapat ditemukan adanya rasa pusing dan kepala terasa berat akibat efek anestesi. Kaji tingkat kesadaran dan fungsi cerebral. Kaji tingkat kesadaran adanya lethargy, kegelisahan dan iritabilitas dan kaji kohensi dan orientasi klien. Kaji kemampuan motorik yang disadari dan kemampuan mengontrol prilaku dan adanya nyeri serta nilai refleks pupil,kornea dan refleks fisiologis.

Sistem Perkemihan Pada klien post operasi mungkin dapat ditemukan adanya pemasangan kateter sesuai indikasi dan penurunan jumlah urine output akibat adanya kekurangan volume cairan. Kaji adanya kateterisasi dan keadaan kebersihan kateter dan kulit sekitar kateter seperti adanya kemerahan, nyeri atau perasaan ketidaknyamanan.

Sistem Muskuloskeletal Pada saat post operasi dapat ditemukan kelemahan, keterbatasan moblisasi dan ketakutan untuk bergerak. Kaji keadaan tempat pemasangan infus apakah ada bengkak, kemerahan dan panas.

Sistem Integumen Setelah operasi terdapat luka operasi laparatomi eksplorasi dan drain, suhu tubuh akan meningkat bila terjadi dehidrasi dan infeksi. Kaji kebersihan dari kulit kepala, rambut dan kulit badan. Kaji adanya penurunan turgor kulit akibat adanya kekurangan volume cairan.

e) Data Psikologis Integritas ego:

Gejala: Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stres (merokok, minum alkohol, menunda pengobatan, keyakinan religius/spiritual) Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat, pembedahan) Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi. Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah. f) Data Sosial Interaksi sosial Gejala: Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan) Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan. g) Data Spiritual Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya dihubungkan

dengan agama yang dianutnya.. harapan klien terhadap masa yang akan datang, dan kegiatan keagamaan selama klien sakit. h) Data Penunjang 2. Analisa Data Analisa data adalah proses sintesis untuk menentukan adanya hubungan pada data dan menemukan pola dari fakta yang dilatar belakangi tingkat pengetahuan, pengalaman dan konsep keperawatan (Kozier et al, 1999:194).

B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan terangsangnya nosiseptor akibat luka operasi, insisi bedah, distensi abdomen dan adanya selang NG/ usus. 2. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entry akibat luka/pembedahan 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah, tindakan kolostomi, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal. 4. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan adanya insisi dan/ atau nyeri

C. Perencanaan 1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah, distensi abdomen dan adanya selang NG/ usus Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya rasa tidak nyaman Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol Postur tubuh tampak rileks Klien mampu istirahat/ tidur dengan tepat
Intervensi Rasional

1. Kaji nyeri, catat lokasi dan karakteristiknya 1. Nyeri insisi bermakna pada fase pascaoperasi (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan cepat. awal, diperberat oleh gerakan, batuk, distensi abdomen, mual. Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan, dan mengidentifikasi intervensi yang tepat 2. Pertahankan istirahat dengan semifowler 2. Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdimen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang. 3. Dorong ambulasi dini 3. Meningkatkan normalisasi fungsi organ , contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen. 4. Pantau tanda-tanda vital 4. Respons autonomic meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernapasan, yang berhubungan dengan keluhan/ penghilangan nyeri. Abnormalitas tanda vital terus-menerus memerlukan evaluasi lanjut 5. Kaji insisi bedah, kontur perhatikan luka edema; 5. Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi

perubahan

(pembentukan

hematoma); atau inflamasi, mengeringnya tepi luka. 6. Berikan dengan tindakan gosokan kenyamanan punggung;

misalnya 6. Memberikan menurunkan relaksasi;

dukungan tegangan memfokuskan

(fisik, otot;

emosional); meningkatkan perhatian;

pembebatan

insisis selama perubahan posisi dan latihan batuk/ bernafas; lingkungan tenang. Anjurkan

ulang

meningkatkan rasa control dan kemampuan

penggunaan

bimbingan

imajinas,

teknik

koping.

relaksasi. Berikan aktivitas hiburan. 7. Berikan perawatan oral sering, lumasi bibir 7. Iritasi membrane mukosa menyebabkan pasien dan cuping hidung (bila ada selang NG). Plester selang sehingga tidak ada tekanan pada cuping hidung. 8. Pertahankan kepatenan selang NG/ drainase 8. Obstruksi selang dapat meningkatkan distensi intestinal, irigasi sesuai indikasi. Perhatikan adanya :nyeri gas pasase dari flatus. abdomen (retensi gas); menekan garis jahitan internal; dan sangat meningkatkan nyeri. menelan lebih sering dan mengakibatkan distensi abdomen (peningkatan mencerna udara)

9. Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila 9. Factor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan gunakan tindakan keperawatan untuk tegangan otot. Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam berkemih.

meningkatkan relaksasi bila pasien berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semifowler atau berdiri sesuai kebutuhan. 10. Anjurkan bernafas melalui hidung

10. Menurunkan menelan udara dan distensi.

sebagai pengganti mulut 11. Berikan analgesik sesuai indikasi 11. Mengontrol/ mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerja 12. Kateterisasi sesuai kebutuhan sama dengan aturan terapeutik. 12. Keteterisasi tunggal/ multiple lurus atau

pemasangan indwelling dapat digunakan untuk mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya kembali.

2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah Tujuan : Infeksi tidak terjadi Kriteria hasil : - Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar - Bebas tanda infeksi, eritema - Bebas dari demam -

Intervensi 1. Awasi tanda-tanda vital,

Rasional perhatikan 1. Suhu malam hari memuncak yang kembali normal pada pagi hari adalah karakteristik infeksi. Demam 38oc segera setelah pembedahan dapat menandakan infeksi pulmonal/ urinarius/ luka atau pembentukan tromboflebitis. Demam 38,3oc dari awitan tiba-tiba dan disertai dengan menggigil, kelelahan, kelemahan, takipnea, takikardia dan hipotensi menandakan syok septik. Peningkatan suhu 4-7 hari setelah pembedahan sering

peningkatan suhu

menandakan abses luka atau kebocoran cairan dari 2. Ganti verband sesuai aturan dengan teknk aseptik sisi anastomosis. 2. Verband yang lembab merupakan media kultur untuk pertumbuhan bakteri. Dengan mengikuti 3. Pantau terhadap tanda dan gejala infeksi pada luka teknik aseptik akan mengurangi risiko

kontaminasi bakteri. 3. Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen

dengan peningkatan darah dan aliran limfe 4. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang dapat memperlambat penyembuhan luka: a. Jaringan luka dehidrasi (dimanifestasikan dengan edema, kemerahan, dan pengingkatan drainase) dan penurunan epitelisasi (ditandai dengan pemisahan luka). 4. Menambah pemahaman klien b. Infeksi luka a. Penelitian melaporkan bahwa migrasi epitel dihambat di bawah krusta kering; gerakan tiga c. Nutrisi dan hidrasi tidak adekuat kali lebih cepat di atas jaringan basah. b. Eksudat pada luka terinfeksi merusak epitelisasi dan penutupan luka c. Untuk d. Gangguan suplai darah memperbaiki harus meningkatkan

masukan protein dan karbohidrat dan hidrasi yang adekuat untuk transpor vaskular dari

e. Peningkatan stres atau aktivitas berlebihan

oksigen dan zat sampah d. Suplai darah pada jaringan cedera harus adekuat untuk mentranspor leukosit dan

membuang zat sampah e. Peningkatan stress dan aktivitas mengakibatkan 5. Berikan antibiotik sesuai indikasi peningkatan kadar kalon, suatu penghambat miotik yang menekan regenerasi epidermal 5. Mungkin 6. Berikan paling sedikit 2 liter cairan setiap hari ketika melaksanakan terapi antibiotic diberikan secara profilaktik atau

menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen.

7. Pantau pernafasan, bunyi nafas. Pertahankan 6. Cairan membantu menyebarkan obat ke jaringan kepala tempat tidur tinggi 35-45 derajat. Bantu pasien untuk membalik, batuk, dan nafas dalam 8. Observasi terhadap tanda/ gejala peritonitis misalnya demam, peningkatan nyeri, distensi abdomen. 7. Infeksi pulmonal dapat terjadi karena depresi pernapasan (anastesi, narkotik); ketidakefektifan batuk (insisi abdomen); dan distensi abdomen (penurunan ekspansi paru) 8. Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum 9. Kultur terhadap kecurigaan drainase/ sekresi; kultur baik dari bagian tengah dan tepi luar luka dan dapatkan kultur anaerobic sesuai indikasi. pembedahan elektif, peritonitis dapat terjadi bila usus terganggu misalnya rupture praoperasi; kebocoran anastomosis (pasca operasi); atau bila pembedahan adalah darurat/ akibat dari luka kecelakaan. 9. Organisme multiple mungkin ada pada luka 10. Lakukan irigasi luka sesuai kebutuhan. terbuka dan setelah bedah usus. Bakteri anaerobic misalnya bacterioides fragillis, hanya dapat terdeteksi melalui kultur anaerobic. tubuh

Mengidentifikasi semua organisme yang terlibat memungkinkan terapi antibiotic lebih khusus. 10. Mengatasi infeksi bila ada

3. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan atau mengabsorpsi nutrient yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik, status puasa; aspirasi NG/ usus. Tujuan : Nutrisi adekuat Kriteria hasil : - BB klien tetap atau meningkat - Porsi makan klien habis - Klien memahami pentingnya nutrisi terhadap penyembuhan luka

Intervensi 1. Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian 1. yang optimal

Rasional Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pembentukan firoblas dan jaringan granulasi serta produksi kolagen

2. Anjurkan klien untuk makan porsi sedikit 2. tapi sering 3. Anjurkan klien untuk makan makanan yang 3. hangat 4. Lakukan oral hygene 4.

Dengan makanan sedikit demi sedikit diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi Makanan yang hangat dapat mengurangi rasa mual sehingga menambah selera makan klien Mulut bersih dapat membuat klien nyaman dan meningkatkan nafsu makan

5. Timbang berat badan sesuai indikasi. Catat 5. masukan dan haluaran. 6. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen. 6. Catat fasase flatus 7. Identifikasi kesukaan/ ktidaksukaan diet dari 7. pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C

Mengidentifikasi status cairan serta memastikan kebutuhan metabolic. Menentukan kembalinya peristaltic

Meningkatkan kerja sama pasien dengan aturan diet. Protein dan vitamin C adalah kontributor utama untuk pemeliharaan adalah jaringan factor dan dalam

perbaikan.malnutrisi

menurunkan pertahanan terhadap infeksi. 8. Observasi terhadap terjadinya diare; 8. Sindrom malabsorpsi dapat terjadi setelah

makanan bau busuk, berminyak

pembedahan usus halus, memerlukan evaluasi

lanjut dan perubahan diet missal diet rendah serat. 9. Pertahankan patensi selang NG/ 9. Mempertahankan dekompresi lambung/ usus; meningkatkan istirahat/ pemulihan usus 10. Berikan antiemetik sesuai indikasi 10. Anti emetik dapat menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi 11. Pertahankan cairan IV missal; albumin, lipid 11. Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit dan elektrolit 12. Berikan suplemen vitamin, dengan perhatian 12. Menggunakan katartik praoperasi (persiapan usus) tertentu parenteral terhadap vitamin K, secara dapat mengurangi suplai vitamin dan/ atau masalah usus dapat menghambat absorpsi vitamin.

13. Konsul dengan ahli diit, tim pendukung 13. Bermanfaat dalam mengevaluasi dan memenuhi nutrisi. Berikan NPT enteral/ parenteral sesuai indikasi 14. Berikan cairan, tingkatkan ke cairan jernih, 14. Mengkonsumsi ulang cairan dan diet penting diet penuh sesuai toleransi setelah selang makan NG dilepaskan. untuk mngembalikan fungsi usus normal dan meningkatkan masukan nutrisi adekuat. kebutuhan diet individu.

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah, radiasi, obat-obatan, perubahan status nutrisi, perubahan sirkulasi, deficit imunologis, tekanan atau friksi Tujuan : Mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa komplikasi Kriteria hasil : Klien berpartisipasi dalam perencanaan untuk meningkatkan penyembuhan luka Memperlihatkan kemajuan penyembuhan jaringan Jaringan tampak bersih, kering dan utuh
Intervensi 1. Awasi tanda-tanda vital. Periksa Rasional luka 1. Mungkin indikatif dari pembentukan hematoma/ terjadinya infeksi, yang menunjang pelambatan pemulihan luka dan meningkatkan resiko

terhadap adanya bengkak insisi berlebihan, inflamasi, drainase

pemisahan luka/ dehisens 2. Bebat insisi selama batuk dan latihan nafas. 2. Meminimalkan stress/ tegangan pada tepi luka yang Berikan pengikat/ penyokong untuk lansia sembuh. Proses penuaan dan aterosklerosis

dan pasien gemuk bila diindikasikan

menunjang penurunan sirkulasi pada luka. balutan yang pada sering kulit dapat karena

3. Gunakan plester kertas/ bebat Montomery 3. Penggantian untuk balutan sesuai indikasi mengakibatkan

kerusakan

perlekatan yang kuat 4. Waspadai factor risiko lanjut missal 4. Menurunkan imunokompetensi, hal ini

keganasan, terapi radiasi dari sisi operasi 5. Bila terjadi dehisens: Pertahankan klien untuk bersikap tenang 5. -

mempengaruhi pemulihan luka dan tahanan pad infeksi.

Pada situasi stress sikap ini sangat penting untuk mencegah panic baik pada pasien maupun perawat

Pertahankan pasien pada tirah baring total dengan posisi lutut tertekuk

Menurunkan tegangan intraabdomen, dapat mencegah evirasi karena hal tersebut

6. Bila terjadi evirasi :

6. Mencegah kekeringan jaringan mukosa

- Tutup usus yang terpajan dengan balutan steril dan lembab, siapkan untuk

perbaikan bedah luka. - Tinjau ulang nilai laboratorium terhadap anemia dan penurunan albumin serum serta jumlah leukosit. Anemia dan pembentukan edema dapat

mempengaruhi pemulihan. Terapi steroid dan obat antikanker menurunkan jumlah leukosit dan menekan pembentukan kapiler dan fibrogenesis.

5.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata. Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta. Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung. Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius R, Sjamsuhidajat.Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003. Hal 182-192 Sumber web: Wulan Septianingsih, Ratu. 2012. http://askepkmbcakolon.blogspot.com/ (diakses tanggal 12 Januari 2013) Prayuda hendi, Muhammad. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Ca Colon. http:// www.scribd.com (diakses tanggal 12 Januari 2013)

Anda mungkin juga menyukai