Anda di halaman 1dari 54

CASE REPORT

BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA PADA LAKI-LAKI USIA 80 TAHUN

Diajukan Oleh : ERYTROMISIN C., S.Ked J 500070001

Pembimbing : Dr. BAMBANG SUHARTANTO, SpB

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH RSUD Dr. HARJONO PONOROGO


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014

CASE REPORT

BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA PADA LAKI-LAKI USIA 80 TAHUN

Yang Diajukan Oleh : ERYTROMISIN C., S.Ked J 500070001

Telah diajukan dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari , tanggal

Pembimbing : Dr. Bambang Suhartanto, SpB ( )

Dipresentasikan dihadapan : Dr. Bambang Suhartanto, SpB ( )

Disahkan Kepala Program Profesi : Dr. D. Dewi Nirlawati ( )

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH RSUD Dr. HARJONO PONOROGO


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. 1 LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... 2 DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3 BAB I STATUS PASIEN .............................................................................. 4 A. Identitas ............................................................................................ 4 B. Anamnesis ......................................................................................... 4 C. Pemeriksaan Fisik .............................................................................. 5 D. Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 7 E. Resume ............................................................................................. 10 F. Diagnosa ......................................................................................... 11 G. Planning .......................................................................................... 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 13 A. Definisi ........................................................................................... 13 B. Anatomi .......................................................................................... 14 C. Fisiologi .......................................................................................... 22 D. Etiologi .............................................................................................. 22 E. Faktor Predisposisi ........................................................................... 25 F. Patofisiologi ..................................................................................... 28 G. Manifestasi Klinis ............................................................................ 30 H. Diagnosis ........................................................................................ 33 I. Diagnosis Banding ........................................................................... 40 J. Penatalaksanaan ............................................................................... 41 K. Komplikasi ...................................................................................... 50 L. Pencegahan ...................................................................................... 51 M. Prognosis ......................................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 53

BAB I STATUS PASIEN


A. IDENTITAS Nama Umur Alamat Pekerjaan : Tn. S : 80 tahun : Siman, Ponorogo : Tidak bekerja

Status Perkawinan : Kawin Agama Suku No RM : Islam : Jawa : 213xxx

Tanggal Masuk RS : 6 Februari 2014 Tanggal diperiksa : 7 Februari 2014 Bangsal : Flamboyan

B. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Sakit saat buang air kecil (BAK) 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli bedah RSUD Dr. Harjono Ponorogo dengan keluhan sakit saat BAK, keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga merasa susah untuk memulai BAK dan kadang-kadang pasien harus mengejan untuk memulai BAK. Pada saat BAK pasien merasa pancarannya semakin lama semakin lemah, kadang-kadang berhenti dan lancar kembali. Pasien mengatakan sering merasa ingin BAK tetapi setelah sampai di kamar mandi saat BAK yg keluar hanya sedikit dan pasien merasa tidak puas. Pasien juga mengatakan sering bolak-balik ke kamar mandi untuk BAK dan terkadang saat BAK terdapat darah. Pasien tidak merasa pusing, mual, muntah, sesak, demam. BAB tidak ada keluhan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit serupa Riwayat penyakit DM Riwayat hipertensi : disangkal : disangkal : diakui, + 4 tahun

Riwayat penyakit ginjal : diakui, + 4 tahun, hemodialisa rutin Riwayat penyakit jantung : disangkal Riwayat penyakit paru Riwayat operasi : disangkal : AV shunt : disangkal

Riwayat alergi obat/makanan

Riwayat trauma daerah kemaluan : disangkal 4. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit serupa : disangkal Riwayat penyakit DM Riwayat hipertensi : disangkal : disangkal

Riwayat penyakit ginjal : disangkal Riwayat penyakit jantung : disangkal Riwayat penyakit paru Riwayat alergi : disangkal : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum Keadaan Umum : tampak baik Kesadaran Gizi 2. Vital Sign Tekanan darah Nadi : 150/70 mmHg : 84x/menit : 36,5 C : composmentis (E4V5M6) : cukup

Respiratory rate : 22x/menit Suhu

3. Status Generalis Kepala : mesocephal, simetris, conjunctiva anemis (+/+), sclera icteric (+/+), pupil isokor + 3 mm, reflex cahaya (+/+), napas cuping hidung (+/+), sikatriks (+/+) Leher : retraksi suprasternal (+/+), deviasi trakea (-/-), peningkatan tekanan vena jugularis (-/-),

pembesaran kelenjar getah bening (-/-) Thorax :

Pulmo : Inspeksi : simetris (kanan-kiri), ketinggalan gerak (-), retraksi intercostae (-) Palpasi : Ketinggalan gerak Depan Fremitus Depan N N N N Belakang N N N N Belakang -

Perkusi : sonor Depan S S S S Belakang S S S S

Auskultasi : suara dasar vesikuler Depan + + + + Belakang + + + +

Suara tambahan : ronki (-/-), wheezing (-/-) Cor : Inspeksi : ictus cordis tampak Palpasi : ictus cordis kuat angkat Perkusi :

Batas kanan atas: SIC II linea midclavicularis dextra Batas kanan bawah: SIC V linea parasternalis dextra Batas kiri atas: SIC V linea midclavicularis sinistra Batas kiri bawah : SIC VI linea midclavicularis sinistra Auskultasi : Bunyi Jantung I/II reguler, murmur (+) Abdomen Inspeksi : : simetris, distended, dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, sikatriks (-) Auskultasi : peristaltik (N), dam contour (-), dam steifung (-) Palpasi Perkusi Extremitas Edema + + : nyeri tekan (-), teraba massa suprapubik : hipertimpani, ascites (+), nyeri ketok costovertebrae(+) : akral hangat, clubbing finger (-), sianosis (-)

4. Status Lokalis Regio Suprapubik Inspeksi Palpasi : tampak distensi, belum terpasang dower cateter : teraba massa, nyeri tekan (+)

Rectal Toucher : tonus sfingter ani dapat mencengkeram, ampula recti tidak kolaps, tidak teraba benjolan pada rectum, teraba pembesaran prostat dengan batas tidak teraba, konsistensi keras padat, sulcus medianus tidak teraba, permukaan licin tidak berbenjol, tidak ada nyeri tekan. Sarung tangan : feses (-), darah (-), lendir (-).

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium Parameter WBC Lymph# Mid# Hasil 5,6 0,9 0,4 Satuan x 103/uL x 10 /uL x 103/uL
3

Nilai Normal 4,0 10, 0 0,8 4,0 0,1 1,5

Gran# Lymph% Mid% Gran% HGB RBC HCT MCV MCH MCHC RDW-CV RDW-SD PLT MPV PDW PCT CT BT GLUCOSA SGOT SGPT TP ALBUMINE GLOBULINE UREA CREATININE UA CHOLESTEROL TG HDL LDL

4,3 16,2 6,9 76,9 7,7 2,51 () ()

x 103/uL % % % gr/dL x 106/uL % fL pg gr/dL % fL x 103/uL fL

2,0 7,0 20,0 40,0 3,0 15,0 50,0 70,0 11,0 16,0 3,50 5,50 37,0 54,0 80,0 100,0 27,0 34,0 32,0 36,0 11,0 16,0 35,0 56,0 100 300 6,5 12,0 9,0 17,0 0,108 0,282 5 11 15 60 115 0 38 0 40 6,6 8,3 3,5 5,5 2 3,9 10 50 0,7 1,4 3,4 7 140 200 36 165 35 150 0 190

21,9 87,5 30,6 35,1 14,0 49,0 239 7,4 15,5 0,176 7 2 130 46,9 12,6 6,2 3,6 2,6 113,94 () 8,88 4,2 182 187 41 104 () () () ()

% menit menit mg/dL U/I U/I gr/dL gr/dL gr/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL

2. Pemeriksaan Ultrasonografi

USG Urologi : Kedua ginjal tampak sangat membesar dengan ectasis grade IV (hidronephrosis grade IV bilateral) BPH dengan suspect Ca buli-buli

3. Pemeriksaan Electrocardiografi

E. RESUME Pasien adalah seorang laki-laki berusia 80 tahun, mengeluh sakit saat BAK sejak 1 bulan yang lalu, susah untuk memulai BAK kadang harus mengejan, sering BAK, tidak merasa puas setelah BAK, pancaran lemah dan kadang terputus saat BAK, pernah didapatkan darah saat BAK. Pemeriksaan fisik didapatkan distensi abdomen, ascites, hipertimpani, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok costovertebrae, teraba massa di regio suprapubik. Pemeriksaan dalam (RT) didapatkan tonus sfingter ani dapat mencengkeram kuat, ampula recti tidak kolaps, tidak teraba benjolan pada rectum, teraba pembesaran prostat dengan batas tidak teraba, konsistensi keras padat, permukaan licin tidak berbenjol, tidak ada nyeri tekan, pada sarung tangan tidak didapatkan feses, darah, ataupun lendir. Pada extremitas inferior didapatkan pitting edema. Pemeriksaan laboratorium darah didapatkan penurunan hemoglobin dan eritrosit, peningkatan glucosa, SGOT, urea, creatinin dan trigliseride.

10

Pemeriksaan USG urologi didapatkan kedua ginjal tampak sangat membesar dengan ectasis grade IV (hidronephrosis grade IV bilateral), BPH, dan suspect Ca buli-buli.

F. DIAGNOSA Benign Prostat Hyperplasia Chronic Kidney Disease

G. PLANNING 1. Planning Diagnosa Cystografi Lab elektrolit 2. Planning Terapi Infus NaCl + Drip Meylon 10 tpm Injeksi Furosemide II II 0 Injeksi Ranitidine 2 x 1 ampul Injeksi Metronidazole 3 x 1 ampul Infus PRC 1 kolf Pasang Dower Cateter Observasi vital sign dan produksi urine

11

WHO PSS (Prostate Symptom Score)


No 1. Tidak ada samasekali Adakah anda merasa buli0 buli tidak kosong setelah BAK Berapa kali anda hendak 0 BAK lagi dalam waktu 2 jam setelah BAK Berapa kali terjadi anda 0 tidak dapat menahan kemih Berapa kali terjadi arus 0 lemah sewaktu BAK Berapa kali terjadi anda 0 mengalami kesulitan memulai BAK Bangun tidur untuk BAK 0 Berapa kali anda bangun untuk BAK di waktu malam Andaikata cara BAK seperti anda alami sekarang ini akan seumur hidup tetap seperti ini bagaimana perasaan anda 0 Pertanyaan ( 1 bulan terakhir) <20% 1 Jawaban dan skor <50% 50% 2 3 >50% 4 Hampir selalu 5*

2.

3*

3.

1*

4. 5.

1 1

2 2

3 3

4 4*

5* 5

6. 7.

1x 1

2x 2

3x 3*

4x* 4

5 5

8.

Jumlah skor

: 25

Keterangan: 0 : baik sekali 1 : baik 2 : kurang baik 3 : kurang 4 : buruk 5 : buruk sekali Skor 0 7 : gejala ringan Skor 8 19 : gejala sedang Skor 20 35 : gejala berat

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. DEFINISI Benign Prostatatic Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat benigna sering terjadi pada laki-laki usia lanjut. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, yang biasanya dialami laki-laki berusia diatas 50 tahun. (Lee, 2006). Istilah BPH (Benign Prostatatic Hyperplasia) merupakan istilah histopatologis, yaitu hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat (Sjamsuhidajat dan Wim, 2004). Nodus pada BPH tampak solid atau mengandung rongga kistik. Secara mikroskopis nodus hiperplastik terdiri atas proliferasi elemen kelenjar dan stroma fibromuskulus dengan proporsi bervariasi (Kumar, Cotran, dan Robbins, , 2007). Di dunia, diperkirakan jumlah penderita BPH sebanyak 30 juta, jumlah ini terjadi hanya pada laki-laki karena pada perempuan tidak memiliki kelenjar prostat. (eMedicine, 2009). Jika dilihat berdasarkan usianya, insidensi BPH terjadi pada usia 40-an dan setelah usia meningkat usianya, dalam rentang usia 60 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50 % dan usia diatas 70 tahun persentasenya mencapai hingga 90 %.

13

B. ANATOMI PROSTAT Prostat merupakan organ kelenjar dari sistem reproduksi laki-laki serta merupakan kelenjar yang terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai menonjol pada masa pubertas. Secara anatomi, prostat berhubungan erat dengan vesica urinaria, uretra, ureter, vas deferens, dan vesica seminalis. Ukuran prostat normal adalah tinggi 3 cm yang merupakan diameter vertikal, lebar 4 cm pada dasar transversal, dan lebar anteroposterior 2,5 cm dan dilewati oleh uretra pars prostatica. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. McNeal membagi kelenjar prostat dalam 5 zona, antara lain zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskular anterior dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional; sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer (Purnomo, 2003).

Prostat merupakan glandula fibromuskular yang mempunyai bentuk seperti piramida terbalik dengan basis prostate menghadap ke arah collum vesicae. Basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesicae, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ lain. Uretra masuk bagian tengah dari basis prostat. Apex prostate menghadap ke arah diafragma urogenitale. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.

14

Prostat dikelilingi oleh capsula prostatica yaitu jaringan ikat pada permukaan prostat. Di luar capsula terdapat fascia prostatica yang membungkus capsula prostatica, merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis, yng ke arah caudal melanjutkan diri menjadi fascia diaphracmatis urogenitalis superior dan difiksasi pada symphisis osseum pubis oleh ligamentum puboprostaticum mediale (ligamentum pubovesicale). Selain difiksasi oleh ligamentum puboprostaticum mediale yang mengandung musculus puboprostaticus, juga difiksasi oleh ligamentum puboprostaticum laterale pada arcus tendineus fascia pelvis. Pada sisi lateral prostat, diantara fascia prostatica terdapat plexus venosus prostaticus. Plexus venosus prostaticus menerima vena dorsalis penis, meneruskan aliran darah venosus ke plexus venosus vesicalis dan selanjutnya bermuara ke dalam vena iliaca interna. Uretra berjalan vertikal menembus bagian anterior prostat. Basis prostat mempunyai hubungan erat dengan collum vesicae, kecuali di bagian lateral. Celah yang terbentuk diantaranya terisi oleh plexus venosus vesicoprostaticus dan ductus ejaculatorius.

Secara umum kelenjar prostat berbentuk tubuloalveolar dengan sedikit percabangan dan sejajar dengan epitel kuboid atau kolumner. Penyebaran sel neuroendokrin, yang fungsinya tidak diketahui, ditemukan diantara sel sekretorius. Dibawah sel epitel, sel basal terletak sejajar setiap

15

asinus dan akan menjadi stem sel untuk epitel sekretorius. Setiap asinus terlindungi oleh otot polos yang tipis dan jaringan ikat. Jaringan kelenjar membentuk tiga buah gugusan konsentris, dibedakan oleh lokasi duktus masing-masing ke dalam uretra, perbedaan lesi patologinya dan pada beberapa kasus berdasarkan embriologinya, yaitu : 1. Zona Anterior atau Ventral Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat. 2. Zona Perifer (Glandula Prostatica Propia) Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat. Sekitar 70% kanker prostat timbul pada zone ini dan umumnya disebabkan oleh prostatitis kronik. 3. Zona Sentralis Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zone ini mengandung 25% dari volume prostat dan membentuk kerucut disekeliling duktus ejakulatorius pada bagian dasar vesica urinaria. Zone ini memiliki

karakteristik secara struktural dan imunohistokimia yang berbeda dari bagian prostat yang lain, dan diduga berasal dari sistem duktus Wolffian (umumnya mirip dengan epididimis, vas deferens dan vesica seminalis) dimana bagian prostat yang lain berasal dari sinus urogenital. Berdasarkan hal tersebut zone sentral jarang terkena penyakit, hanya 1 5% adenokarsinoma yang timbul pada lokasi ini sekalipun terinfiltrasi oleh sel kanker dari zone yang berdekatan 4. Zona Transisional Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH). Benign Prostat Hypertrophy (BPH) umumnya muncul dari zone ini. BPH awalnya merupakan mikronodul kemudian berkembang membentuk makronodul disekitar tepi inferior dari urethra preprostatik tepat diatas verumontanum.

16

Makronodul ini selanjutnya menekan jaringan normal sekitarnya pada posteroinferior zone perifer dengan membentuk kapsul palsu disekitar jaringan hyperplasia. Perkembangan zone transisi ini menghasilkan gambaran lobus pada sisi atas urethra, Lobus ini pada saatnya akan menekan urethra pars prostatic dan preprostatik untuk menimbulkan gejala. Sekitar 20% dari adenocarsinoma terjadi pada zone ini. 5. Zona Periuretra Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH). Benign Prostat Hypertrophy (BPH) umumnya muncul dari zone ini. BPH awalnya merupakan mikronodul kemudian berkembang membentuk makronodul disekitar tepi inferior dari urethra preprostatik tepat diatas verumontanum. Makronodul ini selanjutnya menekan jaringan normal sekitarnya pada posteroinferior zone perifer dengan membentuk kapsul palsu disekitar jaringan hyperplasia. Perkembangan zone transisi ini menghasilkan gambaran lobus pada sisi atas urethra, Lobus ini pada saatnya akan menekan urethra pars prostatic dan preprostatik untuk menimbulkan gejala. Sekitar 20% dari adenocarsinoma terjadi pada zone ini

17

Batas-batas prostat : a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain. b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior. c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica (cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi vascia pelvis. d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (fascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis. e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus

18

ejaculatorius menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus. Prostat terbagi dalam beberapa lobus. Secara klinis prostat membentuk tiga buah lobus, yaitu dua buah lobus lateralis dan sebuah lobus medius. Kedua lobus lateralis dibagi oleh sulcus sentralis yang dapat dipalpasi pada pemeriksaan colok dubur dan dihubungkan satu sama lain disebelah ventral urethra oleh isthmus prostatae, yang tidak tampak dari luar. Lobus lateralis merupakan pembentuk massa prostat yang utama.

Lobus medius, merupakan bagian yang berbentuk kerucut dari prostat dan terletak antara kedua ductus ejaculatorius dan urethra. Mempunyai ukuran ukuran yang bervariasi, terletak menonjol ke dalam urethra pars cranialis pada permukaan posterior, dan menyebabkan terbentuknya uvula vesicae. Hypertrofi lobus medius dapat menghalangi pengeluaran urine. Pembagian lobus ini tidak mempunyai hubungan dengan struktur histologik pada prostat normal, tetapi umumnya berhubungan dengan pembesaran patologik dari zone transisional bagian lateral dan kelenjar periurethral pada bagian sentral.

19

VASKULARISASI DAN ALIRAN LYMPHE a. Arteri : Ramus prostaticus dipercabangkan oleh arteria vesicalis inferior. Prostat seringkali juga mendapatkan suplai darah darah dari percabangan arteria rectalis superior. Apabila ada arteria rectalis media maka ada percabangannya yang mensuplai prostat. b. Vena : Pembuluh vena berjalan memasuki plexus venosus prostaticus disekitar sisi anterolateral prostat, sebelah posterior ligamentum arcauata pubic dan bagian bawah dari symphisis pubis, sebelah anterior dari vesica urinaria dan prostat. Aliran utama berasal dari vena dorsalis penis profunda. Plexus juga menerima ramus anterior vesicalis (plexus venosus vesicalis) dan prostatic (yang menghubungkan dengan plexus vesicalis dan vena pudenda interna) dan mengalirkan / bermuara kedalam vena vesicalis dan vena iliaca interna. c. Limfe : Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan menuju ke lymphonodus iliacus internus. Ada juga yang menuju ke lymphonodus iliacus externus dan lymphonodus sacralis Pembuluh-pembuluh lymphe dari vas deferens berakhir pada lymphonodus iliacus externus, sedangkan yang berasal dari vesica seminalis mengalir ke lymphonodus iliacus internus dan externus.

20

INNERVASI Prostat menerima serabut-serabut saraf sympathis dan

parasympathis dari plexus nervosus prostaticus. Serabut-serabut parasympathis berasal dari medulla spinalis segmen sacralis. Inervasi sympathis dan parasympathis dari plexus pelvis berjalan sepanjang prostat sampai nervus cavernosa. Saraf mengikuti cabang dari arteri capsular untuk

mempercabangkan pada bagian kelenjar dan stromal. Saraf parasympathis berakhir pada acinus dan merangsang sekresi, serabut sympathis menyebabkan kontraksi otot polos dari kapsul dan stroma. Penghambatan alfa-1 adrenergik mengurangi tonus stroma prostat dan tonus spinkter preprostatik dan meningkatkan laju aliran kencing pada orang dengan BPH (benign prostat hypertrophy), hal ini menjelaskan bahwa penyakit ini mempengaruhi stroma dan epitel. Gabungan peptidergic dan nitric oxida yang dikandung neuron juga telah ditemukan pada prostat dan bisa menyebabkan relaksasi otot polos. Neuron afferen dari prostat berjalan sepanjang plexus pelvis sampai pelvis dan pusat spinal thoracolumbar. Suatu blok prostatik mungkin bisa didapatkan dengan menyuntikkan anestesi lokal ke dalam plexus pelvis.

21

C. FISIOLOGI PROSTAT Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan(Brunner & Suddarth, 2001). Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersamasama sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol (Mulyono, 1995).

D. ETIOLOGI Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT), proses fisiologi, hormon dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara

22

estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel prostat/ apoptosis, (5) Teori Stem sel dan, (6) Teori Reawakening (Raharjo, 1996). 1. Teori Dihidrotestosteron Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal (Raharjo, 1996). 2. Ketidakseimbangan antara Estrogen Testosterone Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan

menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 3. Interaksi Stroma Epitel (Teori Growth Factors) Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui

23

suatu mediator (growth factor) tertentu. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor- (TGF-), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat. 4. Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis) Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan

massa prostat. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat (Rosemary et all, 2005). 5. Teori stem cell hypotesis Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal. 6. Teori Reawakening Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan

24

kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.

E. FAKTOR PREDISPOSISI 1. Kadar Hormon Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5-reductase, yang memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat (Umbas, 1995). 2. Usia Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam

mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala. Testis

menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron, besar

dihidrotestosteron dan

androstenesdion. Testosteron sebagian 5-alfa-reduktase menjadi

dikonversikan oleh enzim

dihidrotestosteron

yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu libido, pertumbuhan otot dan mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas. 3. Ras Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah. 4. Riwayat keluarga Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin

25

banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat 2 kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 2-5 kali. Dari penelitian terdahulu didapatkan OR sebesar 4,2 (95%, CI 1,7-10,2) 5. Obesitas Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe bentuk tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di bagian pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama organ seksual kehilangan kelenturannya, selain itu deposit

lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis (Ramon, 2002). Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki biasanya berupa penimbunan lemak pada abdomen. 6. Pola Diet Suatu studi menemukan adanya hubungan antara penurunan risiko BPH dengan mengkonsumsi buah dan makanan mengandung kedelai yang kaya akan isoflavon. Kedelai sebagai estrogen lemah mampu untuk memblokir reseptor estrogen dalam prostat terhadap estrogen. Jika estrogen yang kuat ini sampai menstimulasi reseptor dalam prostat, dapat menyebabkan BPH. Studi demografik menunjukkan adanya insidensi yang lebih sedikit timbulnya penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia yang banyak mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu genistein dan daidzein, secara langsung mempengaruhi metabolisme testosteron. Risiko lebih besar terjadinya BPH adalah mengkonsumsi margarin dan mentega, yang termasuk makanan yang mengandung lemak jenuh. Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi (terutama lemak hewani), lemak berlebihan dapat merusak keseimbangan hormon yang berujung pada berbagai penyakit.

26

7. Aktivitas Seksual Kelenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan hormon laki-laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosteron. 8. Kebiasaan merokok Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron (Ramon 2002). 9. Kebiasaan minum-minuman beralkohol Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting untuk prostat yang sehat. Zinc sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat menggunakan zinc 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zinc membantu mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran hormon testosteron kepada DHT. 10. Olah raga Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit mengalami gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil. Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat otot sekitar pinggul dan organ seksual. 11. Penyakit Diabetes Mellitus Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-

27

laki dengan penyakit Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi normal.

F. PATOFISIOLOGI Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik (Rosemary et all, 2005). Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi (Rosemary et all, 2005). Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

28

Hiperplasia Prostat Penyempitan lumen uretra posterior Tekanan intravesika meningkat Buli-buli : Ginjal dan ureter : Hipertrofi otot detrusor Refluks VU Trabekulasi Hidroureter Selula Hidronefrosis Divertikel buli-buli Gagal ginjal Dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut adalah fase kompensasi yang apabila

diverkel. Fase penebalan detrusor

berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Gambar. Prostat yang mengalami pembesaran (nampak pada sistoskopi)

Gambar. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih

29

G. MANIFESTASI KLINIS 1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)5 Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi : Obstruksi Iritasi Hesistansi Frekuensi Pancaran miksi lemah Nokturi Intermitensi Urgensi Miksi tidak puas Disuria Urgensi dan disuria jarang terjadi, Distensi abdomen jika ada disebabkan oleh Terminal dribbling (menetes) ketidakstabilan detrusor sehingga Volume urine menurun terjadi kontraksi involunter. Mengejan saat berkemih Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu: Volume kelenjar periuretral Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat Kekuatan kontraksi otot detrusor Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut. Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara lain : Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-) Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski. Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta

30

untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.

Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaanpertanyaan untuk menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar antara 0-29. Skor <> 20 berat. Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita tidak menilai sendiri derajat keluhannya. Perbedaan ini yang mendasari mengapa skor Madsen-Iversen digunakan di Sub Bagian Urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo (Mulyono, 1995).

31

2. Gejala saluran kemih bagian atas Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/ urosepsis). 3. Gejala di luar saluran kemih Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004). Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth, 2001). Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu: Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.

32

Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

H. DIAGNOSIS 1. PEMERIKSAAN FISIK Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE ) Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat

memberikangambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain sepertibenjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan : Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal Adakah asimetri Adakah nodul pada prostat Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr.

Gambar. Pemeriksaan Colok Dubur

33

Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal ( ingat tidak ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang ditimbulkannya), permukaan licin dan konsistensi kenyal. Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli penuh (ditemukan massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi. Daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih ratarata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 8 ml/detik, sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.

34

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG a) Pemeriksaan Laboratorium 1) Sedimen urin Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi, hematuri atau inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau glukosa. 2) Kultur urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan 3) Faal ginjal Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas. Pengukuran kadar elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk menilai fungsi ginjal dari pasien. Insufisiensi ginjal dapat ditemukan pada 10% pasien dengan prostatism dan memerlukan pemeriksaan radiologi saluran kemih bagian atas. Pasien dengan insufisiensi ginjal mempunyai risiko yang tinggi mengalami komplikasi post-operasi setelah pembedahan BPH. 4) Gula darah Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan neurogenik) 5) Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen) Jika curiga adanya keganasan prostat. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti: (a) pertumbuhan volume prostat lebihcepat, (b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih buruk, dan (c) lebih mudahterjadinya retensi urine akut. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli

35

b) Pemeriksaan Patologi Anatomi BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola

fibroadenomyomatous hyperplasia.

Gambar. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia c) Pemeriksaan Radiologis Foto polos abdomen (BNO) Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat. Pielografi Intravena (IVP) Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling

defect/indentasi prostat pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit (trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli buli). Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.

36

Sistoskopi Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah cystoscope, berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar. Gambaran sistoskopi benigna prostat hiperplasi Transrektal Ultrasonografi (TRUS) Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat. Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur volume prostat, caranya antara lain : i. Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area horizontal diukur dari dasar sampai puncak.

37

ii. Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height) ,lebar (W/width) rumus : (H x W x L). dan panjang (L/length) dengan

Gambar. TransRectal Ultrasound USG Transabdominal Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer adalah surgical capsule. USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya

hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Gambar. Gambaran USG Prostat normal

38

Gambar. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia Sistografi Buli

Gambar. Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat Hiperplasia d) Pemeriksaan Lain Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur: Residual urin : Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan

kateterisasi/USG setelah miksi. Pancaran urin/flow rate : Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin. Post-void residual mengukur

39

jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.

I. DIAGNOSIS BANDING Proses miksi bergantung pada kekuatan kontraksi detrusor, elastisitas leher kandung kemih dengan tonus ototnya dan resistensi uretra. Setiap kesulitan miksi disebabkan oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut. Kelemahan detrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (kandung kemih neurologik), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropatia diabetes, bedah radikal yang mengorbankan persarafan di daerah pelvis, penggunaan obat penenang, obat penghambat reseptor ganglion da parasimpatolitik. Kekakuan leher vesika disebabkan oleh proses fibrosis, sedangkan resistensi uretra disebabkan oleh pembesaran prostat jinak atau ganas, tumor di leher kandungkemih, batu di uretra atau striktur uretra. Kelainan tersebut dapat dilihat dengan sistokopi. Kelemahan detrussor kandung kemih : Gangguan neurologik Kelainan medulla spinalis Neuropati diabetes mellitus Pasca bedah radikal di pelvis Farmakologik (obat penenang, penghambat alfa, parasimpatolitik)

Kelakuan leher kandung kemih Fibrosis Resistensi uretra Hipertrofi prostat ganas atau jinak Kelainan yang menyumbat uretra Uretralithiasis Uretritis akut atau kronik

40

J. PENATALAKSANAAN Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Tabel. Pilihan terapi pada BPH Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan teknologi yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi bedah minimal invasif yang memerlukan teknologi canggih serta tingkat keterampilan yang tinggi. Watchful Waiting Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas seharihari. Pasien tidak mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3)

41

batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama. Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain. Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase. 1. Penghambat reseptor adrenergik Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH. Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan. Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

Gambar. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinaria

42

2. Penghambat 5 reduktase Obat ini bekerja dengan

cara

menghambat

pembentukan

dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

Gambar. Model Aksi Penghambat 5 reduktase Contoh obat penghambat 5 -reduktase berdasarkan tipenya : Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI Proscar (finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI 3. Fikofarmaka Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

43

Klasifikasi terapi dan dosis yang direkomendasi pada BPH Klasifikasi Alpha-blockers - Nonselective Phenoxybenzamin - Alpha-1, short-acting prozasin - Alpha-1, long acting Terazosin Doxazosin - Alpha-1a selective Tamsulosin Alfuzosin 5-alpha-reductase inhibitor - Finasteride - Dutasteride - Subcutaneus implant - Triptorelin pamoate ( Tanagho dan Mc aninch, 2008) Terapi Invasif Minimal Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan. Dosis Oral

2 x 10mg /hari 2 x 2 mg/hari 5 mg atau 10 mg/hari 4 mg atau 8 mg/hari 0.4 atau 0,8 mg/hari 10 mg/hari 5 mg/hari 0,5 mg/hari Tiap tahun 3,75 mg / bulan

Microwave transurethral Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih selama prosedur. Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

44

Gambar. Microwave Transurethral Transurethral jarum ablasi Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

Gambar. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal Transurethral balloon dilation of the prostate Pada tehnik ini, dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter.

45

Teknik ini efektif pada pasien dengan prostat kecil, kurang dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementara sehingga cara ini sekarang jarang digunakan. Terapi Pembedahan Endourologi Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya adalah: Retensi urine karena BPO Infeksi saluran kemih berulang karena obstruksi prostat Hematuria makroskopik Batu buli-buli karena obstruksi prostat Gagal ginjal yang disebabkan obstruksi prostat, dan Divertikulum buli buli yang cukup besar karena obstruksi Transurethral resection of the prostate (TURP) Sembilan puluh lima persen prostatektomi sederhana dapat dilakukan secara endoskopi. Sebagian besar prosedur ini menggunakan teknik anestesi spinal dan memerlukan 1-2 hari perawatan di rumah sakit. Skor keluhan dan perbaikan laju aliran urine lebih baik dibandingkan terapi lain yang bersifat minimal invasive. Risiko TURP meliputi ejakulasi retrograd (75%), impotensi (5-10%), dan inkontinensia (<1%). TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%.

Gambar. (a)alat TURP,(b)cara melakukan TURP,(c)uretra prostatika pasca TURP

46

Komplikasi operasi antara lain perdarahan, striktur uretra, atau kontraktur pada leher kandung kemih, perforasi dari kapsul prostat dengan ekstravasasi, dan pada kondisi berat terjadi sindroma TUR yang disebabkan oleh keadaan hipervolemik dan hipernatremia akibat absorbsi cairan irigasi yang bersifat hipotonis. Manifestasi klinis sindroma TUR antara lain nausea, muntah, hipertensi, bradikardi, confusing, dan gangguan penglihatan. Risiko terjadinya sindroma TUR meningkat pada reseksi yang lebih dari 90 menit. Penatalaksanaan meliputi diuresis dan pada kondisi berat diberikan larutan hipertonis.5 Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) Pria dengan keluhan sedang sampai berat dan ukuran prostat yang kecil sering didapatkan adanya hyperplasia komisura posterior (terangkatnya leher kandung kemih). Pasien tersebut biasanya lebih baik dilakukan insisi prostat.

Gambar. Prosedur Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) Prosedur TUIP lebih cepat dan morbiditasnya lebih rendah dibandingkan TURP. Teknik TUIP meliputi insisi dengan pisau Collin pada posisi jam 5 dan 7. Insisi dimulai di arah distal menuju orifisium ureter dan meluas ke arah verumontanum.5 Terapi Pembedahan Terbuka Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat

47

digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%. Prostatektomi Terbuka Sederhana Ketika ukuran prostat terlalu besar untuk direseksi secara endoskopi, enukleasi terbuka dapat dilakukan. Kelenjar prostat yang lebih dari 100 g biasanya merupakan indikasi enukleasi terbuka. Prostatektomi terbuka juga dilakukan pada pasien dengan disertai divertikulum atau batu buli atau jika posisi litotomi tidak mungkin dilakukan.

Operasi Laser Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

48

Gambar. Operasi laser pada prostat Interstitial laser coagulation Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya.

Gambar. Interstitial Laser Coagulation Potoselectif vaporisasi prostat (PVP) PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

49

Gambar. Potoselectif vaporisasi prostat (PVP)

K. KOMPLIKASI Apabila buli buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu menampung urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli buli. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis. Pada waktu miksi pasien harus mengedan shingga lama kelamaan dapatmenyebabkan hernia atau hemoroid. Jadi, dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut: Inkontinensia Paradoks Batu Kandung Kemih Hematuria Sistitis Pielonefritis Retensi Urin Akut Atau Kronik Refluks Vesiko-Ureter

50

Hidroureter Hidronefrosis Gagal Ginjal

L. PENCEGAHAN Sekarang sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak,yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat kerja enzim 5-alphareduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH)5. Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar. Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di antaranya adalah : Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat berkembang menjadi kanker prostat. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat,lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan pengeluaranair seni dan mendukung fungsi ginjal. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan kesusunan syaraf pusat. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma. Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain: Mengurangi makanan kaya lemak hewan Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai) Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari

51

Berolahraga secara rutin Pertahankan berat badan ideal

M. PROGNOSIS Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat.Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada priasetelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.

52

DAFTAR PUSTAKA
1. AUA practice guidelines committee. 2003. AUA guideline on management of benign prostatic hyperplasia (2003). Chapter 1: diagnosis and treatment recommendations. J Urol 170: 530- 547, 2. Barry MJ, Fowler FJ, OLeary MP, et al. 1992. The American Urological Association Symptom Index for Benign Prostatic Hyperplasia. J Urol. H 148: 1549 3. Bickley, L.S, Szilagyi, P,G. 2008. Anus, Rektum dan Prostat dalam Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Ed 5. Jakarta: EGC. H 214 4. Dawson C dan Whitfield H. 1996. ABC urology:Bladder outflow obstruction. BMJ, 767. 5. Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, A.L., 2007. Sistem Genitalia Laki-laki dalam Buku Ajar Patologi Ed.7. Jakarta: EGC. H 745 6. Kirby M. Management of benign prostatic hyperplasia (BPH) in a primary care setting. http://www.urohealth.org/editorials/display_edit 7. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. Schwartzs. Principles of Surgery 8th Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2005 8. Lepor H dan Lowe FC. 2002.Evaluation and nonsurgical management of benign prostatic hyperplasia. Dalam: Campbells urology, edisi ke 7. editor: Walsh PC, Retik AB, Vaughan ED, dan Wein AJ. Philadelphia: WB Saunders Co. H.1337-1378, 9. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani. 2000. Pembesaran Prostat Jinak. Dalam: Kapita selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta ; 329-344. 10. Moore, K.L., Anne, M.R. 2002. Abdomen dalam Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates. h:164-7. 11. Mulyono, A. 1995. Pengobatan BPH Pada Masa Kini. Dalam : Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 40-48.5. 12. Putz, R, Reinhard, P. 2006. Organ Visera Pelvis dan Ruang Retroperitoneal dalam Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 . Ed 22. 13. Purnomo, 2003. Dasar-dasar Urologi. Ed 2. Jakarta: Sagung Seto. H 69-84.

53

14. Rahardjo, J. 1996. Prostat Hipertropi. Dalam : Kumpulan Ilmu Bedah. Binarupa aksara, Jakarta ; 161-703. 15. Ramon P, Setiono, Rona, Buku Ilmu Bedah, Fakultas KedokteranUniversitas Padjajaran ; 2002: 203-75. 16. Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC. 1994. 17. Sjafei, M. 1995. Diagnosis Pembesaran Prostat Jinak. Dalam :

Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan Penerbit IDI, Jakarta ; 6-17 18. Sjamsuhidajat, R., Wim, de Jong. 2004. Saluran Kemih dan alat kelamin lakilaki dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. h: 782-619. Tanagho, E.A dan Mc aninch, J.W, 2008. Smiths General Urology. McGraw-Hill Companies, USA 20. Umbas, R. 1995. Patofisiologi dan Patogenesis Pembesaran Prostat Jinak. Yayasan penerbit IDI, Jakarta ; 1-52.

54

Anda mungkin juga menyukai