Anda di halaman 1dari 10

Prosiding

Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008


Universitas Lampung, 17-18 November 2008

PENGGUNAAN BAHAN PAKAN BERDASARKAN IMBANGAN


KARBOHIDRAT DAN PROTEIN YANG DIKANDUNGNYA SEBAGAI BAHAN
PENYALUT DALAM MIKROENKAPSULASI MINYAK IKAN

Montesqrit
*
Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Kampus Limau Manis Padang
Email : Montesqrit@yahoo.com

ABSTRACT

Microencapsulation is useful to protect fish oil from oxidation and convert it from liquid
to a powder form in order to simplify the handling and transporting system. Some feedstuffs like
wheat bran, soybean meal, meat and bone meal could be used as coating materials. The
objectives of this research were to evaluate the effect of using materials with various ratios of
carbohydrate to protein (3:1, 2:1, 1:1, 1:2 and 1:3) as coating materials. The characteristics of
the microcapsule were evaluated based on the percentage of the encapsulated oil,
unencapsulated oil and encapsulation efficiency. The higher protein content in coating
materials caused the higher percentage of the encapsulated oil and the encapsulation efficiency
obtained, but lower the unencapsulated oil.

Kata kunci: Feedstuffs, coating materias, microencapsulated, fish oil

1. PENDAHULUAN

Mikroenkapsulasi minyak ikan adalah suatu proses mengubah komponen dalam bentuk
minyak ke dalam bentuk padat, dimana droplet kecil dari minyak diperangkap oleh matrik
kering dari protein atau karbohidrat (Shahidi dan Han 1993; Heinzelmann et al. 2000). Tujuan
dari mikroenkapsulasi tersebut adalah melindungi asam lemak ω-3 yang terdapat dalam minyak
ikan dari oksidasi dan pengolahan, mengubah minyak ikan menjadi bentuk tepung, menutupi
aroma amis dari minyak ikan dan meningkatkan daya simpan (Andersen 1995; Keogh et al.
2001; Subramanian dan Stagnitti 2004).
Komponen mikroenkapsulasi terdiri atas bahan inti dan bahan penyalut. Bahan inti adalah
bahan yang diperangkap sedangkan bahan penyalut merupakan bahan yang dapat memerangkap
bahan inti dalam proses mikroenkapsulasi. Penggunaan bahan penyalut dalam proses
mikroenkapsulasi bertujuan mempertahankan dan menyaluti komponen aktif minyak ikan
terhadap perlakuan panas selama proses pengeringan serta mempermudah atau mempercepat
proses pengeringan.
Bahan penyalut yang umum digunakan untuk mengubah minyak menjadi partikel-partikel
padat adalah bahan murni (pure material) yang mengandung satu macam zat makanan yaitu
berupa karbohidrat ataupun protein. Bahan yang mengandung karbohidrat di antaranya dekstrin,
maltodekstrin, corn syrup solid dan gum arab. Bahan yang mengandung protein adalah
ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 59
Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

gelatin, kasein, isolat protein kedele dan whey protein isolat. Permasalahan dalam penggunaan
bahan penyalut ini adalah harganya yang mahal sehingga mikrokapsul yang dihasilkan tidak
ekonomis untuk digunakan dalam ransum ternak.
Bentuk kombinasi antara kandungan karbohidrat dan protein lebih meng-untungkan
dalam proses mikroenkapsulasi karena dapat meningkatkan stabilitas minyak terhadap
kerusakan oksidatif, dinding mikrokapsul dapat menghasilkan produk yang mudah direhidrasi
(Lin et al. 1995). Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dipelajari penggunaan bahan
penyalut alternatif. Bahan yang potensial digunakan sebagai bahan penyalut alternatif adalah
bahan pakan yang mengandung banyak zat makanan didalamnya baik karbohidrat, protein
maupun zat makanan lainnya. Bahan pakan tersebut di antaranya dedak gandum sebagai
sumber karbohidrat, tepung daging dan tulang dan bungkil kedele sebagai sumber protein.
Bahan-bahan tersebut harganya murah dibandingkan dengan bahan penyalut yang biasa
digunakan, banyak tersedia di lapangan dan dapat dikonsumsi ternak dengan baik karena sudah
biasa digunakan sebagai bahan pakan.
Efektivitas penggunaan bahan alternatif tersebut berdasarkan imbangan karbohidrat dan
protein sebagai bahan penyalut belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan menentukan
imbangan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut berdasarkan kandungan
karbohidrat dan protein dari bahan pakan yang digunakan sebagai bahan penyalut alternatif.

2. METODE PENELITIAN

Bahan utama yang digunakan adalah minyak ikan lemuru yang diperoleh dari hasil
samping pengolahan tepung ikan dari Muncar, Banyuwangi. Bahan pakan sebagai bahan
penyalut alternatif dalam mikroenkapsulasi digunakan dedak gandum, bungkil kedele dan
tepung daging dan tulang. Lesitin kedele digunakan sebagai emulsifier. Berbagai bahan
kimia lain digunakan dalam pemurnian minyak ikan dan analisis kadar minyak. Peralatan yang
digunakan antara lain gelas piala, gelas ukur, stirrer, timbangan analitik, homogenizer dan spray
dryer.
Penentuan imbangan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut disusun
berdasarkan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan pakan. Berdasarkan hal tersebut
maka terbentuk lima macam perlakuan yaitu 3 : 1, 2 : 1, 1 : 1, 1 : 2 dan 1 : 3. Bahan penyalut
alternatif digunakan bahan pakan seperti dedak gandum, bungkil kedele dan tepung daging dan
tulang yang dalam penelitian sebelumnya diketahui dapat berfungsi sebagai bahan penyalut
(Montesqrit, 2004), sebagai emulsifier digunakan lesitin kedele. Emulsifier ditambahkan untuk
membantu agar emulsi antara minyak dan bahan penyalut dapat bercampur dengan sempurna.
Prosedur pembuatan mikrokapsul diawali dengan menimbang bahan-bahan alternatif
yang digunakan sebagai bahan penyalut (x gram) sesuai dengan perlakuan, dan selanjutnya
ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 60
Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

bahan-bahan tersebut dilarutkan dalam air. Minyak ikan sebanyak 25% dari berat bahan
penyalut (y gram) dan lesitin kedele 2.5% dari berat minyak ikan (z gram) diaduk selama 15
menit pada suhu 40 – 500C. Larutan bahan penyalut dan minyak ikan dicampur dan
dihomogenisasi selama 10 menit, selanjutnya dikeringkan dengan pengering semprot pada suhu
inlet 1800C dan suhu outlet 900C.
Peubah yang diamati meliputi: kadar minyak terkapsul dengan metode soxhlet
(Apriyantono et al. 1989), kadar minyak tidak terkapsul (Wanasundara dan Shahidi 1995) dan
nilai % efisiensi enkapsulasi (Lin et al. 1995). Rancangan percobaan digunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) menurut Steel dan Torrie (1993) dengan lima macam perlakuan dan
empat ulangan. Data hasil percobaan dianalisis dengan analisis sidik ragam (Anova), jika ada
perbedaan nyata antar perlakuan dilakukan uji Duncan Multiple Range Test.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar pengamatan mikrokapsul minyak ikan yang dihasilkan akibat pengaruh


perlakuan imbangan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut dapat dilihat pada Gambar 1.
Mikrokapsul yang dihasilkan berbentuk tepung yang halus. Mikrokapsul minyak ikan yang
berbentuk tepung mempunyai kelebihan dibandingkan dengan minyak ikan dalam bentuk cair.
Keuntungan yang diperoleh dari mikrokapsul tersebut di antaranya: berkurangnya bau amis dari
minyak ikan, terlindunginya asam lemak ω-3 dari oksidasi, praktis dalam penggunaannya dan
memudahkan dalam pengemasan serta rendahnya kadar air sehingga lebih awet disimpan dalam
jangka waktu yang lama tanpa kerusakan asam lemak ω-3. Menurut Andersen (1995) daya
simpan asam lemak ω-3 lebih dari 2 tahun dengan proses mikroenkapsulasi. Berdasarkan hal
tersebut mikrokapsul minyak ikan dapat digunakan untuk aplikasi lebih lanjut.

M31 M21 M11 M12 M13

Keterangan : M31s – M13s = imbangan karbohidrat dan protein


Gambar 1. Perlakuan imbangan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut terhadap
mikrokapsul minyak ikan lemuru
Perbedaan warna dipengaruhi oleh imbangan karbohidrat dan protein. Semakin
menurun imbangan karbohidrat dan protein semakin gelap warna mikrokapsul yang dihasilkan.
Imbangan karbohidrat dan protein yang rendah menyebabkan berkurangnya bagian karbohidrat
dalam bahan penyalut. Karbohidrat yang digunakan dalam penelitian ini berwarna putih
ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 61
Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

sehingga mempengaruhi hasil mikrokapsul dibandingkan dengan sumber protein yang banyak
mengandung tepung daging dan tulang yang bewarna coklat tua sehingga mikrokapsul juga
bewarna gelap. Karakteristik mikrokapsul berupa warna, tekstur dan ukuran partikel tidak
terlalu diperhitungkan dalam pencampuran ke dalam ransum ternak.
Karakteristik mikrokapsul minyak ikan yang perlu diperhatikan dalam aplikasi ke dalam
ransum ternak adalah kadar minyak terkapsul, kadar minyak tidak terkapsul dan efisiensi
enkapsulasi. Karakteristik mikrokapsul tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik mikrokapsul dengan perlakuan imbangan karbohidrat dan protein

Perlakuan Jumlah minyak Kadar minyak Kadar minyak Efisiensi


(g)* terkapsul tidak terkapsul enkapsulasi
(%)** (%)** (%)***
M31 22.32 9.32d
3.02 41.94d
M21 22.72 13.58 c
1.40 60.03c
M11 23.41 15.94 b
2.39 68.46b
M12 23.94 18.46a 4.58 77.52a
M13 24.17 18.15 a
5.86 75.48a
Keterangan: Supeskrip dengan huruf yang tidak sama kearah kolom menunjukkan berbeda
(P<0.01)
M 31 : imbangan karbohidrat dan protein 3 : 1
M 21 : imbangan karbohidrat dan protein 2 : 1
M 11 : imbangan karbohidrat dan protein 1 : 1
M 12 : imbangan karbohidrat dan protein 1 : 2
M 13 : imbangan karbohidrat dan protein 1 : 3
Jumlah minyak ikan yang digunakan dan total padatan sama pada semua
perlakuan yaitu sebesar 20g dan 100.5g.
*
Minyak yang digunakan (20g) ditambah kadar lemak bahan penyalut
**
Dihitung berdasarkan % dari berat mikrokapsul
***
Efisiensi enkapsulasi (%) = kadar minyak terkapsul (%) x total padatan (g) x 100
minyak + lemak bahan penyalut (g)

3.1 Kadar minyak terkapsul

Kadar minyak terkapsul berarti jumlah kandungan minyak yang terdapat dalam
mikrokapsul. Jumlah minyak terkapsul yang diperoleh berkisar antara 9.32 – 18.46% dari
berat mikrokapsul (Tabel 1) atau sebesar 46.6 – 92.3% dari berat minyak ikan yang digunakan
dalam proses mikroenkapsulasi. Jumlah minyak ikan yang digunakan dalam proses
mikroenkapsulasi adalah sebesar 25% dari bahan penyalut, sehingga dalam 100% mikrokapsul
terkandung 80% bahan penyalut dan 20% minyak ikan.
Perlakuan dengan imbangan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut 1 : 2 dan 1 : 3
(Tabel 1) menghasilkan kadar minyak terkapsul (P<0.01) lebih tinggi. Hal ini disebabkan
oleh tingginya kandungan protein dalam bahan penyalut. Kandungan molekul protein dalam
bahan penyalut mengandung bagian yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik. Sifat-sifat tersebut

ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 62


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

mampu membuat emulsi lebih stabil selama proses mikroenkapsulasi berlangsung. Menurut
Walstra (1988) protein mampu menstabilkan droplet emulsi yang terbentuk selama
homogenisasi. Adanya kemampuan protein tersebut membuat emulsi lebih stabil sehingga
dapat melindungi minyak sewaktu dilakukan pengeringan. Selanjutnya sifat-sifat yang
dimiliki protein tersebut memberikan karakteristik fungsionil yang dibutuhkan untuk
mengenkapsulasikan minyak (Kinsella 1984; Leman dan Kinsella 1989).
Sebaliknya kandungan karbohidrat yang tinggi dalam bahan penyalut (imbangan
karbohidrat dan protein 3 : 1 dan imbangan 2 : 1) menyebabkan kadar minyak terkapsul lebih
rendah. Hal ini disebabkan oleh karbohidrat tidak bersifat lipofilik sehingga kurang mampu
melindungi minyak dari panas pengeringan, sehingga banyak minyak yang keluar dari dalam
mikrokapsul. Menurut Kenyon (1992) bahan yang tidak bersifat lipofilik dalam proses
mikroenkapsulasi menyebabkan kestabilan emulsi dan minyak yang terkapsulkan rendah.
Berdasarkan hal tersebut kombinasi imbangan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut
perlu diperhatikan agar diperoleh produk mikroenkapsulasi yang baik.
Kombinasi kandungan karbohidrat dan protein sebagai bahan penyalut dalam
mikroenkapsulasi sangat penting. Jika kandungan karbohidrat saja digunakan tanpa ditambah
bahan penyalut yang mengandung protein menyebabkan kadar minyak terkapsul rendah. Hasil
penelitian Afeli (1998) dengan menggunakan hanya sumber karbohidrat sebagai bahan penyalut
didapatkan kadar minyak terkapsul sebesar 3.66%, setelah sumber protein ditambahkan sebagai
bahan penyalut didapatkan kadar minyak terkapsul meningkat 5 – 9%. Rendahnya kadar
minyak terkapsul tersebut menurut Bangs dan Rennecius (1988) disebabkan oleh bahan
penyalut yang berasal dari karbohidrat mempunyai sifat-sifat interfacial yang rendah dan harus
dibantu dengan bahan penyalut yang berasal dari protein untuk mengenkapsulasikan bahan yang
mengandung minyak.
Komposisi imbangan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut terhadap kadar
minyak terkapsul juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sustriawan (2002) mendapatkan
mikrokapsul minyak ikan tuna dengan imbangan karbohidrat dan protein 1 : 1 diperoleh kadar
minyak terkapsul sebesar 10.08%. Sebelumnya Afeli (1998) mendapatkan kadar minyak
terkapsul dari mikrokapsul minyak ikan tuna dengan imbangan karbohidrat dan protein 1 : 2
lebih tinggi dibandingkan dengan imbangan 1 : 1 dan 1 : 0 masing-masing sebesar 7.7%, 5.25%
dan 3.7%. Hasil yang diperoleh oleh kedua peneliti tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan hasil penelitian yang didapat, dimana pada imbangan karbohidrat dan protein 1 : 1 dan 1
: 2 diperoleh kadar minyak terkapsul masing-masing sebesar 15.9 dan 18.5% (Tabel 1).
Tingginya kadar minyak terkapsul yang diperoleh dalam penelitian ini kemungkinan
disebabkan oleh imbangan minyak dan penyalut yang digunakan serta penggunaan emulsifier.
Kedua peneliti sebelumnya menggunakan imbangan minyak dan penyalut 1 : 2 dan penggunaan

ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 63


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

emulsifier 0 dan 1%. Menurut Lin et al. (1995) dan Thies (1996) imbangan minyak dan bahan
penyalut dan tingkat emulsifier yang digunakan dapat mempengaruhi jumlah minyak terkapsul.
Lin et al. (1995) menyatakan penambahan lesitin kuning telur sebagai emulsifier dalam
mikroenkapsulasi minyak cumi-cumi sebesar 12% dari berat minyak yang digunakan
didapatkan kadar minyak terkapsul meningkat dari 23.89% menjadi 30.42%.
Imbangan minyak dan penyalut yang digunakan dalam percobaan ini menghasilkan kadar
minyak terkapsul lebih baik dalam percobaan sebelumnya sehingga dapat menghasilkan kadar
minyak terkapsul lebih tinggi. Disamping itu penggunaan emulsifier dapat menurunkan
tegangan permukaan sehingga memungkinkan percampuran minyak dengan bahan penyalut
dapat berjalan dengan baik akibatnya menghasilkan kadar minyak terkapsul lebih tinggi.
Emulsifier yang digunakan dalam percobaan ini adalah lesitin kedele dengan jumlah pemberian
2.5% dari berat minyak ikan yang digunakan. Pemberian tersebut berdasarkan hasil penelitian
pendahuluan yang diperoleh, pengunaan lesitin kedele 2.5% dari berat minyak ikan
menghasilkan stabilitas emulsi lebih baik dibandingkan dengan penggunaan lesitin kedele 1.25
dan 5%. Permadi (1999) mendapatkan penggunaan lesitin kedele sendiri tanpa kombinasi
dengan emulsifier lain lebih sesuai dalam mikroenkapsulasi minyak ikan lemuru. Penggunaan
sebesar 1% dari berat minyak ikan belum dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga
tidak dapat membantu pencampuran emulsi minyak dalam air akibatnya stabilitas emulsi lebih
rendah. Selanjutnya Permadi (1999) menyarankan pengunaan lesitin kedele untuk minyak
ikan lemuru digunakan lebih dari 1% dan kurang dari 5%. Penggunan lesitin kedele tinggi
juga tidak baik disamping harga yang mahal juga karena nilai HLB (Hydrophilic Lipoprotein
Balance) lesitin kedele berkisar 1-8 sehingga lebih sesuai untuk emulsi w/o tetapi karena emulsi
o/w maka jumlah lesitin tinggi tidak berfungsi dengan baik.

3. 2 Kadar minyak tidak terkapsul

Minyak yang terekstrak dalam analisis kadar minyak dapat dibedakan atas dua yaitu
minyak yang terdapat dalam mikrokapsul dan minyak yang terdapat pada permukaan
mikrokapsul. Minyak yang terdapat dalam mikrokapsul disebut minyak terkapsul, sedangkan
minyak yang terdapat pada permukaan mikrokapsul dikenal dengan minyak tidak terkapsul.
Jumlah minyak tidak terkapsul diperoleh sebesar 1.40 – 5.86% dari berat mikrokapsul (Tabel 1)
atau sebesar 7 – 29.3% dari berat minyak yang digunakan (minyak yang digunakan sekitar 25%
dari berat bahan penyalut atau dalam 100% mikrokapsul mengandung 80% bahan penyalut dan
20% minyak ikan).
Imbangan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut tidak berpengaruh nyata
terhadap kadar minyak tidak terkapsul. Kadar minyak tidak terkapsul diperoleh lebih rendah,
hal ini disebabkan oleh minyak tidak kontak langsung dengan panas sehingga lebih banyak

ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 64


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

minyak yang dapat terlindungi atau terkapsulkan oleh bahan penyalut. Menurut Anandaraman
dan Reineccius (1987) kandungan minyak tidak terkapsul rendah menguntungkan karena
mikrokapsul lebih stabil untuk penyimpanan. Sebaliknya kadar minyak tidak terkapsul tinggi
tidak menguntungkan karena mikrokapsul tersebut lebih mudah teroksidasi dan dapat
menyebabkan bau amis (Barrow 2005).

3.3 Efisiensi enkapsulasi

Efisiensi enkapsulasi adalah kemampuan minyak ikan untuk tersaluti oleh bahan penyalut,
semakin tinggi efisiensi enkapsulasi berarti semakin banyak minyak yang tersaluti oleh bahan
penyalut. Efisiensi enkapsulasi yang diperoleh dalam percobaan ini berkisar antara 41.94 –
77.52% (Tabel 1). Nilai efisiensi enkapsulasi tersebut dipengaruhi oleh kadar minyak terkapsul,
total padatan serta jumlah minyak dan lemak dari bahan penyalut yang digunakan.
Total padatan merupakan jumlah bahan penyalut, minyak ikan dan pengemulsi yang
digunakan dalam proses mikroenkapsulasi dan diasumsikan semua menjadi mikrokapsul. Total
padatan dalam percobaan ini dari kesemua perlakuan dibuat dalam kondisi yang sama karena
bahan penyalut, minyak ikan serta pengemulsi jumlahnya sama antar perlakuan.
Kandungan lemak dari bahan penyalut yang digunakan perlu diperhatikan karena bahan
penyalut dalam percobaan ini bukan bahan murni (purified material) yang mengandung satu
macam zat makanan akan tetapi merupakan bahan komplit yang mengandung banyak zat
makanan seperti karbohidrat, protein maupun lemak. Kandungan lemak dari bahan penyalut
yang digunakan dalam percobaan ini berbeda antar perlakuan. Hal ini disebabkan oleh adanya
imbangan antara karbohidrat dan protein sehingga mempengaruhi kandungan lemak yang ada
dalam komposisi tersebut dan nilainya sebesar 2.90 sampai 5.21%. Semakin rendah imbangan
karbohidrat dan protein semakin tinggi kandungan lemak yang ada dalam bahan penyalut
sehingga menyebabkan kandungan minyak sebelum dikeringkan juga semakin tinggi.
Meningkatnya kandungan minyak sebelum dikeringkan (jumlah minyak ikan dan kandungan
lemak dari bahan penyalut) mempengaruhi kadar minyak terkapsul dan efisiensi enkapsulasi.
Efisiensi enkapsulasi dari mikrokapsul yang diperoleh sangat nyata (P<0.01) dipengaruhi
oleh perlakuan. Imbangan karbohidrat dan protein 1 : 2 dan 1 : 3 menghasilkan efisiensi
enkapsulasi (P<0.01) lebih tinggi (Tabel 1). Tingginya nilai efisiensi enkapsulasi tersebut
disebabkan oleh kadar minyak terkapsul yang diperoleh juga lebih tinggi dan total padatan
dalam jumlah yang sama. Nilai efisiensi enkapsulasi tinggi menunjukkan banyaknya minyak
yang dapat diperangkap oleh bahan penyalut selama proses pengeringan. Kelly dan Keogh
(2000) menyatakan efisiensi enkapsulasi adalah tingkat kemampuan bahan penyalut untuk
memerangkap minyak ikan dari kerusakan selama proses pengeringan.

ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 65


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Keberhasilan proses mikroenkapsulasi dapat dilihat dari nilai efisiensi enkapsulasi yang
dihasilkan. Nilai efisiensi enkapsulasi tertinggi yang diperoleh dalam percobaan ini yaitu
sebesar 77.52% pada perlakuan imbangan karbohidrat dan protein 1 : 2 (Tabel 1). Tingkat
keberhasilan proses mikroenkapsulasi dalam percobaan ini lebih tinggi dibandingkan dengan
percobaan yang dilakukan oleh Afeli (1998) dan Sustriawan (2002).
Afeli (1998) mendapatkan efisiensi enkapsulasi dari mikrokapsul minyak ikan tuna
dengan pengering semprot pada imbangan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut 1 : 2
dan 1 : 1 masing-masing diperoleh sebesar 25 dan 17%. Selanjutnya Sustriawan (2002)
mendapatkan efisiensi enkapsulasi mikrokapsul minyak ikan tuna dengan pengering semprot
pada imbangan karbohidrat dan protein 1 : 1 sebesar 33.59%. Rendahnya efisiensi enkapsulasi
yang didapat dari kedua percobaan tersebut karena kadar minyak terkapsul yang diperoleh juga
rendah. Rendahnya kadar minyak terkapsul seperti yang dijelaskan sebelumnya kemungkinan
dipengaruhi oleh imbangan minyak dan penyalut serta tidak adanya emulsifier yang digunakan
dalam kedua percobaan tersebut.
Bahan penyalut yang digunakan dalam percobaan ini adalah bahan pakan yang
mengandung beberapa macam zat makanan seperti karbohidrat, protein dan lemak. Adanya
kombinasi imbangan antara sumber makanan yang mengandung karbohidrat dan protein
menghasilkan komposisi zat makanan. Kandungan protein tertinggi dalam kombinasi tersebut
diperoleh pada imbangan 3 : 1 dengan kadar protein dalam bahan penyalut sebesar 50%.
Walaupun kandungan protein hanya 50% akan tetapi dapat menghasilkan efisiensi enkapsulasi
lebih baik. Jimenez et al. (2004) menggunakan zat makanan yang kandungan proteinnya tinggi
yaitu whey protein konsentrat dan dengan imbangan minyak dan penyalut 1 : 4 dan total
padatan 30% dihasilkan efisiensi enkapsulasi sebesar 90%.
Semakin tinggi efisiensi enkapsulasi berarti semakin banyak minyak yang diperangkap
oleh bahan penyalut. Selanjutnya Matsuno dan Imagi (1991) menambahkan mikrokapsul
dengan nilai efisiensi enkapsulasi yang tinggi akan terlindungi dari oksidasi dan mempunyai
daya simpan yang lebih lama. Berdasarkan hal itu imbangan karbohidrat dan protein yang
rendah dalam bahan penyalut yang berasal dari bahan pakan dapat melindungi minyak ikan
selama proses pengeringan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
Campuran bahan pakan berupa dedak gandum, bungkil kedele dan tepung daging dan
tulang dapat digunakan sebagai bahan penyalut alternatif dalam mikroenkapsulasi minyak ikan.
Imbangan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut 1 : 2 menghasilkan
karakteristik mikrokapsul terbaik dengan nilai efisiensi enkapsulasi sebesar 77.50%.

ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 66


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

4.2 Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut berikut
analisis ekonomis penggunaan bahan pakan sebagai bahan penyalut, sehingga proses
mikroenkapsulasi tersebut dapat dikemas lebih komersial dalam skala industri. Disaranlan juga
untuk mengaplikasikan produk mikroenkapsulasi minyak ikan tersebut ke dalam ransum ternak.

DAFTAR PUSTAKA

Afeli R. 1998. Studi mikroenkapsulasi dan stabilitas minyak kaya asam lemak omega-3 dari
limbah minyak pengalengan ikan tuna. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Anandaraman S, Reineccius GA. 1987. Analysis of encapsulated orange peel oil. Perfurm
Flavor 12:33-39.
Andersen S. 1995. Microencapsulated omega-3 fatty acids from marine sources. Lipid
Technology 7:81-85
Apriyantono A, Fardiaz D, Yasni S, Budijanto S, Puspitasari N. 1989. Petunjuk
Laboratorium: Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Bangs WE, Reineccius GA. 1988. Corn starch derivatives: possible wall mate-rials for
spray-dried flavor manufacture. Di dalam: Reineccius GA, Risch SJ, editor. Flavor
encapsulation. Washington DC: American Chem Soc.
Barrow C. 2005. Microencapsulated Fish Oils. Worldnutra, International Conference and
Exhibition on Nutraceuticals and Functional Foods. October 16-19. Anaheim.
California.Http://www. worldnutra.
com/News-letter_Papers/Microencapsulated_Fish_Oils.pdf [5 Juli 2006]
Heinzelmann K, Franke K, Velasco J, Marquez-Ruiz G. 2000b. Microen-capsulation of fish
oil by freeze-drying techniques and influence of process parameters on oxidative stability
during storage. Eur Food Res Technol 211:234–239.
Jimenez M, Garcia HS, Beristain CI. 2004. Spray-drying microencapsulation and oxidative
stability of conjungated linoleic acid. Eur Food Res Technol 219:588–592.
Kelly PM, Keogh MK. 2000. Nutritional studies on dried functional food ingredients
containing omega-3 polyunsaturated fatty acids (Fish oil powder ingredient). The Dairy
Products Research Centre Moorepark, Fermoy, Co. Cork
Kenyon M. 1992. Modified Starch, Maltodekstrin, and Corn Syrup Solid as Wall Material for
Food Encapsulation Di dalam: Risch SJ, Reineccius GA, editor. Encapsulation and
Controlled Release of Food Ingredient. Washington DC: American Chem Soc.
Keogh MK, O’Kennedy BT, Kelly J, Auty MA, Kelly PM, Fureby A, Haar AM. 2001.
Stability to oxidation of spray-dried fish oil powder microencap-sulated using milk
ingredients. J Food Sci 66:217–224.
Kinsella JE, Lokesh B, Stone RA 1990. Dietary n-3 polyunsaturated fatty acids and
amelioration of cardiovascular disease: Possible mechanisms. Am J Clin Nutr 52:1–28.
Leman J, Kinsella JE. 1989. Surface activity, film formation and emulsifying properties of
milk protein. Crit Rev Food Sci Nutr.28:115-138.

ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 67


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Lin CC, Lin SY, Hwang LS. 1995. Microencapsulation of squid oil with hydrophilic
macromolecules for oxidative and thermal stabilization. J Food Sci 60:36-39.
Matsuno R, Imagi J. 1991. Powdered form of liquid lipid. New Food Ind 33: 57 – 64.
Permadi A. 1999. Kajian stabilitas emulsi minyak ikan lemuru (sardinella lemuru) dan
pengaruhnya terhadap efisiensi enkapsulasi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Shahidi F, Han XQ. 1993. Encapsulation of food ingredients. Crit Rev Food Sci Nutr
33:501–547.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik.
Sumantri B, penerjemah; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari :
Principles and Procedures of Statistics.
Subramanian S, Stagnitti G. 2004. Stabilization of omega-3 fatty acids with encapsulation
technologies. http://ift.confex.com/ift/2004/techprogram/session-2727.htm [15-12-04]
Sustriawan B. 2002. Mikroenkapsulasi konsentrat asam lemak omega-3 dari minyak ikan
tuna. Purwokerto: Lembaga Penelitian Universitas Soedirman.
Thies C. 1996. A survey of microencapsulation process. Di dalam: Simon B, editor.
Microencapsulation Methods and Industrial Application. New York: Marcel Dekker.
Walstra P. 1988. The role of protein in the stabilisation of emulsions. Di dalam:
Phillips GO, William PA, editor. Gums and Stabilisiers for the Food Industry.
Washington DC: IRL Pr.
Wanasundara UN, Sahidi E. 1995. Storage stability of microencapsulated seal blubber oil.
J Food Lipid 2:73 – 80.

ISBN : 978-979-1165-74-7 VIII - 68

Anda mungkin juga menyukai