Definisi
Toxic epidermal necrolysis (TEN), atau biasa disebut Lyell syndrome,
adalah penyakit berat yang langka serta dapat mengancam jiwa
dengan gejala terpenting epidermolysis generalisata dan dapat
disertai kelainan pada selaput lender di orifisium dan mata.
Epidemiologi
- Di AS, TEN dilaporkan terjadi 0.22-1.23 kasus per 100,000 populasi
tiap tahunnya. Sedangkan pada pasien yang mengidap HIV, insidens
dilaporkan mengalami peningkatan.
- Di dunia, rata-rata kejadian TEN adalah 0.4-1.3 kasus per satu juta
penduduk.
- Untuk alasan yang tidak jelas, TEN nampaknya lebih sering terjadi
pada wanita dengan rasio kejadian wanita : pria = 1,5 : 1.
- TEN bisa terjadi pada semua kelompok umur, namun menurut data
yang ada, TEN biasanya terjadi pada kelompok umur 46-63 tahun
- Menurut buku merah: TEN tergolong cukup jarang, hanya 2-3
kasus per tahun dan umumnya dewasa.
Etiologi
Penyebab utamanya adalah alergi obat (8%%) , tetapi TEN juga
dapat disebabkan oleh obat, infeksi, maupun idiopatik. Obat
tersering yang menyebabkan TEN adalah derivate penisilin (24%),
disusul oleh paracetamol (17%), dan karbamazepin (14%).
Dilaporkan juga bahwa Mycoplasma pneumonia merupakan etiologi
TEN yang berhubungan dengan virus & imunisasi. Begitu juga
dengan herpes virus dan hepatitis A.
Ada juga TEN yang diakibatkan pasca transplantasi sum-sum tulang
sebagai reaksi akut dari graft-versus host.
Drug-induced
HIGH RISK
LOWER RISK
DOUBTFUL
RISK
Allopurinol
Acetic
acid Paracetamol
NSAIDs
(e.g.: (acetaminophe
diclofenac)
n)
Sulfametoksazo Aminopenicillin
Pyrazolone
1
NO EVIDENCE
Aspirin
SFU
analgesics
Sulfadiazine
Cephalosporins
Corticosteroids
Sulfapyridine
Quinolones
Sulfadoxine
Cyclines
Sertraline
Sulfasalazine
Macrolid
Diuretik tiazid
Aldactone
Ca-channel
blockers
Carbamazepin
Beta blocker
Lamotigrin
ACE inhibtors
Phenobarbital
Angiotensin
receptor
antagonsts
Phenytoin
Statins
Phenylbutazon
e
Hormones
Nebirapine
Vitamins
Oxicam NSAIDs
Thiacetazone
Chloramphenicol
Penicillins
Anticonvulsants:
-
Phenobarbital
Phenytoin[18]
Carbamazepine
Valproic acid
II
Lamotrigine
NSAID:
-
Ibuprofen
Indomethacin
Sulindac
Tolmetin
Patofisiologi
Belum jelas, ada yang menganggap bahwa TEN adalah bentuk berat
dari SSJ. Ada yang mengatakan bahwa TEN berbeda dengan SSJ
dikarenakan perbedaan dari segi histologisnya.
Ada beberapa pendapat yang telah dibuktikan bahwa beberapa
immunopathologic pathways dapat mengarah ke apoptosis keratinosit
pada TEN, yang meliputi:
Immunopathologic pathways:
1. Aktivasi FasL di membrane keratinosit yang mengarah ke
death receptor-mediated apoptosis
2. Pelepasan dari protein destruktif (perforin & granyzme B) dari
CTLs yang berasal dari interaksi dengan sel yang akan
mengekspresikan MHC kelas I
3. Produksi berlebih dari sel T dan/atau macrophage-derived
cytokines (INF-y), tumor necrosis factor-a (TNF-a), dan
bermacam-macam IL.
4. Drug-induced secretion of granulysin from CTLs, NK cells, and
NK T cells.
Patogenesis (buku merah):
TEN adalah pentuk parah dari SJS. Sebagian kasus SJS berkembang
menjadi TEN. Demikian pula pendapat Fritsch dan Maldorado
tentang immunopatogenesis sama dengan SJS yakni merupakan
rekasi hipersensitifitas tipe II (sitolitik) menurut Coomb and Gel. Jadi
gambaran klinisnya bergantung pada sel target. Gejala utama pada
TEN adalah epidermolisis karena sel sasarannya ialah epidermis.
Gejala atau tanda yang lain yang dapat menyertai TEN bergantung
pada sel sasarab tabf dikenal, misalnya akan terjadi leukopenia bila
sel sasarannya leukosit, dan terlihatnya purpura jika trombosit
menjadi sel sasaran
Histopatologi
Menurut dr. Sri Adi Sularsito FKUI (buku merah):
Pada stadium dini tampak vakuolisasi dan neksrosis sel-sel basal
sepanjang perbatasan dermal-epidermal. Sel radang di dermis
hanya sedikit terdiri dari limfohistiosit. Pada lesi yang telah lanjut
didapatkan nekrosis eosinofilik sel epidermis dengan pembentukan
lepuh subepidermal
Manifestasi Klinis
Trias kelainan:
1. Kelainan kulit:
a. Eritema generalisata, vesikel, bula, purpura
2. Kelainan selaput lendir di orificium:
a. Lesi pada bibir & selaput lender mulut: erosi, ekskoriasi,
dan perdaraham sehingga terbentuk krusta berwarna
merah hitam pada bibir, bisa juga terjadi pada orificium
genitalia eksterna.
3. Kelainan mata:
a. Mirip SSJ
Fase akut:
-
Tidak spesifik
Kelainan pada kulit awalnya muncul setelah terdapat geja;agejala di atas selang beberapa hari. Tempat pertama biasanya
adalah regio presternal dari ekstremitas serta muka, tapi bisa
juga pada telapak tangan dan kaki.
Trichiasis (16%)
Symblepharon (14%)
Distichiasis (14%)
Entropion (5%)
Ankyloblepharon,
ulceration (2%)
Lagophtalmos,
Corneal
Pemeriksaan Diagnostik
Anamnesis: RPS, Riwayat medikasi
Biopsi kulit
Lab biasanya leukositosis, peningkatan enzim transaminase serum,
albuminuria, gangguan fungsi ginjal, ketidakseimbangan elektrolit
Radiologi biasa dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan TBC &
bronkopneumonia.
Diagnosis
Gejala paling penting dari TEN: Epidermolisis generalisata
Diagnosis TEN ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan histologis.
Gejala klinis berupa erythematous & livid macules pada kulit, serta
Nikolsky sign (+)
Nikolsky sign (+)
6
SJS
TEN
Usia
Anak - Dewasa
KU
Ringan - Berat
Berat
Kesadaran
Compos mentis
Sering menurun
Nikolskys sign
(-)
(+)
Epidermolisis
(-)
(+)
Nekrosis epidermis
(-)
(+)
Lebih baik
Buruk
<10%
>30%
NET
SSSS
Usia pasien
> tua
Lesi target
Sering ditemukan
Tidak ada
Nyeri kulit
Ringan sedang
Sangat nyeri
Umumnya ada
Jarang
Nikolskys sign
Gambaran
Histopatologik
Subepidermal
Stratum granulosum
Penyembuhan
> lama
10-14 hari
Jaringan parut
Sering ditemukan,
bisa
hiper/hipopigmentasi
Jarang
Tinggi
Rendah, umumnya
sembuh spontan
Prognosis
Luas
Lesi oral
Mortalitas
Selesai
didiagnosis
TEN,
harus
langsung
dievaluasi
5) Multidisciplinary approach
TEN Kelainan sistemik yang melibatkan banyak organ.
Konsul disiplin ilmu lain: THT, PD, KG, Mata.
6) Pemberian cairan & elektrolit.
- KCl 3 x 500mg per os
- Dextrose 5 %, NaCl 9 %, RL berbanding 1 : 1 : 1 dalam 1 labu
yang diberikan 8 jam sekali
Hal ini dilakukan sedini mungkin terutama pada kasus
hiponatremia, hypokalemia, serta hipofosfatemia yang
biasanya sering terjadi.
- Luka juga harus ditangani secara konservatif tapi tanpa
debridement.
10
Obat
- Kortikosteroid:
masih kontroversial, menurut buku merah: deksametason 40mg
sehari IV dosis terbagi (3-4x) sehari. Bila sudah tidak timbul lesi
baru tapering off atau ganti dengan prednisone per oral.
- Antibiotik:
Siprofloksasin
Klindamisin
seftriakson
imunomodulator
dan
Komplikasi
-
12
Kebutaan
Nail dystrophy
Prognosis
Jika penyebabnya infeksi: prognosis lebih baik
Kelainan kulit lebih luas, sekitar 50-70% prognosis akan lebih buruk
Angka kematian di unit rscm (?) 16%, hanya lebih tinggi 1% dari SJS.
SCORTEN
PARAMETER
INDIVIDUAL SCORE
AGE >40
Y1 N0
MALIGNANCY
Y1 N0
TACHYCARDIA (120/minute)
Y1 N0
Y1 N0
Y1 N0
Y1 N0
BICARBONATE >20mmol
Y1 N0
SCORTEN
PREDICTED MORTALITY%
0-1
3,2%
12,1 %
35,8%
58,3%
>5
90%
13
14
15
Delayed re-epithelialization has been observed in GM-CSF knockout mice compared with wild types (9).
Endogenous G-CSF is produced by monocytes, fibroblasts and
endothelial cells. In the bone marrow, it regulates the production of
neutrophils (10) and induces immunotolerance by activating
CD4+ CD 25+ regulatory T cells (Tregs) from the bone marrow. This
seems to prevent further tissue damage and facilitate faster
recovery (9).
In the case described here the white blood cell count recovered to a
normal level the day after starting treatment with filgrastim, and reepithalialization was completed after 7 days. The fast recovery seen
in this patient was striking and may encourage a controlled open
trial based on a clear protocol, as has been done for cyclosporin and
intravenous immunoglobulin in the treatment of TEN (11, 12).
16