Anda di halaman 1dari 4

Lebih Baik Buta Aksara daripada...... Oleh W.

Gede Merta

Lebih baik buta aksara daripada buta hati, buta mata dan 'buta' telinga, apalagi buta kala. Buta aksara berarti tidak melek huruf (aksara), tidak bisa baca tulis. Tetapi mungkin mereka produktif di bidang pertanian dalam arti luas, sukses di bidang ekonomi dan disegani atau dihormati di masyarakat. Buta hati dapat diartikan tidak baik hati, kurang manusiawi, dan tidak peduli pada penderitaan orang lain. Buta mata tentu artinya tidak melihat. Sedangkan buta telinga berarti tidak mendengar alias bongol. Kalau buta kala, ya... ngadug-ngadug, suka mengobrak-abrik kalau tidak mendapat bagian. Yang paling jelek adalah buta semuanya. Laporan buta aksara di Bali, di mana 8% atau sekitar 300.000 penduduk masih buta aksara, cukup membelalakkan mata, mencengangkan dan memalukan. Angka ini di atas angka rata-rata nasional. Bagaimana tidak malu, di satu sisi Bali terkenal di dunia sebagai Pulau Dewata, pulau internasional, pendapatan per kapita tinggi, pendapatan asli daerah tinggi. Ini pasti ada sesuatu yang salah. Lalu apanya yang salah?

Anggaran pendidikan naik hingga 20%, buta aksara kok jadi naik? Mestinya kan terjadi korelasi negatif? Ini malah positif. Program pemberantasan buta aksara tetap dibuat, anggaran terus diusulkan dan sudah keluar, tetapi jumlah buta aksara menjadi meningkat. Rupanya ketika pelaksanaan di lapangan realisasinya nol alias pelaksanaan fiktif. Buta aksara menjadi objek untuk proyek dan di sini ada kebohongan publik. Buta aksara dibiarkan supaya terus dapat anggaran. Kalau pemerintah, DPRD dan masyarakat mau, Bali pasti bisa bebas buta aksara atau minimal mengurangi jumlah buta aksara. Di tahun 80-an, pernah digalakkan program pemberantasan buta huruf (PBH) maupun program Kelompok Belajar dan Usaha (Kejar) paket A. Program ini sangat berhasil dan dirasakan serta sangat menyentuh masyarakat.

Diperlukan data jumlah buta aksara di Bali yang valid dan akurat, yang dirinci per kabupaten/kota, sampai dengan desa dan banjar, maupun yang sudah direkap berdasarkan karakteristik penduduk serta asal penduduk pendatang atau asli Bali. Jumlah buta aksara data lama dan yang baru serta tambahannya tiap-tiap tahun.

Apabila data sudah lengkap dan reliabel, program pemberantasan buta aksara sudah dapat dikerjakan.

Banyak mahasiswa keguruan (IKIP), banyak guru, pesiunan guru dan sukarelawan pendidikan yang dapat diajak bekerja sama dalam pemberantasan buta aksara. Peluang bagi caleg-caleg untuk membuat visi, misi dalam pemberantasan buta aksara di Bali. Diperlukan sanksi kepada masyarakat yang masih usia produktif (kecuali lansia) untuk bisa baca tulis/bebas buta aksara, atau minimal pernah sekolah atau tamat SD, sebagai persyaratan misalnya dalam mengurus KTP, dan lain-lain. Pemberantasan buta aksara akan berhasil, kecuali pemerintah memang menginginkan angka tersebut tetap ada.

Jenis Paragraph : 1. Paragraph 1 merupakan jenis paragraph Deduktif, utamanya berada di awal. 2. Paragraph 2 merupakan jenis paragraph Deduktif, utamanya berada di awal. 3. Paragraph 3 merupakan jenis paragraph Induktif utamanya berada di akhir. 4. Paragraph 4 merupakan jenis paragraph Induktif utamanya berada di akhir. 5. Paragraph 5 merupakan jenis paragraph Induktif utamanya berada di akhir. 6. Paragraph 6 merupakan jenis paragraph Induktif utamanya berada di akhir. karena letak kalimat karena letak kalimat karena letak kalimat karena letak kalimat karena letak kalimat karena letak kalimat

Kesimpulan

Dari Wacana tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam Wacana tersebut terdapat jenis paragraph Deduktif dan Induktif dalam setiap paragraphnya.

TUGAS BAHASA INDONESIA

OLEH : LUH PUTU SANTI INDRIYANI 1103051014 ANALIS KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2011

Anda mungkin juga menyukai