PENDAHULUAN Bakterial Vaginosis pertama kali dijelaskan pada tahun 1955 oleh Gardner dan Adipati yang melaporkan korelasi kuat antara BV dan kehadiran Gardnerella vaginalis. Namun, kemajuan dalam mendefinisikan komposisi mikrobiome vagina harus menunggu perkembangan tehnik-tehnik molekuler yang baru. Yang terlibat bukan hanya satu spesies bakteri tetapi banyak bakteri dalam BV dan meningkatkan pemahaman kita tentang pergeseran karakteristik mikrobiota vagina normal dari dominasi laktobasili pelindung untuk bakteri patologi. (1,2,5) Spesies Lactobacillus digantikan oleh pertumbuhan patogen yang berlebih dari vagina anaerob atau bakteri gram negatif termasuk Gardnerella vaginalis, Atopobium vaginae, bakteri terkait vaginosis bakteri, spesies Megasphaera, Mycoplasma hominis, spesies Mobiluncus, Prevotella, dan spesies Pepto streptococcus. Selain itu, bakteri terkait BV telah ditunjukkan untuk membentuk biofilm produktif polimikrobial, komponen utama yang ditemukan untuk menjadi G. vaginalis dan A. vaginae.(1,2,5) Kemajuan baru-baru ini telah memfasilitasi deteksi dan identifikasi bakteri tanpa perlu untuk budidaya. Diagnosa didasarkan pada kombinasi dari tiga dari empat kriteria berikut: pH vagina > 4.5, keputihan yang tipis homogen , tampak Clue cells pada pemeriksaan mikroskopis cairan vagina, dan bau amis amin. Diagnosis klinis subjektif terbatas dalam menilai perempuan di populasi umum karena kebanyakan wanita dengan BV asimptomatik. Mikrobiologi diagnosis berdasarkan gram dinilai menurut Skor Nugent yang mencerminkan adanya normal (Skor 0-3) atau menengah (Skor 4-6), atau BV (Skor 7-10).(1)
DEFINISI Bakterial Vaginosis (BV) adalah suatu kondisi patologis dimana terjadi perubahan ekologi vagina oleh karena pertumbuhan Lactobacillus yang merupakan flora normal dominan pada vagina digantikan oleh bakteri lain seperti Gardnerella vaginalis dan bakteri-bakteri anaerob lainnya. Bakterial vaginosis
dikarasteristikkan dengan sekret vagina homogen yang berwarna putih, pH vagina yang lebih dari 4.5, hasil test amin yang positif, dan keberadaan clue cells secara mikroskopik. Flora normal vagina pada bakterial vaginosis juga berubah, yakni berkurangnya jumlah Lactobacillus, dan pertumbuhan masif dari Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, danbakteri anaerobik lainnya.(1,2,5,6) Penyebab BV pada umumnya belum diketahui secara jelas, namun BV dapat dihubungkan dengan adanya peningkatan pH vagina dan perubahan sekret vagina. Pada penderita BV,sekret vagina menjadi berlebihan dengan konsistensi cair, homogen, berwarna putih keabuan, dan mempunyai bau amis khas yang disebut fishy odor.(5)
EPIDEMIOLOGI Bakterial vaginosis adalah infeksi vaginal yang paling sering terjadi pada wanita usia produktif. Diperkirakan sekitar 16% wanita hamil di Amerika Serikat terkena bakterial vaginosis pada masa kehamilannya. Beberapa studi juga menunjukkan meningkatnya prevalensi bakterial vaginosis diantara kaum lesbian. Frekuensi BV tergantung pada tingkatan ekonomi penduduk. Pernah dilaporkan bahwa 50% wanita aktif seksual terkena infeksi G. vaginalis, tetapi hanya sedikit yang menyebabkan gejala. Sekitar 50% ditemukan pada pemakai AKDR dan 86% bersama-sama dengan infeksi trichomonas. Pada penggunaan AKDR dapat ditemukan serta diikuti infeksi G.vaginalis dan kuman anaerob gram negatif.(2,3,12) Hampir 90% laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi G.vaginalis, mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra, tetapi tidak menyebabkan uretritis. Gardnerella vaginalis sering diikuti dengan infeksi lain yang ditularkan melalui hubungan seksual.(3)
ETIOLOGI Etiologi tepat masih sulit dipahami, meskipun beberapa penulis telah mengusulkan interaksi yang kompleks antara berbagai komponen ekosistem vagina mikroba dan host. Manusia memiliki beberapa faktor risiko untuk terinfeksi BV diduga, termasuk douching vagina, ras Afrika-Amerika, mitra
seksual yang baru, dan wanita yang berhubungan seks dengan perempuan. Sebaliknya, penggunaan kontrasepsi hormon, laki-laki yang disunat, dan penggunaan kondom konsisten mengurangi BV.(2,6,12) Vagina sehat biasanya berisi banyak mikroorganisme terutama
Lactobacillus spesies Lactobacillus crispatus dan Lactobacillus jensenii. Lactobacillus (LB) adalah genus dari bakteri yang menjajahi permukaan mukosa vagina mana mereka mengkonversi laktosa dan gula lain secara alami untuk asam laktat yang menciptakan lingkungan asam di mana mereka dapat berkembang.(2) Lactobacillus membentuk bagian penting dari sistem kekebalan tubuh bawaan dan ditemukan dalam vagina dan saluran cerna yang mana mereka menghambat pertumbuhan patogen spesies bakteri oleh: Persaingan untuk fermentasi substrat Penurunan pH melalui produksi asam laktat Produksi alami bactericides misalnya hidrogen peroksida (H202)(3)
Lactobacillus sangat sensitif terhadap perubahan yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan fisiologis yang seperti penurunan tingkat estrogen, terapi antibiotik, paparan deterjen, merokok, stress, aktivitas seksual dan penggunaan IUD. Lingkungan ini dapat menyebabkan pertumbuhan berlebih dari spesies bakteri patogen, seperti Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides, dan Mycoplasma. Bakteri ini sering ditemukan pada vagina dalam jumlah sedikit. Setelah mencapai sejumlah BV terkait bakteri mulai menghasilkan racun yang mengganggu sistem kekebalan tubuh mukosa, dan memecah lapisan pelindung lendir yang mengarah ke discharge karakteristik. (2,6,12)
PATOGENESIS Patogenesis BV sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas. Sampai 50% wanita sehat ditemukan kolonisasi G.vaginalis dalam vagina dalam jumlah sedikit sehingga hal ini menunjukkan bahwa kuman tersebut termasuk flora normal dalam vagina. Sering ditemukan pada penderita BV pada wanita dengan bentuk infeksi vaginitis lainnya. Ditemukan G.vaginalis dalam cairan
wanita dengan vaginosis bakterial, disertai peningkatan jumlah kuman Bacteriodes sp dan peptococcus sp.(3) Sekret vagina pada vaginosis bakterial berisi beberapa amin termasuk di dalamnya putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamine, dan tiramin. Setelah pengobatan berhasil, sekret akan menghilang. Basil anaerob mungkin mempunyai peranan penting pada patogenesis BV karena setelah dilakukan isolasi, analisis biokimia sekret vagina dan efek pengobatan dengan metronidazole, ternyata cukup efektif terhadap G.vaginalis dan sangat efektif untuk kuman anaerob.(1,3) Dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang menyenangkan bagi pertumbuhan G.vaginalis.Setelah pengobatan efektif, pH cairan vagina menjadi normal. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel dan menyebabkan duh tubuh yang keluar dari vagina berbau.(1,2,3) Basil anaerob yang menyertai BV adalah Bacteriodes bivins, B.capilosus, dan B.disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia, menghasilkan B.lactamase dan lebih dari setengahnya resisten terhadap tetrasiklin. Gardnerella vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian menambah deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlengketan duh tubuh pada dinding vagina. Tidak infasif dan respons inflamasi lokal yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan pemeriksaan histopatologis.(1,3,13) Timbulnya bakterial vaginosis ada hubungannya dengan aktivitas seksual atau pernah menderita infeksi Trichomonas. G. vaginalis dapat diisolasikan dari darah wanita dengan demam pasca partus dan pasca abortus. Kultur darah seringkali menunjukkan flora campuran, bakteremia G.vaginalis bersifat transient dan tidak dipengaruhi oleh pengobatan anti mikrobial.(3,13)
GEJALA KLINIK Gejala yang paling umum adalah malodorous discharge tipis homogen putih atau abu-abu yang merupakan karakteristik dari BV. Pada pemeriksaan, pelepasan ini diamati untuk melapisi dinding vagina. Kebanyakan wanita dengan BV biasanya tidak mengeluh iritasi vagina atau ketidaknyamanan. Seringkali perempuan datang tanpa gejala, namun BV dapat didiagnosis ketika swab vagina diambil untuk indikasi lain. Sebaliknya, discharge 'normal' tidak berbau dan akan bervariasi dalam konsistensi dan jumlah dengan siklus menstruasi.(1,2,3)
KRITERIA DIAGNOSIS Penegakan diagnosis bakterial vaginosis: (3,11,13) 1. Duh tubuh vagina berwarna abu-abu, homogen, dan berbau. 2. Pada sediaan basah sekret vagina terlihat leukosit sedikit atau tidak ada, sel epitel banyak dan adanya kokobasil kecil yang berkelompok. Adanya sel epitel vagina yang granular diliputi oleh koko basil sehingga batas sel tidak jelas, yang disebut clue cells, adalah patognomotik. Ditemukannya Clue Cells sensitivitasnya 70-90% , sedangkan spesifitasnya 95-100%. Kombinasi sediaan basah dan pewarnaan Gram usapan vagina lebih dapat dipercaya. Pada pewarnaan gram dapat dilihat batang-batang kecil gram negatif atau variabel-gram yang tidak dapat dihitung jumlahnya dan banyak sel epitel dengan kokobasil tanpa ditemukan laktobasil. 3. Bau amin setelah diteteskan 1 tetes larutan KOH 10% pada sekret vagina. Tes ini disebut juga tes swiff (tes amin). 4. pH vagina 4,5-5,5. 5. Pemeriksaan Kromatografi: perbandingan suksinat dan laktat meninggi sedangkan asam lemak utama yang dibentuk adalah asam asetat. 6. Pemeriksaan kultur : dapat dikerjakan pada media di antaranya agar casman, dan protease peptone starch agar, dibutuhkan suhu 37C selama 48-72 jam dengan ditambah CO25%. Koloni sebesar 0,5-2 mm, licin, opak dengan tepi yang jelas, dan dikelilingi zona hemolitik beta. Sebagai media transport dapat digunakan media transport Stuart atau Amies.
7. Tes Biokimia : Reaksi oksidase, indol, dan urea negatif, menghidrolisis hipurat dan kanji. Untuk konfirmasi harus disingkirkan infeksi karena T.vaginalis dan C.albicans.
PENATALAKSANAAN Bakterial Vaginosis merupakan penyakit yang cukup banyak ditemukan dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi. Sekitar 1 dari 4 wanita akan sembuh dengan sendirinya, hal ini diakibatkan karena organisme Lactobacillus vagina kembali meningkat ke level normal, dan bakteri lain mengalami penurunan jumlah. Namun pada beberapa wanita, bila bakterial vaginosis tidak diberikan pengobatan, akan menimbulkan keadaan yang lebih parah. Semua wanita dengan bakterial vaginosis simptomatik memerlukan pengobatan, termasuk wanita hamil. Setelah ditemukan hubungan antara bakterial vaginosis dengan prematuritas atau endometritis pasca partus, maka penting untuk mencari obat- obat efektif yang dapat digunakan pada masa kehamilan. Terapi pengobatan bakterial vaginosis terbagi menjadi: Terapi antibiotik Terapi non-antibiotik
TERAPI ANTIBIOTIK Menurut US Centers for Disease Control, rekomendasi penatalaksanaan BV adalah sebagai berikut(2): Rekomendasi utama: 1. Metronidazole 500mg 2x1 selama 7 hari 2. Metronidazole Gel 0.75%, 5g Intravaginal, 1x1 selama 5 hari 3. Clindamycin cream 2%, 5g intravaginal pada malam hari selama 7 hari Rekomendasi alternatif: 1. Tinidazole 2g 1x1 selama 2 hari 2. Tinidazole 1g 1x1 selama 5 hari 3. Clindamycin 300 mg 2x1 selama 7 hari 4. Clindamycin ovules 100 g intravaginal pada malam hari selama 3 hari 6
Rekomendasi untuk wanita hamil: 1. Metronidazole 500 mg 2x1 selama 7 hari 2. Metronidazole 250 mg 3x1 selama 7 hari 3. Clindamycin 300 mg 2x1 selama 7 hari
merupakan komposisi heterosiklik dengan grup nitro yang berasal dari posisi kelima dari turunan imidazole. Metronidazole berbentuk kristal kuning muda dan sedikit larut dalam air atau alkohol. Metronidazole merupakan obat anti bakteri dan anti protozoa sintetik derivat nitroimidazole yang mempunyai aktivitas bakterisid, amebisid dan trikomonasid. Sejak awal tahun 1980an, metronidazole telah banyak digunakan secara luas untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan membuahkan hasil klinis yang memuaskan.(5,15)
Mekanisme Kerja Dalam sel atau mikroorganisme, metronidazole akan mengalami reduksi
menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai anti bakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat, mempengaruhi anaerob yang mereduksi nitrogen dan membentuk intermediet.(5,15) Metronidazole bekerja efektif baik lokal maupun sistemik. Bakteri anaerob membuat infeksi yang berbau busuk yang secara khas terkurung dalam dinding abses. Metronidazole digunakan untuk mengobati infeksi anaerob yang secara khas tersusun dari organisme campuran gram negatif dan gram positif.(5,15) Metronidazole disintesis di dalam hati dengan proses side chain oxidation dan glukorotidasi. Hasil metabolisme metronidazole adalah hydroxyl
metronidazole. Metronidazole adalah molekul kecil yang tidak terikat oleh protein serum dan mudah didistribusikan melalui jaringan ikat dan cairan dalam tubuh.(15)
wanita dengan kehamilan trimester pertama karena metronidazole dapat melewati sawar plasenta dan memasuki sirkulasi ketuban dengan pesat. Pada kehamilan trimester pertama diberikan krim clindamycin vaginal karena clindamycin tidak mempunyai efek samping terhadap fetus. Pada trimester 2 dan 3 dapat digunakan metronidazole oral walaupun mungkin lebih disukai gel metronidazole intra vaginal atau clindamycin krim.(15)
Dosis Pengobatan Menurut Current Centers for disease Control and Prevention Guidelines,
metronidazole dapat dikonsumsi secara oral, dengan dosis regimen 250 mg 3 kali sehari selama 7 hari, 500 mg 2 kali sehari selama 7 hari, atau dosis tunggal 2 g. Pada umumnya dosis yang seringkali digunakan adalah dosis tunggal 2 g karena lebih sedikit total obat yang diperlukan untuk pengobatan. Namun, terdapat resiko yang lebih besar dalam efek samping metronidazole dalam dosis yang lebih besar.(5,15) Metronidazole juga dapat diberikan secara intravena, dengan dosis 500 mg-2g yang dimasukkan dalam waktu 20 menit. Walaupun sangat jarang digunakan, metronidazole secara intravena terbukti memberikan efek samping yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan oral metronidazole. Tingkat kesembuhan oral metronidazole dan metronidazole intravena juga memberikan hasil yang hampir sama yaitu 85 sampai 95%.(5,15)
berikut
a. Mual, sakit kepala, diare, nyeri ulu hati dan konstipasi b. Kandidiasis, yang dapat menyebabkan sariawan dan glositis c. Reaksi alergi/ hipersensitivitas d. Peningkatan enzim fungsi hati, hepatitis kolestatik, dan jaundice 8
CLINDAMICYN Definisi Clindamycin adalah (7-chloro-7-deoxy-lincomycin) merupakan antibiotik golongan lincosamide, sub kelas dari antibiotik makrolid. Clindamycin memiliki aktivitas yang signifikan melawan bermacam-macam gram positif dan gram negatif anaerob serta mikroorganisme fakultatif maupun aerob. Efektivitas clindamycin untuk pengobatan bakterial vaginosis pertama kali dilaporkan oleh Greaves, yang melakukan riset dengan 143 wanita menggunakan metronidazole 500 mg selama 7 hari dan clindamycin 300 mg selama 7 hari. Hasilnya hampir sama yaitu 94% untuk pengobatan dengan clindamycin dan 96% pengobatan dengan metronidazole oral.(1, 5) Meskipun clindamycin mempunyai aktivitas mikrobial yang melebihi metronidazole dalam melawan spesies Mobiluncus yang seringkali terdapat pada bakterial vaginosis, tetapi clindamycin tidak menurunkan angka rata-rata kelahiran preterm secara signifikan.(4) untuk
oleh bakteri yang sensitif terhadap clindamycin terutama Streptococcus, Pneumococcus, Staphylococcuss dan bakteri anaerob seperti : a. Infeksi serius saluran nafas bagian bawah, b. Infeksi serius kulit dan jaringan lunak, c. Osteomielitis, d. Infeksi serius intra-abdominal, e. Septikemia / sepsis, f. Abses intra-abdominal, g. Infeksi pada panggul wanita dan saluran kemih.
pseudomembranousa) b. Reaksi hipersensitivitas (pruritus, rash, atau urtikaria) c. Gangguan fungsi hati (jaundice, abnormalitas test fungsi hati) d. Gangguan ginjal (azotemia, oliguria, proteinuria) e. Gangguan hematologi (leukoplenia, eosinofilia, agranulositosis,
Pada kesimpulannya, terapi dengan menggunakan metronidazole maupun clindamycin untuk pengobatan bakterial vaginosis memiliki hasil klinis yang hampir sama. Meskipun berdasarkan kapasitasnya untuk mengeradikasi bakteri anaerob gram negatif dari vagina dan tingkat resistensi yang lebih rendah, metronidazole merupakan pilihan yang lebih superior dibandingkan dengan clindamycin.(1,15)
TINIDAZOLE Mekanisme Kerja Tinidazole merupakan golongan obat yang baru saja mendapat lisensi sebagai pengobatan bakterial vaginosis di Amerika Serikat. Tinidazole digunakan untuk melawan resistansi metronidazole. Tinidazole adalah (2-metil-[2(sulfonyletil)etil]-5-nitro-1H-imidazole) yang merupakan nitroimidazole generasi kedua. Tinidazole menunjukkan distribusi jaringan ikat yang lebih superior dibandingkan dengan metronidazole. Tinidazole juga menunjukkan konsentrasi yang lebih efektif di dalam area vagina dibandingkan dengan metronidazole.(7,15)
10
berikut(1,5,7): a. Mual, sakit kepala, diare, nyeri perut ulu hati dan konstipasi b. Kandidiasis, yang dapat menyebabkan sariawan dan glositis c. Reaksi alergi/ hipersensitivitas d. Peningkatan enzim fungsi hati, hepatitis kolestatik, dan jaundice e. Reaksi anafilaksis
Efek samping dari tinidazole sama seperti metronidazole, namun kelebihan dari tinidazole adalah tidak perlu minum dengan waktu yang panjang sehingga mengurangi efek sampingnya.(7)
PROBIOTIK Probiotik pertama kali didefinisikan oleh Kollath pada tahun 1953. Pada saat itu Kollath menggunakan kata probiotik untuk menggambarkan kompleks makanan organik dan inorganik. Kemudian pada tahun 1998, oleh FDA danWHO, probiotik digambarkan sebagai mikroorganisme hidup yang bilamana dikonsumsi dengan takaran yang cukup akan memberikan keuntungan di bidang kesehatan pengkonsumsi. (5,9) Kata probiotik berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang artinya berguna untuk kehidupan. Mekanisme bagaimana probiotik dapat memberikan
keuntungan dalam kesehatan tubuh sampai saat ini tidak terlalu dimengerti. Beberapa hipotesis yang menggambarkan cara kerja probiotik telah dipelajari, yaitu: a. Probiotik dapat memproduksi komponen anti mikrobial, seperti hydrogen peroksida, lactic acid, atau bacteriocin. b. Terapi probiotik dapat menyebabkan modulasi mukosal yang menguatkan respon sistem immunitas tubuh.(5,9) 11
Mekanisme Kerja Mekanisme kerja probiotik dalam pengobatan bakterial vaginosis adalah
melindungi host dari infeksi dengan cara menjaga pH vagina tetap rendah serta memproduksi substansi anti mikrobial seperti acids dan hidrogen peroksida.(9) Prinsip utama dari probiotik adalah untuk memproduksi bahan yang menstimulai pertumbuhan Lactobacillus. Oligosakarida yang terdapat di dalam probiotik mampu menurunkan pH vagina dan mensekresi substansi anti bakteri yang menghalangi adhesi dan replikasi dari bakteri anaerobik.(5)
Cara Pemberian Probiotik dapat dikonsumsi secara oral maupun vaginal. Namun, masih
belum terlalu jelas yang mana yang lebih efektif dalam pengobatan dan pencegahan bakterial vaginosis. Terdapat berbagai macam sediaan probiotik untuk pengobatan bakterial vaginosis, seperti sediaan dalam bentuk gel, tampon, suposutoria, dan bentuk kapsul. Beberapa studi menyarankan aplikasi topikal dari gel probiotik yang mengandung sukrosa, disakarida dari glukosa dan fruktosa, untuk penatalaksanaan bakterial vaginosis disandingkan dengan penggunaan metronidazole topikal. Hasil yang dievaluasi setelah 21-35 hari pengobatan menunjukkan bahwa tingkat terapi kesembuhan sukrosa hampir sama dengan terapi penyembuhan
(5,9)
bakterial
vaginosis
dengan
menggunakan
gel
metronidazole.
HIDROGEN PEROKSIDA Mekanisme Kerja Disinfektan dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghidrolisis atau menggumpalkan protein bakteri yang merupakan konstituen dari protoplasma. Protein yang telah menggumpal tidak akan berfungsi lagi, akibatnya bakteri mengalami kematian. Menurut Ensminger, hidrogen peroksida berbentuk cair, mudah terurai menjadi air dan oksigen yang mudah teroksidasi sehingga dapat membunuh kuman.(5) 12
Hidrogen peroksida merupakan asam lemah, yang berarti memiliki pH sedikit lebih rendah dari 7. Karena hidrogen peroksida mengandung unsur oksigen dan sangat reaktif, zat ini diklasifikasikan sebagai reactive oxygen species (ROS). Karena sifatnya yang sangat reaktif itu pula, zat ini juga dapat bekerja sebagai disinfektan.(5,10) Ketika hidrogen peroksida melakukan kontak dengan bakteri, zat ini dengan cepat mengoksidasi komponen luar bakteri. Hidrogen peroksida tidak hanya bersifat racun bagi bakteri, tetapi dapat pula melubangi membran luar yang melindungi bakteri sehingga bakteri langsung mati.(5,10,13)
Efek Samping Salah satu keuntungan penggunaan hidrogen peroksida sebagai disinfektan
adalah bahan kimia ini murah, mudah didapat, dan relatif aman. Namun efek samping dari hidrogen peroksida adalah jika bereaksi dengan zat lain, maka akan menciptakan gelembung gas, dan baunya juga agak menyengat sehingga sebagian orang menganggap bau ini tidak menyenangkan.(5,10,13)
POVIDONE IODINE Povidone Iodine (PVP-I) larut dalam air, etil alkohol, isopropil alkohol, glikol polietilen, dan gliserol. Stabilitas dalam larutan jauh lebih besar dari tingtur yodium atau lugol. Sediaan povidone iodine dapat ditemukan dalam bentuk vaginal pessaries, yang berisi 200 mg povidone iodine dengan berbahan dasar air yang diberikan 1 kali sehari pada pagi hari, selama 5-7 hari.(10,13,15)
Mekanisme Kerja Yodium bebas, perlahan-lahan dibebaskan dari yodium poviodine (PVP-I)
kompleks dalam larutan, membunuh eukariotik atau prokariotik sel melalui iodinasi dari lipid dan oksidasi sitoplasma dan membran senyawa. Agen ini menunjukkan berbagai aktivitas mikrobisida terhadap bakteri, jamur, protozoa,
13
dan virus. Slow release yodium dari kompleks PVP-I dalam larutan meminimalkan toksisitas yodium menuju sel mamalia.(13,15) Yodium telah diakui sebagai bakterisida spektrum luas yang efektif, dan juga efektif terhadap ragi, jamur, jamur, virus, dan protozoa. Kelemahan penggunaannya dalam bentuk larutan berair termasuk iritasi pada situs aplikasi, toksisitas dan pewarnaan dari jaringan sekitarnya.Kekurangan-kekurangan tersebut diatasi dengan penemuan dan penggunaan PVP-I, di mana yodium dilakukan dalam bentuk kompleks dan konsentrasi yodium bebas sangat rendah. Produk sehingga berfungsi sebagai iodophor. Selain itu, telah menunjukkan bahwa bakteri tidak mengembangkan resistensi terhadap PVP-I, dan tingkat sensitisasi terhadap produk hanya 0,7%. Untuk tujuan pengobatan infeksi pada kelamin ini PVP-I telah dirumuskan pada konsentrasi 7,5-10,0% dalam larutan, semprot, scrub bedah, salep, dan bentuk sediaan usap.(10,13,15)
OCTENIDINE
Berfungsi sebagai antiseptik lokal. Berdasarkan riset yang telah dilakukan, octenidine dengan sediaan spray (octenidine hydrochloride-phenoxyethanol) yang diberikan selama 7-14 hari telah dibuktikan efektif sebagai terapi standar dengan kombinasi metronidazole.(5,10) Pasien yang telah diberikan octenidine menyatakan bahwa penggunaan octenidine lebih nyaman penggunaannya, mudah diaplikasikan, dan memiliki efek samping yang lebih sedikit.(5,10,15)
BENZYDAMINE Benzydamine adalah obat golongan non-steroid anti inflamasi. Dalam penggunaan secara topikal, mekanisme kerjanya juga menghambat anti mikroba dan aktivitas anastesi lokal. Efek anti-mikrobanya dirasakan dengan kenaikan pH alkaline (biasanya ditemukan pada vagina yang mederita, tetapi bukan pH asam yang berfungsi optimal untuk perkembangan Lactobacilli). Regimen intravaginal 0,1% benzydamine hydrochloride yang diaplikasikan 2 kali sehari selama 10 hari. 14
Kemudian hasilnya ditinjau kembali pada 7-14 hari dan 35-42 hari setelah pemakaian.(5,10,11)
CHLORHEXIDINE Chlorhexidine terdapat dalam sediaan 0,5% gel yang diaplikasikan secara intra-vaginal dan terdapat pula dalam sediaan vaginal pessaries. Sediaan gel intra vaginal diaplikasikan sekali sehari selama 7 hari, kemudian hasilnya ditinjau kembali setelah 3 minggu. Hasil yang didapatkan pada penderita BV adalah angka penyembuhan klinisnya berhasil dengan menghilangnya gejala dan tanda seperti yang disebutkan pada kriteria Amsel.(9,10)
POLYHEXAMETHYLENE BIGUANIDE Polyhexamethylene biguanide tersedia dalam sediaan gel 10% yang diberikan secara intra vaginal selama 7 hari. Jika dihubungkan dengan kriteria Amsel, maka pasien BV dapat diberikan pengobatan baik tunggal maupun dua jenis pemberian obat. Jika diberikan 100 ml dosis tunggal polyhexamethylene biguanide 10% gel vagina, maka dapat pula diberikan clindamycin krim 2% selama 7 hari.(5,9,10)
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Holmes KK, Mardh PA, Sparling PF, Lemon SM, Stamm WE, Piot P, et al. Bacterial Vaginosis. Sexually Transmitted Diseases. 4thed. New York: McGraw Hill, 2008: p. 738. 2. Boone B, Schepper SD, Verhaeghe E, Ongoene K, Lapeere H, Lambert J, et al. Bacterial Vaginosis. In: Wolf K, editor. Fitzpatrick's Dermatology in 3. General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill Medical; 2012. p. 2524-2526. 4. Judarsono J. Vaginosis Bacterial. Dalam: Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005: 384-7 5. McDonald HM, Brocklehurst P, Gordon A. Antibiotics for treating bacterial vaginosis in pregnancy. The Cochraine Library: John Wiley & Sons, Ltd; 2007. 6. Menard, Jean-Pierre. Antibacterial Treatment for Treating Bacterial Vaginosis: Current and Emerging Therapies. International Journal of Womens Health: Dove Press; 2011: p. 295-305 7. Wilson, J. 2013. Managing Reccurent Bacterial Vaginosis. United Kingdom. 2003. 8. Laura J Dickey, Michael D Nailor, Jack D Sobel. 2010. Guideline for the Treatment of Bacterial Vaginosis : Focus on Tinidazole. Theraupetics and Clinical Risk Management : 5. p 485-9 9. Habif, Thomas P. Clinical Dermatology : A Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th Edition. Mosby; 2003. 10. Parvin Bastani, Aziz Homayouni, et al. 2012. Dairy Probiotics Food and Bacterial Vaginosis. p 445-456 11. Verstraelen, et al. 2012. Antiseptics and Disinfectans for the Treatment of Bacterial Vaginosis. BMC Infectious Diseases 2012
16
12. Didier Silveira, Castellano Filho, et al. 2010. Bacterial Vaginosis: Clinical, Epidemiologic, and Microbiological Features. Vol 36. p 223-230 13. Turovskiy, K Sutyak Noll. 2011. The Aetiology of Bacterial Vaginosis.Journal of Applied Microbiology 110. p 1105-1128 14. Michael Adler, et al. Vaginal Discharge-Cause, Diagnosis, and Treatment. ABC Sexually Transmitted Infections, Ed. 5. p 25-38 15. Gaikwad V, Parvekar M, Gupta S. 2012. Study of the Role of Bacterial Vaginosis. International Journal of Medical and Clinical Research. Vol. 3. p 221-4 16. Sarah L. Cudmore. Et al. Treatment of Infections caused by Metronidazole-Resistant TrichomonasVaginalis. American Society for Microbiology. p 783-793
17