Anda di halaman 1dari 18

1.

Definisi Diabetes melitus Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo dkk, 2009). Diabetes Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik secara absolute (total) maupun sebagian (Hadisaputro. Setiawan, 2007). Diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar gula dalam darah atau hiperglikemia (brunner & Suddart,2002 :1220)

2. Epidemiologi Diabetes melitus Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia, DM terdapat diseluruh dunia, Diabetes melitus tipe 2 meliputi 90% kasus DM di negara-negara berkembang dan merupakan kasus terbesar pada negara-negara berkembang. World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 di Indonesia. Hasil penelitian terakhir menunjukkan adanya peningkatan prevalensi di Indonesia.

Penelitian di Jakarta melaporkan bahwa prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta. di Depok dan didaerah Jakarta Selatan menjadi 12.8%, demikian juga di Ujung Pandang daerah urban meningkat dari 1.5% pada tahun 1981 menjadi 3,5% pada tahun1998, kemudian pada akhir 2005 menjadi 12.5%, di daerah rural yang dilakukan oleh Arifin di Jawa Barat 1,1% didaerah terpencil, di tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8% dapat dijelaskan perbedaan prevalensi daerah urban dan rural (Soegondo dkk, 2009). . Menurut survei yang dilakukan oleh WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penyandang DM, sedangkan urutan diatasnya yaitu India, China dan Amerika Serikat , DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah, daerah dengan angka penderita DM yang tertinggi adalah Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu 11.1% sedangkan kelompok usia terbanyak DM

adalah 55-64 tahun yaitu 13.5%, beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah Obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya komsumsi sayur dan buah (Riskesdas, 2007). Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%, prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2% disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% (Depkes, 2008). etiologi Diabetes Tipe I Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas. Kombinasi factor ginetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan ( misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Faktor-faktor Genetik. Penderita diabetes tidak mewairsi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi, mewarisi suatu presdiposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditemukan pada individu yang memiliki antigen HLA (human leocucyte antigen) tertentu. HLA merupakan antigen yang yang bertanggung jawab atas antigen transpalantasi dan proses imun lainnya. Sembilan puluh lima persen pasien berkulit putih (Caucasian) dengan diabetes tipe I memperlihatkan tipe HLA yang spesifik (DR3 atau DR4) . Risiko terjadinya diabetes tipe I meningkat tiga sampai lima kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Risiko tersebut meningkat sampai 10 hingga 20 kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DRA3 maupun DRA4 (jika dibandingkan dengan pupulasi umum) Faktor-faktor Imunologi. Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon otoimun. Respin ini merupakan respon dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolaholah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap pulau-pulau Langerhans dan insiulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis dbetes tipe I. Riset dilakukan untuk mengevaluasi efek preparat imunosupresif terhadap perkembangan penyakit pada pasien diabetes tipe I yang

baru terdiagnosis atau pada pasien pradiabetes (pasien dengan antibody yang terdeteksi tapi tidak memperlihatkan gejala klinis diabetes). Riset lainnya menyelidiki efek protektif yang ditimbulkan insulin dengan diagnosis kecil terhadap fungsi sel beta. Faktor-faktor Lingkungan. Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadao kemungkinan factor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidika yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruski sel beta. Interaksi antara factor-faktor genetic, imunologi dan lingkungan dalam etiologi diabetes tipe I merupakan pokok perhatian riset yang terus berlanjut. Mesk[pun kejadian yang menimbulkan destruski sel beta tidak dimengerti sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetic merupakan factor dasar yang melandasi prsoses terjadinya diabetes tipe I merupakn hal yang secara umum dapat diterima.

Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan seksresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses erjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula factor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah: Usia (resistensi cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun) Obesitas Riwayat keluarga Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memilki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-Amerika)

3. Patofisiologi 1. Diabetes Tipe 1 Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi). (Brunner and Suddarth, 2002)

2. Diabetes Tipe II

Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur(Brunner and Suddarth, 2002)
Klasifikasi Diabetes Mellitus 1. Kelompok Berdasarkan Pola Makan a. Jenis DM yang menjangkit wilayah dengan penduduk yang berpola makan dan berpola hidup modern dan tradisional.

b. Jenis DM yang disebabkan kekurangan makan (malnutrition) ada didaerah yang kekurangan pangan (Tjokroprawiro, 2001). 2. Kelompok berdasarkan klinis atau Medis a. Diabetes Mellitus (DM) 1) DM tipe I atau DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin) 2) DM tipe II atau DMTTI (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin) 3) DMTM (Diabetes Mellitus Terkait Malnutrisi) 4) Diabetes Mellitus yang behubungan atau sindrom tertentu. b. Gangguan Toleransi Glukosa Gangguan ini terjadi pada kelompok tidak gemuk, gemuk dan berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu. c. Diabetes Mellitus pada Kehamilan (Gestional/DM) Ganggun ini baru terjadi pada seseorang setelah hamil. Sebelumnya kadar glukosa darah dalam keadaan normal (Tjokroprawiro, 2001) 3. Kelompok Berdasarkan Resiko Tinggi a. Toleransi glukosa pernah abnormal. b. Kedua orang tua mengidap DM. c. Pernah melahirkan bayi dengan berat badan 4 kg (Tjokroprawiro, 2001).

Gejala Diabetes Mellitus Gejala diabetes dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu : a. Gejala Akut Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi tiga serba banyak yaitu: - Banyak makan (polifagia) - Banyak minum (polidipsi) - Banyak kencing (poliuria) Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah, karena pada saat itu jumlah insulin masih mencukupi. Apabila keadaan ini tidak segera diobati maka akan timbul keluhan lain yang disebabkan oleh kurangnya insulin. Keluhan tersebut diantaranya: - nafsu makan berkurang - banyak minum - banyak kencing - berat badan turun dengan cepat - mudah lelah - bila tidak segera diobati,penderita akan merasa mual bahkan penderita akan jatuh koma (koma diabetik). b. Gejala Kronik Gejala kronik akan timbul setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah penderita menderita diabetes. Gejala kronik yang sering dikeluhkan oleh penderita, yaitu: - Kesemutan - Kulit terasa panas

- Terasa tebal dikulit - Kram - Lelah - Mudah mengantuk - Mata kabur - Gatal disekitar kemaluan

- Gigi mudah goyah dan mudah lepas - Kemampuan seksual menurun - bagi penderita yang sedang hamil akan mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg.

Pemeriksaan diagnostic Uji diagnostik dilakukan untuk pasien yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes mellitus. Bagi yang mengalami gejala khas diabetes mellitus, pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan : Gula Darah Sewaktu (GDS) dan Gula Darah Puasa (GDP) Adanya kadar glukosa darah meningkat secara abnormal merupakan criteria yang melandasi penegakan diagnosis diabetes. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar gula darah sewaktu yang di atas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih meruupakan criteria diagnostik penyakit diabetes mellitus. Jika kadar gula darah puasanya normal atau mendekati normal, penegakan diagnosis harus berdasarkan tes toleransi glukosa Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) merupakan pemeriksaan yang lebih sensitive daripada tes toleransi glukosa intravena yang hanya digunakan dalam situasi tertentu . Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan pemberian larutan karbohidrat sederhana. Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM. Pemeriksaan dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam < 115 mg/dl, 1 jam < 200 mg/dl, dan 2 jam < 140 mg/dl.17 Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C atau glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang terbentuk dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah merah.18 Nilai yang dianjurkan oleh PERKENI untuk HbA1C normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %.17 Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh karena itu pada penderita DM kadar HbA1C ditargetkan

kurang dari 7 %. Ketika kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan umur eritrosit). Kadar HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.19 Jadi walaupun pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam sesudah makan baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap tidak terkontrol dengan baik.

2.1.7. Penatalaksanaan Diabetes Berdasarkan cara pemberiannya obat hipoglikemik terdiri dari obat hipoglikemik oral dan obat hipoglikemik suntik yang mengandung insulin (Tjay dan Rahardja, 2002). a. Obat antidiabetik oral a.1). Golongan Sulfonilurea Tolbutamid (Gambar 1) termasuk golongan sulfonilurea yang dapat merangsang keluarnya insulin dari pankreas (Tjay dan Rahardja, 2007). Tolbutamid mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0% C12H18N2O3S, terhitung dari zat yang telah dikeringkan. Pemerian dari tolbutamid adalah serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa agak pahit.Tolbutamid merupakan obat turunan dari karbutamida, dengan menggantikan gugus-P amino dengan gugus metil efek-efek sulfa dilenyapkan.Daya hipoglikemik tolbutamid relatif lemah, maka jarang menyebabkan hipoglikemia.Obat ini banyak digunakan pada penderita diabetes tipe-2 (Tjay dan Rahardja, 2007). Pada pasien lanjut usia secara lebih amannya digunakan tolbutamid karena mempunyai durasi kerja paling cepat (Neal, 2005). Plasma t - nya sekitar 4-5 jam, tetapi ternyata bahwa penakaran single-dose pagi hari cukup efektif untuk mengendalikan kadar gula selama 24 jam. Zat ini dioksidasi menjadi metabolit inaktif yang diekskresikan 80% lewat kemih. Dosis permulaan 0,5-1 g pada waktu makan (guna menghindari iritasi lambung), bila perlu dinaikkan tiap minggu sampai maksimal 1-2 g. Dosis di atas 2 g per hari diperkirakan tidak ada gunanya (Tjay dan Rahardja, 2007). a.2). Golongan Inhibitor -Glukosidase Acarbose merupakan penghambat kompetitif alfa glucosidase usus dan memodulasi pencernaan pasca prandial dan absorpsi zat tepung dan disakarida.Akibat klinis pada hambatan enzim adalah untuk meminimalkan pencernaan pada usus bagian atas dan menunda absorpsi zat tepung dan disakarida yang masuk pada usus kecil bagian distal, sehingga menurunkan glikemik setelah makan dan menciptakan suatu efek

Universitas Sumatera Utara hemat insulin. Data farmakokinetik acarbose adalah onset efek pertama kali muncul 0,5 jam, waktu paruh (t1/2) 1-2 jam, durasi 4 jam. a.3). Golongan Biguanid Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin yang diproduksi oleh tubuh, tidak merangsang peningkatan produksi insulin sehingga pemakaian tunggal tidak berakibat hipoglikemia. Contoh obat golongan biguanid antara lain metformin (glucophage). Golongan Meglitinid ,Obat ini dapat dikombinasikan dengan metformin digunakan dalampengobatan Diabetes Mellitus tipe-2 sebagai tambahan terhadap diet dan olah ragauntuk penderita yang hiperglikemiknya tidak dapat dikontrol secara memuaskan dengan cara-cara tersebut. Contoh obat dari golongan ini antara lain repaglinid (novonorm), nateglinid (starlix) (Tjay dan Rahardja, 2002). a.4). Golongan Thiazolidindion Golongan ini dapat digunakan bersama sulfonilurea, insulin atau metformin untuk memperbaiki kontrol glikemia. Contohnya antara lain pioglitazon (actos), rosiglitazon (avandia) (Tjay dan Rahardja,2002). b. Insulin Pada diabetes mellitus tipe I, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis dan menurunkan peningkatan kadar glukosa darah. Selain DM tipe I, insulin kadang digunakan oleh pasien DM tipe II dan ibu hamil yang disertai Diabetes Mellitus, namun untuk waktu yang singkat. Penggunaan insulin dapat juga untuk indikasi sebagai berikut : a) Kencing manis dengan komplikasi akut seperti gangren, ketoasidosis, dan koma. b) Kencing manis pada kehamilan yang tak terkontrol dengan dietary control. c) Penurunan badan yang drastis d) Penyakit DM yang tidak berhasil dengan obat hipoglikemik dosis maksimal. e) Penyakit dengan gangguan fungsi hati dan ginjal berat.

Ada 4 tipe utama insulin yang tersedia: 1). Ultra-short-acting, yang mempunyai mula kerja sangat cepat dan masa kerja yang pendek. 2). Insulin reguler, jenis insulin ini bekerja dalam waktu yang pendek dengan mula kerja cepat. 3). Insulin lente, bekerja dalam waktu menengah. 4). Insulin yang bekerja dalam jangka waktu panjang dengan mula kerja lambat (Katzung, 2002). c. Ekstraksi Tanaman Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif yang semula berada dalam tanaman ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari (Ansel, 1989). Farmakope Indonesia menetapkan untuk proses penyari sebagai cairan penyari digunakan air, etanol, air-etanol, eter yang digunakan sebagai penyari pada pembuatan obat tradisional (Anonim, 1979).

4. Komplikasi Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah 6.1 . Komplikasi Akut a. Hipoglikemia Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal. Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji, 2006).

b. Hiperglikemia Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi. Hiperglikemia terdiri dari: 1. Diabetes Keto Asidosis (DKA)

Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif (Soewondo, 2006). 2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK) Sindrom KHHNK ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali disertai ganguan neurolis dengan atau tanpa adanya ketosis (Soewondo, 2006). 6.2 Komplikasi Kronik a. Penyakit Makrovaskuler Mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler) (Avicenna, 2009). Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus ditingkatkan terutama untuk yang mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit pembuluh darah koroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat (Waspadji, 2006). b. Penyakit Mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal yangmemerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi (Waspadji, 2006). Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetik nonproliferatif sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina dan lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosa dini retinopati dapat diketahui melalui pemeriksaan retina secara rutin (Waspadji, 2006). Pencegahan DM Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan (Junita, 2006). Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu: 2.11.1. Pencegahan Primer

Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum. 2.11.2. Pencegahan Sekunder Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel. Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapat

Universitas Sumatera Utara reversibel. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal. 2.11.3. Pencegahan Tersier Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini meliputi: a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan organ c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan

2.1.4. Faktor resiko Beberapa faktor resiko dari diabetes mellitus adalah sebagai berikut : 1. Keturunan Sekitar 50 % pasien diabetes tipe 2 mempunyai orangtua yang menderita diabetes, dan lebih sepertiga pasien diabetes mempunyai saudara yang mengidap diabetes. Sedangkan untuk diabetes tipe 1, sekitar 20 % terjadi pada penderita dengan riwayat keluarga terkena diabetes dan 80 % terjadi pada penderita yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan diabetes. (WHO, 2002). 2. Ras atau Etnis Beberapa ras tertentu, seperti suku indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe 2.Sedangkan diabetes tipe 1 sering terjadi pada orang Finlandia dengan presentase mencapai 40 %. 3. Usia Pada diabetes tipe 1, usia muda merupakan awal terjadinya penyakit tersebut, sedangkan pada diabetes tipe 2 umur puncak berada pada usia diatas 45 tahun.

4. Obesitas Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah mereka yang mengalami kegemukan. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. 5. Sindroma Metabolik Menurut WHO dan National Cholesterol Education Program : Adult Treatment Panel III, orang yang menderita sindroma metabolic adalah mereka yang punya kelainan seperti : tekanan darah tinggi lebig dari 160/90mmHg, trigliseridaa darah lebih dari 150mg/dl, kolesterol HDL <40 mg/dl, obesitas sentral dengan BMI lebih dari 30, lingkar pinggang melebihi 102 cm pada pria atau melebihi 88 cm pada wanita, atau sudah terdapat mikroalbuminuria. 6. Kurang Gerak Badan Olahraga atau aktivitas fisik membantu untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi, sel-sel tubuh menjadi lebih sensitive terhadap insulin.peredaran darah lebih baik dan resiko terjadinya diabetes tipe 2 akan turun sampai 50%. 7. Faktor Kehamilan Diabetes pada ibu hamil dapat terjadi pada 2-5 % kehamilan. Biasanya diabetes akan hilang setelah anak lahir. Ibu hamil dengan diabetes dapat melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4 kg. Apabila ini terjadi, sangat besar kemungkinan si ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak. 8. Infeksi Infeksi virus dapat juga dijadikan penyebab timbulnya diabetes mellitus.Adapun virus-virus tersebut adalah virus cytomegalovirus, virus rubella dan virus coxsackie.

2.1.4. Faktor resiko Beberapa faktor resiko dari diabetes mellitus adalah sebagai berikut : 1. Keturunan Sekitar 50 % pasien diabetes tipe 2 mempunyai orangtua yang menderita diabetes, dan lebih sepertiga pasien diabetes mempunyai saudara yang mengidap diabetes. Sedangkan untuk diabetes tipe 1, sekitar 20 % terjadi pada penderita dengan riwayat keluarga terkena diabetes dan 80 % terjadi pada penderita yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan diabetes. (WHO, 2002). 2. Ras atau Etnis Beberapa ras tertentu, seperti suku indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe 2.Sedangkan diabetes tipe 1 sering terjadi pada orang Finlandia dengan presentase mencapai 40 %. 3. Usia

Pada diabetes tipe 1, usia muda merupakan awal terjadinya penyakit tersebut, sedangkan pada diabetes tipe 2 umur puncak berada pada usia diatas 45 tahun.

4. Obesitas Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah mereka yang mengalami kegemukan. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. 5. Sindroma Metabolik Menurut WHO dan National Cholesterol Education Program : Adult Treatment Panel III, orang yang menderita sindroma metabolic adalah mereka yang punya kelainan seperti : tekanan darah tinggi lebig dari 160/90mmHg, trigliseridaa darah lebih dari 150mg/dl, kolesterol HDL <40 mg/dl, obesitas sentral dengan BMI lebih dari 30, lingkar pinggang melebihi 102 cm pada pria atau melebihi 88 cm pada wanita, atau sudah terdapat mikroalbuminuria. 6. Kurang Gerak Badan Olahraga atau aktivitas fisik membantu untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi, sel-sel tubuh menjadi lebih sensitive terhadap insulin.peredaran darah lebih baik dan resiko terjadinya diabetes tipe 2 akan turun sampai 50%. 7. Faktor Kehamilan Diabetes pada ibu hamil dapat terjadi pada 2-5 % kehamilan. Biasanya diabetes akan hilang setelah anak lahir. Ibu hamil dengan diabetes dapat melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4 kg. Apabila ini terjadi, sangat besar kemungkinan si ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak. 8. Infeksi Infeksi virus dapat juga dijadikan penyebab timbulnya diabetes mellitus.Adapun virus-virus tersebut adalah virus cytomegalovirus, virus rubella dan virus coxsackie.

Daftar Pustaka

Waspadji Sarwono. Penyulit Kronik Dan Pencegahannya. Dalam: Soegondo Sidartawan, Soewondo Pradana, Subekti Imam. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Edisi ke-6. Jakarta : FK UI, 2006.

World Health Organization. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate Hyperglycemia : Report of WHO/IDF Consultation. World Health Organization, Geneva, Switzerland 2006 : 1-35.

Soegondo, S.,2006.Farmakoterapi Pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe2.Dalam:Sudoyo, A.W., ed Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi ke 4.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1860-1863. Smletzer, S & Bare,B (2001). Buku Ajar Keperawatan Bedah II, Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai