Anda di halaman 1dari 9

Nasikh Mansukh Dalam Al-Quran

Chamim Thoha
Fenomena nasakh yang keberadaannya diakui oleh ulama, merupakan bukti terbesar bahwa
ada dialektika hubungan antara wahyu dan realitas. Sebab nasakh adalah pembatalan hukum,
baik dengan menghapuskan dan melepaskan teks yang menunjuk hukum dari bacaan atau
membiarkan teks tersebut tetap ada sebagai petunjuk adanya hukum yang dimansukh.
A. Definisi Nasikh Mansukh
Para ulama banyak berdebat mengenai tawil, batasan, atau definisi istilah nasikh,
karena kata tersebut secara bahasa mengandung beberapa makna. Kata nasakh kadang-
kadang bermakna meniadakan! "izaalah# seperti dalam surat al-$ajj ayat %&'
_: _ _ _|_ o :_ __ ___ _ o____ q __x
_|_ _q:o
Allah kemudian meniadakan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah
menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Kadang-kadang nasakh juga bermakna penggantian sebagaimana yang terdapat di
dalam surat (n-)ahl ayat *+*'
:_x _e__ '___ c ___
Dan apabila kami gantikan suatu ayat di tempat ayat yang lain.
*
Perdebatan mengenai definisi kata nasakh berpangkal pada batasan makna kata itu
secara bahasa dan sebagai istilah. (s-Syatibi menghimpun beberapa pendapat ulama
mengenai pengertian nasakh secara terminologi sebagai berikut' "*# pembatalan hukum yang
ditetapkan terdahulu oleh hukum yang ditetapkan kemudian, "&# pengecualian hukum yang
bersifat umum oleh hukum yangh bersifat khusus, ",# penjelasan yang datang kemudian
terhadap hukum yang bersifat samar, dan "-# penetapan syarat terhadap hukum terdahulu
yang belum bersyarat.
&
(bu .aid memahami makna nasakh mansuk sebagai penggantian teks
dengan teks lain dengan tetap mempertahankan kedua teks tersebut.
,
/enurut Subhi (s-Shalih, orang yang mengatakan bahwa definisi kata nasakh itu
mencabut hukum Syai!at dengan dalil Syai!at dapat di pandang sebagai definisi yang
*
(l-0t1an, h.,&.
&
(l-Syatibi, Al-Mu"a#a$at #i %shul Al-Syai!at, jilid 000, h.*+2.
,
)ashir $amed (bu .aid, &ekstualitas Al-'u!an, h.*-%.
*
paling tepat dan cermat. Sejalan dengan bahasa (rab yang mengartikan kata nasakh sama
dengan meniadakan dan mencabut, beberapa ketentuan hukum syariat yang oleh syari tidak
perlu dipertahankan, dicabut dengan dalil-dalil yang kuat dan jelas serta berdasarkan
kenyataan yang dapat di mengerti, untuk kepentingan suatu hikmah yang hanya dapat
diketahui oleh orang-orang yang berilmu sangat dalam.
-
Perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai definisi kata nasakh
mengungkapkan segi perselisihan lain tentang masalah yang amat penting, yaitu sebagian
dari mereka membatasi soal nasakh hanya pada hal-hal yang ada di dalam al-3uran itu
sendiri.tidak apa-apa orang berpendapat adanya ayat-ayat tertentu di dalam al-3uran me-
nasakh ayat-ayat lain, karena ia melihat banyak dalil-dalil a1li dan na1li yang membolehkan.
4api sebagian besar ulama cenderung membolehkan me-nasakh hadis dengan al-3uran,
misalnya me-nasakh puasa hari 5(syura yang telah ditetapkan hadis dengan puasa 6amadhan
yang diwajibkan dalam al-3uran.
%

Perihal me-nasakh al-3uran dengan sunnah, 0mam Syafii menolak secara keras dan
tidak membenarkan sama sekali. /aksud as-Syafii adalah mengagungkan kitabullah dan
sunnah 6asul-)ya serta menjaga saling keterkaitan dan kecocokannya.
7
8ika di antara
keduanya ada yang tidak cocok maka sunnah di-nasakh oleh al-3uran. (dapun sunnah me-
nasakh sunnah, sebagian besar ulama berpendapat tak ada salahnya. Sebab apa yang semula
di syariatkan 6asul teapi kemudian di nasakh, itu beliau lakukan atas dasar ilham dari (llah.
/engenai urusan syariat beliau tidak mengucapkan sesuatu menurut hawa nafsunya, yang di
ucapkannya itu adalah wahyu dari (llah.
Sekarang ini kita mengetengahkan ayat-ayat al-3uran di nasakh oleh ayat-ayat al-
3uran. Kita batasi sedemikian itu agar pembicaraan kita tidak berlanjut menjadi
pembahasan masalah yang bukan menjadi tujuan makalah ini.
B. Pandangan Para Ulama Tentang Nasikh Mansukh
Pada 9aman sebelum munculnya (bu /uslin (l-(sfahani, jumhur ulama tanpa ragu
memperbolehkan menetapkan sendiri ayat-ayat mana yang nasikh dan mana yang mansukh.
:ahkan ketika itu tanpa kenal lelah mereka berupaya membuktikan sebanyak-banyaknya
mana ayat yang mansukh, bahkan ada pula yang berlebihan. Kemudian setelah itu muncul
-
Subhi (s-Shalih, Mabahis #i %lumil-'u!an, h. ,72.
%
(l-:urhan, 00, h.,&.
7
/uhammad bin 0dris (s-Syafii, A-(isalah, h.*,;-*-7.
&
(bu /uslim dan ia menyatakan pendapatnya, bahwa nasikh sama sekali tidak membatalkan
"menghapuskan# ayat-ayat al-3uran, baik secara garis besar maupun rinciannya. (bu
/uslim seorang ulama yang cermat melakukan penelitian dan mempelajari secara mendalam
ayat-ayat yang jelas nasikh dan mansukh. 0a hanya membatalkan segi-segi pengertian yang
dipandangnya berlawanan dengan firman (llah dalam surat Fushilat ayat -&'
o__ __ o _ o_:__ _x o o|: a _o: oo
_q:o _c
)ang tidak datang kepadanya *Al 'uan+ kebatilan baik dai depan maupun dai
belakangnya, yang dituunkan dai (abb yang Maha Bijaksana lagi Maha &epuji.
(tas dasar itu ia lebih suka menyebut kata nasakh dengan istilah lain, yaitu takhshish
"pengkhususan#, untuk menghindari pengertian adanya pembatalan hukum al-3uran yang
diturunkan (llah. 4etapi (bu /uslim dan mereka yang sefaham menghadapi tantangan keras
dari para ulama yang lain. Para ulama tadi memberikan pengertiaan kata nasakh dari
pengertian takhshish. <efinisi takhshish ialah membatasi keumuman sesuatu hanya pada
bagian-bagiannya, dan pembatasan seperti itu tidak benar-benar mencabut beberapa bagian
dari ketetapan hukum. Karena untuk mencabut beberapa bagiannya saja, harus ditempuh
jalan maja9. Kata keumuman adalah subjek pokok bagi setiap bagian, tidak membatasi
bagian-bagian lainnya kecuali jika di sertai pengkhususan. =ain halnya dengan nasakh, ayat
yang mansukh tetap berlaku sebagaimana yang dimaksud dan selamanya demikian. $anya
segi hukumnya yang berlaku menyeluruh hingga waktu tertentu, tidak dapat dibatalkan
kecuali oleh ayat yang me-nasakh untuk kepentingan suatu hikmah yang diketahui (llah.
Pengkhususan "takhshish# memerlukan adanya hubungan dengan kalimat sebelumnya,
atau berikutnya, atau yang menyertainya. =ain halnya dengan nasakh yang kejadiannya pasti
disertai dalil yang lugas mengenai soal yang di nasakh. Pengkhususan dapat terjadi pada
berita-berita hadis. <i antara dalil-dalil yang melandasi pengkhususan ialah pikiran dan
perasaan, disamping kitabullah dan sunnah 6asul. (dapun nasakh dalilnya adalah syari dan
hanya mengenai kitabullah dan sunnah. Karenanya, hukum syara tidak dapat dibatalkan
dengan dalil a1li atau rasional. Konsekwensi perbedaan antara pengkhususan dan nasakh
ialah, setelah bagian yang bersifat umum dikhususkan maka yang tinggal tetap berlaku dan
,
tidak dapat dibatalkan semua bentuk alasan untuk mempertahankannya atau untuk
mengamalkannya.
;

Kalau (bu /uslim dan rekan-rekannya dianggap telah mencampur pengertian nasakh
dengan pengertian takhshish dan dianggap juga bersikap tidak sopan terhadap (llah karena
lebih suka menggunakan kata takhshish, maka orang-orang yang bertahan pada istilah
nasakh pun sangat berlebihan dalam masalah itu. /ereka terlalu banyak menetapkan nash-
nash yang mereka anggap mansukh dari nash-nash umum yang dikhususkan.
<i antara tindakan mereka yang sangat berlebih-lebihan itu ialah perbuatan memenggal
kaitan kalimat di dalam satu ayat, lalu mereka menganggap bagian yang pertama adalah
mansukh, sedangkan bagian keduanya adalah nasikh. /isalnya surat al-/aidah ayat *+%'
xx__ __ ac'__ _qq|_ _qx a ___ o
: ___:__.
,ai oang-oang yang beiman, jagalah diimu- tiadalah oang yang sesat itu
akan membei mudhaat kepadamu apabila kamu &elah mendapat petunjuk.
:agian akhir ayat tersebut "yaitu tiadalah oang yang sesat itu akan membei
mudhaat kepadamu apabila kamu &elah mendapat petunjuk# menurut pandangan
0bnul (rabi, me-nasakh bagian permulaannya "yaitu hai oang-oang yang beiman,
jagalah dii kalian#. Sikap berlebihan seperti itu lebih mengherankan lagi karena
dibatalkannya berbagai adat-istiadat dan tradisi jahiliyah oleh nasakh al-3uran, tapi
mereka masukkan ke dalam hal-hal yang mansukh. /isalnya soal mengawini bekas
isteri ayah "ibu tiri# yang telah diharamkan al-3uran,
2
atau soal tindakan balas
dendam yang telah diatur dengan hukum diyah dan hukum $ishash,
>
soal pembatasan
talak hingga tiga kali,
*+
beberapa ketentuan hukum agama sebelum 0slam yang yang
telah dihapus oleh syariat 0slam, seperti dihalalkannya beberapa jenis makanan yang
dahulu diharamkan bagi mereka, dan lain sebagainya. Para ulama yang meneliti
secara cermat masalah-masalah tersebut, semuanya sepakat bahwa nash-nash diatas
tersebut sama sekali bukan nasikh, yaitu bukan nash-nash yang me-nasakh adat
istiadat dan tradisi jahiliyah, atau me-nasakh syariat agama-agama terdahulu.
;
Manahilul-.#an 00, h.2*.
2
Surat (n-)isa'&&
>
Surat (l-:a1arah'*;2
*+
Surat (l-:a1arah'&&>
-
(lasannya kalau hal seperti itu dianggap sebagai nasikh, maka tentu hampir semua
ayat al-3uran adalah nasikh. Sebab sebagian besar ayat-ayat al-3uran
menghapuskan semua bentuk kepercayaan dan peribadatan yang la9im dilakukan
kaum kafir dan ahlul-kitab.
(pabila memperhatikan persoalan nasakh mansukh ini, ada tiga klasifikasi ayat-
ayat yang me-nasakh dan di nasakh yang dibuat oleh ulama sebagai berikut'
*. (yat-ayat yang teksnya di nasakh, namun hukumnya tetap berlaku.
&. (yat-ayat yang hukumnya di nasakh, namun teksnya masih tetap.
,. (yat-ayat yang hukum dan teksnya sekaligus di nasakh.
Pola pertama dan ketiga mengasumsikan adanya perubahan dalam teks.
Sebagian ayat dari teks tersebut dibuang, baik hukumnya tetap berlaku sebagaimana
pada pola pertama, ataupun hukumnya pula yang di nasakh dengan teksnya
sebagaimana pada pola ketiga. (sumsi semacam ini mengadung konotasi yang
berbahaya.
**
=agi pula, mereka menciptakan pola nasakh menjadi beberapa bagian
seperti diatas tidaklah didasarkan pada dalil-dalil yang jelas. /enciptakan nasakh
menjadi beberapa bagian hanya dapat dilakukan apabila setiap macamnya itu terdapat
nash-nash yang cukup banyak jumlahnya untuk dikemukakan sebagai dalil
pembuktian, agar mudah di tarik kesimpulan sebagai kaidah.
*&
Syarat bahwa wahyu yang digunakan sebagai pe-nasakh haruslah bersifat
mutawatir, disebabkan karena sebagaimana yang dikatakan oleh (s-Syatibi'!
,ukum-hukum apabila telah tebukti secaa pasti ketetapannyatehadap mukalla#,
maka tidak mungkin menasakhnya kecuali atas pembuktian yang pasti pula.
/0
Sebab sangat riskan untuk membatalkan sesuatu yang pasti berdasarkan hal yang
belum pasti. (tas dasar hal tersebut kita dapat berkata bahwa persoalan kini telah
beralih dari pembahasan teoritis kepada pembahasan praktis. Pertanyaan yang muncul
di sini adalah apakah ada sunnah yang )abi yang muta"ati yang membatalkan ayat-
ayat al-3uran?
<alam hal ini pengarang Manahil Al-1.#an mengemukakan empat hadis yang
kesemuanya bersifat ahad "tidak muta"atir#, namun dinilai oleh sebagian ulama telah
**
)ashir $amid (bu .aid, 2ontekstualitas al-'u!an, h.*%&.
*&
Subhi, 3p.4it, h.,;,.
*,
(s-Syatibi, 3p.4it, h.*+%.
%
me-nasakh ayat-ayat al-3uran. (pakah ini agaknya berarti bahwa tidak ada hadis
mutawatir yang me-nasakh al-3uran? (gaknya memang demikian. <i sisi lain,
keempat hadis tersebut telah di teliti keseluruhan teksnya, menunjukkan bahwa yang
me-nasakh ayat - kalau hal tersebut dinamai nasakh - bukannya hadis tadi, melainkan
ayat yang ditunjuk oleh hadis tersebut.
$adis 5a "ashiyata li "aits! "tidak dibenarkan adanya wasiat untuk penerima
warisan#, yang oleh sementara ulama dinyatakan sebagai me-nasakh ayat ke"ajiban
be"asiat! "3S &'*2+#, ternyata setelah diteliti keseluruhan teksnya berbunyi'!
Sesungguhnya Allah telah membeikan setiap yang behak haknya, dengan demikian
tidak ada *tidak dibenakan+ "asiat kepada peneima "aisan.
Kata-kata Sesungguhnya Allah telah membeikan! dan seterusnya menunjuk
kepada ayat waris. <an atas dasar itu, hadis tersebut menyatakan bahwa yang me-
nasakh adalah ayat-ayat waris tersebut, bukan hadis )abi yang bersifat ahad
tersebut.
*-

@rang-orang yang bertahan pada istilah nasakh, mereka juga tidak sopan kepada (llah
karena mereka membuka kesempatan seluas-luasnya bagi orang-orang yang membaurkan
pengertian nasakh dengan pengertian al-bada "perubahan takdir dari yang telah ditentukan#,
atau dengan pengertian insaa "melupakan#.
Sikap tidak sopan terhadap (llah itu tergambar dengan jelas dari perbuatan mereka
yang dengan sembarangan membicarakan nasikh dan mansukh. /ereka itu sebenarnya
mengetahui dan yakin bahwa pembahasan dan pentakwilan yang mereka lakukan lebih
mendekati pengertian insa. <an memang lebih tepat dikatakan demikian. /ereka
berpendapat bahwa ayat mengenai suatu perintah yang diturunkan (llah swt karena suatu
sebab. Setelah sebab itu tiada lagi, maka ayat itu mereka anggap mansukh. /isalnya di saat
kaum muslimin dalam keadaan lemah dan jumlahnya pun hanya sedikit, (llah
memerintahkan supaya mereka bersikap tabah, sabar, dan (llah menjanjikan ampunan bagi
mereka yang selalu mendambakan perjumpaan dengan 4uhannya. (yat itu dianggap
mansukh oleh ayat pedang yaitu ayat-ayat di dalam surat al-4aubah. Padahal sama sekali
tidak ada kaitannya dengan soal nasikh dan mansukh, melainkan sejalan dengan pengertian
insa, atau menangguhkan penjelasan hingga saat diperlukan, yaitu seperti firman (llah di
*-
3uraisy Shihab, Membumikan Al-'u!an, h.*->
7
dalam ayat *+7 surat al-:a1arah'Aau nunsihaaA/ereka yang faham betul ilmu nasikh dan
mansukh tentu mengetahui, bahwa pada dasarnya ayat-ayat seperti tersebut diatas termasuk
ayat-ayat yang munsa "yang ditangguhkan penjelasannya#, atau termasuk ayat-ayat yang
penjelasan hukumnya bersifat mujmal "global#.
*%
/isalnya perintah berperang ditangguhkan
sampai pada kondisi saat kaum muslimin menjadi kuat. 4api pada saat masih lemah mereka
diperintahkan sabar dan tabah menghadapi gangguan. .arkasyi mengatakan'! Dengan
pengetian yang bena itu maka jelaslah betapa lemah pendapat kebanyakan ahli ta#si yang
memandang ayat-ayat yang meingankan suatu peintah sebagai ayat-ayat yang mansukh
oleh ayat pedang. 4idaklah demikian, yang benar ialah bahwa ayat-ayat seperti itu adalah
ayat yang munsa, yakni setiap perintah yang diturunkan (llah wajib ditaati dan dilaksanakan
apabila telah terdapat suatu 1illah "sebab atau syarat# yang mengharuskan dipenuhinya
perintah tersebut. Ketentuan itu dapat berubah dengan terjadinya perubahan 1illah, tapi bukan
ketentuan itu yang lalu menjadi mansukh. Sebab, nasakh berarti penghapusan, dan sesuatu
yang dihapus tidak boleh dilaksanakan.
*7

/asalah terakhir yang diperdebatkan oleh mereka yang gemar berbicara tentang
nasakh adalah mengenai ayat-ayat mansukh yang sudah lama berlaku sebelum kandungan
hukumnya di nasakh. Bntuk membela pendapat seperti itu mereka menunjuk sebuah ayat di
dalam surat al-(h1af ayat > yang menurut mereka kandungan hukumnya tetap berlaku
selama *7 tahun sebelum ayat tersebut di nasakh oleh ayat-ayat permulaan surat al-Fath.
_ _' oo _ ___x x _ :_ _x q
2atakanlah6 7Aku bukanlah (asul yang petama di antaa asul-asul dan Aku tidak
mengetahui apa yang akan dipebuat tehadapku dan tidak *pula+ tehadapmu.
0bnu Salamah berpendapat, bagian permulaan ayat tersebut adalah muhkam "tetap dan
jelas maknanya#. Cang mansukh ialah kalimat'! Aku tidak mengetahui apa yang akan
dipebuat tehadap diiku dan dii kalian. 0bnu salamah memastikan bahwa selama *+
tahun 6asulullah saw berpegang pada ayat tersebut dan selama itu pula beliau dicemooh oleh
kaum musyrikin. Kemudian beliau hijrah ke /adinah dan selama enam tahun di kota itupun
beliau masih dicemooh oleh kaum musyrikin. /ereka mengatakanD! Bagaimana kami dapat
mengikuti oang yang tidak mengetahui apa yang akan dipebuat tehadap diinya maupun
*%
(l-:urhan 00, $.-,.
*7
(l-:urhan 00, h.-&.
;
tehadap sahabat-sahabatnya8 4ak lama kemudian turunlah ayat-ayat permulaan surat al-
Fath yang me-nasakh ayat tersebut. <engan demikian kaum musyrikin tahu bahwa
6asulullah saw mengerti apa yang akan diperbuat terhadap diri beliau maupun terhadap para
sahabatnya.
*;

Pikiran yang main serampangan membicarakan nasakh kalam 0lahi, menentukan masa
berlakunya suatu ayat sebelum dianggap mansukh, memahami ayat seperti waktu ayat
diturunkan atau menganggap kandungan hukumnya telah berubah atau diganti dengan ayat
yang turun sesudahnya, maka pikiran demikian itu mendorong orang-orang yang sangat
mendalam kecintaannya terhadap al-3uran untuk sedapat mungkin menjauhi bayangan
nasakh yang mengerikan itu. /ereka seakan-akan memandang nasakh tak ubahnya seperti
al-bada "penggantian suatu ketentuan setelah diketahui adanya yang baru#, atau sekurang-
kurangnya nasakh itu dapat dianggap sebagai ungkapan yang wajar tentang al-bada, yang
membuka jalan bagi mereka yang tidak mengerti serta mencampuradukkan antara nasakh dan
hikmah rahasia di satu pihak dengan al-bada di lain pihak, termasuk segala keburukan,
kekacauan dan kenaifan dalil-dalilnya.
C. Cara Memahami Nasikh Mansukh
(dapun cara yang paling bijak dalam memahami soal nasikh mansukh tidak
menyamakan masalah nasakh dengan bada, takhshish, insa, ataupun dengan pengertian
mengenai hal-hal yang bersifat global. Eara memahami nasakh adalah berdasarkan teks yang
terang dan jelas bersumber dari 6asulullah saw atau dari salah seorang sahabat beliau yang
menegaskan bahwa ayat ( me-nasakh ayat :. penegasan demikian itulah yang menentukan
kata putus mengenai sesuatu yang tampak berlawanan, disamping pengetahuan sejarah yang
diperlukan untuk mengetahui mana ayat yang turun terlebih dahulu dan mana yang
kemudian. Eara yang tepat untuk memahami nasakh mansukh sama sekali tidak bersandar
pada pendapat ahli tafsir, apalagi pada hasil ijtihad para mujtahid yang tidak bersandar pada
nash-nash al-3uran dan hadis shahih. Sebab, soal nasakh mencakup soal pencabutan dan
penetapan hukum yang terjadi pada masa 6asulullah hidup, sedangkan landasannya ialah
na$l dan fakta sejarah, bukan pendapat dan bukan hasil ijtihad. :anyak ulama yang telah
mengadakan penelitian mendalam menyatakan dengan terus terang bahwa di antara berbagai
soal yang oleh para ahli tafsir dikiranya nasakh ternyata bukan nasakh, melainkan insa dan
*;
0bnu Salamah, 9asikh "al-Mansukh, h.&;>.
2
takhir "penagguhan#, atau ayat-ayat mujmal "global# yang ditangguhkan penjelasannya
hingga saat dibutuhkan, atau khittab "pembicaraan# mengenai soal lain yang menyelingi
suatu ayat. (tau suatu soal yang dikhususkan dari soal-soal umum, atau jalinan makna
dengan makna yang lain. :entuk khittab dalam al-3uran banyak ragamnya, karena lalu
mereka menduganya nasakh, padahal bukan, melainkan firman (llahyang memperkuat
firman yang lain. /engenai hal itu (llah sajalah yang menjaga keabadiannya.
>

Anda mungkin juga menyukai