Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 38

REFERAT :

PENGARUH PEMBERIAN KORTIKOSTEROID DALAM TERAPI PENYAKIT PARU OBSTRUKTUKTIF KRONIK


Dokter Pembimbing : dr. Indah Rahmawati, Sp.P. Diisusun Oleh : Dian Astriany Nurmufidah 1110221132
SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PROF DR. MARGONO SOEKARJO UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA Friday, March 07, 2014 PURWOKERTO

LATAR BELAKANG

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil survei Departemen Kesehatan menerangkan bahwa PPOK menempati urutan pertama penyakit yang tidak menular pada organ paru, yang selanjutnya diikuti oleh asma bronkhial dan kanker paru.1,2 Penyebab penyakit paru obstruktif kronik adalah semakin tingginya pajanan faktor risiko

Friday, March 07, 2014

LATAR BELAKANG
Pengobatan efektif pada penyakit obstruktif paru (PPOK) mencegah eksaserbasi akut dan memperbaiki faal paru Edukasi dan kontrol lingkungan untuk menghindari faktor resiko. Obat-obat untuk mencegah gejala eksaserbasi akut.

Kortikosteroid merupakan salah satu golongan obat untuk terapi ppok dan diduga dapat meningkatkan fungsi faal paru. Friday, March 07, 2014 Mengetahui pengaruh kortikosteroid pada terapi PPOK

PPOK
Ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif, non reversibel atau reversibel parsial, disebabkan oleh proses inflamasi dan yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah dan dapat diobati Penyebab utama adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan partikel gas berbahaya

Friday, March 07, 2014

FAKTOR RESIKO
Kebiasaan merokok penyebab kausal yang terpenting, riwayat perokok, derajad berat merokok dengan Indeks Brikman (ringan: 0-200, sedang 200-600 dan berat >600). Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja.

Hiperaktivitas bronkus

Riwayat infeksi saluran napas berulang.


Defisiensi antitripsin alfa-1 (umumnya jarang terdapat di Indonesia). Friday, March 07, 2014

PATOGENESIS PPOK
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil (inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos).

Penyebab utama obstruksi jalan napas

Friday, March 07, 2014

PATOGENESIS PPOK
PPOK STABIL RINGAN

Inflamasi Mekanisme perlindungan Kerusakan jaringan paru Mekanisme perbaikan

Penyempitan saluran napas dan fibrosis

Destruksi parenkim

Hipersekresi mukus

Friday, March 07, 2014

KLASIFIKASI PPOK
1. Derajat I, PPOK ringan (VEP1/KVP<70% VEP1>80% prediksi).
2. Derajat II, PPOK sedang (VEP1/KVP<70% 50%<VEP1<80%), disertai pemendekan dalam bernapas 3. Derajat III, PPOK berat (VEP1/KVP<70% 30%<VEP1<50%), sesak napas, eksaserbasi berulang.

4. Derajat IV, PPOK sangat berat (VEP1/KVP<70% VEP1<50%), gagal napas kronis, gagal jantung kanan.
5. Ketidak sesuaian nilai VEP1 dan gejala penderita
Friday, March 07, 2014 8

DIAGNOSIS
1. Anamnesis, a) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan tanpa gejala pernapasan. b) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna ditempat kerja. c) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi /anak infeksi saluran nafas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara. d) Batuk berulang. e) Sesak nafas
2. Pemeriksaan fisik a) Inspeksi (pursed lips breathing, barel chest, hipertopi otot bantu nafas b) Palpasi pada fremitus dan sela iga melebar. c) Perkusi pada enfisema hipersonor, dan batas jantung, letk diagfragma dan hepar. Friday, March 07, 2014 d) Auskultasi, suara nafas dan ekspirasi.

DIAGNOSIS
3. Ciri khas yang mungkin ditemui pada PPOK, a) Pink puffer, gambaran khas pada enfisema. Penderita kurus, kulit kemerahan dan nafas pursed. b) Blue bloater, gambaran khas pada bronkitis kronis, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, serta sianosis sentral dan perifer. c) Pursed lips breathing, sikap bernapas dengan mulut dan ekspirasi yang memanjang, sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
Friday, March 07, 2014 10

PERBEDAAN ASMA, PPOK DAN SOPT


Asma Timbul pada usia muda Sakit mendadak Riwayat merokok Riwayat atopi Sesak dan mengi berulang Batuk kronik berdahak Hiperaktiviti bronkus Reversibiliti obstruksi Variabiliti harian Eosinofil sputum Neutrofil sputum Makrofag sputum ++ ++ +/++ +++ + +++ ++ ++ + +
Friday, March 07, 2014

PPOK +++ + + ++ + + + -

SOPT + + + +/+/+/+/11

ALGORITMA PENATA LAKSANAAN


PPOK STABIL RINGAN

VEP1 < 80% pred VEP1 /KVP < 75%

Respon bronkodilator Anjuran : - berhenti merokok - hindari/kurangi pajanan - vaksinasi influenza setiap tahun sesak ya ya Pikirkan penyebab sesak lain mis : - gagal jantung, kelelahan otot, bronkodilator antikolinergik, atau beta2 argonis yang tidak adekuat, pastikan bahwa teknik inhaler tepat tidak tidak

Upayakan berhenti merokok periksa VEP1 minimal 1 tahun

Evaluasi 4 6 minggu Tukar atau tambah Bronkodilator. Evaluasi pada minggu ke 4 - 6


12

Perbaikan gejala atau pemakaian inhaler < 4 x/ hr ya ya

tidak tidak

Friday, March 07, 2014

ya ya

Perbaikan klinis/gejala atau

- gagal jantung, kelelahan otot, bronkodilator antikolinergik, atau beta2 argonis yang tidak adekuat, pastikan bahwa teknik inhaler tepat

ALGORITMA PENATA LAKSANAAN


Evaluasi 4 6 minggu Tukar atau tambah Bronkodilator. Evaluasi pada minggu ke 4 - 6

Upayakan berhenti merokok periksa VEP1 minimal 1 tahun

Perbaikan gejala atau pemakaian inhaler < 4 x/ hr ya ya Evaluasi 6 12 minggu

tidak tidak

ya ya

Perbaikan klinis/gejala atau pemakaian inhaler < 4 x/hr tidak tidak Lakukan rehaabilitasi/pikirkan penyebab lain gejala tersebut

Penyebab lainnya Tidak Tidak ada ada Nilai ulang pemakaian inhaler/bronkodilator tiap bulan ada ada Pengobatan yang sesuai/ benar

Friday, March 07, 2014

13

KOMPLIKASI
1. Gagal napas, a) Gagal napas kronis gas darah PO2<60mmHg PCO2 >60 mmHg. b) Gagal napas akut pada napas kronik.
2. Infeksi berulang, pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan koloni kuman, sehingga memudahkan infeksi berulang, kondisi imunitas rendah ditandai menurunnya kadar limfosit darah. 3. Cor pumonal, ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal jantung kanan.
Friday, March 07, 2014 14

DEFINISI KORTIKOSTEROID Senyawa regulator seluruh sistem hemostasis tubuh organisme agar dapat bertahan menghadapi perubahan lingkungan dan infeksi. Kortikosteroid alami adalah kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis.
Friday, March 07, 2014 15

DEFINISI KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid buatan memiliki sifat yang kurang lebih sama seperti kortikosteroid alami, sehingga dapat digunakan untuk mengurangi efek inflamasi dalam tubuh. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah.
Friday, March 07, 2014 16

JENIS DAN MANFAAT KORTIKOSTEROID


1. Kortikosteroid terdiri dari 2 sub-jenis yaitu jenis glukotiroid dan mineralkortikortikoid. Keduanya memiliki pengaruh yang sangat luas, seperti berpengaruh pada metabolisme karbohidrat, protein, lipid, serta modulasi keseimbangan antara air dan cairan elektrolit tubuh, serta berdampak pada seluruh sistem tubuh seperti sistem kardiovaskular, muskuloskeletal, saraf, kekebalan tubuh, dan pada fetus

Friday, March 07, 2014

17

JENIS DAN MANFAAT KORTIKOSTEROID


2. Pada sistem endokrin : kortikosteroid mempengaruhi aktivitas beberapa hormon yang lain, seperti mengaktivasi katekolamin dan menstimulasi sintesis hormon adrenalin dari hormon noradrenalin, kortikosteroid menghambat sekresi hormon TSH dan menurunkan daya fisiologis tiroksin.

3. Pada masa tumbuh kembang, terapi hormon kortikosteroid pada hiperkortisisme dapat menyebabkan pertumbuhan terhenti sama sekali, sebagai akibat dari penurunan kematangan epiphyses plates dan pertumbuhan tulang panjang.
Friday, March 07, 2014 18

JENIS DAN MANFAAT KORTIKOSTEROID


4. Dengan konsentrasi yang lebih tinggi, kortikosteroid akan menghambat sekresi hormon LH pada kelenjar gonad yang seharusnya dilepaskan sel gonadotrop sebagai respon atas stimulasi hormonal. 5. Pada sistem kardiovaskular, kortikosteroid memberikan efek pada miokardium, permeabilitas pembuluh darah kapiler dan pola denyut pembuluh darah arteriol.
Friday, March 07, 2014 19

JENIS DAN MANFAAT KORTIKOSTEROID


6. Pada jaringan otot, kortikosteroid dengan konsentrasi yang seimbang, yaitu peningkatan aldosteron yang akan menyebabkan hipokalemia yang membuat otot menjadi tidak bertenaga, sedangkan kadar glukokartikoid yang tinggi dapat menyebabkan degradasi otot melalui lintasan metabolisme protein

7. Kortikosteroid juga meningkatkan hemoglobin dan sel darah merah, mungkin disebabkan oleh melemahnya mekanisme eritrofagositosis.
Friday, March 07, 2014 20

MEKANISME KERJA KORTIKOSTEROID


Mekanisme kerja korikosteroid adalah dengan menembus membran sel kemudian di dalam sitoplasma berikatan dengan reseptor protein interseluler spesifik.

Kompleks reseptor steroid selanjutnya meninggalkan sitoplasma dan menuju inti sel.
Di dalam inti sel, kompleks reseptor steroid mensintesa protein baru yang mempengaruhi transkripsi dan translasi asam inti sehingga terjadi perubahan inti sel.
Friday, March 07, 2014 21

MEKANISME KERJA KORTIKOSTEROID


Dalam proses inflamasi : mempertahankan tonus pembuluh darah, proliferasi sel-sel fibroblas yang merupakan bagian dari proses reparasi juga dihambat oleh kortikosteroid.

Hambatan ini pada satu sisi dapat mencegah pembentukan jaringan fibrotik yang berlebihan, namun di sisi lain mempermudah terjadinya penyebaran kuman.
Penggunaan kostikosteroid akan merubah kinetika dan jumlah leukosit dalam peredaran darah, di mana efek maksimum dicapai dalam 4-6 jam setelah pemberian dan kembali normal dalam 24 jam.
Friday, March 07, 2014

22

MEKANISME KERJA KORTIKOSTEROID

Kortikosteroid akan meningkatkan jumlah sel neutrofil dalam aliran darah oleh banyak neutrofil baru yang dilepas dari sumsum tulang, karena bertambah panjangnya umur netrofil dalam peredaran darah serta sedikitnya akumulasi netrofil di lokasi radang karena berkurangnya perlekatan sel endotel pada vaskuler.

Friday, March 07, 2014

23

MEKANISME KERJA KORTIKOSTEROID


Penggunaan kortikosteroid dapat menginduksi terjadinya limfopenia oleh karena banyaknya sel-sel limfosit dari peredaran darah menuju ke jaringan limfoid. Dua per tiga dari jumlah sel-sel limfosit dalam sirkulasi termasuk dalam kelompok limfosit resirkulasi yakni limfosit yang mudah untuk keluar dan masuk ke dalam sirkulasi. Di luar sirkulasi sel-sel ini berada dalam duktus thoraksikus, limfa, kelenjar limfe, dan sumsum tulang. Kortikosteroid lebih banyak mempengaruhi limfosit T untuk bermigrasi ke jaringan limfoid daripada limfosit B.
Friday, March 07, 2014 24

PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PPOK


Golongan Obat Obat dan Kemasan Dosis 30-40 mg per hari

Kortikosteroid oral (uji Prednison kortikosteroid) Metil Prednisolon Inhalasi Kortikosteroid Beklometason 50 g, 250 g / semprot Budesonid 100 g, 250 g, 400 g / semprot

1-2 semprot 2-4 kali per hari 200-400 g 2 kali per hari, maksimal 2400 g per hari

Flutikason 125 g / semprot

125-250 g 2 kali per hari, maksimal 1000 g per hari Friday, March 07, 2014 25

PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA PPOK


Penggunaan kortikosteroid untuk PPOK memiliki mekanisme kerja sebagai anti inflamasi dan mempunyai keuntungan pada penggunaan PPOK, yaitu: Mereduksi permeabilitas kapiler untuk mengurangi mucus. Menghambat pelepasan enzim proteolitik dari leukosit. Menghambat pelepasan prostaglandin. Kortikosteroid digunakan untuk pasien PPOK pada tingkat keparahan (stage) II atau IV (FEV1 < 50%) yang mengalami eksaserbasi berulang.
Friday, March 07, 2014 26

KORTIKOSTEROID ORAL PADA PPOK


Kortikosteroid mengurangi jumlah sel inflamasi saluran nafas pada tingkat selular termasuk eosinofil, limfosit T, dan sel mast dengan cara menghambat perekrutan sel inflamasi ke dalam saluran napas melalui penekanan produksi mediator kemotaktik dan molekul adhesi serta menghambat keberadaan sel inflamasi dalam saluran nafas Penggunaan kortikosteroid oral pada penderita PPOK bertujuan untuk mengurangi produksi iritasi, pembengkakan dan produksi lendir pada saluran pernafasan yang diakibatkan karena proses peradangan
Friday, March 07, 2014 27

KORTIKOSTEROID ORAL PADA PPOK


Kortikosteroid oral bersifat tidak konsisten dalam meningkatkan fungsi faal paru pada PPOK stabil. Namun, terdapat bukti yang realistis untuk penggunaan kortikosteroid sistemik selama PPOK eksaserbasi akut, terutama bila dijumpai jumlah produksi lendir meningkat Pada kortikosteroid oral dengan dosis rendah sering digunakan dalam pengobatan PPOK eksaserbasi akut.
Friday, March 07, 2014 28

KORTIKOSTEROID ORAL PADA PPOK


Efek samping pada penggunaan kortikosteroid oral adalah diabetes dan osteoporosis. Penggunaan jangka panjang : retensi air, wajah bengkak, nafsu makan meningkat, berat badan dan iritasi lambung, serta mengganggu metabolisme tulang, penyakit jantung (pada lanjut usia) Penelitian terbaru memberitahukan bahwa pasien yang menunjukkan penggunaan terus menerus kortikosteroid oral untuk PPOK kemungkinan akan menderita infark miokard akut (AMI) dan beberapa bukti lain menunjukkan bahwa pasien dengan PPOK yang merespon terhadap kortikosteroid mengalami peradangan eosinofilik
Friday, March 07, 2014 29

KORTIKOSTEROID INHALASI PADA PPOK


Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara inhalasi. Tujuan dari terapi inhalasi adalah agar obat dapat bekerja langsung pada sasaran sehingga absorpsinya terjadi secara cepat dibandingkan dengan cara sistemik.

Oleh karena itu penggunaan terapi inhalasi sangat bermanfaat pada serangan akut yang membutuhkan pengobatan segera, terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme, mengencerkan sputum, menurunkan hipereaktivitas bronkus, serta mengatasi infeks
Friday, March 07, 2014 30

KORTIKOSTEROID INHALASI PADA PPOK


Penggunaan terapi inhalasi ini, ditujukan untuk pengobatan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), sindrom obstruktif post tuberkulosis, asma, fibrosis kistik, bronkiektasis, serta penyakit lain dengan sputum yang kental dan lengket. Pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), terapi inhalasi merupakan terapi pilihan dengan tujuan agar obat dapat masuk sesuai dengan dosis yang diinginkan serta langsung berefek pada organ sasaran Keuntungan dari inhalasi ini adalah memberikan efek bronkodilator yang maksimal yang lebih baik dari cara pemberian lain, sementara itu pengaruh sistemiknya hampir tidak ada.
Friday, March 07, 2014 31

KORTIKOSTEROID INHALASI PADA PPOK


Penggunaan kortikosteroid dengan sistem inhalasi (ICS) pada pasien PPOK dengan komplikasi pneumonia kurang bermanfaat. Hal ini dibuktikan oleh dr. Aran Singanayagam, Edinburgh Royal Infirmary, dengan menggunakan 490 pasien PPOK dengan komplikasi pneumonia pada tahun 2005 sampai tahun 2009 sebanyak 75 % dari pasien (376 pasien) yang menggunakan kortikosteroid inhalasi (ICS) selama satu bulan rawat inap Hasilnya tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat keparahan pneumonia antara pengguna kortikosteroid inhalasi dan tidak menggunakan Friday, March 07, 2014 kortikosteroid inhalasi.

32

KORTIKOSTEROID KOMBINASI PADA PPOK


Dua skema kombinasi yang lebih sering digunakan untuk pengobatan PPOK adalah anti kolinergik kerja singkat plus shortacting agonis (SABA), dan kortikosteroid inhalasi (ICS) plus long-acting agonist (LABA) dua kombinasi ini disetujui oleh Food and Drug Administration untuk PPOK

Direkomendasikan pada pasien gejala PPOK yang progress, pasien dapat menerima pengobatan secara regular dengan satu atau lebih bronkodilator long-acting, dan pada ICS jika pasien dengan eksaserbasi berulang. Adanya terapi kombinasi adalah hal-hal yang perlu untuk penanganan pada semua derajat dari PPOK
Friday, March 07, 2014 33

KORTIKOSTEROID KOMBINASI PADA PPOK


Pada pasien dengan PPOK, kombinasi fluticason dan salmeterol meningkatkan FEV1, FEV1 puncak, FEV1 rata-rata, dan FEV1 AUC dibandingkan dengan monoterapi. Kombinasi fluticasone 500 mcg dan salmeterol 50 mcg, menyebabkan kemajuan pada transisional Dyspnue Index, tapi tidak meningkatkan FEV1 ke tingkat yang lebih besar dengan fluticasone 250 mcg dan salmeterol 50 mcg, jadi tampaknya tidak ada hubungan pada respon dosis. Kortikosteroid inhalasi (ICS) dosis tinggi, ketika ditambahkan bronkodilator akan menghasilkan status kesehatan tanpa peningkatan yang signifikan pada fungsi paru
Friday, March 07, 2014 34

KORTIKOSTEROID KOMBINASI PADA PPOK

Walaupun 1 uji dari kortikosteroid inhalasi (ICS) menunjukkan peningkatan resiko, secara kuantitif gambaran sistemik menemukan peningkatan kecil pada resiko terjadinya fraktur vertebra dari 1,2 kali menjadi 1,6 kali.
Kombinasi ICS dengan menurunkan dosis ICS. LABA mungkin

Friday, March 07, 2014

35

EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID

Glaukoma

Deposit lemak di perut, wajah, dan leher bagian belakang

Efek samping jangka pendek kortikoster oid

Retensi cairan edema tungkai

Tekanan darah
Friday, March 07, 2014 36

EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID

Katarak

Mudah infeksi & penyembuhan luka yang lama


Efek samping jangka panjang

Kalsium tulang osteoporosis

Menstruasi tidak teratur

Produksi hormon kelenjar adrenal


Friday, March 07, 2014 37

TERIMA KASIH
dan MOHON SARAN
Friday, March 07, 2014 38

Anda mungkin juga menyukai