Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak segera ditanganidapat menyebabkan kematian. Banyak kasus gigitan ular yang berakibat fatal telah tercatat di berbagai wilayah di indonesia dalam beberapa dkd terakhir ini fakta ini mengakibatkan image yang buruk

mengenai ular. Banyak yang menganggap bahwa semua ular berbisa, sehingga kebanyakan orang akan takut saat berjumpa dengan ular. Faktanya, hanya ular berbisa dan hanya sebagian dari kelompok ular tersebut yang mematikan bagi manusia. Untuk sementara waktu bisa akan terakumulasi dengan kadar yang tinggi dalam kelenjar getah bening, jika tidak di lakukan tindakan pertolongan pertama, dalam waktu 2 jam setelah gigitan akan terdeteksi dalam plasma dan urin dengan kadar tinggi 95% gigitan ular terjadi pada anggota badan, sehingga tindakan pertolongan pertama dapat mudah di lakukan. Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah defenisi dari gigtan ular ? 2. Bagaimanakah konsep penyakit pada klien dengan gigitan ular ?
1

3. Bagaimanakah konsep askep pada klien dengan gigitan ular ?

1.3 Tujuan 1. Mengetahui defenisi dari gigtan ular 2. Memahami konsep penyakit pada klien dengan gigitan ular 3. Memahami konsep askep pada klien dengan gigitan ular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian. Korban gigitan ular adalah pasien yang digigit ular atau diduga digigit ular. Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa. Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler, dan sistem pernapasan (Smaltzer dan Bare, 2001) Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik (Smaltzer dan Bare, 2001). 2.2 Etiologi Ada tiga famili ular berbisa, yaitu Elapidae, Hydropidae dan Viperidae. Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat pada 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam (Hafid dan Abdul, 1997). Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam : a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic) Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah),

sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya

perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain. b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic) Bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringanjaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringanjaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya

mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limpa. 2.3 Patofisiologi Bisa ular menurut Hafid dan Abdul, 1997 mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat : a. Neurotoksin Berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis : kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun samapai dengan koma. b. Haemotoksin Bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan mengatifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis : luka bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada setiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal c. Myotoksin Mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan

haemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot-otot

d. Kardiotoksin Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung e. Cytotoksin Dengan melepaskan histamin dan zar vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler f. Cytolitik Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat patukan/gigitan g. Enzim-enzim Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa. Tabel 2.1 Derajat intoksikasi akibat gigitan ular Tingkatan Derajat keracunan 0 Tidak ada 1. Ada tanda bekas taring 2. Tidak terdapat reaksi lokal atau sistemik 1 Ringan 1. Ada tanda bekas taring, nyeri setempat yang sedang, edema yang lebarnya 2,5- 15 cm, ekimosis/ perubahan warna menjadi kemerahan 2. Gejala timbul kemudian dan berupa: vesikel, bullae yang hemoragik, petekie, dan nekrosis 2 Sedang 1. Ada tanda bekas taring, edema yang lebarnya 2540 cm, kemerahan, mual, muntah, parestesia, diaforesis, perubahan ortostatik, perembesan sekret serosanguineus, hipotensi, hematemesis, melena, hemoptisis, epistaksis 2. Hemokonsentrasi, perdarahan ringan dan waktu pembekuan yang memanjang, penurunan jumlah sel darah merah, trombositopenia, hematuria, proteinuria 3 Berat 1. Ada tanda bekas taring, edema yang lebarnya 4050 cm, ekimosis subkutan, nyeri yang difus, Gambaran fisik

demam,

hipotensi,

takikardia,

hiperapnea,

gangguan penglihatan, konvulsi, syok 2. Koagulopati yang nyata, hipofibrinogenemia,

waktu PT/ APTT yang memanjang, peningkatan produk pemecahan fibrin, peningkatan kadar CPK, hematuria, dan proteinuria 4 Sangat berat Manifestasi dini gejala sistemik dengan progresivitas yang sangat cepat

Ket: PT= Protrhombine Time, APTT= Activated Partial Trhomboplastine Time, CPK= Creatinin Phosphokinase

2.4 Manifestasi Klinis Bila tergigit ular yang berbisa tinggi menurut Soeparman dan Sarwono, 1990 efeknya berbeda-beda sesuai jenis acun yang terkandung di dalam bisa ular, efek gigitan pada umumnya : a. Pembengkakan pada luka, diikuti perubahan warna b. Rasa sakit di seluruh persendian tubuh c. Mulut terasa kering d. Pusing, mata berkunang-kunang e. Demam, menggigil f. Efek lanjutan akan muntah, lambung dan liver terasa sakit, pinggang terasa pegal, akibat dari usaha ginjal mebersihkan darah g. Reaksi emosi yang kuat h. Penglihatan kembar/kabur, mengantuk i. Pingsan j. Mual dan atau muntah dan diare k. Rasa sakit atau berat didada dan perut l. Tanda-tanda tusukan gigi,gigitan biasanya pada tungkai/kaki m. Sukar bernafas dan berkeringat banyak n. Kesulitan menelan serta kaku di daerah leher dan geraham

Selain manifestasi di atas ada manifestasi yang lain seperti: a. Elapidae Sifat bisa ular ini bersifat neurotoksik sehingga akan berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralisis otot lurik. Tanda dan gejala : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kesakitan pada tempat gigitan dalam setengah jam Bagian gigitan membengkak selepas 1 jam. Lemah badan Pengelueran air liur yang berlebihan Mengantuk Lumpuh pada otot muka,bibir,lidah,dan saluran pernapasan Tekanan darah menurun Hipotensi Sakit pada bagian perut

10. Gangguan pernafasan` b. Viperidae Sifat bisa ini bersifat haemotoksik yang berakibat haemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protombin. Pendarahan itu sendiri sebagai akibat dari lisisnya sel darah merah karena toksin. Tanda dan gejala : 1. 2. Sangat sakit pada daerah gigitandalam waktu 5 menit. Bekas gigitan akan membengkak dan perubahan warna akan terjadi pada kulit 3. 4. 5. 6. Perdarahan yang tidak berhenti pada daerah gigitan. Perdarahan gusi, usus, dan saluran kencing. Darah tidak membeku Keracunan berat dapat menebabkn lutut dan lengan membengkak dalam waktu 2 jam disertai perdarahan c. Hydropidae Sifat bisa ini bersifat myotoksik yang berakibat rhabdomyolisis yang sering berhubungan dengan homeotoksin. Myogolbulin uria yang

menyebabkan kerusakan ginjal dan hyperkalemia akibatkerusakan sel-sel otot. Tanda dan gejala : 1. 2. 3. 4. Kesakitan pada otot-otot Kesukaran untuk menggerakan kaki dan tangan Akan merasa kesakitan setelah 1-2 jam Urin akan merubah menjadi merah gelap

Coral ular gigitan biasanya memiliki reaksi tertunda sampai beberapa jam, dan dapat berakibat sangat sedikit atau tidak ada nyeri jaringan, edema, atau nekrosis. Suatu racun neurotoksik menghasilkan parestesia, kelemahan, mual, muntah, disfagia, air liur berlebihan, penglihatan kabur, gangguan pernapasan dan kegagalan, kehilangan koordinasi otot, kelumpuhan, refleks abnormal, shock, kolaps kardiovaskuler, dan kematian. Gigitan ular karang juga dapat mengakibatkan masalah koagulopati. Faktor yang menentukan beratnya gigitan seekor ular a. Ukuran tubuh korban b. Keadaan umum dan tingkat aktivitas fisiknya c. Jumlah bisa yang masuk ke dalam tubuh d. Umur, ukuran, dan spesies ular e. Lokasi, kedalaman, dan jumlah gigitan f. Lamanya ular menggigit g. Terdapatnya bakteri dalam mulut ular atau kulit korban h. Pertolongan pertama yang diberikan i. Saat penanganan

2.5 WOC

Gigitan ular

p sistemimun Jaringansekitargigit an

MK :resiko infeksi

Racun menyebar keseleruh tubuh melalui peredaran darah

Inflamasi

MK :Nyeri

Sistem neurologi Neurotoksik

Sistem kardiovaskuler

Sistemrespirasi

Sistem muskuloskeletal

Reaksi endotoksik Sarafsistempernafasan

p permeabilitas kapiler

Parastesia, twitching muscle

Gangguan pada hipotalamus

Takikardi

Odemasaluranpe rnapasan

hemolisis

kelemahan

p curah jantung Kontrol suhu dan nyeri terganggu hipotensi MK :hipertermi Obstruksi saluran pernafasan Perdarahan pd selaput tipis tubuh :kulit, gusi, bibir,bias keluar lewat urin, dll. MK :intoleransiaktivi tas

MK :gangguanperfusijarin gan

sesak

Sekresi mediator nyeri: histamine, bradikinin, prostaglandin kejaringan

MK :Polanafasinefektif

PK :Syok hipovolemi

Koagulopati hebat 9 Gagal napas

2.6 Penatalaksanaan Penatalaksanaan tergantung derajat keparahan envenomasi; dibagi menjadi perawatan di lapangan dan manajemen rumah sakit (Susan Martin, 1998). a. Perawatan di lapangan Seperti kasus-kasus emergensi lainnya, tujuan utama adalah untuk mempertahankan pasien sampai mereka tiba di instalasi gawat darurat. Sering penatalaksanaan dengan autentisitas yang kurang lebih

memperburuk daripada memperbaiki keadaan, termasuk membuat insisi pada luka gigitan, menghisap dengan mulut, pemasangan turniket, kompres dengan es atau kejutan listrik. Perawatan di lapangan yang tepat harus sesuai dengan prinsip dasar emergency life support. Tenagkan pasien untuk menghindari hysteria selama implementasi ABC (Airway, Breathing, Circulation), pertolongan pertama : 1. Cegah gigitan sekunder atau adanya korban kedua. Ular dapat terus menggigit dan menginjeksikan bisa melalui gigitan bertutut-turut sampai bisa mereka habis. 2. Buat korban tetap tenang, yakinkan mereka bahwa gigitan ular dapat ditangani secara efektif di IGD. Batasi aktivitas dan immobilisasi area yang terkena (umumnya satu ekstremitas), dan tetap posisikan daerah yang tergigit berada dibawah tinggi jantung untuk mengurangi aliran bisa 3. Jika terdapat alat penghisap (seperti Sawyer Extractor) ikuti petunjuk penggunaan. Alat penghisap tekanan-negatif dapat memberi beberapa keuntungan jika digunakan dalam beberapa menit setelah envenomasi. Alat ini telah direkomendasikan oleh banyak ahli, namun alat ini semakin tidak dipercaya untuk menghisap secara signifikan, dan mungkin alat penghisap dapat meningkatkan kerusakan jaringan lokal 4. Buka semua cincin/benda lain yang menjepit ketat yang dapat menghambat alian darah jika daerah gigutan membengkak. Buat bidai longgar untuk mengurangi pergerakan dari area yang tergigit. 5. Monitor tanda-tanda vital korban, tetaap perhatikan jalan nafas setiap waktu. Jika sewaktu-waktu membutuhkan intubasi

10

6. Jika daerah yang tergigit mulai membengkak dan berubah warna, ular yang menggigit kemungkinan berbisa 7. Segera dapatkan pertolongan medis. Transportasikan korban secara cepat dan aman ke fasilitas medis carurat kecuali ular telah diidentifikasi tidak berbahaya (tidak berbisa). Upayakan

mendeskripsikan jenis ular, tapi lakukan jika tanpa resiko yang signifikan terhadap adanya gigitan sekunder atau jatuhnya korban lain. Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. selanjutnya lakukan prinsip : a. R = Reassure Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban, kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh. terkadang pasien pingsan / panik karena kaget. b. I = Immobilisation Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang: lakukan tehnik balut tekan ( pressure-immoblisation ) pada daerah sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan) c. G = Get bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin. d. T =Tell the Doctor informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul pada korban Adapun terapi yang bisa diberikan untuk pasien dengan gigitan ular antara lain: a. Pemberian antibiotik dan diuretik untuk mempertahankan diuresis b. Pemberian sedase atau analsesit untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik c. Hidrokortison mg/iv

11

d. Adrenalin 0,2 mg (untuk anak dosis dikurangi) dan pada penyakit jantung pemberian harus hati-hati e. Pemberian serum anti bisa 2.7 Komplikasi Sindrom kompartemen adalah komplikasi tersering dari gigitan ular pit viper, komplikasi luka lokal dapat meliputi infeksi dan hilangnya kulit. Komplikasi kardiovaskuler, hematologis dan kolaps paru dapat terjadi. Jarang terjadi kematian. Anak-anak mempunyai resiko lenih tinggi untuk terjadinyakematian atau komplikasi serius karena ukuran tubuh mereka yang lebih kecil. Perpanjangan blokade neuromuskuler timbul dari envenomasi ular koral (Hugh dan Dudley, 1992). Komplikasi yang terkait dengan antivenin termasuk reaksi

hipersensitivitas tipe cepat (anafilaksis tipe I) dan tipe lambat (serum tipe III). Anafilaksis terjadi dimediasi oleh immunoglobulin E, berkaitan dengan degranulasi sel mast yang dapat berakibat laryngospasme, vasodilatasi dan kebocoran kapiler. Kematian umumnya pada korban tanpa intervensi farmakologis. Serum sickness dengan gejala demam, sakit kepala, bersin, pembengkakan kelenjar lymph dan penurunan daya tahan, muncul 1-2 minggu setelah pemberian antivenin. Presipitasi dari kompleks antigen-Ig G dan ginjal bertanggung jawab atas timbulnya arthralgia, urtikaria dan glomerulonephritis (jarang). Biasanya lebih dari 8 vial antivenin harus diberikan pada sindrom ini (Hugh dan Dudley, 1992). Terapi suportif terdiri dari antihistamin dan steroid. Komplikasi yang bisa berakibat kegawatan adalah: a. Syok hipovolemik b. Edema paru c. Kematian d. Gagal napas 2.8 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium biasanya menunjukkan peningkatan jumlah neutrofil, limfopenia, koagulopati dengan PT dan PTT memanjang, serta penurunan jumlah fibrinogen. Kadar kreatinin kinase serum normal pada hari

12

pertama dan kedua setelah perawatan. Mioglobin plasma dan kadar kreatinin mempunyai korelasi yang kuat (Nia dan Latief 2003).. Penelitian Ramachandram S dkk,14 pada tahun 1995 mendapatkan kadar Hb dan leukosit normal pada semua pasien, 3% terjadi trombositopenia (< 75.000/mL). Kadar ureum darah meningkat pada pasien dengan gejala gagal ginjal. Natrium, kalium, klorida, calsium, serta glukosa darah masih dalam batas normal pada semua pasien 1. Pemeriksaan urinalisis dapat terjadi proteinuria (83%), serta hematuria mikroskopik (50,9%). Hemoglobinuria dan mioglobinuria umumnya dapat dideteksi dan dapat terjadi leukosituria (56,4%). 2. Hasil EEG abnormal ditemukan pada 96% dan berhubungan dengan ukuran ular, tetapi tidak berhubungan dengan derajat beratnya penyakit di lokasi gigitan, adanya manifestasi neurologis atau keadaan gagal ginjal. Perubahan EEG segera terjadi setelah gigitan dan akan kembali normal dalam 1-2 minggu. Pada pemeriksaan EKG, umumnya terjadi kelainan seperti bradikardia dan inversi septal gelombang T. Hasil EKG yang abnormal termasuk tanda-tanda utama gejala gigitan ular berbisa, selain perdarahan, koagulopati dan paralisis. Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan kimia darah, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisasi dan penentuan gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan (Hugh dan Dudley, 1992). a. Laboratorium : 1. Penghitungan jumlah sel-sel darah 2. Prothrombin time dan activated partial thromboplastin time. 3. Fibrinogen dan produk-produk pemisahan darah 4. Tipe dan jenis golongan darah 5. Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN, kreatinin 6. Urinalisis untuk myoglobinuria 7. Analisa gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik

13

b. Pemeriksaan penujang lainnya: 1. Radiografi thoraks pada pasien dengan edema pulmoner 2. Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal 2.9 Prognosis Gigitan ular berbisa berpotensi menyebabkan kematian dan keadaan yang berat, sehingga perlu pemberian antibisa yang tepat untuk mengurangi gejala. Ekstremitas atau bagian tubuh yang mengalami nekrosis pada umumnya akan mengalami perbaikan, fungsi normal, dan hanya pada kasus-kasus tertentu memerlukan skin graft (Nia dan Latief 2003).

14

BAB III ASKEP GIGITAN ULAR

3.1 Kasus Semu Pasien dengan Gigitan Ular Tn X umur 28 tahun pada hari selasa 24 Desember sedang berada di sawah dan tiba-tiba ada ular kobra yang menggigit di kakinya. Pasien merasa ketakutan dan memegangi kakinya terus menerus. Sesaat kemudian pasien merasa rasa sakit di bagian luka dan seluruh persendian, mulut terasa kering, pusing dan mata berkunang-kunang. Pasien merasa kesulitan bernafas. Pasien segera dibawa ke Rumah sakit Sumber Sehat dan dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang didapatkan Respiration rate : 23x/menit, TD : 80/70 mmHg, N: 88x/menit. 3.2 Pengkajian 3.2.1 Pengumpulan data Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaaan MRS : Tn X : 28 tahun : laki-laki : petani : 24 Desember 2013

Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang Kaji klien apakah sebelum masuk rumah sakit memiliki riwayat penyakit yang sama ketika klien masuk rumah sakit b. Riwayat Kesehatan keluarga Tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit metabolik 3.2.2 Primary Survey a. Airway 1. jalan napas bersih 2. suara nafas vesikuler 3. tidak ada jejas di daerah pernapasan b. Breathing 1. Peningkatan frekuensi pernapasan

15

2. Nafas dangkal 3. Distress pernafasan 4. Kelemahan otot pernafasan c. Circulation 1. Penurunan curah jantung 2. Sakit kepala 3. Berkeringat banyak 4. Pusing, mata, berkunang-kunang d. Disability Dapat terjadi penurunan kesadaran e. Exposure 1. Deformitas 2. Contusion 3. Laserasi 4. Edema : tidak : tidak : iya pada daerah kaki : iya

3.2.3 Pemeriksaan Fisik a. Sistem Pernapasan : 1. Sesak napas 2. Frekuensi napas =23x/menit 3. Kelemahan otot pernafasan b. Sistem Kardiovaskuler : Gelisah, letargi, pingsan, sianosis c. Sistem Persyarafan : Terjadi ptosis, paralisis pernafasan, nyeri, d. Sistem Perkemihan. Tidak ada kelainan. e. Sistem Pencernaan : Mual, muntah, nyeri perut f. Sistem Muskuloskeletal - Integumen. Merasa kesakitan pada seluruh sendi

16

3.2.4 Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaan kimia darah, hitung sel darah lengkap, hitung trombosit, urinalisis, BUN dan elektrolit. 3.2.5 Analisis Data Data DS : pasien mengeluh sesak DO: RR= 23x/menit, nadi 88x/menit lemah Menggunakan otot bantu pernapasan, Pernapasan cuping hidung Etiologi Bisa ular mengandung racun neurotoksik Merangsang saraf Paralisis otot pernafasan Kompensasi tubuh dengan nafas dalam dan cepat Sesak Gangguan pola nafas Terkena racun ular yang bersifat kardiotoksin otot jantung terganggu kerusakan otot jantung penurunan curah jantung Gangguan perfusi jaringan Gigitan ular Racun menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah Jaringan sekitar gigitan Inflamasi nyeri Masalah Keperawatan Pola nafas tidak efektif

DS: pasien mengeluh pusing DO: Berkeringat banyak, letargi, takikardi, hipotensi TD 80/70 mmHg

Gangguan perfusi jaringan

DS : pasien mengatakan sangat sakit pada area gigitan. P = luka bekas gigitan ular Q = nyeri seperti terbakar R = nyeri di area sekitar gigitan ular S = skala nyeri 8 T = terus-menerus DO : RR 23x/menit Nampak pembengkakan pada luka gigitan ular, Ekspresi wajah meringis

Nyeri

17

3.3 Diagnosa keperawatan : a. Pola nafas tidak efektif b.d reaksi endotoksin. b. Nyeri b.d inflamasi area sekitar gigitan ular. c. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan curah jantung. 3.4 Intervensi Keperawatan a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam pola nafas

menjadi efektif Kriteria hasil : 1. RR= 20x/menit 2. nadi kuat 3. Tidak menggunakan otot bantu pernapasan, 4. Tidak ada pernapasan cuping hidung INTERVENSI 1. Auskultasi bunyi nafas. RASIONAL

2.

3. 4. 5. 6.

1. Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis. Pantau frekuensi pernapasan. 2. Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan sirkulasi endotoksin. Atur posisi klien dengan nyaman 3. Posisi kepala lebih tinggi dapat dan atur posisi kepala lebih tinggi. mengurangi sesak. Observasi warna kulit dan adanya 4. Mewaspadai terjadinya sianosis sianosis. akibat oksigen yang tidak adekuat. Pantau hasil BGA 5. Mengetahui oksigenasi pasien. Beri O2 sesuai indikasi 6. Memenuhi kebutuhan oksigen (menggunakan ventilator) pasien secepatnya. b. Nyeri b.d inflamasi area sekitar gigitan ular. Tujuan teratasi Kriteria hasil : 1. RR 20x/menit 2. Pembengkakanpada luka gigitan ular (-) 3. Skala nyeri menjadi 2-3 : Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam nyeri

18

INTERVENSI 1 Observasi skala nyeri, frekuensi, dan lokasi nyeri 1

RASIONAL Mengetahui derajat nyeri, dan lokasi yang dirasakan sehingga memudahkan dalam menentukan tindakan selanjutnya Posisi yang nyaman membantu mengurangi rasa nyeri yang muncul Lingkungan yang tentang dapat membuat klien dapat beristrahat yang cukup sehingga mengurangi itensitas nyeri

Atur posisi mungkin

klien

senyaman

Ciptakan lingkungan yang tenang dan anjurkan klien beristrahat yang cukup

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik dan anti inflamasi.

Membantu mengurangi rasa nyeri dengan menekan pusat nyeri serta mengurangi inflamasi. Kolaborasi serum antitoksin ular 5 Mengurangi racun ular yang ada dalam darah yang memicu inflamasi. c. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan curah jantung. Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam perfusi

jaringan kembali normal Kriteria hasil : 1. Irama jantung regular 2. Nadi kuat 80-100x/menit 3. TD 110/70 mmHg INTERVENSI RASIONAL

1. Jika terjadi henti jantung lakukan 1. Mempertahankan denyut jantung langkah pijat jantung luar ntuk memenuhi supply oksigen ke bergantian dengan bantuan seluruh organ dan jaringan, terutama pernafasan. Frekuensi 15 kali jaringan dan organ vital. kompresi jantung : 2 kali hembusan ambu bag 2. Observasi tekanan darah 2. Mewaspadai terjadinya penurunan darah yang drastis, syok. 3. Palpasi nadi radial, catat frekuensi 3. Mengontrol agar denyut jantung dan ketraturan, auskultasi nadi tetap adekuat. apical, catat frekuensi/irama dan adanya bunyi jantung ekstra setiap jam. 4. Yakinkan kondisi pasien, tenangkan 4. Kepanikanakan menaikan tekanan dan istrahatkan pasien. darah dan nadi yang awalnya sangat

19

rendah sehingga racun akan lebih cepat penyebaran ke tubuh. 5. Berikan istrahat psikologi dengan 5. Stress dapat menurunkan imun lingkungan tenang membantu pasien sehingga pertahanan tubuh pasien hindari situasi stress terkahadap racun ular akan semakin melemah.

20

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak segera ditanganidapat menyebabkan kematian. Korban gigitan ular adalah pasien yang digigit ular atau diduga digigit ular. Bila tergigit ular yang berbisa tinggi efeknya berbeda beda sesuai jenis racun yang terkandung di dalam bisa ular, efek gigitan pada umumnya yaitu : Pembengkakan pada luka, diikuti perubahan warna, Rasa sakit di seluruh persendian tubuh, Mulut terasa kering, Pusing, mata berkunang kunang, Demam, menggigil, Efek lanjutan akan muntah, lambung dan liver (hati) terasa sakit, pinggang terasa pegal, akibat dari usaha ginjal membersihkan darah, Reaksi emosi yang kuaat, Penglihatan kembar/kabur, mengantuk, Pingsan, Mual dan atau muntah dan diare, Rasa sakit atau berat didada dan perut,Tanda-tanda tusukan gigi, gigitan biasanya pada tungkai/kaki, Sukar bernafas dan berkeringat banyak, Kesulitan menelan serta kaku di daerah leher dan geraham. 4.2 Saran Diharapkan semoga dengan Askep pada Klien Dengan Gigitan Ular ini yang merupakan bagian dari Keperawatan gawat darurat dapat bermanfaat bagi kami dan teman-teman dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sehingga perawat mengetahui atau mengerti tentang gangguan yang berhubungan dengan gangguan intergumen pada klien yang terkena gigtan ular, Dalam rangka mengatasi masalah resiko pada klien dengan gigitan ular maka tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan klien yang mengalami gigitan ular. Serta kami menyadari bahwa Askep yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat kami butuhkan, baik itu dari teman-teman ataupun para pembaca.

21

DAFTAR PUSTAKA

Hugh A. F. Dudley (Ed), Hamilto Bailey. 1992. Ilmu Bedah, Edisi XI, Gajah Mada University Press. Diane C. Baugman, Joann C. Hackley. 1996. Medical Surgical Nursing, Lippincott. Donna D. Ignatavicius, at al. 1991. Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, 2nd Edition. Philadelphia : WB. Saunders Company. Susan Martin Tucker, at al. 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V Volume 2. Jakarta: EGC Joice M. Black, Esther Matassarin Jacobs. 1997. Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Contuinity of Care, 5th Edition. Philadelphia: WB. Saunders Company Soeparman, Sarwono Waspadji. 1990. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta: FKUI Daley e Medicine Snakebite. 2006. Article by Brian James, MD, MBA, FACS, available at URL : http://www.emedicine.com/med/topic2143.htm Hafid, Abdul, dkk. 1997. Luka, Trauma, Syok, Bencana, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta : EGC Holve S. Envenomation. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia : WB Saunders company, 2000. h. 2174-8. Niasari nia, Abdul Latief. 2003. Gigitan Ular Berbisa. Sari Pediatri. vol. 5, no 3 Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai