Anda di halaman 1dari 12

PERAN PEMERINTAH DAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF BERBASIS BUDAYA LOKAL1

Usman Rianse2, Wa Kuasa3, Weka Gusmiarty Abdullah4

A.

PENDAHULUAN

Dunia kini memasuki era industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Industri ekonomi kreatif diprediksi akan menjadi industri masa depan sebagai fourth wave industry (industri gelombang keempat), yang menekankan pada gagasan dan ide kreatif. Potensi industri kreatif dalam sektor ekonomi kreatif ke depannya akan tetap menjadi sebuah alternatif penting dalam meningkatkan kontribusi di bidang ekonomi dan bisnis, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, media komunikasi, menumbuhkan inovasi dan kreativitas, dan menguatkan identitas suatu daerah (city branding ). Peran ekonomi kreatif dalam perekonomian nasional serta karakteristik Indonesia yang terkenal dengan keragaman sosio-budaya yang tersebar di seluruh pelosok nusantara tentunya dapat menjadi sumber inspirasi dalam melakukan pengembangan industri kreatif. Keragaman budaya Indonesia menandakan tingginya kreatifitas yang telah tertanam dalam masyarakat Indonesia. Belum lagi dukungan keragaman etnis dalam masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan Indonesia memiliki faktor pendukung yang kuat dalam melakukan pengembangan ekonomi kreatif. Salah satu wujud kebudayaan dalam bentuk fisiknya berupa artefak dari hasil aktifitas, perbuatan dan karya yang dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan. Warisan budaya di dalamnya memiliki banyak nilai kreatifitas yang menekankan pada aspek art, social, empathy, ceremony, dan lain-lain. Keragaman budaya menandakan tingginya kreatifitas yang telah tertanam dalam masyarakat yang mencirikan keahlian spesifik dan talenta yang dimiliki. Keragaman budaya tersebut didukung pula oleh keragaman etnis dalam masyarakat Indonesia. Secara keseluruhan menunjukkan Indonesia memiliki faktor pendukung yang sangat kuat dalam melakukan pengembangan ekonomi kreatif. Menumbuhkembangkan ekonomi kreatif tidak bisa lepas dari budaya setempat-budaya harus menjadi basis pengembangannya. Dalam kebudayaan lokal ada yang disebut dengan kearifan lokal yang menjadi nilai-nilai bermakna, antara lain, diterjemahkan ke dalam bentuk fisik berupa produk kreatif daerah setempat. Ekonomi kreatif tidak bisa dilihat dalam konteks ekonomi saja, tetapi juga dimensi budaya. Ide-ide kreatif yang muncul adalah produk budaya. Karenanya, strategi kebudayaan sangat menentukan arah perkembangan ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif yang dapat dijadikan sebagai sosial entreprise bagi masyarakat di suatu daerah adalah industri kreatif berbasis budaya lokal yang kini
1 2 3

Disampaikan Pada Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) Tahun 2013, Yogyakarta 8-11 Oktober 2013 Guru Besar Ekonomi Pertanian, Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Mahasiswa S3 Pengembangan Masyarakat UHO 4 Mahasiswa S3 Agribisnis UHO

sedang digemari masyarakat internasional dan juga sebagai pemberdayaan kemandirian masyarakat berbasis kearifan lokal, contohnya di Bali dan Martapura. Tidak hanya di Bali dan Martapura, Indonesia masih mempunyai banyak daerahdaerah yang khas dengan karakteristik yang unik tetapi belum tergali potensinya sebagai industri kreatif. Mengembangkan ekonomi kreatif berbasis budaya dan kearifan lokal adalah solusi alternatif untuk menstimulus perkembangan ekonomi kreatif untuk bisa mandiri dan bisa mengembangkan usaha terutama di daerah. Pada umumnya setiap daerah memiliki potensi produk yang bisa diangkat dan dikembangkan. Keunikan atau kekhasan produk lokal itulah yang harus menjadi intinya kemudian ditambah unsur kreatifitas dengan sentuhan teknologi. Berangkat dari urgensi masalah tersebut di atas maka perlu dilakukan usahausaha untuk menggali potensi ekonomi kreatif yang berbasis budaya lokal. Budaya lokal yang ada perlu dikembangkan sebagai salah satu kekuatan untuk menumbuhkan budaya lokal dan meningkatkan kreatifitas masyarakat yang dapat bernilai ekonomi. Manfaat penggalian budaya-budaya lokal sebagai potensi ekonomi kreatif adalah hasil kreatifitas tersebut tidak hilang sebagai ciri budaya masyarakat, melainkan dapat meningkatkan kontribusi di bidang ekonomi dan bisnis, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, alat komunikasi, menumbuhkan inovasi dan kreativitas, serta menguatkan identitas suatu daerah (city branding ). Dalam perkembangannya industri kreatif berbasis budaya lokal tidak bisa berkembang dengan baik manakala masyarakat hanya menjalankan usahanya tanpa keterlibatan para pihak. Sehingga peran pemerintah sangat dibutuhkan pada berbagai aspek khususnya dalam hal pengambilan kebijakan. Sebagai langkah nyata dan komitmen pemerintah dalam pengembangan industri kreatif tersebut, ditandai dengan diluncurkannya program Pengembangan Industri Kreatif 2025 yang menyebutkan bahwa masalah utama yang menjadi pokok perhatian dalam rencana pengembangan industri kreatif adalah kualitas dan kuantitas insani industri kreatif. Dalam rangka pengimplikasian kebijakan tersebut dapat dibuat suatu alur rumusan masalah sebagaimana uraian-uraian sebelumnya yang ditunjukkan pada Gambar 1. Selain itu pengembangan ekonomi kreatif juga diharapkan dapat menjawab tantangan seperti isu global warming, pemanfaatan energi yang terbarukan, deforestasi, dan pengurangan emisi karbon, karena arah pengembangan industri kreatif yang dicanangkan oleh pemerintah akan menuju pada pola industri ramah lingkungan dan penciptaan nilai tambah produk dan jasa yang berasal dari inteletualitas sumberdaya insani yang dimiliki oleh Indonesia, dimana intelektualitas sumberdaya insani merupakan sumberdaya yang terbarukan.

Masyarakat Indonesia

Budaya Lokal (Local Wisdom)

Potensi Ekonomi Kreatif Pemerintah, dan Perguruan Tinggi

Strategi Kebudayaan Pengembangan Ekonomi Kreatif

Gambar 1. Alur Rumusan Masalah Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal B. EKONOMI KREATIF Keseriusan Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan industri kreatif tercermin pada penerbitan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Ekonomi Kreatif. Hal ini merupakan tonggak penting bagi keberpihakan dan pengembangan industri kreatif di Indonesia. Dua tahun setelah itu terdapat perubahan nomenklatur Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) menjadi Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Seiring dengan hal tersebut diterbitkan Perpres No. 92 Tahun 2011 yang memuat struktur baru Kementrian-Parekraf. Konsep ekonomi kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumberdaya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tadinya berbasis Sumberdaya Alam (SDA) sekarang menjadi berbasis SDM, dari era pertanian ke era industri dan informasi. Alvin Toffler (1980) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi ke dalam tiga gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian, kedua, gelombang ekonomi industri, ketiga. gelombang ekonomi informasi. Beberapa pakar ekonomi selanjutnya memprediksi bahwa gelombang keempat adalah gelombang ekonomi kreatif dengan berorientasi pada ide dan gagasan kreatif. John Howkins (2001) mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai ekonomi yang menjadikan kreativitas, budaya, warisan budaya, dan lingkungan sebagai tumpuan masa depan. Konsep ekonomi kreatif itu kemudian dikembangkan oleh ekonom Richard Florida (2001) dari Amerika Serikat. Dalam buku The Rise of

Creative Class dan Cities and Creative Class, Florida mengulas tentang industri kreatif di masyarakat. Menurutnya, manusia pada dasarnya adalah kreatif, apakah ia seorang pekerja di pabrik kacamata atau seorang remaja di gang senggol yang sedang membuat musik hip-hop. Perbedaannya terletak pada statusnya. Hal ini karena ada individu-individu yang secara khusus menekuni bidang kreatif dan mendapatkan kemanfaatan ekonomi secara langsung dari aktivitas yang ditekuni, (Moelyono, 2010). Konsep ekonomi kreatif ini semakin mendapat perhatian utama di banyak negara karena ternyata dapat memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian. Di Indonesia, isu ekonomi kreatif mulai terdengar saat pemerintah mencari cara untuk meningkatkan daya saing produk nasional dalam menghadapi pasar global. Pemerintah melalui Departemen Perdagangan yang bekerja sama dengan Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) serta didukung oleh Kamar Dagang Indonesia (Kadin) berusaha menempatkan produk Indonesia menjadi produk yang dapat diterima di pasar internasional namun tetap memiliki karakter nasional. Setelah menyadari akan besarnya kontribusi ekonomi kreatif terhadap negara maka pemerintah selanjutnya melakukan studi yang lebih intensif dan meluncurkan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif. C. EKONOMI KREATIF BERBASIS KEBUDAYAAN LOKAL Perkembangan ekonomi kreatif di masing-masing negara dibangun kompetensinya sesuai dengan kemampuan yang ada pada negara tersebut. Arah pengembangan industri kreatif lebih dititikberatkan pada industri yang berbasis: (1) lapangan usaha kreatif dan budaya (creative and cultural industry); (2) lapangan usaha kreatif (creative industry), atau (3) Hak Kekayaan Intelektual seperti hak cipta (copyright industry). Hal ini sesuai dengan pandangan ekonomi kreatif menurut New England Foundation of the Arts (NEFA): represented by the cultural core. It includes occupations and industries that focus on the production and distribution of cultural goods, services and intellectual property. Tentunya merupakan pertanyaan penting antara hubungan keduanya, bagaimana budaya dapat berkembang sejalan dengan penerapan ekonomi kreatif. Semakin pentingnya peran ekonomi kreatif dalam perekonomian nasional serta karakteristik Indonesia yang terkenal dengan keragaman sosio-budaya yang tersebar di seluruh pelosok nusantara tentunya dapat menjadi sumber inspirasi yang tidak pernah kering dalam melakukan pengembangan industri kreatif. Keragaman yang dicirikan pula oleh kearifan lokal masyarakat setempat dalam menjaga kelestarian budaya telah berlangsung antar generasi. Dengan kata lain bahwa budaya-budaya lokal merupakan pendukung penting dalam pengembangan ekonomi kreatif. Daniel Pink dalam bukunya,The Whole New Mind (2006) menjelaskan bahwa sektor kreatif yang dikembangkan di negara maju sulit ditiru oleh negara lainnya karena lebih menekankan kemampuan spesifik yang melibatkan kreativitas, keahlian dan bakat; seperti aspek art, beauty, design, play, story, humor, symphony,

caring, empathy dan meaning. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas SDM yang diperlukan adalah manusia yang berkarakter dan kreatif. Didukung pula Florida (2002) yang mengklasifikasikan industri kreatif bernuansa akademik (universitas), berorientasi teknologi (tech-pole), bernuansa artistik (bohemian), pendatang (imigran/keturunan etnis tertentu), disamping itu Florida menekankan pula 3T (Talent, Tolerance and Technology). Lalu, bagaimana dengan kondisi Indonesia yang memiliki peninggalan warisan budaya yang beragam dari Sabang hingga Merauke? Warisan budaya yang kita miliki di dalamnya pun memiliki banyak nilai kreatifitas yang menekankan pada aspek art, social, empathy, ceremony, dan lain-lain. Keragaman budaya tersebut menandakan tingginya kreatifitas yang telah tertanam dalam masyarakat Indonesia yang mencirikan suatu talenta dan keahlian spesifik.Keragaman budaya yang berasal dari keragaman etnis yang luar biasa dalam masyarakat Indonesia dimana tercipta harmonisasi kehidupan karena tingginya toleransi antar etnis menunjukkan bahwa Indonesia memiliki faktor pendukung yang powerfull dalam melakukan pengembangan ekonomi kreatif. Budaya atau kebudayaan, umumnya diasosiasikan dengan kesenian seperti seni musik, seni tari, seni lukis, atau sering diasosiakan pula dengan kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat. Namun, asosiasi tersebut merupakan unsur pembentuk kebudayaan yang justru mempersempit makna kebudayaan itu sendiri. Definisi kebudayaan memiliki makna yang lebih luas. Kebudayaan yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Geertz (2010) menekankan kebudayaan sebagai sekumpulan ide dan proses kreatif dari akal budi yang diwariskan kemudian mewarnai kehidupan sebuah kemasyarakatan. Terlihat definisi kebudayaan yang berbeda-beda, namun terdapat kesamaan yaitu ciptaan manusia sesuai dengan peradabannya. Dimana, Peradaban menciptakan kebudayaan, kemudian kebudayaan menciptakan perangai manusia. Begitupula sebaliknya, manusia menciptakan kebudayaan dan kebudayaan pada akhirnya membentuk peradaban itu sendiri. Budaya terbentuk dari berbagai unsur yang rumit di dalamnya, termasuk unsur agama, politik, adat-istiadat, bahasa, perkakas/teknologi, pakaian, bangunan serta karya seni. Bahasa dan Budaya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap diri manusia sehingga sering dianggap sebagai warisan genetis. Budaya merupakan pola hidup menyeluruh, bersifat kompleks, abstrak serta luas yang terpolarisasi dalam suatu citra yang khas. Citra yang memaksa itu mengambil bentuk yang berbeda dalam berbagai budaya seperti individualisme di Amerika, keselarasan individu dengan alam di Jepang dan kepatuhan kolektif di Cina. Citra budaya yang bersifat memaksa membekali orang di dalamnya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat digunakan oleh orang-orang untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Wujud dari suatu kebudayaan menurut J.J Hoenigman dalam Koentjaraningrat (1986) yaitu gagasan, aktifitas dan artefak. Wujud ideal

kebudayaan adalah kumpulan ide, gagasan, nilai dan sebagainya yang bersifat abstrak, tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan itu terletak di dalam kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat yang terwujud dalam aktifitas dan tindakan berpola dari masyarakat, sedangkan wujud fisiknya berupa artefak dari hasil aktivitas, perbuatan dan karya yang dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan. Dalam kenyataannya, wujud kebudayaan yang satu tidak dapat dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Wujud kebudayaan daerah yang tersebar tersebut yaitu rumah adat, tarian, musik, alat musik, gambar, patung, pakaian, suara, satra/tulisan dan makanan. Wujud-wujud kebudayaan tersebut mencirikan kreatifitas yang tertanam di dalamnya serta didukung oleh lingkungan kreatifitas yang berlangsung antar generasi. Bila perkembangan industri kreatif memiliki basis kebudayaan maka akan dapat menjadi sumber inpirasi terus-menerus. Terdapat empat belas sub sektor industri kreatif menurut Kemenparekraf yang meliputi:periklanan; arsitektur; pasar dan barang seni; kerajinan; desain; fesyen; film, video dan fotografi; permainan interaktif; musik; seni pertunjukan; penerbitan dan percetakan; layanan komputer dan piranti lunak; televisi dan radio; riset dan pengembangan, dapat dikembangkan dengan keragaman budaya yang ada serta saling mendukung karena faktor pendukung yang telah tercipta dalam kebudayaan. Berbagai usaha pemanfaatan warisan budaya lokal selain dapat melestarikannya juga menjadi kebanggaan terhadap identitas Bangsa. Di samping itu, diperlukan pula pemanfaatan teknologi informasi yang tepat guna sebagai faktor pendukung yang tidak kalah penting. Perkembangan teknologi informasi yang cepat belakangan ini merupakan peluang dalam melakukan sintesis terhadap kebudayaan. Dampaknya, perkembangan ekonomi kreatif akan menjadi kekuatan yang mengakar karena didukung kebudayaan dan perkembangan teknologi informasi tersebut. D. PERAN PEMERINTAH DAN PERGURUAN TINGGI Strategi pengembangan industri kreatif terletak pada dukungan aturan main/perundang-undangan (basic regulation) dan modal (financial support). Dalam hal ini pemerintah harus membuat berbagai peraturan yang mampu mengakomodir kepentingan perkembangan industri kreatif yang berbasis pada budaya lokal. Dalam merumuskan peraturan perundang-undangan terkait dengan industri kreatif tersebut pemerintah harus mampu mengakomodir berbagai masukan dari berbagai kelompok masyarakat pemerhati ekonomi dan budaya. Dalam pengembangan budaya, pemerintah harus dapat mengembangkan semua potensi budaya lokal agar tumbuh dan berkembang secara seimbang sehingga akan tercipta harmonisasi budaya lokal untuk menopang pengembangan budaya nasional. Pemerintah juga berperan sebagai fasilitator dalam menyediakan modal, berupa dana, sarana prasarana, pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas (berkarakter dan kreatif) dan pembentukan jaringan (network) yang solid antara pelaku industri kreatif, praktisi teknologi, dan dunia usaha, serta menyediakan kebutuhan informasi dan teknologi (IT). Ini karena kreatifitas dan 6

teknologi merupakan sebuah proses yang harus selalu berdampingan. Hal lain yang melatarbelakangi peran pemerintah di atas bahwa para pelaku industri kreatif dituntut mampu mengikuti perkembangan teknologi. Apalagi di era internet sekarang, banyak melahirkan media-media baru untuk dijadikan sarana berekspresi untuk berkesenian (new media art) dan media komunikasi dan informasi berbasiskan internet (new media journalism). Sehubungan dengan peran pemerintah sebagai penyedia kebutuhan IT adalah pemerintah menyediakan fasilitas publik yang dapat diakses dengan mudah sehingga dapat dijadikan ajang berkreasi dan penyaluran ekspresi setiap individu dan kelompok masyarakat yang sekaligus dapat menjadi wahana promosi budaya dan penguatan identitas daerah (city branding). Kedua peran utama Pemerintah di atas wajib didukung dengan penjaminan perlindungan hukum dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dari desain indutsri kreatif untuk mengusahakan seminimal mungkin terjadinya pembajakan karya cipta, penggunaan software tanpa lisensi oleh oknum-oknum dalam maupun luar negeri. Hal yang juga tidak kalah penting adalah kesadaran individu untuk mengapresiasi hasil karya cipta pelaku industri kreatif di Indonesia. Suatu apresiasi merupakan motivasi besar dalam pelestarian dan pengembangan budaya-budaya lokal sebagai sumber pengembangan industri kreatif nasional. Pemerintah harus melibatkan berbagai pihak dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal terutama perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional memiliki tanggungjawab tridharma untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Pada aspek pendidikan, perguruan tinggi wajib mengembangkan pola pendidikan yang berbasis budaya. Konten budaya dapat diintegrasikan dalam kurikulum institusional lokal pada perguruan tinggi. Salah satunya adalah pengembangan pendidikan karakter di perguruan tinggi berbasis harmonisasi dan kearifan lokal. Memperluas akses terhadap tumbuhnya minat/bidang kajian baru khususnya terkait dengan pengembangan budaya lokal dan ekonomi kreatif. Pada aspek penelitian, perguruan tinggi dapat berperan dalam mengembangkan risetriset untuk mengungkap potensi budaya lokal. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena budaya dan kearifan lokal umumnya tidak terdokumentasi dengan baik. Disamping itu budaya lokal tidak diajarkan secara khusus seperti halnya ilmu-ilmu lainnya di dunia pendidikan formal. Pada aspek pengabdian, perguruan tinggi dapat berperan sebagai penyebar motivasi dan inspirasi kepada para pelaku industri berbasis budaya lokal sehingga mereka bisa mengembangkan skala usaha dan bisa meningkatkan kreatifitas dalam menghasilkan berbagai produk yang diminati oleh masyarakat modern. Lebih lanjut bahwa perguruan tinggi dapat memfasilitasi publikasi berbagai hasil-hasil penelitian dan pengabdian tersebut baik dalam skala lokal, nasional maupun internasional. Berbagai peran pemerintah dan perguruan tinggi dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasi budaya lokal tersebut harus disinergikan dengan dunia usaha (dalam hal ini para pelaku industri besar/investor). Dengan demikian berbagai faktor pendukung dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya

lokal, seperti faktor sumberdaya manusia, permodalan, teknologi produksi dan pengemasan serta informasi pasar dan pemasarannya dapat lebih mudah dipenuhi. Ini karena para pelaku dunia usaha telah sangat berpengalaman untuk mencari solusi kreatif untuk memenuhi kebutuhan faktor-faktor pendukung tersebut. Kegiatan ekonomi kreatif sebagai prakarsa dengan pola pemikiran dan biaya yang relatif kecil, memiliki pangsa pasar serta diminati masyarakat luas diantaranya adalah seni pertunjukan dan usaha kuliner. Pengembangan kedua jenis sub sektor industri kreatif tersebut secara langsung maupun tidak langsung dapat mendorong tumbuhnya industri yang berbasis ekonomi kreatif lainnya seperti: indutsri kerajinan, assesoris, cetak/sablon, bordir dan usaha rakyat kecil seperti penjual bala-bala, bakso, conro, gehu, batagor, bajigur, ketoprak dan lain-lain. E. SENI PERTUNJUKAN DAN KULINER SEBAGAI BUDAYA LOKAL YANG MENJADI SUMBER EKONOMI KREATIF Seni pertunjukan merupakan salah satu sub sektor industri kreatif yang perlu menjadi fokus kajian utama. Hal ini karena seni pertunjukan bisa mengakomodasi banyak sub sektor industri kreatif, seperti periklanan, arsitektur, barang seni, kerajinan, desain, fesyen, film, video dan fotografi, permainan interaktif, musik, penerbitan dan pencetakan, layanan komputer, televisi dan radio, serta riset dan pengembangan. Seni tari merupakan salah satu seni pertunjukan. Suatu pementasan tari memerlukan banyak persiapan, perlengkapan, dan publikasi yang melibatkan banyak sub sektor industri kreatif di atas. Sebelum diselenggarakannya suatu pementasan tari, dibutuhkan kreatifitas periklanan/ desain iklan, dan kreatifitas industri fotografi, film, video untuk berkreasi mendokumentasikan pertunjukan tari yang selanjutnya dapat mendorong kreatifitas industri penerbitan dan percetakan serta industri televisi dan radio untuk mempublikasikan pementasan tari yang akan dan atau yang telah diselenggarakan sehingga dapat dikenal luas oleh masyarakat lokal, nasional maupun internasional. Suatu pementasan tari memerlukan kreatifitas tata panggung. Di sini dibutuhkan peran industri arsitektur, dan desain. Pada saat penyelenggaraan pertunjukan tari, sangat diperlukan peran industri musik dan komputer (IT) untuk lebih menghidupkan pertunjukan tersebut. Para penari sebagai pelaku pertunjukan juga tidak lepas dari sentuhan kreatifitas. Dalam hal ini terlihat peran penting industri fesyen untuk memikirkan desain pakaian para penari tradisional agar lebih menarik dan diterima oleh masyarakat modern. Berbagai asesoris penari juga membutuhkan peran kreatif dari industri barang seni dan kerajinan seperti kerajinan perak, kerajinan perunggu, emas dan tenun serta asesoris lainnya. Melihat banyaknya sub sektor industri kreatif yang terlibat di dalam suatu pertunjukan tari maka pemerintah, perguruan tinggi dengan tidak mengabaikan kolaborasi dengan dunia usaha wajib mengimpletasikan berbagai peran yang telah diuraikan sebelumnya bagi seni pertunjukan (tari). Industri kuliner merupakan kegiatan kreatif yang relatif masih baru menjadi bagian dari ekonomi kreatif. Kedepan direncanakan untuk dimasukkan ke dalam sektor industri kreatif dengan melakukan sebuah studi terhadap pemetaan produk

makanan olahan khas Indonesia yang dapat ditingkatkan daya saingnya di pasar ritel dan pasar internasional. Studi dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi selengkap mungkin mengenai produk-produk makanan olahan khas Indonesia, untuk disebarluaskan melalui media yang tepat, di dalam dan di luar negeri, sehingga memperoleh peningkatan daya saing di pasar ritel modern dan pasar internasional. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi bahwa Indonesia memiliki warisan budaya produk makanan khas yang sangat beraneka ragam, yang pada dasarnya merupakan sumber keunggulan komparatif bagi Indonesia. Hanya saja, kurangnya perhatian dan pengelolaan yang baik, sehingga keunggulan komparatif tersebut tidak tergali menjadi lebih bernilai ekonomis. Kuliner yang dikembangkan oleh masyarakat lokal memiliki rasa yang khas dan mempunyai daya tahan serta aman dari kesehatan. Hal ini disebabkan karena bahan baku kuliner yang berbasis budaya lokal bebas dari perlakuan zat kimia mulai dari penanganan pasca panen, sampai menjadi makanan siap saji. Beberapa contoh dari pengolahan bahan pangan dari hasil pertanian sebagai bahan baku makanan seperti: penyimpanan jagung kering di para-para dan atau diasapi sebelumya didahului tindakan sortasi, penyimpanan umbi-umbian dengan memasukkan dalam lubang tanah dan menimbunnya; penyimpanan ubi kayu yang dikeringkan dan dijemur; penyimpanan padi di atas susunan papan kayu atau dalam bentuk gaba kering; penyimpanan kedelai dalam guci yang terbuat dari tanah dan ditutup daun pisang; penyimpanan kacang tanah dalam karung dalam bentuk kering angin, dan lain-lain (Rianse, 2010). Masih dalam Rianse (2010) dijelaskan bahwa beberapa jenis makanan dan lauk pauk seperti kandara, kagule, kasinganga, kasiu, kadonte, kakakele, dendeng, abon (istilah dalam bahasa: Muna), semuanya bebas dari bahan pengawet sintentis. Pada Tabel 1 disajikan beberapa produk makanan dari bahan pangan hasil pertanian yang tidak menggunakan bahan pengawet. Tabel 1. Beberapa Jenis Makanan dari Bahan Pangan Pertanian tanpa Bahan Pengawet Bahan Pangan Pisang Jagung Ubi Kayu Umbi-Umbian Kacang-kacangan Sagu, Aren, Kelapa Padi Produk Makanan Pisang goreng, kolak pisang, doko-doko, bharongkong Biji, tepung (ghonabu), pawu, dzodzolo, lapa-lapa, kambewe Tapioka, keripik, suami, kabuto, lapa-lapa kawela-wela, bika-bika, ubi goreng, onde-onde Keripik, lebhano kolope, ubi panggang Tepung, kopi, bubur kacang, tenteng dan lainnya Tepung, Bagea, latsa, Gula merah, sinonggi/kapurung Beras, tepung, ketupat, lapa-lapa, kambewe, susuru, ngkea-ngkea, dodol, mbalo-mbalo, sirikaea, waje dll.

Subsektor seni pertunjukan dan kuliner merupakan bagian dari subsektor industri kreatif yang tengah gencar digalakkan pemerintah karena sub sektor tersebut paling dominan memberikan kontribusi ekonomi, baik dalam nilai tambah, tenaga kerja, dan ekspor. Selain alasan tersebut seni pertunjukan dan industri kuliner yang berbasis budaya lokal sangat prospektif tumbuhdikembangkan karena keduanya dapat mendorong tumbuhnya beberapa sub sektor ekonomi kreatif lainnya sebagai pendukung. Jika kita ingin mengeksplorasi seni pertunjukan maka sudah barang tentu kita juga membutuhkan industri periklanan, arsitektur, barang seni, kerajinan, desain, fesyen, film, video dan fotografi, permainan interaktif, musik, penerbitan dan pencetakan, layanan komputer, televisi dan radio, serta riset dan pengembangan. Karena diantara satu sub sektor dengan sub sektor lainnya saling menopang satu sama lain. Dengan demikian jika pemerintah daerah yang berkeinginan mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan pengembangan industri kreatif yang berbasis pada sumber daya lokal khususnya kebudayaan cukup mendorong pada beberapa sub sektor saja yang mempunyai pengaruh yang signifikan pada sektor lainnya. Misalnya saja seni tari dan drama sebagai bagian dari seni pertunjukan agar dapat meningkatkan daya tarik penonton, harus membutuhkan berbagai jenis industri kreatif lainnya misalnya pakaian, fesyen, asesoris, media publikasi, promosi, penelitian dan pengembangan. Pengembangan industri kuliner juga dapat mengangkat tumbunya industriindustri sebagai sumber ekonomi kreatif lainnya. Karena kuliner membutuhkan bahan baku yang berasal dari hasil-hasil pertanian dan perkebunan. Dan kecenderungan masyarakat modern saat ini ingin hidup sehat, sehingga pilihan yang tepat untuk dikembangkan adalah pertanian organik yang mengandalkan pemanfaatan bahan alam misalnya pertanian organik yang turun temurun serta pemanfaatan pangan selain beras misalnya umbi-umbian dan serealia sebagai bahan makanan pokok alternatif. Demikian pula wadah untuk menyajikan kuliner juga bebas dari bahan-bahan sintetik, misalnya menggunakan ranggi (kerajinan anyaman dari lidi pohon enau) sebagai tempat makan pengganti piring, dan batok kelapa sebagai tempat minum. Bahan-bahan tersebut di atas, cukup banyak tersedia di sekitar kita. Namun demikian kesemuaanya membutuhkan kreatifitas, inovasi dan kemauan untuk mengangkat dan mendekatkan kearifan lokal dalam kehidupan kita sehari-hari. Jika hal ini bisa di kembangkan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik secara langsung maupun tidak langsung kita dapat mengangkat perekonomian masyarakat. Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk mempertahankan dan mengembangkan kedua industri kreatif tersebut di atas di kalangan masyarakat adalah pada saat upacara-upacara perkawinan adat. Semua suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki tata cara yang beragam antara satu daerah dengan daerah lainnya. Sehingga acara perkawinan adat merupakan salah satu wadah yang dapat digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya untuk beberapa sub sektor industri kreatif lainnya karena sampai saat ini budaya perkawinan adat masih dipertahankan. Perkawinan menurut hukum adat, sebagaimana dikemukakan oleh (Teer Haar dalam Asri, 1980:187) bahwa perkawinan adalah urusan kerabat, urusan derajat, dan urusan pribadi satu sama lain dan hubungannya yang sangat berbeda-beda. Masyarakat hukum adat memandang bahwa perkawinan untuk

10

meneruskan keturunan, mempertahankan silsilah dan kedudukan sosial yang bersangkutan. Perkawinan adat istiadat adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut adat setempat dengan tidak mementingkan peraturan-peraturan agama. Sehingga disaat inilah kita dapat menyajikan berbagai jenis kuliner dan pertunjukan yang basisnya adalah budaya lokal. Jika hal ini dapat dilakukan maka secara tidak langsung akan mengangkat beberapa industri kreatif yang memiliki potensi ekonomi kreatif lainnya. Industri kreatif yang dapat dikembangkan dengan adanya industri kuliner adalah munculnya subsektor industri untuk mendukung penyiapan bahan baku, wadah/kemasan dan perabot penyajian kuliner. Disisi lain, dan aspek pembangunan pertanian terutama untuk penyediaan komoditi tersebut juga akan berkembang, misalnya akan muncul upaya-upaya reatif dalam penyediaan/pemenuhan bahan baku pangan secara berkelanjutan. Pada sektor seni pertujukan juga akan melahirkan sektor ekonomi kreatif sebagai pendukung keberlangsungan budaya tersebut diantaranya seni kerajinan tangan, media publikasi, promosi, seni pertunjukan. Disamping itu juga akan berkembang sektor kreatif musik tradisional, pakaian beserta asesorisnya, industri kerajinan pakaian, feysen, periklanan, media elektronik, dan industri kerajinan perak, emas, tembaga. Pengembangan industri kuliner dan seni pertunjukan juga dapat dipicu oleh budaya lokal lainnya misalnya budaya perkawinan adat dan upacara adat lainnya. KESIMPULAN 1. 2. Sebagai regulator, pemerintah harus membuat peraturan perundang-undangan yang mendukung pengembangan ekonomi kreatif yang berbasis budaya lokal. Sebagai fasilitator, pemerintah harus menyediakan menyediakan modal, berupa dana, sarana prasarana, pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas (berkarakter dan kreatif) dan pembentukan jaringan (network) yang solid antara pelaku industri kreatif, praktisi teknologi, dan dunia usaha, serta menyediakan kebutuhan informasi dan teknologi (IT). dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal. Perguruan tinggi dalam pengembangan tridharmanya harus dapat menjadi sokoguru pengembangan sektor ekonomi kreatif. Pemerintah dan perguruan tinggi harus berkolaborasi dengan dunia usaha untuk memenuhi faktor-faktor pendukung dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal, seperti faktor sumberdaya manusia, permodalan, teknologi produksi dan pengemasan serta informasi pasar dan pemasarannya.

3. 4.

11

REFERENSI

Alvin Toffler. 1980. The Third Wave. A Bantam Books. Published in association with William Morrow & Co., Inc. Asri, 2008. Ungkapan dalam Perkawinan Adat Suku Moronene. Kendari: Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara Clifford Geertz. 2010. Biographical Memories. Proceedings of the American philosophical society. Vol. 154, no. 1 Daniel H. Pink. 2006. A whole new mind. Published by The Pinguin Group,. New York, USA Departemen Perdagangan. 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 . Departemen Perdagangan. Jakarta. Richard Florida. 2002. The Rise of Creative Class: And How It's Transforming Work, Leisure, Community And Everyday Life. Published by Basic Book, New York Howkins, J. 2001. The Craetive Economy, How People make Money from Ideas,. Penguin Books, New York, USA. Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Antropologi. Aksara Baru, Jakarta. Moelyono Mauled, 2010. Menggerakan Ekonomi Kreatif: Antara Tuntutan dan Kebutuhan . Rajawali Pers. Jakarta. Rianse, 2010. Kearifan Lokal Dalam Memacu Pertumbuhan Agroindustri, Makalah Disajikan pada Seminar Nasional pada Tanggal 10 November 2010, di Universitas Halu Oleo. .

12

Anda mungkin juga menyukai