Anda di halaman 1dari 20

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Mediastinum Mediastinum adalah satu bagian kavitas thorakis yang dibatasi di lateral oleh pleura mediastinalis, di anterior oleh sternum dan di posterior oleh kolumna vertebralis. Mediastinum terbentang dari diafragma di inferior sampai pintu masuk thorax di superior. (Sabiston, 1994) Mediastinum terbagi atas 3 bagian : 1. Mediastinum Anterior Membentang dari sternum disebelah anterior ke perikardium dan pembuluh darah brakiosefalik di sebelah posterior. Daerah ini berisi kelenjar Timus, kelenjar Limfe Mediastinalis anterior dan arteri serta vena mammaria interna. 2. Mediastinum Media Terletak diantara mediastinum anterior dan posterior. Berisi : jantung, lengkung asendens serta transversal aorta, vena cava, arteri serta vena brakiosefalik, nervous frenikus, trakea, bronkus utama serta kelenjar getah bening dan arteri sertavena pulmonalis. 3. Mediastinum Posterior Dibatasi pericardium serta trakea disebelah anterior dan kolumna vertebra di sebelah posterior. Daerah ini berisi : aorta torakalis desendens, esophagus, duktus torasikus, vena azigos serta hemiazigos, dan kelompok posterior kelenjar getah bening mediastinal. 2.1 Definisi Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam rongga mediastinum yaitu rongga yang berada diantara paru kanan dan kiri. Rongga mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Rongga mediastinum sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ didekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa. Abnormalitas yang paling sering ditemukan pada ketiga kompartemen mediastinum adalah massa.

Jenis jenis tumor mediastinum yang sering ditemukan adalah: a. Timoma Merupakan lebih kurang 12% tumor mediastinum primer kurang lebih 25% nya adalah ganas tetapi jarang bermetastase. Pada posisi telentang tumor ini dapat menekan trakea sehingga menimbulkan gejala sesak. Sesak tersebut timbul karena penekanan jaringan sekitarnya. Pada foto bisa normal, tetapi pada CT-scan menunjukkan massa berbatas jelas. Pengobatannya dengan eksisi. Gambaran Rontgenografi berkisar dari lesi kecil berbatas tegas sampai densitas, berlobulasi besar yang bersatu dengan struktur mediastinum yang berdekatan. Timoma biasanya simptomatik pada waktu diagnostic. Seperti pada massa mediastinum lain, timoma bisa timbul dengan gejala yang berhubungan dengan efek massa lokal, yang mencakup nyeri dada, dispneu, hemoptisis, batuk dan gejala yang berhubungan dengan obstruksi vena cava superior. b. Tumor Sel Benih Kelainan yang asalnya congenital ini pada usia dewasa bermanifestasi sebagai tumor sungguh. Tumor ini mengandung berbagai macam jaringan yang asing untuk organ tempat tumor ini tumbuh. c. Tumor Teratoid Tumor teratoid dapat berlokalisasi di berbagai tempat, tetapi mediastinum depan merupakan tempat predileksi terpenting setelah gonade. Tumor ini memberikan gejala karena adanya tekanan atau invasi ke organ-organ lain di sekitarnya. d. Teratoma Merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada mediastinum anterior. Teratoma yang secara histologik merupakan benigna mengandung terutama derivate ektoderm (kulit) dan entoderm (usus). e. Mediastinal Teratoma f. Tumor Neurogen Merupakan tumor mediastinal yang paling banyak terjadi, manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf interkostal, ganglia simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai cirri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua umur, tetapi relatif lebih sering pada anak-anak. (Aru W. Sudoyo, 2006) g. Kista Pleuroperikardial Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu menempel pada pericardium. Banyak terjadi pada

ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini juga dikenal sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan congenital, tetapi baru memberikan gejala pada usia dewasa. Pada fluoroskopi, kista-kista ini sering terlihat sebagai rongga-rongga dengan yang tipis dengan perubahan bentuk pada pernafasan dalam. Krista ini tidak menimbulkan keluhan, infeksi sangat jarang dan malignitasnya tidak diketahui. h. Kista Bronkogen Kista Bronkogen kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari jaringan ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel rambut getar/ planoselular dan terisi lender putih susu atau jernih. Kista bronkus terletak menempel pada trakea atau bronkus utama, kebanyakan pada bagian atas dan selalu dekat dengan bifurkatio trakea. Kista ini dapat tetap asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan keluhan karena karena tekanan pada trakea, bronki utama atau esophagus. Jika ditemukan terdapat bahaya infeksi dan perforasi, maka dilakukan pengangkatan dengan pembedahan. i. Kista Enterogen Kista ini memiliki bentuk potongan-potongan segmen dari saluran lambung-usus, berbentuk bulat seperti pipa, dilapisi selaput lendir seperti pada lambung dan esophagus. Kista ini juga terletak di medistinum belakang dan dapat melekat atau tidak kepada esophagus, terkadang ada lubang kecil yang menembus esophagus. Kista enterogen biasanya secara dini sudah memberikan keluhan, sudah dapat ditemukan pada anak kecil, meskipun kadang-kadang juga ditemukan pada orang dewasa yang tidak menunjukkan keluhan. Beberapa kista memproduksi cairan lambung yang dapat menyebabkan ulserasi dan perforasi. Kista enterogen jika ditemukan harus diekstirpasi. (Aru W. Sudoyo, 2006) 2.2 Etiologi Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah: a. Penyebab kimiawi. Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya. b. Faktor genetik (biomolekuler) Golongan darah A lebih tinggi 20 % berisiko menderita kanker/tumor pada lambung dari pada golongan darah O, selain itu perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.

c. Faktor fisik Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom. d. Faktor nutrisi Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor. e. Penyebab bioorganisme Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia. f. Faktor hormone Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut. 2.3 Patofisiologi/WOC Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan risiko terjadi tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memici timbulnya penyakit tumor. Initiati agent biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan beraksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetic (DNA). Keadaan selanjutnya akibat keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya formasi tumor. Hal ini dapat berlangsung lama, minggu bahkan sampai tahunan.

2.4 Manifestasi Klinis Keluhan yang biasanya dirasakan adalah : 1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama. 2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus. 3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior. 4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior. 5. Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup) 6. Sekret berlebihan 7. Batuk dengan atau tanpa dahak 8. Pernafasan tidak simetris 9. Unilateral Flail Chest 10. Effusi pleura 11. Egophonia pada daerah sternum 12. Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru 13. Wheezing unilateral/bilateral 14. Ronchii 15. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus 16. anoreksia, penurunan berat badan dan meningkatnya rasa lelah 2.4 Pemeriksaan Diagnostic 1. Rontgenografi Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostic lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk membedakan apakah lesi berasal dari vascular-bukan vascular.
Foto thoraks : penderita tumor mediastinum

Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis / sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan. Dasar dari evaluasi diagnostic adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma

mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative massa ini, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi. 2. USG Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esophagus dan pembuluh darah besar. 3. USG Germ Cell Mediastinum Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis sejumlah tumor. Sidik yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan struma intratoraks dari lesi mediatinum superior lain. Sidik gallium dan teknesium sangat memperbaiki kemampuan mendiagnosis dan melokalisir adenoma parathyroid. Belakangan ini kemajuan dalam radiofarmakologi telah membawa ke diagnosis tepat. 4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang memungkinkan diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang, teknik ini bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa tumor. 5. Biopsy Berbagai teknik invasive untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini. Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit metastatic pada pasien dengan keganasan primer yang ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan ditegaskan. 2.5 Penatalaksanaan Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor, jinak atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah bedah, sedangkan untuk tumor ganas berdasarkan jenisnya. Jenis tumor mediastinum ganas yang paling sering ditemukan adalah timoma (bagian dari tumor kelenjar timus), sel germinal dan tumor saraf. Secara umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodaliti yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi.

10

Beberapa jenis tumor resisten terhadap radiasi dan/atau kemoterapi sehingga bedah menjadi pengobatan pilihan, tetapi banyak jenis lainnya harus mendapatkan tindakan multimodaliti. Kemoradioterapi dapat diberikan sebelum bedah (neoadjuvan) atau sesudah bedah (adjuvan). Pilihan terapi untuk timoma ditentukan oleh staging penyakit saat diagnosis. Untuk tumor sel germinal sangat bergantung pada subtipe tumor, tumor saraf dibedakan berdasarkan jaringan yang dominan pada tumor. 2.6 Komplikasi Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui : perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah: 1. 2. 3. 4. 2.7 Obstruksi trachea Sindrom Vena Cava Superior Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan Rupture esophagus

Prognosis Prognosis Tumor Mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Berbeda variai prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana hasil diagnostic spesifik, derajat keparahan penyakit, dan keadaan spesifik pasien yang lain (komorbid) akan mempengaruhi. Kebanyakan tumor mediastinum ganas berespon baik terhadap terapi konvensional. Besarnya variasi individual penyakit mengakibatkan terjadinya berbagai kelainan mediastinum beragam. (Aru W. Sudoyo, 2006)

11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian a. Identitas Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa Jenis Kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita b. Riwayat masuk Keluhan utama yang sering muncul saat masuk adalah adanya sesak napas dan nyeri dada yang berulang tidak khas, mungkin disertai/tidak disertai dengan batuk darah. Pada beberapa kasus sering dilaporkan keluhan infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan kunjungan ke professional kesehatan. c. Riwayat penyakit dahulu Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu yang relative lama seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu yang relative lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik pada diri sendiri maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita. d. Pemeriksaan Fisik B1 (Sistem Pernafasan) Data Subyektif : Sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang Obyektif : hiperventilasi, batuk (Produktif/Nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar suara nafas abnormal unilateral/bilateral, egophon. B2 (Sistem Kardiovaskular) Data Subyektif : Sakit kepala Obyektif :Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas darah menurun, asidosis ringan/berat. B3 (Sistem Persyarafan) Data Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran Obyektif : Letargi B4 (Sistem Perkemihan) Data Subyektif :Obyektif : produksi urine menurun/normal B5 (Sistem Pencernaan) Data Subyektif : mual, kadang muntah Data Obyektif : Konsistensi feses normal/diare B6 (Sistem Muskuloskeletal dan Integumen) Data Subyektif : Lemah, cepat lelah (Muskuloskeletal) Data Subyektif : - (Integumen)

12

: Tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan, flail chest. (Muskuloskeletal) Data Obyektif : Kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat, suhu kulit meningkat/normal. (Integumen) e. Pemeriksaan Penunjang 3.2 Diagnosis Keperawatan Diagnosis Keperawatan : 1. Ketidakefektifan pola nafas b.d kerusakan paru dan pembedahan 2. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d kerusakan paru,anestesia,dan nyeri. 3. Nyeri b.d insisi dan prosedur bedah 4. Ketidakseimbangan volume cairan b.d prosedur bedah 5. Kerusakan mobilitas fisik ekstremitas atas b.d bedah toraks 6. Ansietas b.d hasil pembedahan, nyeri, teknologi 7. Kurang pengetahuan tentang prosedur perawatan di rumah 8. Ilma) 3.2 Intervensi Keperawatan Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan Pola Nafas b.d penekanan faring dan laring oleh sel tumor Tujuan : Pasien akan mengalami pola nafas efektif yang ditandai dengan : 1. Suara nafas paru relatif bersih 2. Laju nafas dalam rentang normal 3. Tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi Intervensi Keperawatan: Rasional: 1. Lakukan pengkajian tiap 4 jam 1. Evaluasi dan reassessment terhadap terhadap RR, S, dan tanda-tanda tindakan yang akan/telah diberikan keefektifan jalan napas 2. Mengeluarkan sekresi jalan nafas, 2. Lakukan Phisioterapi dada mencegah obstruksi secara terjadwal 3. Meningkatkan suplai oksigen jaringan 3. Berikan Oksigen lembab, kaji paru keefektifan terapi 4. Menurunkan resiko infeksi sekunder 4. Berikan antibiotik dan 5. Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi antipiretik sesuai order, kaji oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru keefektifan dan efek samping 6. Membantu pembersihan jalan nafas (ruam, diare) 7. Evaluasi berkala keberhasilan 5. Lakukan pengecekan hitung terapi/tindakan tim kesehatan SDM dan photo thoraks 6. Lakukan suction secara bertahap 7. Catat hasil pulse oximeter bila

Data Obyektif

13

terpasang, tiap 2 4 jam Diagnosa Keperawatan : Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan pembedahan Tujuan : Perbaikan pertukaran gas dan pernapasan. Intervensi Keperawatan Rasional Hasil yang diharapkan 1. Pantau status pernapasan 1. Perubahan status - Paru-paru bersih saat (bunyi, frekuensi, pernapasan menandakan diauskultasi. kedalaman, pola napas, perbaikan atau awal - Frekuensi pernapasan gas darah, warna kulit). komplikasi. dalam batas normal tanpa 2. Pantau dan catat tekanan 2. Membantu dispnea. darah, nadi, dan suhu mengevaluasi efek - TTV stabil. tubuh tiap 2-4 jam. pembedahan pada status - Tidak terdapat disritmia. 3. Pantau jantung. - Memperagakan elektrokardiogram 3. Disritmia sering tampak pernapasan yang efektif. kontinu terhadap pola setelah bedah toraks. - Memperagakan teknik dan disritmia. batuk yang efektif. 4. Tinggikan kepala tempat 4. Ekskursi paru - Paru-paru berekspansi 0 tidur 30-40 . maksimum yang dicapai normal. pasien adalah ketika posisi setegak mungkin. 5. Berikan dorongan latihan 5. Membantu membuka nafas dalam. jalan napas yang 6. Berikan dorongan dan tertutup. tingkatkan batuk efektif 6. Batuk penting untuk rutin yang harus membuang sekresi yang dilakukan setiap 1-2 jam tertahan. selama 24 jam pertama. 7. Kaji dan pantau sistem 7. Sistem digunakan untuk drainase dada. membuang semua residu udara atau cairan setelah operasi. Diagnosa Keperawatan : Defisit Volume Cairan b.d : 1. Distress pernafasan 2. Penurunan intake cairan 3. Peningkatan IWL akibat pernafasan cepat dan demam, efek chemoteraphi Tujuan : Anak mendapatkan sejumlah cairan yang adekuat ditandai dengan : 1. Intake adekuat, baik IV maupun oral 2. Tidak adanya letargi, muntah, diare 3. Suhu tubuh dalam batas normal 4. Urine output adekuat, BJ Urine 1.008 1,020 Intervensi Keperawatan: Rasional: 1. Catat intake dan output, berat 1. Evaluasi ketat kebutuhan intake dan output diapers untuk output 2. Meyakinkan terpenuhinya kebutuhan

14

2. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam, tanda devisit cairan dan kondisi IV line 3. Catat BJ Urine tiap 4 jam atau bila perlu 4. Lakukan Perawatan mulut tiap 4 jam

cairan 3. Evaluasi obyektif sederhana devisit volume cairan 4. Meningkatkan bersihan sal cerna, meningkatkan nafsu makan/minum

Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbanagn volume cairan yang yang berhubungan dengan prosedur bedah. Tujuan : Pemeliharaan volume cairan yang adekuat. Intervensi Keperaawatn Rasional Hasil yang Diharapkan 1. Pantau dan catat masukan 1. Penatalaksanaan cairan - Pasien terhidrasi dan haluaran per jam. mungkin diubah sebelum, dengan adekuat. Haluaran urin harus selama, dan setelah - Haluaran urin lebih sedikitnya 30 ml atau urin pembedahan, dan respon besar dari 30 ml/jam. perjam setelah pasien terhadap kebutuhan - TTV stabil. pembedahan. penatalaksanaan cairan - Frekuensi jantung harus dikaji. dan CVP mendekati 2. Berikan terapi komponen 2. Edema paru akibat normal. darah dan cairan tranfusi atau kelebihan parenteral atau diuretik cairan adalah ancaman sesuai yang diresepkan yang selalu ada. untuk memulihkan dan mempertahankan volume cairan.

Diagnosa Keperawatan : Nyeri yang berhubungan dengan insisi dan prosedur bedah. Tujuan : Hilang dari rasa nyeri dan rasa tidak nyaman. Intervensi Keperawatan Rasional Hasil yang diharapkan 1. Evaluasi letak, karakter, 1. Nyeri membatasi - Meminta medikasi untuk kualitas, dan keparahan ekskursi dada dan nyeri, tetapi nyeri. Berikan obat nyeri demikian mengurangi mengungkapkan bahwa sesuai kebutuhan. Amati ventilasi. ia mengharapkan rasa efek analgesik terhadap nyaman ketik napas pernapasan. dalam dan batuk. 2. Barigkan pasien dalam 2. Posisi semi fowler - Mengungkapakan bahwa posisi semi fowler. Bantu memungkinkan udara ia nyaman dan tidak atau balikkan pasien setiap residual untuk naik ke mengalami distress akut. dua jam. bagian atas ruang pleural - Tidak adanya infeksi dan dikeluarkan melalui insisi. kateter dada atas.

15

3. Kaji area insisi setiap 8 3. Ini merupakan tanda jam terhadap kemerahan, indikasi kemungkinan panas, indurasi, infeksi. pembengkakan, terlepasnya jahitan dan drainase. 4. Mintakan pesanan untuk 4. Memungkinakan pasien pompa PCA jika untuk mengontrol memungkinkan untuk frekuensi dan dosis pasien. untuk memperbaiki rasa nyaman dan kepatuhan terhadap regimen pengobatan.

Diagnosa Keperawatan : Ansietas yang ebrhubungan dengan hasil pembedahan dan nyeri. Tujuan : Reduksi ansietas sampai tingkat yang dapat diatasi. 1. Jelaskan semua prosedur 1. Dengan menjelaskan apa - Menyebutkan bahwa dalam istilah yang yang akan diperkirakan ansietas pada tingkat sederhana. terjadi dalam istilah yang yang dapat ditangani. mudah dimengerti dapat - Ikut seta dengan tim menurunkan ansietas dan perawatan kesehatan meningkatkan kerja sama. dalam regimen 2. Kaji terhadap nyeri dan 2. Premedikasi sebelum pengobatan. obati, teruma sebelum prosedur atau aktivitas - Menggunakan prosedur yang secara yang menimbulkan nyeri ketrampilan koping yang potensial menimbulkan meningkatkan rasa sesuai. nyeri. nyaman dan - Menunjukkan pengertian meminimalkan ansietas. dasar tentang teknologi 3. Matikan semua alarm 3. Alarm yang tidak yang diguankan dalam pada alat yang tidak diperlukan meningkatkan perawatan. diperlukan (ventilator, ansietas. monitor). 4. Berikan dorongan dan 4. Penghargaan yang positif dukungan ketika dan dorongan meningkatkan tingkat memperbaiki motivasi aktivitas. pasien dan kemandirian pasien. 5. Kerhakan sumber-sumber 5. Pendekatan multidisiplin (keluarga, petugas) untuk meningkatkan kekuatan membantu pasien dan mekanisme koping mengatasi hasil pasien. pembedahan.

16

Diagnosa keperawatan : Kerusakan mobilitas fisik ekstremitas atas yang berhubungan dengan bedah toraks. Mobilitas meningkat pada bahu dan lengan yang sakit. Intervensi Keperawatan Rasional Hasil yang Diharapkan 1. Ajarkan latihan 1. Penting untuk mencapai - Menunjukkan latihan pernapasan untuk kembali mobilisasi normal lengan dan bahu dan memobilisasi toraks. lengan dan bahu dan mengungkapkan minat Berikan dorongan latihan mempercepat pemulihan untuk melakuakan skelet dan mobilisasi serta meminimalkan rasa latihan tersebut saat bahu. Bantu turun dari tidak nyaman. dipulangkan. tempat tidur setelah sistem sirkulasi stabil. 2. Meningkatkan 2. Berikan dorongan penggunaan lengan dan aktivitas progresif sesuai bahu pasien yang sakit. dengan terjadi keletihan.

Diagnosa Keperawatan : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan anestesia dan nyeri post operasi. Tujuan : Perbaikan bersihan jalan napas dan pencapaian jalan napas yang paten. Intervensi Keperawatan Rasional Hasil yang diharapkan 1. Pertahankan jalan napas 1. Berguna untuk ventilasi - Jalan napas paten. terbuka. dan pertukaran gas yang - Batuk secara efektif. 2. Lakukan pengisapan adekuat. - Membebat insisi ketika endotrakea sampai 2. Sekresi endotrakea batuk. pasien mampu berlebihan pada pasien - Sputum jernih atau tidak mengeluarkan sekresi pasca bedah toraks berwarna. secara efektif. karena trauma pada - Paru-paru bersih saat 3. Kaji dan atasi nyeri. trakeobronkial. auskultasi. Berikan dorongan untuk 3. Membantu membuka napas dalam dan latihan jalan napas yang batuk. Bantu dalam tertutup. Batuk sangat membebat insisi selama menimbulkan nyeri, batuk. insisi harus disangga. 4. Pantau jumlah, 4. Perubahan pada sputum kekentalan, warna, dan menandakan adanya bau sputum. Beritahukan infeksi, dehidrasi, atau dokter jika sputum perubahan status berlebihan atau pulmonal. mengandung darah 5. Sekresi harus merah segar. dilembabkan dan 5. Berikan humidifikasi dan diencerkan jika akan

17

terapi nebulizer sesuai dikeluarkan dari dada yang diresepkan. dengan upaya yang 6. Lakukan drainase paling ringan. postural, perkusi, dan 6. Fisioterapi dada vibrasi sesuai yang menggunakan gaya diharuskan. gravitasi untuk 7. Auskultasi kedua sisi membantu membuang dada untuk menentukan sekresi dari paru. perubahan dalam bunyi 7. Indikasi untuk napas. pengisapan trakea ditentukan oleh auskultasi dada.

Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit : Alopesia Tujuan : Pemeliharaan integritas jaringan : Mengatasi kerontokan rambut. Intervensi Keperawatan Rasional Hasil yang diharapkan 1.Mendiskusikan 1.Memberikan informasi 1. Mengidentifikasi kerontokan rambut kepada klien dan alopesia sebagai efek dengan pasien dan keluarga agar dapat samping dari keluarga menyiapkan diri secara pengobatan 2.Mencegah atau kognitif dan emosional 2. Mengidentifikasi meminimalkan terhadap kerontokan perasaan negative dan kerontokan rambut, 2.Fasilitas koping : positif terhadap citra melalui cara berikut : a. Menurunkan ambilan diri a. Hipotermia kepala atau folikel rambut terhadap 3. Mengungkapkan torniket kulit kepala kemoterapi kerontokan rambut b.Potong rambut yang b.Meminimalkan yang mungkin ia miliki panjang sebelum kerontokan rambut 4. Menyebutkan rasional pengobatan akibat beban berat dan untuk memodifikasi c. Hindari penyampoan yang tarikan pada rambut dalam perawatan berlebihan dan gunakan 3.a. Membantu rambut dan pengobatan sampo ringan serta mempertahankan 5. Menggunakan sampo conditioner intregitas kulit dan conditioner hanya d.Hindari pengeritingan b. Mencegah pemajanan saat diperlukan listrik, pengering rambut, sinar UV 6. Mempertahankan jepit rambut, baret, 4.a. Wig yang menyerupai hygiene dan berhias pewarna rambut, dan warna dan gaya rambut 7. Berintaksi dan pengombak rambut lebih mudah untuk bersosialisasi dengan e. Hindari menyikat atau dilakukan bila belum orang lain menyisir rambut terjadi kerontokan berlebihan : gunakan rambut gerigi ssir yang lebar b. Memfasilitasi 3.Cegah trauma pada kulit penyesuaian dan kepala menyamarkan

18

a. Olesi kulit kepala dengan vitamin A dan D untuk mengurangi rasa gatal b.Meminta pasien menggunakan tabir surya atau topi ketika berada di bawah sinar 4.Saran untuk membantu dalam mengatasi kerontokan rambut : a. Beli wig sebelum rambut rontok b.Jika terjadi kerontokan, bantu klien untuk memilih wig dan membantu menggunakannya sebelum terjadi kerontokan c. Kenakan topi, scraft, atau turban 5.Memberikan dorongan pada pasien untuk tetap mempertahankan kontak sosial dan menjelaskan bahwa perumbuhan rambutmulaikembali setelah pengobatan selesai

kerontokan rambut 5.Membantu mempertahankan identitas pribadi dan menenangkan pasien

Diagnosa keperawatan : Kerusakan integritas kulit : reaksi kulit erimatosa atau deskuamasi basah b.d terapi radiasi Tujuan : Pemeliharaan integritas kulit Intervensi Keperawatan Rasional Hasil yang Diharapkan 1.Pada area erimatosa : 1. Perawatan pada area 1. Menunjukkan a. Hindari penggunaan sabun, erimatosa harus focus perubahan minimal kosmetik, parfum, bedak, untuk mencegah iritasi, pada kulit lotion, salep, deodoran kekeringan, dan 2. Menghindari trauma b.Gunakan air hangat kuku kekurangan lebih lanjut. pada region kulit yang untuk membersihkan area Memungkinkan udara sakit tersebut untuk bersirkulasi pada 3. Melaporkan perubahan c. Hindari menggosok atau area yang sakit dan pada kulit dengan menggaruk area membantu proses segera d.Hindari memajankan area penyembuhan. 4. Menunjukkan pada sinar matahari atau 2. Area terbuka yang basah perawatan yang sesuai cuaca dingin rentan terhadap infeksi untuk area yang lepuh e. Gunakan pakaian dari bakteri. Perawatan harus atau terbuka katun dilakukan untuk 5. Tidak menunjukkan

19

f. Oleskan salep vitamin A dan D 2.Jika terjadi deskuamasi basah : a. Jangan menggangu setiap lepuh yang terbentuk b.Hindari sering mencuci are tersebut c. Gunakan salep atau yang diresepkan d.Jika area basah, pasang sehelai tipis balutan kasa Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi keperawatan 1.Berikan doronganpada paien untuk mempraktikkan latihan lengan dan bahu lima kali sehari di rumah.

mencegah masuknya patogen, mengurangi iritasi dan inflamasi serta meningkatkan kekeringan.

adanya infeksi

2.Instruksikan pasien untuk mempraktikkan posisi tegak secara fungsional didepan cermin yang panjang. 3.Instruksikan pasien dalam mengikuti aspek-aspek perawatan rumah.: a.Hilangkan nyeri intercosta dengan pemanasan local atau anestesi oral. b.Selingi aktivitas dengan periode istirahat yang sering. c.Praktikkan latihan bernapas di rumah. d.Hindari mengangkat beban berat sampai terjadi penyembuhan sempurna. e.Hindari keletihan yang e.Stress berlebihan,peningkatan dapat

:Kurang pengetahuan tentang prosedur perawatan di rumah :Meningkatnya kemampuan untuk menjalankan prosedur perawatan di rumah Rasional Hasil yang diharapkan 1.Latihan mempercepat a.Pergerakan latihan lengan penyembuhan fungsi otot dan bahu. dan mengurangi nyeri b.Beritahu mengambil jangka panjang dan rasa postur tegak. tidak nyaman. c.Beritahu pentingnya menghilangkan rasa tidak 2.Praktik akan membantu nyaman,menyelingi memulihkan postur normal. berjalan dan istirahat,mempraktikan latihan pernapasan,menghindari 3. mengangkat beban a.Suara serak dapat menetap berat,menghindari selama beberapa minggu. keletihan yang berlebihan,mencegah b.Kelemahan dan mudah letih kedinginan dan infeksi adalah hal yang umum paru,mendapatkan vaksin untuk minggu pertama. flu,menjaga kunjungan c.Pernapasan yang efektif tidak lanjut,dan berhenti diperlukan untuk mencegah merokok. sapinting sisi yang sakit,yang dapat mengarah pada atelektasis. d.Otot-otot dada dan insisi dapat lebih lemah dari normal selama 3-6 bulan. yang berlebihan memperpanjang

20

sesak napas,atau nyeri proses penyembuhan. dada. f.Hindari iritan bronchial. f.Tahanan paru-paru menurun dan lebih rentan terhadap iritan. g.Cegah dingin atau infeksi g.Paru-paru lebih rentan paru. terhadap infeksi selama fase pemulihan. h.Dapatkan vaksin h.Vaksinasi membantu influenza tahunan mencegah flu. i.Ikuti perjanjian tindak i.Hal ini memungkinkan lanjut dengan dokter. tindak lanjut yang tepat waktu. j.Berhenti merokok. j.Merokok akan memperlambat proses penyembuhan dengan mengurangi pengiriman oksigen ke jaringan dan membuat paru lebih rentan terhadap infeksi dan komplikasi lainnya. .

21

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi Obstruksi trachea, Sindrom Vena Cava Superior, Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan Rupture esophagus 4.2 Saran Setelah membaca makalah kami ini, kami berharap kepada pembaca, khususnya pada rekan-rekan mahasiswa keperawatan dapat memahami lebih dalam mengenai asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien dengan tumor mediastinum.

22

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L. J. 1995. Buku Saku : Diagnosis Keperawatan. Edisi ke-6. Penerbit Buku Kedokteran. EGC : Jakarta Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi ke-3. EGC:Jakarta Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung. Price, Sylvia A and Wilson, Lorraine M. 1988. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B First Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Edisi 2. EGC:Jakarta Padjajaran:

Anda mungkin juga menyukai