Anda di halaman 1dari 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Sawo yang disebut neesbery atau sapodilas adalah tanaman buah yang berasal dari Guatemala (Amerika Tengah), Meksiko dan Hindia Barat. Di Indonesia, tanaman sawo telah lama dikenal dan banyak ditanam mulai dari dataran rendah sampai tempat dengan ketinggian 1200 m dpl, seperti di Jawa dan Madura. Kerabat dekat sawo dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1) sawo liar atau sawo hutan Kerabat dekat sawo liar antara lain: sawo kecik dan sawo tanjung. Sawo kecik atau sawo jawa (Manilkara kauki L. Dubard.) dimanfaatkan sebagai tanaman hias atau tanaman peneduh halaman. Kayu pohonnya sangat bagus untuk dibuat ukiran dan harganya mahal. Sawo tanjung (Minusops elingi) memiliki buah kecil-kecil berwarna kuning keungu-unguan, jarang dimakan, sering digunakan sebagai tanaman hias, atau tanaman pelindung di pinggir-pinggir jalan. 2) sawo budidaya Berdasarkan bentuk buahnya, sawo budidaya dibedakan atas dua jenis, yaitu: a. Sawo Manila Buah sawo manila berbentuk lonjong, daging buahnya tebal, banyak mengandung air dan rasanya manis. Termasuk dalam kelompok sawo manila antara lain adalah: sawo kulon, sawo betawi, sawo karat, sawo malaysia, sawo maja dan sawo alkesa.

Universitas Sumatera Utara

b. Sawo Apel Sawo apel dicirikan oleh buahnya yang berbentuk bulat atau bulat telur mirip buah apel, berukuran kecil sampai agak besar, dan bergetah banyak. Termasuk dalam kelompok sawo apel adalah: sawo apel kelapa, sawo apel lilin dan sawo duren (Anonim, 2000). 2.1.1 Sistematika Tumbuhan Sistematika tumbuhan sawo adalah sebagai berikut divisi sub divisi kelas bangsa suku marga jenis 2.1.2 Khasiat Getah buah daun Achras zapota L berkhasiat sebagai obat mencret, disamping itu getahnya dapat digunakan sebagai campuran gula-gula. Untuk obat mencret dipakai lebih kurang 15 tetes getah buah Achras zapota L, diseduh dengan gelas air matang panas. Hasil seduhan diminum sekaligus (Sugati dan Johnny, 1991). Selain menggunakan getahnya, buah muda dari sawo juga dapat digunakan untuk obat diare. Sebagai obat diare dapat digunakan satu buah muda, kemudian diparut, lalu diperas dan disaring. Air hasil saringannya direbus selama 15 menit (Anonim, 2010). : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Ebenales : Sapotaceae : Achras : Acrhras zapota L. (Sugati dan Johnny, 1991).

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Kandungan Kimia Daun dan batang Achras zapota L mengandung flavonoid, disamping itu daun juga mengandung saponin dan batangnya juga mengandung tanin (Sugati dan Johnny, 1991). Selain menggunakan getahnya, buah muda dari sawo juga dapat digunakan untuk obat diare. sebagai obat diare dapat digunakan satu buah muda, kemudian diparut, lalu diperas dan disaring. air hasil saringannya direbus selama 15 menit (Anonim, 2010). 2.3 Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995). Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang digunakan air, etanol dan campuran air etanol (Ditjen POM, 1984). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat aktif dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi kedalam dua cara, yaitu: 1. cara dingin

Universitas Sumatera Utara

a. maserasi, adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang terus menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian maserat pertama dan seterusnya. b. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada

temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menrus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. 2. cara panas a. refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. b. soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontiniu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. c. digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontiniu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC. d. infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 9698oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

Universitas Sumatera Utara

e. dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air (Ditjen POM, 2000). 2.4 Diare Diare adalah suatu kondisi yang menunjukkan frekuensi dan konsistensi buang air besar yang meningkat dibandingkan dengan individu dalam kondisi pencernaan yang normal. Frekuensi dan konsistensi berbeda-beda pada tiap individu. Sebagai contoh, beberapa individu defekasi tiga kali sehari, sedangkan yang lainnya hanya dua atau tiga kali seminggu (Wells, dkk, 2006). Secara normal makanan yang terdapat di dalam lambung dicerna menjadi bubur (chymus), kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut oleh enzim-enzim. Setelah terjadi resorpsi, sisa chymus tersebut yang terdiri dari 90% air dan sisa-sisa makanan yang sukar dicernakan, diteruskan ke usus besar (colon). Bakteri-bakteri yang biasanya selalu berada di colon mencerna lagi sisasisa (serat-serat) tersebut, sehingga sebagian besar dari sisa-sisa tersebut dapat diserap pula selama perjalanan melalui usus besar. Airnya juga direabsorpsi kembali sehingga akhirnya isi usus menjadi lebih padat. Tetapi kadang terjadi peristaltik usus yang meningkat sehingga pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penyebab utamanya adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses reabsorpsi dan sekresi dari air dan elektrolitelektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa. Proses ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin, sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P. (Vasoactive Intestinal Peptide). Biasanya

Universitas Sumatera Utara

reabsorpsi melebihi sekresi, tetapi karena suatu sebab sekresi menjadi lebih besar daripada reabsorpsi, oleh karena itulah diare terjadi (Tan dan Rahardja, 2002). 2.4.1 Patofisiologi Diare Terdapat 4 mekanisme patofisiologi diare yang mengganggu

keseimbangan air dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya diare, yaitu: 1. perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida
2. perubahan motilitas usus 3. peningkatan osmolaritas luminal 4. peningkatan tekanan hidrostatik jaringan

Mekanisme tersebut sebagai dasar pengelompokkan diare secara klinik, yaitu: 1. Secretory diarrhea, terjadi ketika adanya rangsangan dari suatu substansi seperti vasoactive intestinal peptide (VIP), pencahar atau toksin bakteri. hal tersebut dapat meningkatkan sekresi atau menurunkan absorbsi air dan elektrolit dalam jumlah besar.
2. Osmotic diarrhea, disebabkan oleh absorpsi zat-zat yang mempertahankan

cairan intestinal
3. Exudative diarrhea, disebabkan oleh penyakit infeksi saluran pencernaan yang

mengeluarkan mucus, protein atau darah ke dalam saluran pencernaan.


4. Motilitas usus,

suatu kondisi hiperperistaltik usus yang mengakibatkan

berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan. 2.4.2 Klasifikasi Diare Berdasarkan penyebabnya diare dapat dibedakan menjadi berikut: 1. Diare karena infeksi, meliputi :

Universitas Sumatera Utara

a. Diare akibat virus, misalnya influenza perut dan travelers diarrhea yang disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus. b. Diare akibat bakteri (invasif), dapat disebabkan oleh Salmonella, Shigella, Campylobacter, dan jenis Coli tertentu. c. Diare parasiter, dapat disebabkan oleh Entamooeba Hystolitica, Giardia Lambia, Cryptosporidium dan Cyclospora yang terutama terjadi didaerah tropis. d. Diare akibat enterotoksin, penyebabnya adalah kuman-kuman yang membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah E.Coli dan Vibrio Cholerae dan yang jarang adalah Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Entamoeba Hystolitica (Tan dan Rahardja, 2002). 2. Klasifikasi berdasarkan organ yang terkena infeksi: a. Diare infeksi enternal atau diare karena infeksi di usus (bakteri, virus, parasit). b. Diare infeksi parenteral atau diare karena infeksi di luar usus (otitis, media, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran urin, dan lainnya). 3. Klasifikasi diare berdasarkan lamanya diare: a. Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak, dan bisa berlangsung terus selama beberapa hari. Diare ini disebabkan oleh karena infeksi usus sehingga dapat terjadi pada setiap umur dan bila menyerang umumnya disebut gastroenteritis infantile. b. Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari dua minggu, sedangkan diare yang sifatnya menahun diantara diare akut dan diare kronik disebut diare sub akut (Suharyono, 1991).

Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Terapi Tujuan terapi pada pengobatan diare adalah untuk mengatur diet, mencegah pengeluaran air dan elektrolit yang berlebihan, menormalkan gangguan asam basa, menyembuhkan gejala, mengatasi penyebab diare, dan mengatasi gangguan sekunder yang menyebabkan diare. Pengaturan diet merupakan prioritas dalam pengobatan diare. Klinisi merekomendasikan untuk menghentikan makanan padat selama 24 jam dan menghindari produk-produk yang mengandung susu. Jika terjadi muntah dapat diberikan antiemetik. Rehidrasi dan perbaikan air dan elektrolit adalah perawatan primer sampai diare berakhir. Apabila muntah dan dehidrasi tidak parah, pemberian makanan enteral merupakan metode yang terpilih (Well B, dkk, 2006). Diare berdasarkan lama terjadinya diare dibedakan menjadi diare akut dan kronik, berikut adalah tabel pedoman pengobatan diare akut dan kronik;
Diare Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik Diare akut (< 3 hari)
Tidak terdapat demam atau gangguan sistemik
Terapi simptomatis a. pemberian cairan/elektrolit b. obat antimotilitas/adsorben, seperti loperamid/difenoksilat c. diet Negatif Positif Mengalami demam dan ganguan sistemik

Diare kronis (> 14 hari)


lihat gambar 2.2

Pemeriksaan fess, meliputi sel darah merah/seldarahputih/parasit/ bakteri

Terapi simptomatik

antibiotik yang sesuai dan terapi simptomatik

Gambar 2.1 Pedoman Pengobatan Diare Akut

Universitas Sumatera Utara

Tahap-tahap pengobatan diare akut adalah (1) pemeriksaan riwayat kesehatan dan keadaan fisik, (2) tentukan apakah diare tersebut termasuk akut atau kronik, apabila termasuk diare kronik, lanjutan pada Gambar 2.2, (3) apabila termasuk diare kronik, lakukan pemeriksaan apakah pasien demam atau mengalami gangguan sistemik lain, (4) apabila pasein demam atau mengalami gangguan sistemik lain, maka lakukan pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan feses, meliputi adanya sel darah merah/sel darah putih/parasit/bakteri. Bila hasil pemeriksaan feses terdapat sel darah/sel darah putih/parasit/bakteri, maka

pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik dan terapi simptomatik, (5) apabila pasien tidak demam dan tidak ada gangguan sistemik lain, maka lakukan terapi simptomatik.

Diare kronik

Diare (> 14 hari)

Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan Fisik


dapat diakibatkan oleh: (a)infeksi usus, (b)adanya inflamasi saluran cerna, (c)malabsorbsi, (d)obat-obatan, (e) gangguan motilitas, (f)gangguan aktifitas hormonal

Lakukan pemeriksaan laboratorium: a. kultur bakteri/parasit feses b. sigmoidoscopy c. biopsi usus

negatif

Positif

terapi simptomatik

terapi berdasarkan penyebab diare

Gambar 2.2 Pedoman Pengobatan Diare Kronik

Universitas Sumatera Utara

Tahap-tahap pengobatan diare akut adalah (1) pemeriksaan riwayat kesehatan dan keadaan fisik, (2) penyebab terjadinya diare kronik, diantaranya infeksi usus (oleh bakteri atau parasit), peradangan saluran cerna (Crohns disease), malabsorbsi (intoleransi laktosa), gangguan aktivitas hormonal, obatobatan (antasida) dan gangguan motilitas (diabetes mellitus, irritable bowel syndrome), (3) lakukan diagnosa dengan pemeriksaan laboratorium berdasarkan kondisi pasien, (4) lakukan pengobatan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, (5) bila hasil pemeriksaan negatif, maka lakukan terapi simptomatik 2.4.4 Obat-obat Diare Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan diare dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu: 1. kemoterapeutik, untuk terapi kausal yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotik, sulfonamid, kinolon dan furazolidon. 2. obstipansia, yang dibagi menjadi: a. zat-zat penekan peristaltik, candu dan alkaloidnya, derivat petidin (difenoksilat dan loperamid), dan antikolinergik (atropine dan ekstrak belladonna). b. adstringen, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tanin) dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium. c. adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat menyerap zat-zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri. Yang termasuk juga dalam golongan ini, antara lain adalah pektin, garamgaram bismuth dan aluminium.

Universitas Sumatera Utara

3. spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali menyebabkan nyeri perut pada diare (Tan dan Rahardja, 2002). Obat antimotilitas (penekan peristaltik) secara luas digunakan sebagai terapi simtomatis pada diare akut ringan sampai sedang. Opioid seperti morfin. difenoksilat dan kodein menstimulasi aktivitas reseptor pada neuron mienterikus dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan konduktasi kaliumnya. Hal tersebut menghambat pelepasan asetilkolin dari pleksus mienterikus dan menurunkan motilitas usus. Loperamid adalah opioid yang paling tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak menembus ke dalam sawar otak. Oleh karena itu loperamid tidak dapat menyebabkan ketergantungan. Antibiotik, berguna hanya pada infeksi spesifik tertentu, misalnya pada penyakit kolera dan disentri basiler yang dapat diterapi dengan tetrasiklin. Kuinolon adalah obat yang lebih baru yang tampaknya efektif melawan patogen diare yang paling penting (Neal, 2006). 2.5 Loperamid Hidrokloridum Loperamid merupakan derivat difenoksilat dengan khasiat obstipasi yang dua sampai tiga kali lebih kuat tetapi tanpa khasiat terhadap susunan saraf pusat sehingga tidak menimbulkan ketergantungan. Zat ini mampu menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali (Tan dan
Rahardja, 2002).

Universitas Sumatera Utara

2.6 Minyak Jarak Oleum ricini atau castor oil atau minyak jarak berasar dari biji Ricinus communis suatu trigliserida risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus halus minyak jarak dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi gliserol dan asam risinoleat. Asam risinoleat inilah yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar. Minyak jarak juga bersifaat emolien. Sebagai pencahar obat ini tidak banyak digunakan lagi karena banyak obat yang lebih aman. Minyak jarak menyebabkan kolik, dehidrasi yang disertai gangguan elektrolit. Obat ini merupakan bahan induksi diare pada penelitian diare secara eksperimental pada hewan percobaan (Arief, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai