Anda di halaman 1dari 10

BAB 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi HHNK ( Hyperglycemic Hyperosmolar Nonketotic) HHNK merupakan suatu komplikasi yang sering terjadi pada diabetes mellitus tipe dua yang tak terkontrol. HHNK terjadi pada 5 dan 15% pada dewasa serta anak anak yang mengalami kedaruratan diabetes hiperglikemik. Kondisi ini biasanya terjadi pada pasien muda diikuti dengan stress akut pada sepsis atau trauma, penggunaan beberapa obat dan kondisi lain tanpa hal hal yang mendasari diabetes mellitus tipe dua. (Venkatraman, 2006) HHNK merupakan sindrom yang ditandai oleh hiperglikmia ekstrim dan deplesi volume intravaskular tanpa ketonemia dan dengan asidosis dan ketonuria yang minimal atau tidak ada. Influenza atau pneumonia bakterial dapat mencetuskan terjadinya HHNK pada pasien diabetes mellitus tipe dua. (Stillwell, 2011). HHNS atau Hyperosmolar Hyperglicemic Nonketotic Syndrome adalah kondisi serius yang banyak terjadi pada orang tua. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang menderita diabetes tipe 1 ataupun 2 yang tidak terkontrol secara baik,tapi lebih sering terjadi pada diabetes tipe 2. HHNS biasanya juga diikuti dengan kondisi lain seperti infeksi (American Diabetes Association, 2013). 2.2 Etiologi HHNK berkaitan dengan banyak faktor seperti ketidakadekuatan

insulin, stres, perubahan diet atau pengenalan obat baru pada regimen seharihari pasien yang mencakup kortikosteroid, diuretik tiazid, furosemid, interferon, suplemen kalium, fenitoin natrium, dan propranolol pada pasien diabetes melitus. Stresor fisiologis pencetus tersebut menyebabkan gangguan metabolisme tubuh sehingga tubuh tidak mempunyai insulin yang cukup untuk mencegah hiperglikemia,namun mempunyai insulin endogen yang cukup untuk mencegah lipolisis dan ketosis. (Stillwell, 2011). 2.3 Patofisiologi

Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler dan akan menyebabkan kekurangan cairan. Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ). Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti hilangnya potasium, sodium dan phospat. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar hiperglikemik. Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh. Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi sistem saraf pusat

karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma (Setyohadi,2010). 2.4 WOC
Stres Perubahan diet Sel beta pankreas terhambat Ketidakadekuatan masukan insulin

Hormon glukagon

Sekresi insulin tidak adekuat

Pembentukan glukosa

< Hormon insulin

Glycogenolisis

Transport glukosa ke dalam sel Sel kurang nutrisi Perombakan simpanan karbohidrat, lemak dan protein MK : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen

Hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel Dikeluarkan melalui ginjal Glycosuria Diuretik osmotik berlebihan (poliuria)

Kadar gula Hiperglikemi a Ketidakmam puan ginjal untuk menyaring + mengabsorbsi glukosa dalam darah

Akumulasi glukosa di plasma Hiperosmola r Menarik cairan inraseluler ke intravaskular cairan intraselluler

Gangguan transport oksigen

Jaringan

Otak Koma

Dehidrasi intaseluler

Rasa haus MK : Gangguan perfusi jaringan MK : Risiko Infeksi

Dehidrasi

Kehilangan cairan berlebih

MK : Resiko Cidera

MK : Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh

Kehilangan potassium, sodium, fosfat

2.5 Manifetasi Klinis Pasien dengan HHNK umumnya berusia lanjut dan pasien DM tipe 2 yang mendapat pengaturan diet dan atau obat hipoglikemik oral. Seringkali dijumpai penggunaan obat yang semakin memperberat masalah,misalnya diuretik. Keluhan pasien HHNK ialah rasa lemah,gangguan penglihatan atau kaki kejang. Dapat pula ditemukan keluhan mual muntah, namun lebih jarang jika dibandingkan dengan KAD. Kadang pasien datang dengan disertai keluhan saraf seperti letargi, disorientasi, hemiparesis, kejang, atau koma. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dehidrasi berat seperti turgor yang buruk,mukosa pipi yang kering, mata cekung, perabaan ektremitas yang dingin dan denyut nadi yang cepat dan lemah. Dapat pula ditemukan peningkatan suhu yang tak terlalu tinggi. Akibat gastroparesis dapat pula dijumpai distensi abdomen yang membaik setelah rehidrasi adekuat. Perubahan status mental dapat berkisar dari disorientasi sampai koma. Derajat gangguan neurologis yang timbul berhubungan secara langsung dengan osmolaritas efektif serum. Koma terjadi saat osmolaritas serum mencapai lebih dari 350 mOsm per kg(350 mmol per kg). Kejang ditemukan pada 25% pasien dan dapat berupa kejang umum, lokal, maupun mioklonik. Dapat juga terjadi hemiparesis yang bersifat reversibel dengan koreksi defisit cairan. Secara klinik HHNK akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila hasil laboratorium seperti konsentrasi glukosa darah, keton dan analisis gas darah belm ada hasilnya. Berikut ini gambaran tanda dan gejala yang membedakan keduanya: 1. Sering ditemukan pada usia lanjut yaitu usia lebih dari 60 tahun. 2. Hampir separuh pasien memiliki riwayat DM tanpa insulin. 3. Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% mengidap penyakit ginjal atau kardiovaskuler,pernah ditemukan penyakit akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit cushing.

4. Sering disebabkan oleh obat-obatan antara lain kortikosteroid, diuretik tiazid, furosemid, interferon, suplemen kalium, fenitoin natrium, dan propranolol. 5. Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskuler, aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatis, koma hepatik dan operasi (Sudoyo, 2010) Diagnosa klinik dari HHNK meliputi : 1. Glukosa plasma 600 mg/dl atau lebih 2. Osmolalits serum 320 mOsm/ kg atau lebih 3. Dehidrasi berat (biasanya 8-12 liter) dengan peningkatan BUN 4. Ketonuria minimal,tidak ada ketonemia 5. Bikarbonat > 15 mEq/L 6. Perubahan dalam kesadaran (Setyohadi, 2010) 2.6 Pemeriksaan penunjang Temuan laboratrium awal pada pasien dengan HHNK adalah konsentrasi glukosa darah yang sangat tinggi (>600 mg per dl) dan osmolaritas serum yang tinggi (>320 mOsm per kg air ( normal 290 5)), dengan pH lebih besar dari 7,30 dan disertai dengan ketonemia ringan atau tidak. Separuh pasien akan menunjukkan asidosis metabolik dengan anion gap yang ringan (10-12). Jika anion gap nya berat (>12), harus dipikirkan diagnosis diferensial asidosis laktat atau penyebab lain. Muntah dan penggunaan diuretik tiazid dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang dapat menutupi tingkat keparahan asidosis. Konsentrasi kalium dapat meningkat atau normal. Konsentrasi kreatinin, blood urea nitrogen (BUN), dan hematokrit hampir selalu meningkat. HHNK menyebabkan tubuh banyak kehilangan berbagai macam elekttrolit (Setyohadi,2010). Konsentrasi natrium harus dikoreksi jika konsentrasi glukosa darah pasien sangat meningkat. Jenis cairan yang diberikan tergantung dengan dari onsentrasi natrium yang sudah dikoreksi, yang dapat dihitung dengan rumus : Sodium + 165x (Glukosa darah (mg/dl) 100) (mEq/L) 100

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Elektrolit Natrium Klorida Kalium Fosfat Kalsium Magnesium Air

Hilang 7-13 mEq per kg 3-7 mEq pr kg 5-15 mEq per kg 70-140 mmol per kg 50-100 mEq per kg 50-100 mEq per kg 100-200 mEq per kg
Academic of Family Physican).

Tabel 1 : Kehilangan elektrolit pada HHNK (dikutip dari Stoner,Hyperglicemic hyperosmolar state, American

2.7 Penatalaksanaan HHNK Penatalaksanaan HHNK serupa dengan KAD, hanya cairan yang diberikan adalah cairan hipotonis (1/2N, 2A). Pemantauan konsentrasi glukosa darah harus lebih ketat, dan pemberian insulin harus lebih cermat dan hati-hati. Respon penurunan konsentrasi glukosa darah lebih baik. Walaupun demikian, angka kematian lebih tinggi, karena lebih banyak terjadi pada usia lanjut,yang tentu sajaebih banyak isertai kelainan organ-organ yang lainnya. Penatalaksanaan HHNK memerlukan monitoring ketat terhadap kondisi pasien dan responnya terhadap terapi yang diberikan. Pasien-pasien tersebut harus dirawat dan sebagian besar dirawat di ruang rawat intensif atau intermediate. Penatalaksanaan HHNK meliputi lima pendekatan yakni rehidrasi intravena agresif, penggantian elektrolit, pemberian insulin intravena, diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit peserta, dan pencegahan (Setyohadi,2010). 1. Cairan Langkah pertama dan terpenting dalam penatalaksanaan HHNK adalah penggantian cairan yang agresif, dimana sebaiknya dimulai dengan mempertimbangkan perkiraan defisit cairan (biasanya 100-200 ml per kg, atau total rata-rata 9 liter). Penggunaan cairan isotonik akan dapat menyebabkan overload cairan dan cairan hipotonik mungkin dapat mengkoreksi defisit cairan terlalu cepat dan potensial menyebabkan kematian dan lisis mielin difus. Sehingga pada awalnya sebaiknya

10

diberikan 1 liter normal saline per jam. Jika pasien mengalami syok hipovolemik,mungkin diberikan plasma expenders. Jika pasien dalam keadaan syok kardiogenik, maka diperlukan monitor hemodinamik. Pada orang dewasa resiko edema serebri rendah sedangkan konsekuensi dari terapi yang tidak memadai meliputi oklusi vaskular dan peningkatan mortalitas. Pada awal terapi konsentrasi glukosa darah akan menurun,bahkan sebelum insulin diberikan, dan hal ini dapat menjadi indikator yang baik akan cukupnya terapi cairan yang diberikan. Jika konsentrasi glukosa darah tidak bisa diturunkan sebesar 75-100 mg per dl per jam, hal ini biasanya menunjukkan penggantian cairan yang kurang atau gangguan ginjal (Sudoyo, 2010). 2. Elektrolit Kehilangan kalium tubuh total seringkali tidak diketahui pasti, karena konsentrasi kalium dalam tubuh dapat normal atau tinggi. Konsentrasi kalium yang sebenarnya akan terlihat ketika diberikan insulin, karena ini akan mengakibatkan kalium serum masuk ke dalam sel. Konsentrasi elektrolit harus dipantau terus-menerus dan irama jantung pasien juga harus dimonitor. Jika konsentrasi kalium awal <3,3 mEq per liter (3,3 mmol per liter), pemberian insulin ditunda dan diberikan kalium (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat sampai tercapai konsentrasi kalium setidaknya 3,3 mEq per liter). Jika konsentrasi kalium lebih besar dari 5,0 mmol per liter, konsentrasi kalium harus diturunkan sampai dengan dibawah 5,0 mEq per liter,namun sebaiknya konsntrasi kalium dimonitor setiap dua jam. Jika konsentrasi kalium antara 3,3-5,0 mEq per liter, maka 20-30 mEq kalium harus diberikan dalam tiap liter cairan intravena yang diberikan (2/3 kalium klorida dan 1/3 kalium fosfat) untuk mempertahankan konsentrasi kalium antara 4,0 mEq per liter dan 5,0 mEq per liter (Sudoyo, 2010). Sedangkan rumus untuk penghitungan natrium adalah sebagai berikut :

11

(2 x sodium (mEq per liter)) + glukosa darah (mg per dl) 18 3. Insulin Hal yang penting dalam pemberian insulin adalah perlunya pemberian yang cairan yang adekuat terlebih dahulu. Jika insulin diberikan sebelum pemberian cairan, maka cairan akan berpindah ke intrasel dan berpotensi menyebabkan perburukan hipotensi, kolaps vaskular, atau kematian. Insulin sebaiknya diberikan dengan bolus awal 0,15 U/kgBB secara intravena dan diikuti dengan drip 0,1 U/kgBB per jam sampai konsentrasi glukosa darah turun antara 2 50 mg per dl sampai 300 mg

per dl. Jika konsentrasi glukosa dalam darah tidak turun 50-70 mg/dl per jam, dosis yang diberikan dapat ditingkatkan. Ketika konsentrasi glukosa sudah mencapai di bawah 300mg/dl, sebaiknya diberikan dektrosa secara intravena dan dosis insulin dititrasi secara sliding scale sampai pulihnya kesadaran dan keadaan hiperosmolar (Sudoyo, 2010).

12

Evaluasi awal lengkap, mulai pemberian cairan IV : 1,0 Liter NaCl 0,9% setiap jam pada permulaan Insulin Regular 0,15 unit/kg secara bolus Insulin IV 0,1 unit/kg/jam Syok hipovolemik Pemberian NaCl 0,9% (1 liter/jam dan atau ekspander plasma Hipotensi ringan

Cairan IV

Kalium

Penentuan status hidrasi

Jika K+ serum <3,3 Eq/l,tahan insulin dan berikan 40 mEq K+ setiap jam sampai K+ >3,3 mEq/l

Syok kardiogenik Periksa glukosa serum setiap jam, jika glukosa serum tidak turun mencapai 500mg/dl pada jam pertama,berikan infusi insulin ganda setiap jam sampai kadar glukosa turun mencapai 50-70 mg/dl

Pemantauan hemodinamik

Jika K+ serum 5,0 mEq/l,jangan berikan K+ tapi periksa kalium setiap 2 jam

Evaluasi koreksi Na+ serum Na+ serum tinggi Na+ serum normal Na+ serum rendah

Jika k+ serum 3,3 mEq/l tetapi < 5,0 mEq/l berikan 20-30 mEq K+ pada setiap liter IV untuk menjaga nilai K+ serum pada nilai 4-5 mEq/l

NaCl 0,45% (414ml per kg per jam) bergantung pada status hidrasi

NaCl 0,9% (414ml/kg/jam) bergantung pada status hidrasi

Kadar glukosa serum mencapai 300/dl Ganti dektrosa 5% dengan NaCl 0,45% dan turunkan insulin menjadi 0,005-0,1 unit per kg per jam untuk mempertahankan glukosa serum antara 250-300 mg/dl sampai osmolalitas plasma 315 mOsm/kg dan status mental pasien sadar

Periksa elektrolit,BUN,kreatinin dan glukosa setiap 2-4jam sampai stabil. Setelah resolusi HHNK,jika px puasa,lanjutkan insulin IV dan berikan tambahan insulin regular SC sesuai kebutuhan. Jika pasien dapat makan,berikan insulin SC atau regimen pengobatan sebelumnya dan kaji kontrol metabolik. Lanjutkan untuk mencari faktor pencetus.

Bagan 1 : penatalaksanaan HHNK (Morton, 2012)

13

2.8 Komplikasi Komplikasi dari terapi yang tidak adekuat meliputi oklusi vaskular, infark miokard, low-flow syndrome, diaseminated intravascular coagulapathy dan rabdomiolisis. Overhidrasi dapat menyebabkan adults respiratory distress syndrome dan edem serebri yang jarang ditemukan namun fatal bagi anakanak dan dewasa muda. Edema serebri ditatalaksana denga infus mnitol dengan dosis 1-2 g/kg BB selama 30 menit dan pemberian deksametason intravena. Memperlambat koreksi hiperosmolar pada anak-anak dapat mencegah edema serebri hiperosmolar (Sudoyo, 2010). 2.9 Pencegahan Hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan adalah perlunya penyuluhan mengenai pentingnya pemantauan konsentrasi glukosa darah dan compliance yang tinggi terhadap pengobatan yang diberikan. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah adanya akses terhadap persediaan air. Jika pasien tinggal sendiri, teman atau anggota keluarga terdekat sebaiknya secara rutin menengok pasien untuk memperhatikan status mental dan kemudian menghubungi dokter jika hal tersebut ditemui. Pada tempat perawatan, petugas yang terlibat dalam perawatan harus diberikan edukasi yang memadai mengenai tanda dan gelaja HHNK dan juga edukasi mengenai pentingnya asupan cairan yang memadai dan pemantauan yang ketat. Bagi pasien yang baru didiagnosa diabetes perawat perlu memberikan informasi tentang patofisiologi penyait,tanda dan gejala komplikasi dan metode perawatan termasuk obat-obatan, diet dan olahraga (Morton, 2012). 2.10 Prognosis Prognosis HHNK biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian pasien bukan disebabkan sindrom hiperosmolar sendiri namun oleh penyakit yang mendasari atau menyertainya. Angka kematian berkisar antara 30-50%. Di negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan osmolaritas darah yang tinggi. Di negara maju, angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 12% (Sudoyo, 2010).

Anda mungkin juga menyukai