Anda di halaman 1dari 12

9

BAB II LANDASAN TEORI


2.1. Belajar dan Hasil Belajar 2.1.1. Pengertian belajar Dalam pembahasan belajar masing-masing ahli memiliki pemahaman dan definisi yang berbeda-beda, walaupun secara praktis masing-masing kita sudah memahami apa yang dimaksud belajar tersebut. Berikut akan dikemukakan berbagai definisi belajar menurut para ahli (Susanto, 2013:1): 1. R.Gagne (1989), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. 2. E.R. Hilgard (1962), belajar adalah suatu perubahan kegiatan (mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku yang diperoleh melalui latihan) reaksi terhadap lingkungan. 3. Hamalik (2003) menjelaskan bahwa belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman. 4. W.S. Winkel (2002), belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Ginting (2010:34), cit. Sitanggang et al. (2012) mengemukakan bahwa, Belajar adalah pengalaman terencana yang membawa perubahan tingkah laku seseorang. Slamento (2010:6) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

10

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku atau diri seseorang berdasarkan interaksi antara individu dengan lingkungannya yang diperoleh melalui pengalaman. 2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu (Susanti, 2012:79): 1) Faktor intern (faktor dari dalam siswa), yaitu kecerdasan/ intelegensi, bakat, minat dan motivasi. 2) Faktor ekstern (faktor dari luar siswa), yaitu beberapa pengalamanpengalaman, keadaan keluarga, lingkungan sekitarnya dan sebagainya. 1. Faktor intern siswa a. Kecerdasan/ intelegensi Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. b. Bakat Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. c. Minat Minat adalah kenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. d. Motivasi

11

Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. 2. Faktor ekstern siswa Menurut Slameto (1995:60), cit. Susanti (2012:83), faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat. a. Keadaan keluarga Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Hasbullah, cit. Susanti (2012:83) mengatakan: keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluargabagi pendidikan anak adalah ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. b. Keadaan sekolah Keadaan sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. c. Lingkungan masyarakat Lingkungan masyarakat membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya. Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya, sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya.

12

2.1.3. Hasil belajar Hasil belajar pada aspek pengetahuan adalah dari tidak tahu menjadi tahu, pada aspek sikap dari tidak mau menjadi mau, dan pada aspek keterampilan dari tidak mampu menjadi mampu Munir (2010:146), cit. Nyamini et al. (2012). Menurut Sudjana (2005:22), cit. Siadari et al. (2012), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Purwanto (1986:43), cit. Nyamini et al. (2012) mengatakan hasil belajar adalah nilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan guru kepada murid-muridnya, atau oleh dosen kepada mahasiswa, dalam jangka waktu tertentu. Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Susanto, 2013:5). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa dalam aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan yang tertuang dalam bentuk nilai yang diperoleh melalui kegiatan belajar dalam jangka waktu tertentu.

2.2. Pembelajaran Matematika Crobb mendefinisikan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika. Bagi para siswa, pembelajaran matematika merupakan pembentukan pola pikir dalam penalaran suatu hubungan antara suatu konsep dengan konsep yang lainnya Suherman, et al. (2003:59), cit. Siadari et al. (2012).

13

Menurut Erman et al. (2003:58), cit. Siadari et al. (2012) tujuan pembelajaran matematika di sekolah mengacu kepada fungsi matematika serta kepada tujuan pendidikan nasional yang telah dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, bahwa tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu: a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien. b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

2.3. Metode Diskusi 2.3.1. Pengertian metode diskusi Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian tentang diskusi menurut para ahli: a. Menurut Sumiati dan Asra (2009:141), diskusi adalah salah satu metode pembelajaran agar siswa dapat berbagi pengetahuan, pandangan dan keterampilannya. b. Willis (2012:107) mengemukakan bahwa: Metode diskusi adalah suatu cara untuk menyebarkan informasi atau pelajaran melalui diskusi. Diskusi biasanya timbul apabila ada suatu masalah yang diperkirakan jawabannya bermacam-macam, sehingga menimbulkan dialog-dialog di antara peserta diskusi.

14

c. Metode diskusi merupakan interaksi antara siswa dengan siswa atau siswa dengan guru untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali, memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu (Aqib, 2013:107). d. Sanjaya (2008:154) mengemukakan bahwa metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode diskusi adalah metode pembelajaran yang melibatkan interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru yang membahas suatu topik permasalahan tertentu sehingga diperoleh suatu keputusan/ pandangan dalam pemecahan masalah. Menurut Killen 1998, cit. Sanjaya (2008:154), tujuan metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan. 2.3.2. Jenis-jenis diskusi Terdapat bermacam-macam jenis diskusi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain (Sanjaya, 2008:157): 1) Diskusi kelas Diskusi kelas atau juga disebut diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi. Prosedur yang digunakan dalam jenis diskusi ini adalah: a. Guru membagi tugas sebagai pelaksanaan diskusi, misalnya siapa yang akan menjadi moderator, siapa yang menjadi penulis. b. Sumber masalah (guru, siswa atau ahli tertentu dari luar) memaparkan masalah yang harus dipecahkan selama 10-15 menit.

15

c. Siswa diberi kesempatan untuk menanggapi permasalahan setelah mendaftar pada moderator. d. Sumber masalah member tanggapan. e. Moderator menyimpulkan hasil diskusi. 2) Diskusi kelompok kecil Diskusi kelompok kecil membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaannya dimulai dengan guru menyajikan permasalahan secara umum, kemudian masalah tersebut dibagi-bagi ke dalam sub masalah yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok kecil. Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok menyajikan hasil diskusinya. 3) Simposium Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Simposium dilakukan untuk memberikan wawasan yang luas kepada siswa. Setelah para penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka simposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus yang telah ditentukan sebelumnya. 4) Diskusi panel Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan peserta. Diskusi panel berbeda dengan jenis diskusi lainnya. Dalam diskusi panel peserta tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan hanya sekedar peninjau para panelis yang sedang melaksanakan diskusi. Oleh sebab itu, agar diskusi panel

16

efektif perlu digabungkan dengan metode lain, misalnya dengan metode penugasan. Siswa disuruh untuk merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi. 2.3.3. Kelebihan metode diskusi Menurut Willis (2012:109) kelebihan metode diskusi yaitu: a. Melatih keberanian menyatakan pendapat. b. Mengembangkan daya kreatif dan daya pikir. c. Membantu ke arah pembinaan pribadi yang percaya diri. d. Melatih daya kritis-kreatif, logis dan sistematis. e. Melatih diri toleran dan menghargai pendapat orang lain. f. Memperdalam pengetahuan terhadap suatu masalah. g. Membentuk sikap sosial dan rela merubah pendirian jika salah. Sanjana (2008:156) mengemukakan bahwa ada beberapa kelebihan metode diskusi manakala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar, yaitu: a. Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya dalam memberikan gagasan dan ide-ide. b. Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan. c. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain. 2.3.4. Kelemahan metode diskusi Metode diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya (Sanjaya, 2008:156):

17

a. Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki keterampilan berbicara. b. Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur. c. Memerlukan waktu yang lama, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan yang direncanakan. d. Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran. Sedangkan menurut Willis (2012:109), kekurangan metode diskusi adalah: a. Kadang-kadang percakapan hanya dikuasai oleh satu atau dua orang saja, bahkan ada yang over-acting. b. Siswa-siswa belum mampu berdiskusi, sedang gurunya tidak menguasai metode diskusi. c. Banyak makan waktu. d. Sulit mempersiapkan para peserta yang sama berpengalaman.

2.4. Metode Talking Stick Talking stick merupakan metode pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat. Kelompok yang memegang tongkat terlebih dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mereka mempelajari materi pokoknya. Kegiatan ini diulang terus-menerus sampai semua kelompok mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru. Metode ini cocok digunakan untuk semua kelas

18

dan semua tingkatan umur (Huda, 2013:224-225). Menurut Huda (2013:225), langkah-langkah dalam metode talking stick adalah sebagai berikut: a. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm. b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan pada kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran. c. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana. d. Setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru mempersilahkan siswa untuk menutup isi bacaan. e. Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu siswa, setelah itu guru memberi pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru. f. Guru memberi kesimpulan. g. Guru melakukan evaluasi/ penilaian. h. Guru menutup pembelajaran. Metode ini bermanfaat karena ia mampu menguji kesiapan siswa, melatih keterampilan mereka dalam membaca dan memahami materi pelajaran dengan cepat dan mengajak mereka untuk terus siap dalam situasi apapun. Sayangnya, bagi siswa-siswa yang secara emosional belum terlatih untuk berbicara di hadapan guru, metode ini mungkin kurang sesuai (Huda, 2013:225-226). Menurut Aqib (2013:26), langkah-langkah metode pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut: a. Guru menyiapkan sebuah tongkat.

19

b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/ buku paketnya. c. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya, mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya. d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru. e. Guru memberikan kesimpulan. f. Evaluasi.

2.5. Hipotesis Penelitian 2.5.1. Pengertian hipotesis Lubis (2011:43), hipotesis adalah kesimpulan sementara (tentative) tentang masalah yang diteliti yang masi perlu diuji kebenarannya secara empiris. Selanjutnya Sudjana (1992:219), cit. Riduwan (2011:162) mengartikan hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai satu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk melakukan pengecekannya. 2.5.2. Jenis Hipotesis Pada penelitian ini penulis akan menggunakan hipotesis komparatif yaitu penelitian yang dirumuskan untuk memberikan jawaban pada permasalahan yang bersifat membedakan (Riduwan, 2011:167). Yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:

20

Ha : Terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa pada bidang studi matematika pokok bahasan bangun ruang (kubus dan balok) di kelas VIII seni SMP Negeri 20 Batam yang pembelajarannya menggunakan metode diskusi dan talking stick. Ho : Tidak terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa pada bidang studi matematika pokok bahasan bangun ruang (kubus dan balok) di kelas VIII seni SMP Negeri 20 Batam yang pembelajarannya menggunakan metode diskusi dan talking stick.

Anda mungkin juga menyukai