Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN EKOLOGI TUMBUHAN 2013

Pengaruh Pemberian Ekstrak Tembelekan


(Lantana camara) Terhadap Perkecambahan dan
Pertumbuhan Biji Kacang Hijau (Vigna radiata)
Albi Hamdani, Tania Sylviana Darmawan dan Muryono
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: muryono@bio.its.ac.id
AbstrakInteraksi merupakan komponen penyusun suatu
komunitas. Alelopati adalah salah satu jenis interaksi yang
yang dapat terjadi pada organisme dalam suatu komunitas
dalam ekosistem. Alelopati yang diperoleh melalui ekstraksi
daun tembelekan (Lantana camara) diuji pengaruhnya
terhadap perkecambahan dan pertumbuhan biji kacang hijau
(Vigna radiata). Ekstrak alelopati daun Lantana camara
dibuat dalam berbagai konsentrasi yaitu, 0 ml/l, 0.5 ml/l, 1

ml/l, 2.5 ml/l, 5 ml/l, 7.5 ml/l, 10 ml/l, 12.5 ml/l, 15 ml/l,
dan 20 ml/l yang kemudian diteteskan masing-masing
sebanyak 5 tetes pada 10 biji Vigna radiata selama 2
minggu. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
perkecambahan dan pertumbuhan biji Vigna radiata
masih dapat terus terjadi meskipun diberikan
perlakuan berupa penetesan ekstrak alelopati dalam
konsentrasi yang paling tinggi.
Kata Kunci
perkecambahan,

Lantana

camara,

interaksi,

alelopati,

I. PENDAHULUAN
Komposisi suatu komunitas ditentukan oleh seleksi
tumbuhan yang mencapai klimaks dan mampu hidup di
tempat tersebut. Kegiatan anggota komunitas tergantung
penyesuaian diri setiap individu terhadap faktor fisik dan
biotik yang ada di tempat tersebut. Dengan demikian pada
suatu komunitas, pengendali kehadiran spesies dapat
berupa satu atau beberapa spesies tertentu atau dapat juga
sifat fisik habitat. Namun tidak ada batas yang jelas antara
keduanya, sebab keduanya dapat beroperasi bersama-sama
atau saling mempengaruhi [1].
Alelopati didefinisikan sebagai pengaruh langsung
ataupun tidak langsung dari suatu tumbuhan terhadap
tumbuhan lainnya, termasuk mikroorganisme, baik bersifat
positif
(berupa
perangsangan),
maupun
negatif/penghambatan terhadap pertumbuhan, melalui
pelepasan senyawa kimia ke lingkungannya [2]. Pada suatu
agroekosistem, senyawa alelopati kemungkinan dapat
dihasilkan oleh gulma, tanaman pangan, dan hortikultura
(semusim), tanaman berkayu, residu dari tanaman dan
gulma, serta mikroorganisme. Alelopati dari tanaman dan
gulma dapat dikeluarkan dalam bentuk eksudat dari akar
dan serbuk sari, luruhan organ (decomposition), senyawa
yang menguap (volatile) dari daun, batang, dan akar, serta
melalui pencucian (leaching) dari organ bagian luar [3].
Senyawa metabolit sekunder seperti fenolik, terpenoid,
alkaloid, steroid, poliasetilena, dan minyak esensial
memiliki aktivitas alelopati. Senyawa fenolik dengan
kelarutan dalam air tinggi dilaporkan memiliki aktivitas
alelopati yang rendah. Sebaliknya senyawa fenolik dengan
kelarutan dalam air rendah memiliki aktivitas alelopati
yang tinggi [2].

Alelopati berperan sebagai senyawa biokimia inhibitor


dan stimulator pada interaksi antar tumbuhan [4]. Berbagai
kajian fisiologi dari senyawa alelopati menunjukkan
peranannya yang penting dalam mempengaruhi aktivitas
pemanjangan dan pembelahan sel, fotosintesis, respirasi,
permeabilitas membran, pembukaan stomata, penyerapan
ion mineral serta metabolisme protein dan asam nukleat
[3].
Mengacu pada hal-hal di atas, kiranya perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui dan memahami prinsip dasar
alelopati dan pengaruh alelopati suatu jenis tumbuhan
terhadap pertumbuhan tumbuhan lainnya.
II.METODOLOGI
Waktu dan Lokasi
Praktikum penelitian pengaruh senyawa alelopati ini
dilaksanakan di green house Jurusan Biologi ITS selama
dua minggu, dimulai pada hari Kamis tanggal 14 Maret
2013 hingga Sabtu, 23 Maret 2013. Praktikum diawali
dengan pembuatan ekstrak alelopati daun tembelekan
(Lantana camara) yang dilanjutkan dengan preparasi
kecambah kacang hijau (Vigna radiata) sebagai tumbuhan
bahan pengamatan pada uji alelopati Lantana camara
Pembuatan Ekstrak Alelokemis
Pembuatan ekstrak daun Lantana camara dilaksanakan
pada tanggal 14 Maret 2013 pukul 13.00 WIB. Daun
Lantana camara sebanyak 2 kilogram yang telah
dibersihkan (Gambar 1), diiris menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil untuk memudahkan proses selanjutnya, yaitu
penghalusan menggunakan blender. Bubur daun yang telah
dihaluskan dengan blender selanjutnya dimasukkan dalam
wadah toples dan. disaring untuk mendapatkan ekstrak
alelokemis daun Lantana camara. Ekstrak alelokemis yang
telah didapatkan kemudian dibuat konsentrasi tertentu
dengan penambahan aquades, yaitu 0.5 ml/l, 1 ml/l, 2.5
ml/l, 5 ml/l, 7.5 ml/l, 10 ml/l, 12.5 ml/l, 15 ml/l, 20 ml/l
dan disimpan dalam lemari pendingin. Selalu diletakkan
dalam lemari pendingin, agar larutan ekstrak Lantana
camara yang sudah dibuat tidak rusak. Ekstrak tersebut
akan bekerja maksimal pada suhu rendah.

Gambar 1. Daun Lantana camara sebagai penghasil senyawa


alelokemis dicuci agar steril dan dikering anginkan di atas koran.

LAPORAN EKOLOGI TUMBUHAN 2013

Grafik 1. Rata-rata tinggi tanaman kacang hijau

Gambar 2. Daun Lantana camara (a) yang telah dihaluskan


dengan blender diperas untuk mendapatkan ekstraknya, (b)
ekstrak dipisahkan dengan ampasnya (c) dan diletakkan pada
wadah (gelas ukur).

Pembenihan
Sebagai persiapan perkecambahan kacang hijau, dua
botol bekas air mineral 1.5 l dipotong salah satu bagiannya
hingga terbentuk kolom. Kolom diisi dengan kapas lemak
yang telah dibasahi secukupnya. Kapas lemak berfungsi
sebagai medium perkecambahan dan pertumbuhan biji
kacang hijau. Biji kacang hijau yang telah direndam selama
24 jam, sebagai upaya untuk untuk memecah masa
dormansi biji kacang hijau, kemudian ditanam pada wadah
botol dengan media tanam kapas lemak. Dua wadah bekas
air mineral masing-masing ditanami lima biji kacang hijau
pada jarak yang seragam. Selanjutnya, ke-10 biji pada dua
wadah bekas air mineral ditetesi dengan ekstrak alelopati
berbagai konsentrasi sebanyak lima tetes selama dua
minggu dan diamati variabel pertumbuhan berupa tinggi
tanaman, jumlah daun, serta luas daun.

Gambar 3. Penanaman kacang hijau pada media

Pada Grafik 1 dapat dilihat bahwa rata-rata tinggi


tanaman kacang hijau, tampak kacang hijau kontrol
memiliki batang yang paling panjang. Pada kelompok 4b,
batang Vigna radiata (yang diberi ekstrak Lantana camara
dengan konsentrasi sebesar 2,5 ml/l) memiliki batang yang
lebih tinggi daripada kelompok 3b (pemberian ekstrak
Lantana camara dengan konsentrasi sebesar 1 ml/l) dan
kelompok 2b (pemberian ekstrak Lantana camara dengan
konsenrasi sebesar 0,5 ml/l). Pada kelompok 6b, batang
Vigna radiata (yang diberi ekstrak Lantana camara
dengan konsentrasi sebesar 5 ml/l) memiliki batang yang
lebih tinggi daripada batang Vigna radiata kelompok 5b
(pemberian ekstrak Lantana camara dengan konsentrasi
2,5 ml/l). Pertumbuhan batang kelompok 7b (yang diberi
ekstrak Lantana camara dengan konsentrasi 10 ml/l) lebih
tinggi daripada batang Vigna radiata kelompok 5b
(pemberian ekstrak 5ml/l). Batang Vigna radiata dengan
pemberian ekstrak Lantana camara berkonsentrasi 20 ml/l
pada kelompok 10b jauh lebih tinggi daripada semua
konsentrasi, kecuali panjang batang pada Vigna radiata
kontrol.
Namun, pada pengamatan pengaruh alelopati ekstrak
Lantana camara, terjadi beberapa penyimpangan yang
tidak sesuai dengan beberapa teori yang ada. Seharusnya
kacang hijau yang diberi ekstrak alelopati Lantana camara
dengan konsentrasi yang lebih tinggi memiliki batang yang
lebih pendek karena penghambatan pertumbuhan yang
terjadi akibat pengaruh alelopati.
Semakin tinggi konsentrasi pemberian ekstrak alelopati
seharusnya semakin tinggi pula efek racun yang dihasilkan
sehingga menghambat perkecambahan dan pertumbuhan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan [5] yang menyatakan
bahwa kacang hijau dan kedelai merupakan tanaman
paling peka terhadap alelopati untuk presentase kecambah
dan panjang tunasnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui
pengaruh pemberian ekstrak alelokimia Lantana camara
yang diambil di kawasan sekitar kampus ITS dengan
konsentrasi yang berbeda-beda dimulai dari konsentrasi o
ml; 0,5 ml; 1ml; 2,5 ml; 5 ml; 7,5 ml; 10 ml; 12,5 ml; 15
ml; dan 20 ml pada tanaman kacang hijau (Vigna radiata)
yang terlihat pada Grafik 1.

Grafik 2. Rata- rata luas daun tanaman kacang hijau

Grafik 2 menyatakan hubungan rata-rata luas daun


tanaman Vigna radiata yang diberi ekstrak alelopati

LAPORAN EKOLOGI TUMBUHAN 2013


Lantana camara dengan konsentrasi yang berbeda-beda.
Kelompok 2b (dengan konsentrasi pemberian ekstrak
alelopati Lantana camara sebesar 0,5 ml/l) memiliki
daun yang lebih lebar daripada daun kelompok 1b (tanpa
pemberian ekstrak alelopati). Kelompok 6b (dengan
pemberian konsentrasi ekstrak alelopati sebesar 7,5 ml/l)
memiliki daun yang lebih lebar daripada kelompok 3b
(dengan pemberian konsentrasi ekstrak alelopati sebesar
1 ml/l), pada kelompok 4b (pemberian konsentrasi
ekstrak alelopati sebesar 2,5 ml/l) dan kelompok 5b
(pemberian konsentrasi ekstrak alelopati sebesar 5 ml/l).
Pada kelompok 5b (pemberian konsentrasi ekstrak
alelopati sebesar 5 ml/l) memiliki lebar daun yang lebih
lebar daripada lebar daun pada kelompok 3b (pemberian
konsentrasi ekstrak alelopati sebesar 1 ml/l) dan 4b
(pemberian konsentrasi ekstrak alelopati sebesar 2,5
ml/l).
Penambahan konsentrasi pemberian ekstrak alelopati
Lantana camara pada umumnya menghambat
perkecambahan maupun pertumbuhan suatu tanaman.
Namun, pada grafik tampak terjadi ketidaksesuaian.
Karena alelopati sifatnya menghambat pertumbuhan
suatu tanaman.
Pada pengamatan terhadap perkecambahan dan
pertumbuhan biji kacang hijau (Vigna radiata) dapat
diketahui bahwa senyawa alelokemis memberikan
pengaruh
yang
kurang
signifikan
terhadap
perkecambahan dan pertumbuhan biji kacang hijau.
Karena hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat
kacang hijau yang diberi konsentrasi tinggi justru
mengalami pertumbuhan dan memiliki tinggi tanaman
yang lebih tinggi daripada tanaman yang diberi
konsentrasi lebih rendah. Hal ini dikarenakan suatu
tumbuhan memiliki mekanisme khusus sebagai
pertahanan diri dan adaptasi. Selain itu, alelopati juga
bersifat selektif, yaitu hanya akan bersifat alelokemis
pada tumbuhan tertentu yang rentan terhadap zat
metabolisme sekunder tertentu pula saja. Menurut studi
literatur, Perkecambahan merupakan awal proses
pertumbuhan embrio dari benih yang telah matang.
Benih dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor
pendukung selama terjadinya proses perkecambahan.
Perkembangan benih dapat dipengaruhi oleh faktor
dalam (internal) dan faktor luar (eksternal).
Faktor internal yang mempengaruhi perkecambahan
antara lain:
a. Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat fisiologisnya
tercapai tidak memiliki viabilitas yang tinggi karena
belum memiliki cadangan makanan yang cukup
serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo,
2002). Pada umumnya, biji mencapai masak
fisiologis (masak fungsional) yang ditandai dengan
berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum
(vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas)
ketika kadar air biji menurun dengan cepat sekitar
20% [6].
b.

Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung
cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan
biji yang berukuran lebih kecil. Cadangan makanan
yang terkandung di dalam jaringan penyimpan
digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada
saat perkecambahan [6]. Berat benih berpengaruh
terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi
karena berat benih menentukan besarnya kecambah

3
pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat
dipanen (Blackman 1992, dalam Sutopo, 2002)
c.

Dormansi
Dormansi benih menunjukkan suatu keadaan
dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal
berkecambah ketika berada dalam kondisi yang
secara normal baik untuk berkecambah, seperti
kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang
sesuai [7].

d.

Penghambat perkecambahan
Penghambat perkecambahan benih dapat berupa
kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di
permukaan benih, adanya larutan dengan nilai
osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat
lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi
[8].
Faktor eksternal yang mempengaruhi perkecambahan
antara lain:
a. Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat
benih, terutama kulit pelindungnya dan jumlah air
yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan
jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung
pada jenis benihnya, dan tingkat pengambilan air
turut dipengaruhi oleh suhu. Benih memiliki
kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia.
Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat
menghambat aerasi dan merangsang timbulnya
penyakit serta busuknya benih karena cendawan atau
bakteri [6].
b. Suhu
Biji membutuhkan suhu optimal untuk mengadakan
perkecambahan
benih
dimana
presentase
perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada
kisaran suhu antara 26.5-35oC [6].
c.

Oksigen
Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan
menghambat proses perkecambahan benih [6].
Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi
dan dipengaruhi oleh suhu, mikroorganisme yang
terdapat dalam benih [9].

d.

Cahaya
Pengaruh
cahaya
terhadap
perkecambahan
tergantung pada intensitas cahaya, kualits cahaya,
lamanya penyinaran [5].

e.

Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah
memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai
kemampuan menyerap air dan beba dari organisme
penyebab penyakit, terutama cendawan [6].

Sesuai literatur, seharusnya dengan adanya alelokemis


akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat
sehingga grafik akan terus menurun. Senyawa alelopati
yang pertama ditemukan pada tahun 1928 oleh Davis
menunjukkan hasil bahwa senyawa alelopati mampu
menekan perkecambahan dan pertumbuhan benih
tumbuhan lain [9].
Alelopati tentu akan menguntungkan bagi spesies yang
menghasilkannya, namun merugikan bagi sasarannya.
Inilah yang disebut sebagai reaksi alelopati yang dapat
bersifat negatif ataupun positif. Reaksi tersebut bersifat

LAPORAN EKOLOGI TUMBUHAN 2013


positif bagi spesies yang menghasilkan alelopati, namun
bersifat negatif bagi yang terpengaruh efek alelopati
tersebut. Oleh karena itu, tumbuhan-tumbuhan yang
menghasilkan alelokimia umumnya mendominasi daerahdaerah tertentu, sehingga populasi suatu tumbuhan
umumnya adalah populasi jenis tumbuhan penhasil
alelokimia [10].
Ekstrak daun Lantana camara mengandung senyawa
yang termasuk alelokimia yaitu lantaden A dan lantaden B
yang termasuk golongan terpenoid serta 14 senyawa
fenolik. Disebutkan juga bahwa genus Lantana
mengandung triterpenoid, flavonoid, fenilpropanoid,
furanophthaquinon, dan beberapa senyawa hidrokarbon.
Tanaman ini memiliki efek alelopati dengan menghambat
perkecambahan biji, pemanjangan akar, dan pertumbuhan
beberapa spesies tanaman, diantaranya menghambat
pertumbuhan [10].
Namun, tidak semua tumbuhan dapat terpengaruh oleh
senyawa alelokimia yang dikandung oleh Lantana camara,
menurut [2] mendefinisikan alelopati sebagai pengaruh
langsung maupun tidak langsung dari suatu tumbuhan
terhadap tumbuhan lainnya, baik yang bersifat positif
maupun negatif melalui pelepasan senyawa kimia ke
lingkungannnya.
Mekanisme pengaruh alelopati (khususnya yang akan
menghambat) terhadap pertumbuhan dan perkembangan
organisme (terutama pada tumbuhan) sasaran melalui
serangkaian proses yang cukup kompleks, namun proses
tersebut diawali di membran plasma dengan terjadinya
kekacauan struktur, modifikasi saluran membran, atau
hilangnya fungsi enzim ATP-ase. Hal ini akan berpengaruh
terhadap penyerapan dan konsentrasi ion dan air yang
kemudian mempengaruhi proses buka tutup stomata.
Sebagian atau seluruh hambatan tersebut pada akhirnya
akan mengakibatkan terhambatnya pembelahan dan
perbesaran sel yang akhirnya menghambat pertumbuhan
maupun perkembangan tumbuhan yang menjadi sasaran
Einhelig 1995).
IV. KESIMPULAN
Senyawa alelokemis yang terdapat pada ekstrak daun
Lantana camara memberikan pengaruh yang kurang
signifikan pada perkecambahan dan pertumbuhan ditinjau
dari tinggi batang dan lebar daun Vigna radiata . Pada
hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa pemberian ekstrak
alelopati dengan konsentrasi paling tinggi masih dapat
membuat Vigna radiata tetap tumbuh. Hal ini disebabkan
adanya faktor-faktor seperti O2, kelembaban, temperatur,
cahaya juga berperan pada perkecambahan dan
pertumbuhan yang terjadi pada suatu tanaman. Selain itu,
tanaman juga melakukan adaptasi terhadap lingkungannya.
`

DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]

Barbour et all. 1987


Rice. 1984. Allelopathy, Second Edition. Academic Press : Orlando
FL.
Reigosa MJ (ed). Allelopathy in Ecologycal Agriculture and Forestry.
Dordrecht: Kluwer Acad Publ. hlm 183-193.
Uludag et al., 2006B.
Kamil, J. 1979. Teknologi Benih. Padang: Angkasa Raya.
Sutopo, L. 1998. Teknologi Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Schmidt, 2002
Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi
Benih. Yogyakarta: Penerbit Andi
Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi
Benih. Yogyakarta: Penerbit Andi

4
[10] Djazuli Muhammad. 2011. Alelopati Pada Beberapa Tana m a n
Perke bun a n Dan Teknik Penge n dalian Serta Prospe k
Pemanfaatan n y a.
[11] Odum, Eugene. P. 1995. Dasar-Dasar Ekologi. UGM Press :
Yogyakarta
[12] Einhellig. 1995. Allelopathy Organism, Processes and Applications.
American Chemical Society : Washington DC.
[13] Panbiru. 1979. Alelopati pada beberapa macam tanaman di Tanah
Kering. IPB Press. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai