Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

Pada tahun 1990-an, negara Indonesia menampakkan beberapa kemajuan di berbagai bidang. Akan tetapi, juga mengalami keterpurukan dalam beberapa aspek, terutama aspek ekonomi dan keuangan. Walaupun demikian, satu hal penting yang bisa dicatat bahwa anak bangsanya tetap semangat dan berbesar hati dalam menyikapi kondisi ekonomi negaranya. Hal ini terlihat dari upaya mereka dalam mengerahkan segala potensi yang mereka punya, termasuk di dalamnya potensi agama khususnya Islam yang dianut mayoritas penduduk Indonesia. Sejarah pun mencatat, pada masa inilah munculnya suatu sistem perekonomian berbasis ajaran Islam yang kemudian dikenal dengan sebutan ekonomi Islam atau ekonomi syariah. Dari situ, muncullah istilah perbankan syariah. Kehadiran perbankan syariah pertama kali ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tanggal 2 Desember 1992, yang kemudian diikuti berdirinya bank-bank syariah lain.1 Seirama dengan pertumbuhan bank-bank syariah tersebut, muncul lembagalembaga keuangan non-bank yang juga berasaskan Islam. Salah satu diantaranya adalah asuransi syariah. Hanya saja, tingkat pengetahuan masyarakat tentang asuransi syariat sangat terbatas. Melihat kondisi demikian, penulis dalam makalah ini bermaksud menjelaskan serbaserbi terkait dengan asuransi syariah.

Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, (Ciputat: Kholam Publishing, 2006), hlm. 3.
1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Asuransi Kata asuransi secara bahasa berarti: Bahasa Belanda assurantie, yang berarti pertangungan, Bahasa Italia insurensi, yang berarti jaminan Bahasa Inggris assurance, yang berarti jaminan Bahasa Arab At-tamin, yang berarti perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.2 Adapun maknanya dalam ilmu ekomomi adalah:

Wirjono berarti sebuah persetujuan pihak, yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin atas kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari sebuah peristiwa yang belum jelas terjadi.

Abbas Salim berarti suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.

Syeikh Musthafa az-Zarqa berarti cara dalam menghindari risiko yang akan dihadapinya.

Ensiklopedi Hukum Islam berarti transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak pertama berkewajiban untuk membayar iuran dan pihak lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran.

UU No. 2 thn 1992 pasal 1 berarti perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penangung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan dan lain sebagainya.

Faturrahman Djamil berarti suatu persetujuan dimana pihak yang menanggung berjanji terhadap pihak yang ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian

Amin Suma, Asuransi Syariah ...................................................... , hlm. 39-40.


2

yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat dari suatu hal yang mungkin akan terjadi.3 Setelah memperhatikan beberapa definisi asuransi di atas, baik dari segi bahasa ataupun istilah, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi minimal terlibat pihak pertama yang sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak lain mendapatkan pergantian dari suatu kerugian yang mungkin akan di derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau belum di tentukan saat akan terjadinya. Adapun uang yang telah dibayarkan oleh pihak tertanggung akan tetap menjadi milik pihak yang menaggung apabila peristiwa yang dimaksud tidak terjadi.

B. Prinsip Dasar Asuransi Syariah Pada bahasan sebelumnya, telah diperoleh informasi bahwa setidaknya ada 3 unsur yang ada di asuransi. Pertama, bahaya yang dipertanggungkan; kedua, premi pertanggungan; ketiga, sejumlah uang ganti rugi pertanggungan. Oleh karena itu, mayoritas ulama mengatakan bahwa praktik asuransi yang demikian (asuransi konvensional) hukumnya haram menurut Islam, karena: 1. Adanya unsur gharar, yaitu unsur ketidakpastian tentang hak pemegang polis dan sumber daya yang dipakai menutup klaim. Gharar ini terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakirkan meninggal, perusahaan asuransi akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan asuransi akan untung dan pihak tertaggung merasarugi secara financial 2. Adanya unsur maysir, yaitu unsur judi karena dimungkinkan ada pihak yang diuntungkan diatas kerugian orang lain. Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena
3

http://makalahmajannaii.blogspot.com/2013/02/makalah-asuransi-syariah.html. Diunduh pada 6 Desember 2013.


3

keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil resiko oleh persahaan yang bersangkutan. Yang disebut maisir disini jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang dibayarkannya.4 3. Adanya unsur riba, yaitu diperolehnya pendapatan dari membungakan. Dalam hal riba semua asuransi konvensional menginvestasikan semua dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan.5 Kendati demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam asuransi terdapat nilai-nilai positif yang bisa menimbulkan kemaslahatan bagi ummat, yaitu semangat saling membantu dan meringankan beban sesama. Oleh karena itu, para ulama mengarahkan agar asuransi ini sesuai nilai-nilai Islam yang terhindar dari unsur gharar, judi, mau pun riba. Asuransi seperti ini selanjutnya dikenal dengan istilah asuransi syariah. Asuransi dikatakan telah sesuai syariat Islam apabila telah memenuhi prinsip-prinsip dasar di bawah ini: 1. Keadilan (justice) Prinsip kedua dalam berasuranasi adalah terpenuhinya niulai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terkait dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban anatara nasabah dan perusahaan asuransi. Di sisi lain, keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan dari hasil investasi dana nasabah harus dibagai sesuai dengan akad yang disepakati sejak awal. Jika nisbah yang disepakati anatara kedua belah pihak 40:60, maka realita pembagian keuntungan juga harus mengacu pada keuntungan tersebut. 2. Tolong menolong (taawun). Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus didasari dengan adanya rasa tolong menolong antara anggota. Praktik tolong menolong dalam asuransi adalah unsur utama pembentuk (DNA-Chromosom) bisnis transkasi. 3. Kerja sama (cooperation) Prinsip kerja sama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi islami. Kerja sama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara anggota
4 5

Erwandi Tarmidzi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: Berkat Mulia Insani, 2012), hlm. 231. Abdullah al-Muslih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam (penerjemah: Abu Umar Basyir), (Jakarta: Darul Haq, 2008), hlm. 275-277.
4

(nasabah) dan perusahan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah atau musyarakah. Konsep mudharabah dan musyarakah adalah dua buah konsep dasar dalam kajian ekonomi dan mempunyai nilai historis dalamm perkembangan keilmuan. 4. Amanah ( trustworthy / al-amanah ) Prinsip amanah dalam organisasi perusahan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi haruis mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan kedaiulan dalam bermuamalah dan melalui auditor public. Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasabah asuransi.seseorang yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran dan tidak memanipiyulasi kerugian yang menimpa dirirnya. 5. Kerelaan ( al-ridha ) Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru). Dana sosila (tabarru) memang betul-betul digunakan tujuan membantu anggota (nasabah) asuiransi yang lain jika mengalami bencana kerugian. 6. Larangan riba Secara bahasa adalah tambahan. Sedangakan menurut syariat menambah sesuatu yang khusus. Jadi riba adanya unsur penambahan nilai. Ada beberapa bagian dalam alQuran yang melarang pengayaan diri dengan cara yang tidak dibenarkan. Islam menghalalkan perniagaan dan melarang riba. Halalnya jual beli dengan pola berfikir selama manuasia saling membutuhkan satu sama lain, karena tidak bisa mencapai ke semua keinginan kecuali dengan jual beli merupakan permasalahan bagi mereka. 7. Larangan maisir ( judi ) Allah SWT telah memberi penegasan terhadap keharaman melakukan aktivitas ekonomi yang memepunyai unsur maisir (judi). Maisir dari kata yusr artinya mudah. Karena orang memeperoleh uang tanpa susah payah, atau bersala dari kata yasar yang berarti kaya, karena perjudian diharapkan untung yang bermakna mudah. Maysir merupakan unsur obyek yang diartikan sebagai tempat untuk memudahkan sesuatu. 8. Larangan gharar
5

Gharar dalam pengertian bahasa adalah al-khida yaitu suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Pada asuransi konvensional, kontrak dalam asuransi jiwa dapat dikategorikan sebagai aqd tabaduli atau akad pertukaran, yaitu pertukaran pembayaran premi dan dengan uang pertanggungan. Secara syariah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang harus diterima. Keadaan ini akan menjadi rancu karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan), tetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal.6 C. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional Secara umum, peraturan perasuransian syariah pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada asuransi konvensional, terutama yang berkaitan dengan ihwal asministrasi dan sistem pelaporannya. Namun demikian, dalam beberapa hal antara keduanya (asuransi syariah dan asuransi konvensional) terdapat perbedaan yang signifikan dan bahkan mendasar. Bererapa diantaranya adalah sebagai berikut:7 1. Dari Sisi Akad / Perjanjian Asuransi Syariah Asuransi syariah mempunyai akad yang di dalamnya dikenal dengan istilah tabarru yang bertujuan kebaikan untuk menolong diantara sesama manusia, bukan sematamata untuk komersial atau akad tijarah.8 Akad tijarah adalah akad atau transaksi yang bertujuan komersial, misalnya akad mudharabah, wadiah, wakalah, dan sebagainya. Dalam bentuk akad tabarru, mutabarri (orang yang melakukan kebaikan) mewujudkan usaha untuk membantu seseorang dan hal ini dianjurkan oleh syariat Islam, penderma yang ikhlas akan mendapatkan ganjaran pahala yang besar. Selain itu, akad transaksi asuransi syariah mengandung kepastian dan kejelasan sehingga peserta asuransi menerima polis asuransi sesuai dengan apa yang dibayarkan (yang masuk ke rekening peserta) ditambah dengan dana tabarru dari setiap peserta asuransi. Karena itu, setiap peserta asuransi yang mendapat musibah atau kerugian akan menerima bantuan dalam bentuk ganti rugi terhadap musibah yang dihadapinya. Bantuan dimaksud bersumber dari dana akad tabarru.
6 7

Asuransi Konvensional

http://anget-team.blogspot.com/2012/04/makalah-asuransi-syariah.html. Diunduh pada 6 Desember 2013. Amin Suma, Asuransi Syariah ...................................................... , hlm. 60-64. 8 Musthafa Di al-Bugha, Buku Pintar Transaksi Syariah, (Jakarta: Hikmah, 2010), hlm.83.
6

Akad pada asuransi konvensional adalah pihak perusahaan asuransi dengan pihak peserta asuransi melakukan akad mufawadhah, yaitu masing-masing dari kedua belah pihak yang berakad di satu pihak sebagai penaggung dan di pihak lainnya sebagai tertanggung. Pihak penaggung memperoleh premi-premi asuransi sebagai pengganti dari uang pertanggungan yang telah dijanjikan pembayarannya. Sedangkan tertangung ,memperoleh uang pertanggungan jika terjadi peristiwa atau bencana sebagai pengganti dari premi-premi yang dibayarkannya. Sistem kontrak dimaksud, mengandung unsur untung-untungan, yaitu keuntunganyang diperoleh tergantung bila terjadi musibah dan si penaggung mendapat keuntungan bila tidak terjadi musibah dan dipandang sebagai hasil dari mengambil resiko, bahkan sebagai hasil kerja yang nihil. 2. Dari Segi Kepemilikan dan Pengelolaan Dana Asuransi Syariah Asuransi syariah menganut system kepemilikan bersama. Hal itu berarti dana yang terkumpul dari setiap peserta asuransi dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan milik peserta (shohibul mal). Pihak perusahaan asuransi syariah hanya sebagai penyangga aman dalam pengelolaannya. Dana tersebut, kecuali tabarrudapat diambil kapan saja dan tanpa dibebani bunga. Di sinilah letak pebedaan mendasar pada life insurance apabila seorang peserta karena kebutuhan yang sangat mendesak boleh mengambil sebagian dari akumulasi dananya yang ada. Selain itu, perlu diungkapkan bahwa pengelolaannaya untuk produk-produk yang mengandung unsur saving (tabungan), dana yag dibayarkan oleh peserta langsung dibagi dalam 2 rekening, yaitu rekening peserta dan rekening tabarru. Asuransi Konvensional Kepemilikan harta dalam asuransi konvensional adalah milik perusahaan, bebas mengunakan dan menginvestasikan pengelolaanya, bersifat tidak ada pemisahan dana peserta dengan dana tabarru sehingga semua dana bercampur menjadi satu dan status hak kepemilikan dana dimaksud adalah dana perusahaan, sehingga bebas mengelola dan menginvestasikan yanpa ada pembatasan halal dan haram dalam melakukan pemindahan, bahkan ada kecendrungan yang selalu dipraktikkan dalam asuransi konvensional untuk menginvstasikan dananya ke sistem bunga. Selain itu, dana yang terkumpul pada sistem asuransi konvensional dikelola oleh badan pengelola dan keuntungannya hanya untuk kepentingan badan pengelola dan membayar polis

peserta, pengelola menganngap mempunyai pertambahan keuntungan sebagai usaha yang dikelolanya. 3. Dari Sisi Investasi Dana dan Keuntungan Asuransi Syariah Asuransi dalam menginvestasikan dananyanhanya kepada bank syariah, BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah), Obligasi syariah, dan kegiatan lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, berinvestasi pada industri perusahaan asuransi syariah, memiliki keunggulan yang memberi semangat pada pesertanya. Sebab, sistem dimaksud tidak mengenal sistem dana hangus. Peserta yang baru masuk pun yang karena satu dan lain hal sehingga mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja dana yang sudah diniatkan untuk dana tabarru sehingga tidak dapat ditarik kembali. Begitu juga dengan asuransi takaful umum (asuransi kerugian), jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka takaful membagikan sebagian dana premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan ketika terjadi di akad. Asuransi Konvensional. Menurut peraturan pemerintah, investasi wajib dilakukan oleh asuransi konvensional pada jenis investasi yang akan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Selain itu, harus memperhatikan ketentuan investasi yang tertuang dalam keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.6/2003. Di dalam sistem asuransi konvensional memiliki sistem dana hangus, yaitu peserta asuransi yang tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum akhir periode, maka dana peserta itu hangus. Begitu juga untuk asuransi non saving jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayar oleh pihak peserta asuransi kepada pihak perusahaan akan hangus atau menjadi milik perusahaan asuransi. 4. Dari Sisi Premi dan Pembiayaan Klaim Asuransi Syariah Unsur-unsur premi pada asuransi syariah terdiri dari unsur tabarru dan tabungan (untuk asuransi jiwa). Selain itu, sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru, yaitu rekening dana tolong-menolong bagi seluruh peserta, yang sejak awal sudah diakadkan dengan ikhlas oleh setiap peserta untuk keperluan saudarasaudaranya yang meninggal dunia atau tertimpa musibah materi seperti, kebakaran,
8

gempa, banjir dan lain-lain. Selain itu, sumber pembiayaan kalim dalam asuransi syariah adalah dari rekening perusahaan murni bisnis dan tertentu diperuntukkan sebagai dana tolong-menolong. Asuransi Konvensional Dalam asuransi konvensional unsur-unsur preminya terdiri atas: a) Mortality table yaitu daftar tabel kematian berguna untuk mengetahui besarnya klaim yang kemungkinan timbul kerugian yang di karenakan kematian, serta meramalkan berapa lama batas umur seseorang bisa hidup. b) Penerimaan Bunga untuk menetapkan tarif, perhitungan bunga harus dikalkulasi di dalamnya. c) Biaya-biaya asuransi terdiri dari biaya komisi, biaya luar dinas, biaya reklame, sale promotion, biaya pembuatan polis, dan biaya pemeliharaan. 5. Dari Sisi Pengawasan Asuransi Syariah Asuransi syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan asuransi syariah. DPS mengawasi jalannya oprasional sehari-hari agar selalu berjalan sesuai dengan prinsip syariah. Artinya, menghindari adanya penyimpangan secara hukum Islam yang dapat merugikan orang lain. Karena itu, DPS berfungsi untuk: a) Melakukan pengawasan secara periodic pada Lembaga Keuangan Syariah yang berada dibawah pengawasannya. b) Berkewajiban mengajukan unsure-unsur pengembangan Lembaga Keuangan Syariah kepada pemimpin lembaga yang bersangkutan dan dari Dewan Syariah Nasional. c) Melaporkan Perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang mengawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya 2 kali dalam setahun anggaran. d) Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN. Asuransi Konvensional Asuransi konvensional tidak mempunyai dewan pengawas dalam melaksanakan perencanaan, proses, dan praktiknya sehingga mudah timbul penyimpanganpenyimpangan, baik penyimpangan administrasi maupun penyimpangan hukum secara syari.

BAB III PENUTUP


Dari uraian bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah (tamin islamy) merupakan kesepakan sekelompok orang yang menghadapi resiko yang terjadi, dengan cara membayar kewajiban atas dasar hibah yang mengikat, sehingga terhimpun dana tabarru. Dana ini memiliki tabungan tersendiri yang digunakan untuk membayar ganti rugi para peserta asuransi syariah atas resiko yang terjadi, sesuai dengan ketentuan yang disepakati. Dana ini dikelola oleh dewan yang ditunjuk oleh para pemegang polis, atau sebuah perusahaan jasa dengan akad wakalah untuk mengendalikan dana atau untuk mengembangkan dana. Asuransi syariah memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan asuransi konvensional, sebagaimana tergambar dari tabel di bawah ini: Keterangan Pengawasan Dewan Syariah (PDS) Akad Investasi Dana Asuransi Syariah Adanya Dewan Pengawas Syariah. Fungsinya mengawasi produk yang dipasarkan dan investasi dana Tolong menolong (takaful) Investasi dana berdasarkan syariah dengan system bagi hasil (mudharabah) Dana yang terkumpul dari nasabah Kepemilikan Dana (premi) merupakan milik peserta. Perusahaan hanya memegang amanah untuk mengelola. Dan rekening tabarru (dana kebajikan) Pembayaran Klaim seluruh peserta; sejak awal sudah diikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah. Dibagi antara perusahaan dengan peserta Keuntungan sesuai prinsip bagi hasil (Almudharabah) Seluruhnya menjadi milik perusahaan Dari rekening dana perusahaan Jual beli Infestasi dana berdasarkan bunga Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milikperusahaan ; perusahaan bebas menentukan investasinya Tidak ada Asuransi Konvensional

10

DAFTAR PUSTAKA

Bugha, Musthafa Dib, Buku Pintar Transaksi Syariah, 2010, Jakarta: Hikmah. http://anget-team.blogspot.com/2012/04/makalah-asuransi-syariah.html. Desember 2013. http://makalahmajannaii.blogspot.com/2013/02/makalah-asuransi-syariah.html. Diunduh pada 6 Desember 2013. Muslih Abdullah dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam (penerjemah: Abu Umar Basyir), 2008, Jakarta: Pustaka Darul Haq. Suma, Amin, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, 2006, Ciputat: Kholam Publishing. Tarmidzi, Erwandi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, 2012, Bogor: Berkat Bina Mulia. Diunduh pada 6

11

Anda mungkin juga menyukai