Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar belakang

Dalam dunia keperawatan tidak hanya mengembangkan teori-teori kesehatan. Tetapi juga praktek dan keterampilan dalam asuhan keperawatan kepada klien, khususnya klien lanjut usia secara holistik yaitu bio, psiko, sosial spiritual. Dalam pemenuhan kebutuhan psikologis tentu sangat penting. Karena dapat mempengaruhi perilaku lansia menghadapi fase hidup yang berbeda dari periode dewasa. Perubahan ini yang membutuhkan perhatian khusus. Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Kuntjoro, 2002). Dalam pemenuhan kebutuhan sosial lansia, perawat mempunyai peran untuk peduli, memberikan hiburan serta membina sosialisasi dan komunikasi yang baik dengan orang lain. Peran perawat dalam memenuhi kebutuhan spiritual lansia adalah membantu menjalankan prinsip dasar pelayanan, membimbing dalam kegiatan beribadah, dan memberikan dukungan spiritual dari luar. Persiapan lansia menghadapi kematian adalah siap fisik, pkisis, sosial dan spiritual. Kesiapan fisik lansia adalah menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik/tubuh dan pemeliharaan kesehatan. Secara psikis, lansia siap menerima dan menyesuaikan diri dengan proses kehilangan/kematian orang terdekat serta menerima kematian sebagai akhir kehidupan. Kesiapan lansia dalam aspek sosial adalah menerima serta menyesuaikan diri dengan kondisi tanpa pekerjaan. Sedangkan persiapan lansia secara spiritual adalah berserah penuh kepada Tuhan sang pencipta dengan banyak beribadah, berdoa, dan memuji Tuhan.

B. Rumusan masalah 1. Apa pengertian lansia? 2. Apa teori psikologi lansia? 3. Bagaimana kepribadian usia lanjut? 4. Apa saja gangguan mental pada lanjut usia? 5. Bagaimana lansia menghadapi kematian atau kematian pasangan? 6. Bagaimana penyesuaian terhadap Perubahan Minat?

C. Tujuan 1. Mengetahui pengertian lansia? 2. Mengetahui teori psikologi lansia? 3. Mengetahui bagaimana kepribadian usia lanjut? 4. Mengetahui gangguan mental pada lanjut usia? 5. Mengetahui lansia menghadapi kematian atau kematian pasangan? 6. Mengetahui penyesuaian lansia terhadap Perubahan Minat?

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian lansia Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Istilah untuk manusia yang usianya sudah lanjut usia berbeda-beda. Contohnya lansia, manula, dan usila. Proses menua adalah proses yang dialami disertai adanya perubahan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial. Menua merupakan proses yang akan dialami oleh individu. Hal ini ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan jumlah dan ukuran sel tubuh dan penurunan fungsi fisik, psikologis dan sosial (Sahara, 2001).

B. Teori psikologi lanjut usia Pada usia lanjut, proses penemuan terjadi secara alamiah seiring dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.

C. Kepribadian Usia Lanjut Periode tua memiliki potensi untuk mengalami kebahagiaan pribadi. Pada masa ini, waktu senggang lebih banyak, dan tanggung jawab terhadap pekerjaan sehari-hari makin berkurang. Elida Prayitno (2006) mengemukakan bahwa ada 2 (dua) hal yang mempengaruhi kepribadian yaitu tipe kepribadian dan konsep diri. 1. Tipe Kepribadian Tipe kepribadian yang dimiliki oleh orang lansia mempengaruhi aktivitas hidupnya dan mempengaruhi kepuasan hidup yang dirasakannya (Elida Prayitno, 2006). Zainuddin Sri Kuntjoro (2002) mengemukakan bahwa pada lansia yang sehat, kepribadiannya tetap berfungsi dengan baik, kecuali kalau mereka mengalami gangguan kesehatan jiwanya atau tergolong patologik. Sifat kepribadian seseorang sewaktu muda akan lebih nampak jelas setelah memasuki lansia sehingga masa muda diartikan sebagai karikatur kepribadian lansia. Dengan memahami kepribadian lansia tentu akan lebih memudahkan masyarakat secara umum dan anggota keluarga lansia tersebut secara khusus, dalam

memperlakukan lansia dan sangat berguna bagi kita dalam mempersiapkan diri jika suatu hari nanti memasuki masa lansia. Adapun beberapa tipe kepribadian lansia seperti yang dikemukakan oleh Zainuddin Sri Kuntjoro (2002) adalah sebagai berikut: a. Tipe konstruktif Model kepribadian tipe ini sejak muda umumnya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua, mudah menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan dan pola kehidupannya. Sejak muda perilakunya positif dan konstruktif serta hampir tidak pernah bermasalah, baik di rumah, di sekolah maupun dalam pergaulan sosial. Perilakunya baik, adaptif, aktif, dinamis, sehingga setelah selesai mengikuti studi ia mendapatkan pekerjaan juga dengan mudah dan dalam bekerjapun tidak bermasalah. Karier dalam pekerjaan juga lancar begitu juga dalam kehidupan berkeluarga, tenang dan damai semua berjalan dengan normatif dan lancar. Dapat dikatakan bahwa tipe kepribadian model ini adalah tipe ideal, seolah-olah orang tidak pernah menghadapi permasalahan yang menggoncangkan dirinya sehingga hidupnya terlihat stabil dan lancar. Jika tipe kerpibadian ini terlihat seolah-olah tidak pernah bermasalah hal itu terjadi karena tipe kepribadian model ini mudah menyesuaikan diri, dalam arti juga pandai mengatasi segala permasalahan dalam kehidupannya. Sifatnya pada masa dewasa adalah mempunyai rasa toleransi yang tinggi, sabar, bertanggung jawab dan fleksibel, sehingga dalam menghadapi tantangan dan gejolak selalu dihadapi dengan kepala dingin dan sikap yang mantap. Pada masa lanjut usia model kepribadian ini dapat menerima kenyataan, sehingga pada saat memasuki usia pensiun ia dapat menerima dengan suka rela dan tidak menjadikannya sebagai suatu masalah, karena itu post power sindrome juga tidak dialami. Pada umumnya karena orang-orang dengan kepribadian semacam ini sangat produktif dan selalu aktif, walaupun mereka sudah pensiun akan banyak yang menawari pekerjaan sehingga mereka tetap aktif bekerja di bidang lain ataupun ditempat lain. Itulah gambaran tipe kepribadian konstruktif yang sangat ideal, sehingga mantap sampai lansia dan tetap eksis di hari tua.

b. Tipe Kepribadian Mandiri Model kepribadian tipe ini sejak masa muda dikenal sebagai orang yang aktif dan dinamis dalam pergaulan sosial, senang menolong orang lain,

memiliki penyesuaian diri yang cepat dan baik, banyak memiliki kawan dekat namun sering menolak pertolongan atau bantuan orang lain. Tipe kepribadian ini seolah-olah pada dirinya memiliki prinsip "jangan menyusahkan orang lain" tetapi menolong orang lain itu penting. Jika mungkin segala keperluannya diurus sendiri, baik keperluan sekolah, pakaian sampai mencari pekerjaan dan mencari pasangan adalah urusan sendiri. Begitu juga setelah bekerja, dalam dunia kerja ia sangat mandiri dan sering menjadi pimpinan karena aktif dan dominan. Perilakunya yang akif dan tidak memiliki pamrih, justru memudahkan gerak langkahnya, biasanya ia mudah memperoleh fasilitas atau kemudahankemudahan lainnya sehingga kariernya cukup menanjak, apalagi jika ditunjang pendidikan yang baik, maka akan mengantarkan model kepribadian yang mandiri menjadi pimpinan atau manajer yang tangguh. Dalam kehidupan berkeluarga model kepribadian ini umumnya sangat dominan dalam mengurus keluarganya. Semua dipimpin dan diatur dengan cekatan sehingga semua beres. Seolah-olah dalam benaknya anak istri tidak boleh kerepotan dan jangan merepotkan orang lain. Model tipe ini adalah ayah atau ibu yang sangat perhatian pada anak-anak dengan segala kebutuhannya. Pada saat memasuki masa tuanya, disinilah mulai timbul gejolak, timbul perasaan khawatir kehilangan anak buah, teman, kelompok, jabatan, status dan kedudukan sehingga cenderung ia menunda untuk pensiun atau takut pensiun atau takut menghadapi kenyataan. Termasuk dalam kelompok kepribadian model ini adalah mereka yang sering mengalami post power sindrome setelah menjalani masa pensiun. Sedangkan tipe kepribadian ini yang selamat dari sindrome adalah mereka yang biasanya telah menyiapkan diri untuk memiliki pekerjaan baru sebelum pensiun, misalnya wira swasta atau punya kantor sendiri atau praktek pribadi sesuai dengan profesinya masing-masing dan umumnya tidak tertarik lagi bekerja disuatu lembaga baru kecuali diserahi penuh sebagai pimpinan.

c. Tipe Kepribadian Tergantung Tipe kepribadian tergantung ditandai dengan perilaku yang pasif dan tidak berambisi sejak anak-anak, remaja dan masa muda. Kegiatan yang dilakukannya cenderung didasari oleh ikut-ikutan karena diajak oleh temannya atau orang lain. Karena pasif dan tergantung, maka jika tidak ada teman yang mengajak, timbul pikiran yang optimistik, namun sukar melaksanakan kehendaknya, karena kurang memiliki inisiatif dan kreativitas untuk menghadapi hal-hal yang nyata. Pada waktu sekolah mereka biasanya dikenal sebagai siswa yang pasif, tidak menonjol, banyak menyendiri, pergaulannya terbatas sehingga hampirhampir tidak dikenal kawan sekelasnya. Begitu juga saat menjadi mahasiswa, biasanya serba lambat karena pasif sehingga masa studinya juga lambat. Dalam mencari pekerjaan orang tipe ini biasanya tergantung pada orang lain, sehingga masuk usia kerja juga lambat dan kariernya tidak menyolok. Dalam bekerja lebih senang jika diperintah, dipimpin dan diperhatikan oleh orang lain atau atasan, namun jika tidak ada perintah cenderung pasif seolah-olah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam pergaulan sehari-hari mereka cenderung menunggu ajakan teman namun sesudah akrab sulit melupakan jasa baik temannya. Dalam kehidupan perkawinan, karena orang pasif biasanya menikah terlambat dan memilih istri atau suami yang dominan, maka dalam kehidupan keluarga biasanya akur, akrab, tentram tidak banyak protes, pokoknya mengikuti kehendak suami atau istri. Pada saat pensiun mereka dengan senang hati menerima pensiun dan dapat menikmati hari tuanya. Masalah akan timbul jika pasangan hidupnya meninggal duluan. Kejadian tersebut seringkali mengakibatkan mereka menjadi merana dan kadang-kadang juga cepat menyusul, karena kehilangan pasangan merupakan beban yang amat berat sehingga mengalami stress yang berat dan sangat menderita.

d. Tipe Kepribadian Bermusuhan Tipe Kepribadian bermusuhan adalah model kepribadian yang tidak disenangi orang, karena perilakunya cenderung sewenang-wenang, galak, kejam, agresif, semauanya sendiri dan sebagainya. Sejak masa sekolah dan remaja biasanya mereka sudah banyak masalah, sering pindah-pindah sekolah,

tidak disenangi guru, dijauhi kawan-kawan sehingga sebagai siswa reputasinya negatif. Begitu juga setelah jadi mahasiswa, dikampus biasanya mereka dikenal sebagai tukang bikin ribut, prestasi akademik kurang, namun biasanya pandai pacaran, ganti-ganti pacar, berjiwa petualang (avonturir) dan mudah terjerumus dalam minum-minuman keras, menggunakan narkotik dan sejenisnya. Dalam dunia kerja umumnya mereka tidak stabil, senang pindah-pindah kerja atau pekerjaannya tidak menentu. Kalau menjadi pejabat cenderung foya-foya, menghalalkan segala cara dan semua keinginan harus dituruti, demi memberikan kepuasan diri. Tipe ini juga dikenal tidak mau mengakui kesalahannya dan cenderung mengatakan bahwa orang lah yang berbuat salah, banyak mengeluh dan bertindak agresif atau destruktif, pada hal dalam kenyataan mereka lebih banyak berbuat kesalahan. Model kepribadian bermusuhan ini juga takut menghadapi masa tua, sehingga mereka berusaha minum segala jenis jamu atau obat agar terlihat tetap awet muda, mereka juga takut kehilangan power, takut pensiun dan paling takut akan kematian. Biasanya pada masa lansia ornag-orang dengan tipe ini terlihat menjadi rakus, tamak, emosional dan tidak puas dengan kehidupannya, seolaholah ingin hidup seribu tahun lagi.

e. Tipe Kepribadian Kritik Diri Tipe kepribadian kritik diri ditandai adanya sifat-sifat yang sering menyesali diri dan mengkritik dirinya sendiri. Misalnya merasa bodoh, pendek, kurus, terlalu tinggi, terlalu gemuk dan sebagainya, yang menggambarkan bahwa mereka tidak puas dengan keberadaan dirinya. Sejak menjadi siswa mereka tidak memiliki ambisi namun kritik terhadap dirinya banyak dilontarkan. Kalau dapat nilai jelek, selalu mengkritik dirinya dengan kata dasar orang bodoh maka malas belajar. Begitu juga setelah dewasa dalam mencari pekerjaan dan bekerja juga tidak berambisi yang penting bekerja namun karier tidak begitu diperhatikan. Keadaan itu biasanya juga mengakibatkan kondisi sosial ekonominya juga menjadi pas-pasan, karena sulit diajak kerja keras. Dalam kehidupan berkeluarga juga tidak berambisi, syukur kalau dapat jodoh, namun setelah nikah hubungan suami istripun tidak mesra karena selalu mengkritik dirinya dengan segala kekuangannya. Karena kurang akrab berkomunikasi dengan suami atau istri, maka mudah terjadi salah faham, salah

pengertian dan mudah tersinggung. Kehidupan dalam keluarga kurang hangat dan kurang membahagiakan dirinya. Dalam menghadapi masa pensiun mereka akan menerima dengan rasa berat, karena merasa lebih tidak berharga lagi dan tidak terpakai. Model kepribadian inilah yang sering terlihat pada lansia yang antara suami dan istri menjadi tidak akur, sehingga masing-masing mengurusi kebutuhan sendiri-sendiri, tidak saling menegur dan saling mengacuhkan walaupun hidup dalam satu atap.

2. Konsep diri lansia Penelitian yang dilakukan oleh Gutman (1964) dalam Elida Prayitno (2006) menunjukkan hasil bahwa konsep diri orang lansia tidak berbeda dan tidak berubah secara signifikan dari masa mudanya. Namun pada penelitian lainnya ditemukan bahwa konsep diri orang berubah dari aktif (masa mudanya) menjadi pasif (masa tua). Hal ini berbeda karena konsep diri sangat tergantung kepada sikap sosial orangorang di sekitar terhadap orang lansia. Trimaks dan Nicolay (1974) dalam Elida Orayitno (2006) menyatakan bahwa konsep diri orang tua cenderung tetap atau stabil sampai tua, dalam arti tidak mengalami perubahan yang dramatis pada masa tua sesorang. Orang yang memiliki konsep diri yang positif dimasa mudanya akan memiliki konsep diri yang positif pula di masa tuanya, begitu pula sebaliknya. Kemudian Emmet dan Echman (1973) dalam Elida Prayitno (2006) juga menambahkan bahwa kebanyakan orang lansia tidak ingin menjadi muda lagi. Mereka ingin menjadi orang tua yang sehat dan bahagia.

D. Gangguan Mental pada Lansia 1. Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya Kuntjoro, 2002). (Depkes, 1992 dalam Zainuddin Sri

Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran sehingga penderita memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang. Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis.

Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu : a. Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb) b. Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb) c. Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb) d. Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran) e. Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)

Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena perangainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).

2. Parafrenia Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan

ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.

3. Gangguan Jiwa Afektif Zainuddin Sri Kuntjoro (2002) menyatakan bahwa Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain: a. Gangguan Afektif tipe Depresif Gangguan ini terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian pasangan hidup atau seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang berat atau lama mengalami penderitaan. Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah sedih, sukar tidur, sulit berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang kuat untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya terganggu sehingga kemampuan uji realitas (reality testing ability) ikut terganggu dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang, tempat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada rasa takut, dsb.

b. Gangguan Afektif tipe Manik Gangguan ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus yang disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga

mendorong pasien berbuat sesuatu yang melampaui batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih, murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti.

4. Neurosis Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia (lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puaspuas untuk mandi

5. Gangguan Somatoform Pasien dengan keadaan ini sering mengeluh bahwa dirinya sakit, serta tidak dapat diobati. Keluhannya sering menyangkut alat tubuh seperti alat pencernaan, jantung dan pembuluh darah, alat kemih/kelamin, dan lainnya. Pada lansia yang menderita hipokondriasis penyakit yang menjadi keluhannya sering berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati yang mungkin segera hilang, ia mengeluh sakit yang lain. Kondisi ini jika dituruti terus maka ia akan terus-menerus minta diperiksa dokter; belum habis obat untuk penyakit yang satu sudah minta diperiksa dokter untuk penyakit yang lain.

Faktor faktor yang mempengaruhi perubahan mental : Pertama pertama perubahan fisik, khususnya organ perasa. Kesehatan umum Tingkat pendidikan Keturunan (hereditas) Lingkungan

Kenangan (Memory) Kenangan jangka panjang : Berjam jam sampai berhari- hari yang lalu mencakup beberapa perubahan. Kenangan jangka pendek atau seketika 0 10 menit, kenangan buruk.

I.Q (Intellegentia Quantion) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal. Berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor : terjadi perubahan pada dayat membayangkan karena tekanan tekanan dari faktor waktu. E. Menghadapi Kematian atau Kematian Pasangan Kuhler dalam Elida Prayitno (2006) berpendapat bahwa sikap orang tua yang sakit dan dalam keadaan sekarat adalah sebagai berikut: 1. Menolak; Mereka belum ingin meninggal. Karena mereka tidak mampu menolak, maka mereka menjadi marah. 2. Marah; Marah mengikuti penolakan yang tidak mungkin terjadi. Mereka marah kepada dokter atau orang lain yang ingin menolong mereka. 3. Tawar-menawar dengan maut; Meeka tawar menawar dengan Tuhan, memohon agar waku hidup mereka sedikit lagi diperpanjang. 4. Depresi; Orang yang menghadapi maut mengalami depresi karena kesedihan yang mendalam, an akhirnya pasrah. 5. Menerima; mereka menyadari bahwa mereka pasti mati dan waktunya sudak sanagat dekat. Pada usia lanjut, kematian pasangan merupakan hal yang sangat mungkin terjadi dan merupakan suatu keniscayaan. Elida Prayitno (2006) menyatakan bahwa peristiwa kematian pasangan memerlukan penyesuaian, dan penyesuaian tersebut sangat

dipengaruhi oleh pergaulan orang tersebut sewaktu menjadi pasangan suami-istri dan kepribadiannya. Clayton (1971), Parker & Brown (1972) dalam Elida Prayitno (2006) memaparkan bahwa reaksi terhadap kematian pasanagan ada yang bersifat sementara seperti menangis, tertekan, sukar tidur, ketajaman perhatian menurun, kurang selera makan, kurus, hilangnya keinginan untuk melakukan kegiatan , menyalahkan diri sendiri, cemas, pemarah kepada kenyataan. Elida Prayino sendiri juga mengemukakan sendiri bahwa rekasi perasaan terhadap kehilangan pasangan berlangsung lama atau segera hilang, tergantung pada kekuatan perasaan dalam diri indiidu yang bersangkutan. Adapun usaha yang dapat dilakukan demi menyembuhkan kesedihan pasca kematian pasangan pada lansia ialah seperti menikah kembali, melakukan aktivitas baru yang bermanfaat bagi pengembangan diri sendiri atau menunjang kehidupan ekonomi (terutama wanita. Lopata (1973) dalam Elida Prayitno (2006) menyebutkan bahwa menikah

kembali atau tidak, tergantung pada ketahanan untuk hidup sendiri, ketahanan menjadi janda atau duda tidak terkait dengan kebutuhan seks, tetapi itu tegantung pada system sosial yan berlaku dalam kehidupan pasanagan itu. Namun pada faktanya kecendrungan untuk menikah lagi tergantung pada kondisi ekonomi, latar belakang agama, jumlah perkawinan sebelumnya, umur, sejarah keluarga, dan tingkat trauma yang dirasa.

F. Penyesuaian terhadap Perubahan Minat Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat terhadap uang semakin meningkat, terakhir minta terhadap kegiatan rekreasi tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi pada diri lansia untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara fisik. Motivasi tersebut diperlikan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur untuk meningkatkan kebugaran fisiknya. Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang ditunjukan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya. Perubahan yang diminati oleh

para lanjut usia adalah perubahan yang berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan, ekonmi atau pendapatan dan peran sosial (Goldstein, 1992). Dalam menghadapi perubahan tersebut diperlukan penyesuaian. Ciri-ciri penyesuaian yang tidak baik dari lansia ( Hurlock, 1979) di kutip oleh Munandar (1994) adalah : a. Minat sempit terhadap kejadian di lingkungannya b. Penarikan diri ke dalam dunia fantasi c. Selalu mengingat kembali masa lalu d. Selalu kuatir karena pengangguran e. Kurang ada motivasi f. Rasa kesendirian karena hubungan dengan keluarga kurang baik g. Tempat tinggal yang tidak diinginkan

Dilain pihak ciri penyesuaian diri lanjut usia yang baik antara lain adalah : Minat yang kuat, ketidaktergantungan secara ekonomi, kontak sosial luas, menikmati kerja dan hasil kerja, menikmati kegiatan yang dilakukan saat ini dan memiliki kekuatiran minimal terhadap diri dan orang lain. BAB III KESIMPULAN

A. Kesimpulan Kepribadian masa lansia dipengaruhi oleh dua hal yaitu; tipe kepribadian dan konsep diri. Tipe kepribadian lansia diantaranya ialah tipe konstruktif, tipe mandiri, tipe tergantung, tipe bermusuhan, dan tipe kritik diri. Konsep diri lansia ditentukan oleh bagaimana konsep dirinya ketika muda. Masa lansia tidak terlepas dari adanya gangguan mental, sperti skizofrenia, parafrenia, depresi, manic, neurosis, stomaform, dll. Kematian pada masa lansia merupakan suatu keniscayaan, adapun reaksi yang timbul ketika menghadapi kematian diri sendiri ialah ada yang menolak dan menerima. Sedangkan untuk kematian pasangan, orang lansia ada yang meilih untuk hidup sendiri dan ada yang menikah lagi, tergantung dari ketahanan hidup sendiri dan system sosial yang berlaku. Orang lansia juga mengalami perubahan minat seperti,minat terhadap rekreasi yang menyempit, dll.

B. Saran

Perawatan geriatri merupakan salah satu tugas penting perawat dalam pengembangan potensi lansia, dalam aspek psikologi. Oleh karena itu. Perlu dikembangkan perawatan dalam aspek psikologis yaitu bagaimana membangun pikiran-pikiran positif pada lansia meskipun terdapat penurunan fungsi secara fisik yang secara tidak langsung mempengaruhi psikologis.

Anda mungkin juga menyukai