Anda di halaman 1dari 23

2013

ILMU HUBUNGAN INTERSIONAL UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG


MUHAMMAD GINONG MAULIDYATAMA 14010411100076

[ ANALISIS KONFLIK SUDAN DAN SUDAN


SELATAN MELALUI PERSPEKTIF REALISME

Kelas 14, Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional Dosen Pengampu Drs. Tri Cahyo Utomo, MA

DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................... 3 PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4 Perang Sipil Pertama ............................................................................................................ 5 Perang Sipil Kedua............................................................................................................... 9 Setelah Perang Sipil ........................................................................................................... 13 PEMBAHASAN .................................................................................................................... 16 KESIMPULAN ...................................................................................................................... 21 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 22

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

ABSTRAK
Setelah berdirinya negara Sudan Selatan, konflik pun tetap bermunculan. Konflik-konflik antar Sudan dan Sudan Selatan meliputi berbagai masalah, seperti minyak bumi, perbatasan, hutang luar negeri, dan kekerasan yang terjadi di sekitar garis perbatasan. Pemberontakan di setiap negara juga menjadi alasan tidak harmonisnya hubungan kedua negara tersebut. Sudan menuduh Sudan Selatan mendukung pemberontak di wilayah Sudan, sedangkan Sudan Selatan menuduh Sudan membiayai pemberontakan di wilayahnya. Pertempuran mengenai perebutan ladang minyak pertama terjadi pada 11 April 2012 saat Sudan Selatan merebut ladang minyak Heglig yang sebelum kemerdekaan negara itu berada dalam wilayah Sudan. Pada tanggal 17 April 2012, pertempuran kembali pecah di wilayah Aweil, Sudan Selatan, sekitar 160 km sebelah barat Heglig. Sejumlah laporan menyebutkan Sudan Selatan tidak pernah mengklaim Heglig sebagai wilyahnya saat perundingan kemerdekaan pada tahun 2011, sehingga Sudan merasa wilyah Heglig adalah masih merupakan milik mereka. Akibat pertempuran itu tentara Sudan Selatan mengatakan 22 tentaranya tewas. Disini, penulis akan menganalisis konflik Sudan dan Sudan Selatan melalui perspektif Realisme menurut pandangan Hans J. Morgenthau. Keywords: Sudan, Sudan Selatan, Realisme, Konflik, Perang Sipil

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

PENDAHULUAN
Sudan merupakan negara yang terletak di bagian timur benua Afrika yang memiliki luas 1.861.484 km persegi.1 Negara yang berbentuk republik ini berbatasan dengan Laut merah di bagian timur laut, Erit di bagian timur, Ethiopia di bagian barat, Sudan Selatan di bagian selatan, Republik Afrika Tengah di bagian barat daya, Chad di bagian barat, Libya di bagian barat laut, dan Mesir di bagian utara. Jumlah populasi penduduk Sudan yang sebesar 34.847.910 jiwa terdiri dari 70% etnis Arab, dan 30% etnis Fur, Bejja, Nuba, dan Fallata.2 Sudan dipimpin oleh presiden Umar Hassan Ahmad al-Bashir sejak 16 Oktober 1993. Sudan Selatan merupakan negara pecahan dari Sudan yang memiliki luas wilayah sebesar 644.329 km persegi.3 Sudan Selatan termasuk daerah yang subur, karena wilayahnya sebagian besar adalah hutan hujan. Negara termuda di dunia yang berbentuk republik ini berbatasan dengan Ethiopia di bagian barat, Kenya di bagian tenggara, Uganda di bagian selatan, Kongo di bagian barat daya, Republik Afrika Tengah di bagian barat, dan Sudan di bagian utara. Jumlah populasi penduduk Sudan Selatan yang sebesar 11.090.104 jiwa terdiri dari etnis Dinka, Kakwa, Bari, Azande, Shilluk, Kuku, Murle,

CIA World Fact Book. https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/su.html , diakses pada 9 November 2013. 2 Ibid., 3 CIA World Fact Book, https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/od.html , diakses pada 9 November 2013.

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

Mandari, Didinga, Ndogo, Bviri, Lndi, Anuak, Bongo, Lango, Dungotona, dan Acholi.4 Sejak kemerdekaannya dari Sedan pada 9 Juli 2011, Sudan Selatan dipimpin oleh presiden Salva Kiir Mayardit.

Perang Sipil Pertama


Melihat dari sejarahnya, Sudan bagian utara dan selatan sudah berkonflik sejak akhir abad ke-19. Hal ini disebabkan karena kebijakan kolonial Inggris yang memisahkan pemerintahan Sudan menjadi Sudan Utara yang penduduknya di dominasi oleh etnis Arab yang memeluk agama Islam, dan Sudan Selatan yang penduduknya mayoritas merupakan etnis kulit hitam Afrika dan memeluk agama Kristen dan Animisme. Kebijakan ini juga meliputi larangan berpergian bagi penduduk Sudan bagian utara ke wilayah Sudan bagian selatan dan sebaliknya. Inggris menerapkan kebijakan larangan bepergian ini dengan alasan untuk mencegah penyebaran penyakit malaria dari Sudan wilayah selatan. Namun, akibat dari kebijakan ini, wilayah Sudan utara dan selatan semakin teisolasi satu sama lain sehingga sikap saling tidak percaya antar wilayah meningkat, ditambah dengan doktrin Inggris yang membangun kesadaran identitas penduduk Sudan wilayah selatan, bahwa mereka adalah penduduk asli Afrika yang berbeda dengan penduduk Sudan wilayah utara. Setahun sebelum Sudan di merdekakan oleh Inggris, tahun 1955, telah terjadi pemberontakan di sejumlah kota di Sudan wilayah selatan. Sejumlah anggota Korps Ekuatorial yang semula menjadi penjaga keamanan di Sudan wilayah selatan menjadi penggerak pemberontakannya. Pemberontakan ini disebabkan karena takutnya masyarakat Sudan wilayah selatan karena rencana Inggris untuk
4

Ibid.,

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

memerdekakan Sudan menjadi satu wilayah negara dengan kota Khartoum di wilayah Sudan utara sebagai pusat pemerintahannya. Masyarakat Sudan di wilayah selatan khawatir akan di dominasi oleh komunitas masyarakat dari utara, ditambah lagi dengan tidak ada wakil dari Sudan wilayah selatan ketika terjadi perundingan rencana kemerdekaan dengan Inggris dan ditetapkannya bahasa Arab sebagai bahasa resmi Sudan5 yang notabene bahasa Arab adalah bahasa mayoritas di Sudan wilayah utara. Pemberontakan yang digerakkan oleh korps Ekuatorial ini sempat berhenti karena dapat diatasi oleh pemerintah Sudan, namun pada tahun 1962 Korps Ekuatorial melebur dengan milisi-milisi lokal Sudan Selatan lainnya menjadi kelompok milisi baru bernama Anyanya. Intensitas perang sipil mulai meningkat, semula pemberontakan yang hanya terjadi di provinsi Ekuatoria menyebar ke wilayah-wilayah lain seperti di Bahr al-Ghazal dan Nil atas.6 Kekuatan milisi Anyanya berkembang menjadi lebih kuat sejak tahun 1969, karena mereka mendapat bantuan senjata dari luar negeri. seperti, Israel yang mengirimkan pasokan senjata melalui Ethiopia dan Uganda, pemberontak Simba di Kongo dan dari perantauan Sudan di luar negeri.7 Namun, kisruh internal Anyanya dan persaingan dan sentimen antar etnis membuat kekuatan Anyanya tidak dapat berkembang maksimal. Pada tahun 1969, perang sipil sempat berhenti sementara karena terjadinya perundingan damai antara Anyanya dengan pemerintah. Namun, perundingan itupun
5 6

Selain bahasa Arab, Sudan juga menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa resminya. Wikipedia. First Sudanese Civil War. http://en.wikipedia.org/wiki/First_Sudanese_Civil_War , diakses pada 9 November 2013. 7 Sudan - First Civil War. http://www.globalsecurity.org/military/world/war/sudan-civil-war1.htm , diakses pada 9 November 2013.

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

gagal dan perang sipil kembali berlanjut. Berlanjutnya perang sipil ini membuat pemerintah Sudan mengeluarkan kebijakan khusus untuk menambah jumlah personil militernya di wilayah Sudan selatan menjadi sekitar 12.000 orang personil.8 Penambahan jumlah personil militer ini juga diikuti dengan meningkatnya bantuan dana dan persenjataan dari Uni Soviet. Terhitung bantuan dana dan persenjataan dari Uni Soviet berkisar antara US$100 juta hingga US$150 juta.9 Selain bantuan dana dan persenjataan, Uni Soviet juga memberikan bantuan seperti Tank T-55, kendaraan lapis baja, meriam anti udara, pesawat angkut Antonov-24 dan pesawat tempur MiG-21. Semua bantuan ini disalurkan ke Sudan melalui Mesir. Datangnya berbagai macam bantuan militer ini membuat kekuatan pemerintah semakin kuat dan menambah daya tempur pemerintah Sudan. Sebelumnya, pada tahun 1958, terjadi kudeta militer yang menumbangkan pemerintahan sipil Sudan dan diganti dengan junta militer. Lalu, pada bulan Oktober 1964, pemerintahan junta militer Sudan berakhir usai gerakan mogok massal yang dimotori oleh kelompok komunis Sudan. Pemerintahan baru yang berhaluan kiri didirikan. Pada bulan Mei 1969, sebelum terjadi perundingan damai dengan milisi Anyanya, terjadi kudeta militer lagi yang dipimpin oleh Jaafar Numeiri dan

menempatkannya sebagai pemegang kekuasaan di Sudan. Kejadian kudeta dan reformasi yang dilanjutkan lagi dengan kudeta ini juga secara tidak langsung melemahkan konstitusi di pemerintahan Sudan sendiri, sehingga pemerintah tidak dapat menggunakan bantuan yang melimpah tadi secara maksimal untuk meredam pemberontakan.

8 9

Ibid., Ibid.,

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

Pada tahun 1971, kelompok pemberontakan baru yang bernama Southern Sudan Liberation Movement (SSLM) didirikan oleh mantan Letnan Militer Sudan, Joseph Lagu. Kelompok ini terdiri dari kelompok-kelompok pemberontakan proSudan Selatan, termasuk milisi Anyanya. Berdirinya SSLM ini juga didukung oleh aktivis-aktivis dan para politikus di wilayah Sudan selatan. Kelompok SSLM ini juga menjadi wadah bagi masyarakat sipil di wilayah Sudan selatan untuk bersatu dan ikut dalam perjuangan dalam menuntut tuntutan mereka. Setelah berdirinya SSLM ini, perundingan damai tetap diusahakan oleh kedua belah pihak. Dengan difasilitasi oleh kaisar Ethiopia, Haile Selassie, pemerintah Sudan yang dipimpin oleh Jaafar Nimeiry dan SSLM yang dipimpin oleh Joseph Lagu, sepakat untuk berhenti berperang melalui Perjanjian Addis Ababa pada tanggal 27 Maret 1972 di Addis Ababa, ibukota Ethiopia. Beberapa isi dari perjanjian ini adalah pembentukan pemerintahan otonomi tunggal yang memiliki otoritas di seluruh wilayah Sudan selatan, pendirian Konsul Eksekutif Tinggi untuk mengurusi tata daerah di wilayah Sudan selatan, kecuali urusan militer, hubungan luar negeri, keuangan, dan ekonomi. Serta, penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa utama di wilayah Sudan selatan.10 Dengan disepakatinya perjanjian ini, perang saudara di Sudan untuk sementara waktu berhenti.

10

Ibid.,

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

Perang Sipil Kedua


Setelah perang sipil Sudan pertama, keadaan di Sudan mulai kondusif dan stabil hingga pada tahun 1978 ditemukan cadangan minyak dalam jumlah besar di kawasan Bentiu, wilayah Sudan selatan. Penemuan cadangan minyak ini membuat presiden Sudan, Jaafar Nimeiry berupaya untuk mengeksploitasinya secara sepihak. Keinginan ini jelas membuat kubu Sudan selatan tidak senang, mereka juga menginginkan keuntungan dari aktifitas pengilangan minyak di kawasan itu. Tidak hanya cadangan minyak di Bentiu, tetapi juga di selatan Kurdufan dan sisi atas Blue Nile pada tahun 1979, Unity oilfields pada tahun 1980, Adar oilfields pada tahun 1981, dan di Heglig pada tahun 1982.11 Fundamentalis Islam di wilayah utara tidak puas dengan perjanjian Addis Ababa, yang dimana memberikan otonomi khusus kepada wilayah Sudan selatan. Lalu, pada tahun 1983, Presiden Nimeiry menyatakan bahwa Sudan adalah negara Islam dan penegakkan hukum Islam di seluruh wilayah Sudan. Hal ini secara tidak langsung mengakhiri otonomi khusus Sudan wilayah selatan. Penegakkan hukum Islam di seluruh wilayah Sudan membuat kubu Sudan selatan khawatir, dan menganggap Presiden Nimeiry melanggar perjanjian Addis Ababa. Akibatnya, kubu Sudan selatan di bawah komando Kolonel John Garang da Mabior mendirikan kelompok bersenjata baru yang bernama Sudan People's Liberation Army (SPLA) dengan kelompok Sudan People's Liberation Movement (SPLM) sebagai sayap politiknya.

11

Wikipedia. Second Sudanese Civil War. http://en.wikipedia.org/wiki/Second_Sudanese_Civil_War , diakses pada 9 November 2013.

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

Pada 6 April 1985, terjadi kudeta militer oleh Jenderal Abdul Rahman Suwar ad-Dahhab, untuk menangguhkan konstitusi, membatalkan kebijakan untuk membuat Sudan menjadi negara Islam, dan menjatuhkan Nimeiry dan partainya. Lalu pada April 1986, diadakan Pemilu dan terpilih Sadiq al-Mahdi dari partai Umma sebagai pemimpin Sudan. Pada masa pemerintahan Sadiq al-Mahdi ini, terjadi negosiasi damai dengan SPLA. Pada tahun itu SPLA dan sejumlah partai politik Sudan bertemu di Ethiopia dan menyetujui deklarasi "Koka Dam", yang isi dari deklarasinya adalah penghapusan hukum Islam dan mengadakan konferensi konstitusional di wilayah Sudan selatan. Pada tahun 1988, SPLA dan Democratic Unionist Party (DUP) menyepakati rencana perdamaian yang menyerukan penghapusan pakta militer dengan Mesir dan Libya, pembekuan hukum Islam, mengakhiri keadaan darurat, dan gencatan senjata. Negosiasi damai antara paemerintah Sadiq al-Mahdi dengan SPLA ini tidak berjalan dengan mulus. Pada 30 Juni 1989, terjadi kudeta militer yang dikomando oleh Kolonel Omar Hassan al-Bashir melalui National Islamic Front (NIF). Pemerintahan Sadiq al-Mahdi tumbang dan diganti dengan Omar Hasan al-Bashir sebagai Presiden, kepala negara, perdana menteri, dan kepala angkatan bersenjata. Pemerintahan al-Bashir ini kembali ingin memaksakan penerapan hukum Islam ke seluruh wilayah Sudan. Pemerintahan baru ini sepakat untuk melanjutkan perundingan, namun menolak persyaratanpersyaratan yang diajukan oleh SPLA, dan upaya perundingan pada periode ini hanya membawa sedikit perubahan. Pemerintahan yang dipimpin oleh al-Bashir juga mengizinkan otoritas PBB dan Amerika Serikat masuk ke wilayah Sudan untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Sudan. Kebijakan ini, walaupun penyelesaian konflik
| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

10

belum menemukan titik temu, dapat meringankan beban rakyat Sudan yang harus hidup dalam kondisi perang. Bantuan kemanusiaan ini terhenti pada tahun 1991, karena keberpihakan pemerintah Sudan ke Irak pada peristiwa perang Teluk antara Irak dengan Amerika Serikat, sehingga bantuan kemanusiaan dari Amerika Serikat dihentikan. SPLA telah menguasai daerah-daerah besar di Sudan seperti daerah Equatoria, Bahr al Ghazal, dan provinsi Upper Nile dan juga beroperasi di wilayah selatan seperti Darfur, Kordofan, dan provinsi Blue Nile. Pemerintah juga menguasai sejumlah kota-kota untama di Sudan dan beberapa di wilayah selatan, seperti Juba, Wau, dan Malakal. pada Juli 1992, gempuran pemerintah di wilayah Sudan selatan berhasil merebut kota Turit dari genggaman SPLA, yang digunakan SPLA sebagai markas. Selama konflik, militer pemerintah banyak mengandalkan sisa-sisa persenjataan dari Uni Soviet dan juga mendapat bantuan persenjataan dari China. Sedangkan SPLA mengandalkan bantuan senjata dari Israel, Uganda, Ethiopia, dan Eritrea. Pada tahun 1996, SPLA juga menerima bantuan persenjataan dari Amerika Serikat. Pada tahun 1991, timbul konflik internal di SPLA, dimana timbul upaya untuk melengserkan John Garang dari kursi kepemimpinan SPLA oleh Riek Machar dan Lam Akol, yang disebut sebagai Nasir faction of the SPLA. Pada bulan September 1992, di dalam tubuh SPLA muncul dua kelompok pecahan baru yang masing-masing dipimpin oleh William Nyuon Bany dan pada bulan Februari 1993, muncul faksi pemberontakan ketiga oleh Kerubino Kwanyin Bol. Pada tanggal 5 April 1993, ketiga faksi pemberontak ini bersatu dan membentuk SPLA United dan menjadi saingan baru bagi SPLA pimpinan John Garang.
| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

11

Di tahun 1995, muncul kelompok anti pemerintah baru yang anggotanya terdiri dari partai-partai oposisi dan kelompok etnis di Sudan utara yang tidak menyukai pemerintah pusat, yang disebut National Democratic Alliance (NDA). Munculnya NDA ini membuat perang sipil di Sudan menjadi semakin kompleks, sehingga perang sipil menjadi perang antar tiga kubu, kubu Pemerintah, NDA, dan SPLA. Di tahun yang sama juga, PBB menjatuhkan sanksi bagi Sudan karena diduga bahwa pemerintah Sudan terlibat dalam upaya pembunuhan Husni Mubarak. pada tahun 1998, Amerika Serikat menyerang sebuah pabrik kimia di Khartoum, ibukota Sudan, dengan tuduhan bahwa pabrik tersebut digunakan oleh pemerintah Sudan & Al-Qaeda untuk mengembangkan senjata kimia. Pemerintah Sudan membantah tuduhan tersebut, karena pabrik kimia tersebut tidak ada kaitannya dengan kegiatan terorisme. Pada bulan Januari 2002, pemerintah dan SPLA sepakat untuk melakukan genjataan senjata. Pada masa genjatan senjata ini, upaya-upaya perdamaian terus dilakukan. Akhirnya, pada tahun 2005, perjanjian damai antara pemerintah Sudan & SPLA dicapai melalui perundingan di Nairobi, Kenya. Beberapa poin penting dalam perjanjian damai tersebut : referendum akan dilakukan pada tahun 2011 untuk menentukan apakah wilayah tersebut tetap menjadi wilayah Sudan atau merdeka, pembagian hasil penjualan minyak akan dibagi rata antara wilayah Utara & Selatan, serta Sudan Selatan tidak lagi diwajibkan menerapkan hukum Islam. Dengan demikian, perang sipil Sudan secara resmi berakhir di tahun tersebut. Pada bulan Januari 2011, referendum untuk menentukan nasib Sudan selatan dilaksanakan. Hasil dari referendum tersebut adalah lebih dari 90% rakyat Sudan

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

12

selatan memilih untuk di merdekakan. Sehingga pada tanggal 9 Juli 2011, Sudan merdeka dengan Salva Kiir sebagai presidennya dan kota Juba sebagai Ibukotanya.

Setelah Perang Sipil


Setelah berdirinya negara Sudan Selatan, konflik pun tetap bermunculan. Konflik-konflik antar Sudan dan Sudan Selatan meliputi berbagai masalah, seperti minyak bumi, perbatasan, hutang luar negeri, dan kekerasan yang terjadi di sekitar garis perbatasan. Pemberontakan di setiap negara juga menjadi alasan tidak harmonisnya hubungan kedua negara tersebut. Sudan menuduh Sudan Selatan mendukung pemberontak di wilayah Sudan, sedangkan Sudan Selatan meuduh Sudan membiayai pemberontakan di wilayahnya.12 Sebab konflik yang paling besar adalah masalah minyak bumi. Saling claim daerah yang kaya akan minyak antar kedua belah pihak, pembagian hasil dari minyak di perbatasan, dan permasalahan jalur pipa minyak bumi. Perebutan wilayah kaya minya Abyei di perbatasan Sudan-Sudan Selatan menimbulkan pertempuran selama delapan hari. Pemberontakan di Sudan juga menelan banyak korban jiwa, terhitung sedikitnya 150 tentara pemerintah Sudan tewas karena serangan terhadap pangkalan militer pemerintah di kawasan Jau, yang terletak di perbatasan Sudan dan Sudan Selatan. Pasukan pemberontak juga merampas tiga tank dan ratusan senjata serta kendaraan militer lain milik pasukan pemerintah. Hal ini disebabkan karena Sudan

12

Kompas. Konflik Sudan Makin Panas. 2012. http://internasional.kompas.com/read/2012/02/29/02521135/Konflik.Sudan.Makin.Panas , diakses pada 9 November 2013.

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

13

Selatan mengklaim Jau adalah termasuk teritorinya. Sehingga pihak Sudan Selatan tidak merasa melanggar perbatasan.13 Salah satu sebab konflik terbesar antar kedua negara tersebut adalah mengenai cadangan minyak. Tiga perempat cadangan minyak Sudan sebelum terbagi dua kini berada di kawasan Sudan Selatan. Akan tetapi, Sudan Selatan membutuhkan dua jalur pipa yang melewati wilayah Sudan sebagai satu-satunya sarana menyalurkan minyaknya ke pelabuhan ekspor di Laut Merah. Sudan menuduh Sudan Selatan tak mau membayar ongkos sewa jalur pipa minyak ini. Sebaliknya, Sudan Selatan menuduh Sudan mencuri minyaknya yang dialirkan melalui pipa itu.14 Pertempuran mengenai perebutan ladang minyak pertama terjadi pada 11 April 2012 saat Sudan Selatan merebut ladang minyak Heglig yang sebelum kemerdekaan negara itu berada dalam wilayah Sudan. Pada tanggal 17 April 2012, pertempuran kembali pecah di wilayah Aweil, Sudan Selatan, sekitar 160 km sebelah barat Heglig. Sejumlah laporan menyebutkan Sudan Selatan tidak pernah mengklaim Heglig sebagai wilyahnya saat perundingan kemerdekaan pada tahun 2011, sehingga Sudan merasa wilyah Heglig adalah masih merupakan milik mereka. Akibat pertempuran itu tentara Sudan Selatan mengatakan 22 tentaranya tewas.15

13 14

Ibid., Ibid., 15 BBC. Sudan ancam serang Sudan Selatan. 2012. http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/04/120419_sudanwar.shtml , diakses pada 9 November 2013.

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

14

Konflik antar dua negara ini bisa dikatakan cukup rumit. Diawali dengan perang sipil selama 49 tahun dengan menelan lebih dari 2 juta jiwa di kedua belah pihak membuat konflik ini adalah konflik terburuk diawal abad ke-21. Disini, penulis akan menganalisis konflik Sudan dan Sudan Selatan melalui perspektif Realisme menurut pandangan Hans J. Morgenthau.

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

15

PEMBAHASAN
Hans Joachim Morgenthau lahir pada 17 Februari 1904 dan wafat pada 19 Juli 1980. Beliau adalah salah satu tokoh politik internasional yang terkenal pada abad ke-20. Buku Politics Among Nations, yang merupakan karyanya diterbitkan pertama kali pada 1948, dan dicetak dalam berbagai edisi dan menjadi buku acuan yang paling banyak digunakan dalam studi hubungan internasional dan hukum internasional di banyak universitas di Amerika Serikat. Morgenthau juga aktif dalam menulis tentang politik internasional dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat untuk jurnal-jurnal umum. Sepanjang karirnya, Morgenthau sering memberikan kritik akademik terhadap kebijakan luar negeri Amerika Serikat, Ia juga secara terbuka menentang keterlibatan Amerika Serikat pada Perang di Vietnam.16 Secara umum, Realisme percaya bahwa hubungan antar negara berada dalam anarki internasional, yaitu sistem tanpa adanya kekuasaan yang berlebihan dan tidak adanya pemerintah dunia. Satu-satunya aktor dalam dunia internasional adalah negara. Negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional memiliki tujuan untuk mencari kekuasaan.17 Hubungan internasional diyakini sebagai perjuangan antar negara berkekuatan besar untuk mendominasi keamanan. Kaum realis percaya bahwa prinsip moral tidak dapat diterapkan dalam tindakan politik internasional.
16

Wikipedia. Hans Morgenthau. http://id.wikipedia.org/wiki/Hans_Morgenthau , diakses pada 9 November 2013. 17 Realisme percaya bahwa fitrah manusia adalah mencari kekuasaan.

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

16

Untuk melindungi kepentingan nasionalnya, negara justru berkewajiban untuk melakukan apapun tanpa mementingkan moral. Karena, jika harus mementingkan moral, negara akan sulit untuk membuat keputusan dari pilihan-pilihan yang penting, dan mungkin justru moral dari penduduk negaranya sendiri yang menjadi korbannya. Dalam buku Politics Among Nation, Morgenthau menetapkan enam prinsip realisme dalam hubungan politik internasional, atau yang dikenal sebagai Morgenthaus six principles of Political Realism, yang dapat diringkas sebagai berikut:18 1. Politik ditentukan oleh hukum-hukum obyektif yang berakar pada kodrat manusia. Hukum ini tidak berubah dari waktu ke waktu. 2. Kunci untuk memahami politik internasional adalah dengan

mendefinisikan konsep kepentingan dalam kaitannya dengan kekuasaan. 3. Bentuk dan sifat kekuasaan negara akan bermacam-macam menyesuaikan dalam waktu, tempat, dan konteks. Tetap, konsep kepentingan masih tetap sama. 4. Prinsip-prinsip moraluniversal tidak menuntun sikap negara, meski sikap negara jelas akan memiliki ilmplikasi moral dan etika. Individu jelas terpengaruh oleh kode moral, tetapi negara bukanlah perantara moral. 5. Tidak ada serangkaian prinsip-prinsip moral yang disetujui secara universal. Meski dari waktu ke waktu akan berusaha keras memperbaiki sikap mereka dalam pengertian etis, penggunaan bahasa moral untuk

18

Burchill, Scott dan Andrew Linklater. Teori-teori Hubungan Internasional. Diterjemahkan oleh M. Sobirin. Bandung: Penerbit Nusa Media. Hal. 100-103.

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

17

membenarkan

sikap

eksternal

dirancang

untuk

merundingkan

keuntungan, legitimasi dan kepentingan nasional negara. 6. Secara intelektual, bidang politik itu otonom dari setiap bidang perhatian manusia lainnya, entah bidang-bidang yang lain tersebut bersifat legal, moral, atau ekonomi. Poin utama dari pemikiran Morgenthau adalah menegaskan bahwa politik merupakan perjuangan untuk meraih kekuasaan (struggle for power). Menurut Morgenthau, secara alamiah manusia memiliki kecenderungan untuk selalu berkuasa. Kecenderungan tersebut didasari pada keinginan untuk mencapai kedamaian. Kondisi damai hanya bisa didapatkan bila manusia memiliki kekuasaan yang besar, sebab kekuasaan yang besar akan menjamin seorang manusia untuk bertahan dari pengaruh dan kekuasaan manusia yang lain. Karena itu, untuk mempertahankan eksistensinya, manusia harus menggunakan power yang dimiliki untuk mendominasi manusia yang lain. Dari poin struggle for power, dapat diterapkan pada perebutan ladang minyak di daerah perbatasan Sudan dan Sudan Selatan. Struggle for power juga dapat kita lihat dari keinginan Sudan Selatan untuk melepaskan diri dari Sudan dengan cara memberontak, karena pemberontak di Sudan Selatan ingin mendirikan dan berkuasa di negaranya sendiri, yaitu Sudan Selatan. Dalam konteks politik, Morgenthau berpendapat bahwa dorongan atau keinginan untuk berkuasa (will to power) merupakan karakteristik yang amat menentukan. Faktor ekonomi untuk mencapai kemakmuran maupun faktor moralitas adalah faktor subordinat dari will to power. Dengan kata lain, politik adalah dunia yang meminggirkan nilai-nilai moralitas. Yang terjadi dalam dunia politik hanyalah keinginan-keinginan untuk selalu berkuasa dengan menggunakan segala cara untuk
| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

18

mencapai tujuan. Disini juga dapat kita analisis mengenai upaya Presiden al-Bashir dalam mengerahkan segala upayanya untuk menghentikan pemberontakan di Sudan, terutama di daerah perbatasan. Termasuk juga para pemberontak yang melakukan aksi-aksi pemberontakannya dengan keji dan tidak mementingkan nilai moral, hanya untuk mencapai keinginannya untuk berkuasa. Setelah perang sipil selesai, sebanyak lebih dari 2 juta jiwa meninggal dunia. Morgenthau juga berpendapat bahwa National Power tidak berpaku pada kualitas maupun kuantitas populasi suatu negara, tetapi juga unsur geografis (geopolitic), Sumber Daya Alam, ekonomi dan industri, kemampuan militer, penduduk, karakter nasional, moral bangsa, kualitas diplomasi, serta kualitas kepemerintahan yang tiap-tiap unsur ini saling berkaitan satu sama lain. Berkaitan dengan national power ini, Sudan tidak bisa begitu saja melepaskan daerah-daerah kaya minyak bumi seperti Heglig dan Abyei kepada Sudan Selatan. Seperti diketahui Sumber Daya Alam berupa minyak bumi di Sudan sangatlah besar, dan semua negara membutuhkannya. Ini bisa menjadi komoditi yang potensial untuk meningkatkan kekuatan ekonomi di Sudan maupun Sudan Selatan. Sehingga, Sudan berusaha mempertahankan daerah yang menjadi penunjang faktor ekonomi dari ancaman Sudan Selatan. Sebaliknya, Sudan Selatan mencoba mengklain bahwa wilayah tersebut merupakan daerah mereka seuai dengan pengakuan internasional. Struggle for Power kembali terjadi disini.

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

19

Kemampuan militer antar kedua negara juga saling berlomba. Pada masa perang sipil, Sudan didukung oleh Uni Soviet dalam hal kekuatan militernya. Sedangkan, Sudan Selatan didukung oleh Israel, Ethiopia, Uganda, dan Kongo, serta Amerika Serikat pada akhirnya. Hal ini menunjukkan eksistensi mereka dalam memperlihatkan national power kepada lawan mereka, Sudan elatan tidak ingin dilihat lemah dari Sudan dan sebaliknya.

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

20

KESIMPULAN
Konflik yang diawali dari kekhawatiran Sudan Selatan ketika akan dimerdekakan oleh Inggris, karena dominasi politik dari Sudan utara mengakibatkan perang sipil yang berlangsung lebih dari 40 tahun dan menelan lebih dari 2 juta korban jiwa. Perang sipil ini berujung pada pemisahan Sudan wilayah selatan menjadi negara baru yang bernama Sudan Selatan. Namun, setelah merdekanya Sudan Selatan, konflik tak kunjung selesai dan menimbulkan konflik baru. Perebutan dan saling klaim wilayah di perbatasan yang kaya akan minyak menjadi penyebab konflik. Konflik baru ini bisa mengakibatkan perang antar negara jika tidak terselesaikan. Hans J Morgenthau melalui pemikiran realisme, dapat menganalisa konflik Sudan dan Sudan Selatan ini menggunakan teori-teori realisme. Poin utama dari pemikiran Morgenthau adalah menegaskan bahwa politik merupakan perjuangan untuk meraih kekuasaan (struggle for power). Dari poin struggle for power, dapat diterapkan pada perebutan ladang minyak di daerah perbatasan Sudan dan Sudan Selatan. Struggle for power juga dapat kita lihat dari keinginan Sudan Selatan untuk melepaskan diri dari Sudan dengan cara memberontak, karena pemberontak di Sudan Selatan ingin mendirikan dan berkuasa di negaranya sendiri, yaitu Sudan Selatan. Dengan menggunakan pendekatan will of power, dapat kita analisis mengenai upaya Presiden al-Bashir dalam mengerahkan segala upayanya untuk menghentikan pemberontakan di Sudan, terutama di daerah perbatasan. Termasuk juga para pemberontak yang melakukan aksi-aksi pemberontakannya dengan keji dan tidak

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

21

mementingkan nilai moral, hanya untuk mencapai keinginannya untuk berkuasa. Setelah perang sipil selesai, sebanyak lebih dari 2 juta jiwa meninggal dunia.

DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia. 2013. First Sudanese Civil War. http://en.wikipedia.org/wiki/First_Sudanese_Civil_War , diakses pada 9 November 2013. Wikipedia. 2013. Second Sudanese Civil War. http://en.wikipedia.org/wiki/Second_Sudanese_Civil_War , diakses pada 9 November 2013. Wikipedia. 2013. History of Sudan (1986present). http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_Sudan_(1986%E2%80%93present)#Co nflict_in_the_south.2C_Darfur_conflict_and_conflict_with_Chad , diakses pada 9 November 2013. Wikipedia. 2013. Hans Morgenthau. http://id.wikipedia.org/wiki/Hans_Morgenthau , diakses pada 9 November 2013. Crawfurd, Jacob. SUDAN TIMELINE. http://crawfurd.dk/africa/sudan_timeline.htm , diakses pada 9 November 2013. Global Security. Sudan - First Civil War. http://www.globalsecurity.org/military/world/war/sudan-civil-war1.htm , diakses pada 9 November 2013. Global Security. Sudan Second Civil War 1983-2004. http://www.globalsecurity.org/military/world/war/sudan-civil-war2.htm , diakses pada 9 November 2013. Patnistik, Egidius. 2011. Pusaran Konflik Sudan. http://internasional.kompas.com/read/2011/01/07/07394389/Pusaran.Konflik.Su dan , diakses pada 9 November 2013. Kompas. 2012. Konflik Sudan Makin Panas. http://internasional.kompas.com/read/2012/02/29/02521135/Konflik.Sudan.Mak in.Panas , diakses pada 9 November 2013. BBC Indonesia. 2012. Sudan ancam serang Sudan Selatan. http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/04/120419_sudanwar.shtml , diakses pada 9 November 2013.

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

22

Mubah, A Safril. Mendiskusikan Pemikiran Hans Morgenthau. http://www.asafril.com/2009/02/mendiskusikan-pemikiran-hansmorgenthau.html , diakses pada 9 November 2013. anonymous. 2011. NATIONAL Power by Hans J. Morgenthau. http://aboutinternationalrelations.wordpress.com/2011/06/30/national-power-byhans-j-morgenthau/ , diakses pada 9 November 2013.

Donelly, Jack. Realism and International Relations. Cambridge: Cambridge University Press, 2000. Burchill, Scott dan Andrew Linklater. Teori-teori Hubungan Internasional. Diterjemahkan oleh M. Sobirin. Bandung: Penerbit Nusa Media, 2012. Rachmawati, Iva. Memahami Perkembangan Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2012 Jackson, Robert dan George Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Diterjemahkan oleh Dadan Suryadipura. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

| Analisis Konflik Sudan dan Sudan Selatan Melalui Perspektif Realisme

23

Anda mungkin juga menyukai