Anda di halaman 1dari 25

10

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Landasan Teori
1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum
terbaru di Indonesia yang disarankan untuk dijadikan rujukan oleh para
pengembang kurikulum di tingkat satuan pendidikan. Menurut Sanjaya
(2008:127) KTSP adalah singkatan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan,
yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah atau
daerah, karekteristik sekolah atau daerah, sosial budaya masyarakat setempat,
dan karekteristik peserta didik. Sekolah dan komite sekolah atau madrasah dan
komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan
silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan,
di bawah supervisi dinas kabupaten atau kota yang bertanggungjawab di
bidang pendidikan SD, SMP, SMA, dan SMK, serta departemen yang
menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan
MAK.
KTSP merupakan kurikulum berorientasi pada pencapaian kompetensi,
oleh sebab itu kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi atau yang kita kenal dengan KBK (kurikulum 2004). Hal
ini dapat dilihat dari unsur yang melekat pada KTSP itu sendiri, yakni adanya
standar kompetensi dan kompetensi dasar serta adanya prinsip yang sama
11

dalam pengelolaan kurikulum yakni yang disebut dengan Kurikulum Berbasis
sekolah (KBS) (Sanjaya, 2008: 127).
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, Ayat 15), dijelaskan
bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan
memerhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar
yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP)
(Sanjaya, 2008: 128).
Ada beberapa hal yang berhubungan dengan makna kurikulum
operasional. Pertama, sebagai kurikulum yang bersifat operasional, maka
dalam pengembangannya, KTSP tidak lepas dari ketetapan-ketetapan yang
telah disusun pemerintah secara nasional. Kedua, sebagai kurikulum
operasional, para pengembang KTSP, dituntut dan harus memperhatikan ciri
khas kedaerahan, sesuai dengan bunyi Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
ayat 2, yakni bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diverifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik. Ketiga, sebagai kurikulum operasional, para
pengembang kurikulum didaerah memiliki keleluasaan dalam mengembangkan
kurikulum menjadi unit-unit pelajaran, misalnya dalam mengembangkan
strategi dan metode pembelajaran (Sanjaya, 2008: 128-129).
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan
dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan
12

(otonomi) kepada lembaga pendidikan. Dengan demikian, melalui KTSP
diharapkan dapat mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum (Sanjaya, 2008: 127).
Secara khusus tujuan diterapkan KTSP menurut Sanjaya (2008:132-
133) adalah untuk :
a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif
sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c. Meningkatkan kompetensi yang sehat antarsatuan pendidikan tentang
kualitas pendidikan yang akan dicapai.

Prinsip-prinsip pengembangan KTSP menurut Sanjaya (2008:139-140)
adalah:
a. Berpusat pada potensi, perkembangan kebutuhan, dan kepentingan
peserta didik, dan lingkungannya.
b. Beragam dan terpadu
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
f. Belajar sepanjang hayat
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Menurut Muhaimin )2008:33-34) KTSP perlu diterapkan oleh setiap
satuan pendidikan, terutama berkaitan dengan hal sebagai berikut:
a. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber
daya yang tersedia untuk mengembangkan dan mengimplementasikan
KTSP.
b. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses
pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta
didik.
c. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-
masing kepada pemerintah, orang tua, peserta didik, dan masyarakat
pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin
untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah
direncanakan.
d. Sekolah dapat meningkatkan daya saing lembaganya masing-masing
sesuai dengan tuntutan perubahan dan perkembangan iptek.
13

e. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-
sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya
inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan
pemerintah daerah setempat.

2. Pembelajaran fisika dalam al-Quran
Belajar menurut Skinner dalam Ramayulis (2008:237) adalah suatu
perilaku, pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik,
sebaliknya bila ia tidak belajar, maka responnya menurun. Sedangkan menurut
Syaiful Bahri Djamarah dalam Ramayulis (2008:238) menjelaskan bahwa
belajar pada hakekatnya adalah perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
setelah berakhirnya melakukan aktifitas belajar, walaupun pada kenyataannya
tidak semua perubahan termasuk kategori belajar.
Menurut Oemar Hamalik (2003) Pembelajaran adalah suatu kombinasi
yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material fasilitas, perlengkapan
dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Jadi,
Pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan
sekolah seperti guru, teman sesama siswa, serta sumber atau fasilitas belajar.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu
Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari Bahasa Inggris science.
Kata science sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin scientia yang
berarti saya tahu. Menurut Wahyana (1986) dalam Trianto (2010:136)
mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara
sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum dan terbatas pada gejala-
14

gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan
fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan
antara lain; (1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk
meningkatkan keyakian terhadap Tuhan Yang Maha Esa. (2) Pengetahuan,
yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di
alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan
teknologi. (3) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan,
memecahkan masalah dan melakukan observasi. (4) Sikap ilmiah (5) kebiasaan
mengembangkan kemampuan berfikir analitis deduktif dan induktif dengan
menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa
alam. (6) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari
keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi
(Trianto, 2010: 143).
Hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala
melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun
atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang
tersusun atas tiga komponen terpenting yaitu; konsep, prinsip, dan teori yang
berlaku secara universal ( Trianto, 2010: 137-138).
Dalam al-Quran, Allah telah mengarahkan perhatian kita kepada
konsep pengetahuan alam dan menjelaskan tentang alam semesta serta
membuktikan bahwa tidak ada jurang pemisah antara ilmu fisika dengan ilmu
agama. Pembahasan tentang Ilmu Pengetahuan Alam (fisika) banyak
15

disebutkan dalam al-Quran, salah satunya terdapat dalam surat An-Nur (24)
ayat 40:
u eEUOE O) O^4
~]/-Ee +O4=^4C /O4` }g)`
gOg~O /O4` }g)` gOg~O
_O4E _ leEU OgO^u4
-O `*u4 .-O) E4Ou=
+E4C ;4C E_.4O4C }4`4
- E^_ +.- +O -4OO+^
E +O }g` OO-^ ^j
Artinya :
atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh
ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap
gulita yang tindih-bertindih, apabila Dia mengeluarkan tangannya,
Tiadalah Dia dapat melihatnya, (dan) Barangsiapa yang tiada diberi
cahaya (petunjuk) oleh Allah Tiadalah Dia mempunyai cahaya
sedikitpun.(Q.S. An-Nur : 40) (Depag, 2007 :350 )

Kata badhuhaa fawqa badhin selain diartikan berlapis-lapis juga
dapat diartikan sebagai berpusar. Hal ini layaknya badai di lautan dengan awan
yang tebal berpusar dan gelombang laut yang besar jika berhembus ke darat
dapat merusakkan daerah sekitarnya dengan kerusakan yang besar. (Umar
Juoro, 2011: 119)
Gelombang laut yang dinyatakan dalam ayat diatas menurut fisika
merupakan contoh dari gelombang yang terjadi pada permukaan air.
Gelombang dalam fisika adalah getaran yang merambat. Gelombang pada
permukaan air termasuk kepada gelombang tranversal, yaitu gelombang yang
arah perambatannya tegak lurus terhadap arah getarannya. Pada gelombang
transversal, yang merambat adalah bentuk bukit atau bentuk lembah.
(Kanginan, 2003 : 133)
16

Pendidikan sains atau fisika dalam era globalisasi ini mengemban dua
tujuan, yaitu mengembangkan intelektual dan meningkatkan kesiapan untuk
hidup bermasyarakat. Untuk tujuan tersebut, proses belajar mengajar fisika
harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, mensintesakan
pengetahuan fisika dengan isu di masyarakat dan mengambil keputusan yang
ilmiah, logis, dan dapat diterima masyarakat umum.
3. Pembelajaran Aktif (Active Learning)
Active learning menurut Sunartombs dalam Silberman (2006:10) adalah
suatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan
lebih aktif dalam proses pembelajaran (mencari informasi, mengolah informasi,
dan menyimpulkannya untuk kemudian diterapkan/dipraktikkan) dengan
menyediakan lingkungan belajar yang membuat siswa tidak tertekan dan
senang melaksanakan kegiatan belajar.
Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk
mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik,
sehingga semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan
sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Selain itu
pembelajaran aktif juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian peserta didik
agar tetap berpusat pada proses pembelajaran. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan dengan
berlalunya waktu. Penelitian Pollio (1984) dalam Silberman menunjukkan
bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40%
dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian Mc Keachie
17

(1986) dalam Silberman menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama
perhatian siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada
20 menit terakhir. (Silberman, 2006: 24)
Kondisi di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di
lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam
dunia pendidikan kita, terutama disebabkan anak didik di ruang kelas lebih
banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga
apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana
yang diungkapkan Konfucius dalam Silberman (2006:23):
What I hear, I forget (Apa yang saya dengar, saya lupa)
What I see, I remember (Apa yang saya lihat, saya ingat)
What I do, I understand (Apa yang saya lakukan, saya paham)

Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar
apa yang dipelajari di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia.
Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi
dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan anak didik
terhadap materi pembelajaran.
Silberman (2006: 23) memodifikasi dan memperluas pernyataan
Konfucius di atas menjadi apa yang disebutnya dengan belajar aktif (aktif
learning), yaitu:
Yang saya dengar, saya lupa
Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat
Yang saya dengar, lihat dan pertanyakan atau didiskusikan dengan
orang lain, saya mulai pahami
Dari yang saya dengar, lihat, bahas, dan terapkan, saya dapatkan
pengetahuan dan keterampilan
yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai

18

Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa
kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu
jawaban yang menarik adalah karena adanya perbedaan antara kecepatan
bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan apa yang
disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata permenit,
sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menitnya
(setengah dari apa yang dikemukakan guru), karena siswa mendengarkan
pembicaraan guru sambil berpikir. Kerja otak manusia tidak sama dengan tape
recorder yang mampu merekam suara sebanyak apa yang diucapkan dengan
waktu yang sama dengan waktu pengucapan. Otak manusia selalu
mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak juga
memproses setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat
tertuju pada stimulus secara menyeluruh. Ini disebabkan tidak semua yang
dipelajari dapat diingat dengan baik (Silberman, 2006:24).
Banyaknya masalah-masalah didalam proses pembelajaran secara terus
menerus, menurut David Roger Johson dan Kal Smith dalam Silberman
(2006:25) adalah:
a. Kurangnya perhatian siswa seiring berlalunya waktu.
b. Ini hanya terjadi pada para siswa yang hanya mengandalkan
pendengaran.
c. Ini cenderung mengarah pada tingkat belajar lebih rendah dari
informasi faktual.
19

d. Mengasumsikan bahwa semua siswa memerlukan informasi yang
sama dan pada langkah yang sama.
e. Siswa cenderung tidak menyukainya.
Menurut penelitian Pike pada tahun 1989 dalam Silberman akan adanya
perbaikan pembelajaran sampai 200% ketika kosa kata diajarkan menggunakan
alat visual, dan waktu yang digunakan untuk menyampaikan konsep berkurang
hingga 40% (Silberman 2006:25).
Untuk memproses informasi secara efektif, otak (the brain) membantu
melaksanakan refleksi, baik secara eksternal maupun internal. Dengan
mendiskusikan dengan orang lain dan melaksanakan tanya jawab maka otak
akan melaksanakan tugas dengan baik bahkan menghasilkan hasil dua kali
lebih baik dibandingkan siswa yang tidak mendiskusikan dan bertanya jawab
dengan temannya.
Adapun ciri-ciri dari belajar aktif ini adalah:
a. Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi
oleh pengajar melainkan pada pengembangan keterampilan pemikiran
analitis kritis terhadap topik atau permasalahan yang dibahas.
b. Anak tidak hanya mendengarkan secara pasif tetapi mengerjakan
sesuatu yang berkaitan dengan materi ajar.
c. Anak lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan
melakukan evaluasi.
d. Umpan balik terjadi pada proses pembelajaran.
20

Bentuk kegiatan serta komponen-komponen yang dapat dilakukan
dalam pendekatan belajar aktif ditampilkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Pendekatan Pembelajaran Aktif
Komponen
1
Kegiatan Siswa
2
Kegiatan Guru
3
Pengalaman Melakukan pengamatan,
membaca
Menggunakan pendekatan belajar,
mengamati kegiatan siswa, sesekali
mengajukan pertanyaan
Interaksi Diskusi, bekerja sama
dalam kelompok.
Meminta pendapat orang
lain, mengajukan
pertanyaan, memberi
komentar
Membagi siswa dalam kelompok (5-
6 orang)
Mencarikan permasalahan untuk
didiskusikan siswa, berkeliling ke
kelompok
Komunikasi Menjelaskan jawaban
(melaporkan pikiran secara
lisan)
Mempertunjukkan jawaban
ke depan kelas
Melaporkan pendapat
secara tulisan
Memajang hasil karya
Mendengarkan/memberi
komentar/bertanya

Memperhatikan, memberikan
komentar/pertanyaan menantang
Memperhatikan, memberi
komentar/pertanyaan
Membantu agar tetap pajangan hasil
karya dalam jangkauan baca siswa
Refleksi Memikirkan kembali hasil
kerja/pikiran sendiri
Mempertanyakan, meminta siswa
lain untuk memberi
pendapat/komentar

21

Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan active
learning (pembelajaran aktif) dalam pembelajaran di sekolah. Silberman
(2006: 35) mengemukakan 101 bentuk metode yang dapat digunakan dalam
pembelajaran aktif. Kesemuanya dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas
sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai oleh anak
didik. Metode tersebut antara lain: Trading Place (tempat-tempat
perdagangan), Who is in the Class? (siapa di kelas), Group Resume (resume
kelompok), Prediction (prediksi), Question Students Have (pertanyaan peserta
didik), dan lain sebagainya.
Belajar aktif itu sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil
belajar yang maksimum. Belajar aktif merupakan salah satu cara untuk
mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya di dalam otak, karena
banyak faktor yang menyebabkan informasi cepat dilupakan oleh faktor
kelemahan otak manusia.
Salah satu dari metode belajar aktif menurut Silberman adalah Strategi
Question Students Have. Strategi Question Students Have diartikan sebagai
pertanyaan yang dimiliki siswa, artinya dalam pembelajaran diminta partisipasi
siswa untuk mengungkapkan pertanyaan yang dimilikinya baik tentang materi
pelajaran yang kurang dipahami maupun tentang sifat dari pelajaran yang
sedang diikuti.
Strategi ini digunakan untuk mempelajari tentang keinginan dan
harapan siswa sebagai dasar untuk memaksimalkan potensi yang mereka
22

miliki. Strategi ini menggunakan sebuah teknik untuk mendapatkan partisipasi
siswa melalui tulisan.
Silberman (2006:91), menjelaskan bahwa strategi ini bisa
menyemarakkan lingkungan belajar aktif dengan memberi siswa kesempatan
untuk bergerak secara fisik, berbagai pendapat untuk mencapai sesuatu yang
mereka banggakan. Dari kutipan ini dapat diambil kesimpulan bahwa strategi
ini bisa diperkirakan membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran.
Langkah-langkah strategi Question Students Have menurut Silberman
adalah sebagai berikut:
a. Bagikan secarik kertas kosong kepada siswa.
b. Setiap siswa diminta menuliskan pertanyaan yang dimiliki tentang
materi pelajaran atau tentang situasi yang sedang berlangsung
(nama siswa tidak ditulis).
c. Edarkan kertas itu searah jarum jam (untuk setiap kelompok) ketika
kertas tersebut beredar kepada siswa berikutnya, dia harus membaca
dan memberikan tanda ceklis pada kertas yang berisi pertanyaan
yang juga menjadi permasalahan baginya.
d. Ketika masing-masing kertas sudah kembali pada pemiliknya,
setiap orang telah membaca semua pertanyaan yang muncul di
dalam kelas. Sampai disini identifikasi pertanyaan yang menerima
paling banyak tanda ceklis. Responlah setiap pertanyaan ini dengan
(a) segera berikan jawaban singkat, (b) menunda pertanyaan
kemudian pada waktu yang tepat dalam pembelajaran atau (c)
memberi tahu mereka bahwa tidak menjawab semuanya (janjikan
respon secara pribadi bila memungkinkan).
e. Mintalah beberapa siswa secara sukarela berbagai penjelasan
tentang pertanyaan mereka sekalipun tidak menerima tanda ceklis
terbanyak.
f. Kumpulkan semua kartu. Kartu tersebut mungkin berisi pertanyaan-
pertanyaan yang mungkin dijawab pada pertemuan berikutnya
Kita juga dapat menberikan variasi dengan cara sebagai berikut :
a. Jika kelas terlalu besar dan memakan waktu saat memberikan kartu
pada siswa, buatlah kelas menjadi sub-kelompok dan lakukan
instruksi yang sama. Atau kumpulkan kartu dengan mudah tanpa
menghabiskan waktu dan jawab salah satu pertanyaan.
b. Meskipun meminta pertanyaan dengan kartu indeks, mintalah
peserta menulis harapan mereka dan atau mengenai kelas, topik
23

yang akan dibahas atau alas an dasar untuk partisipasi kelas yang
akan mereka amati. (Silberman, 2006: 91-92)

Pelaksanaan strategi Question Students Have dapat juga divariasikan.
Lie (2002: 41) mengemukakan pendapat bahwa pada pelaksanaannya siswa
dibagi dalam beberapa kelompok yang bersifat heterogen berdasarkan
kemampuan akademik siswa. Kertas itu beredar secara bergantian dalam
setiap kelompok dengan tujuan menghemat waktu. Pemberian tugas membuat
pertanyaan oleh siswa merupakan salah satu cara agar siswa dapat memahami
materi pelajaran. Dengan adanya pertanyaan setiap siswa dalam kertas, maka
setiap anggota kelompok akan berusaha untuk menemukan jawaban dari
pertanyaan seoptimal mungkin demi tercapainya hasil belajar yang lebih baik.
Dalam menjawab pertanyaan yang memiliki tanda ceklis terbanyak,
guru menuliskan pertanyaannya di papan tulis, kemudian menyuruh siswa
dalam kelompok lain untuk menjawab atau menanggapinya. Jika dalam
kelompok lain juga tidak bisa memberikan respon atas pertanyaan itu maka
guru akan mengarahkan siswa dalam menemukan jawabannya. Guru akan
mengulang kembali menjelaskan materi yang berhubungan dengan pertanyaan
tersebut sampai siswa mengerti dan menemukan jawaban dari pertanyaan yang
dimaksud. Membuat pertanyaan merupakan salah satu cara untuk
mengaktifkan siswa dalam belajar.






24

Tabel 2.2. Langkah-langkah Pengelompokan Siswa
Langkah 1.
Mengurutkan siswa berdasar-
kan kemampuan akademis.
Langkah 2.
Membentuk kelompok
pertama
Langkah 3.
Membentuk kelompok
selanjutnya
1. Ana
2. Eko
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Maulana
11. Cici
12. Rani
13. Bayu
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24. Wandi
25. Diana
1.Ana
2.Eko
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Maulana
11. Cici
12. Rani
13. Bayu
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24. Wandi
25. Diana
1. Ana
2. Eko
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Maulana
11. Cici
12. Rani
13. Bayu
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24. Wandi
25. Diana
(Sumber: Lie, 2002: 41)
Dalam proses pelaksanaannya setelah kertas beredar setiap anggota
kelompok berusaha mencari jawaban dan pemecahannya dengan cara berbagi
pendapat, dengan demikian ini bisa membantu siswa dalam menguasai materi
yang diajarkan.
4. Handout
Handout dapat dikategorikan sebagai media pembelajaran yang dapat
membantu siswa, memahami penjelasan yang verbal. Kata media berasal
dari bahasa Latin Medius dan merupakan bentuk jamak dari kata medium
Kelompok
1
Kelompok
2
25

yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Dengan demikian,
media merupakan wahana penyalur informasi atau penyalur pesan. Media
adalah segala bentuk perantara dan saluran yang dipergunakan untuk
menyampaikan pesan belajar atau informasi belajar. Media pada umumnya
digunakan untuk memperlancar siswa untuk belajar
Media juga dapat digunakan sebagai perantara antara guru untuk
menyampaikan pelajaran kepada siswa, sebagaimana menurut Arsyad (2010:3)
media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ( guru) kepada
penerima (siswa) pesan. Media yang biasa digunakan dalam proses belajar
mengajar menurut Hamalik disebut dengan media pendidikan yang diartikan
sebagai alat, metode, atau teknik yang digunakan dalam rangka lebih
mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses
pendidikan dan pengajaran. Kehadiran media dalam proses belajar mengajar
mempunyai arti penting. Karena kerumitan bahan yang akan disampaikan
kepada siswa dapat disederhanakan dengan bantuan media. Siswa akan lebih
mudah mencerna bahan dari pada tanpa bantuan media. Peranan media akan
terlihat apabila sesuai dengan tujuan pengajaran.
Pembagian berbagai jenis media menurut Seel dan Gaslow dalam
http://www/akhmadsudrajat.wordpress.com/ dilihat dari segi perkembangan
teknologi dibagi dalam 2 kategori luas yaitu pilihan media tradisional dan
pilihan media teknologi mutakhir. Pilihan media tradisional diantaranya
adalah:

26

a. Visual diam yang diproyeksikan
b. Visual yang tak diproyeksikan
c. Audio
d. Penyajian multimedia
e. Visual dinamis yang diproyeksikan
f. Cetak :
1) Buku teks
2) Modul, teks terprogram
3) Workbook
4) Majalah ilmiah
5) Handout (lembaran lepas)
Handout adalah bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang guru untuk
memperkaya pengetahuan peserta didik. Termasuk pada media ajar cetak
(printed). Handout berasal dari bahasa Inggris yang berarti informasi, berita
atau surat lembaran. Handout termasuk media cetakan yang meliputi bahan-
bahan yang disediakan di atas kertas untuk pengajaran dan informasi belajar.
Handout adalah pertanyaan yang telah disiapkan oleh pembicara. Handout
biasanya diambil dari beberapa literatur yang memiliki relevansi dengan materi
yang diajarkan, kompetensi dasar dan materi pokok yang harus dikuasai
peserta didik.
Handout disusun atas dasar kompetensi dasar yang harus dicapai oleh
peserta didik. Handout biasanya merupakan bahan tertulis tambahan yang
dapat memperkaya peserta didik dalam belajar untuk mencapai kompetensinya.
27

Bentuk-bentuk handout ada 3 yaitu:
a. Bentuk catatan
b. Bentuk diagram
c. Bentuk catan dan diagram
Unsur-unsur penyusunan handout adalah:
1. Standar kompetensi
2. Kompetensi dasar
3. Ringkasan materi pelajaran
4. Soal-soal
Keuntungan penggunaan media handout adalah:
1. Dapat menghemat waktu
2. Dapat menggantikan catatan siswa
3. Memiliki kekonsistenan penyampaian materi dikelas oleh guru
4. Siswa dapat mengikuti struktur pembelajaran dengan baik
5. Siswa akan mengetahui pokok yang diberikan oleh guru
5. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah suatu nilai yang diperoleh mengikuti suatu tes yang
diberikan guru mengenai materi yang telah dipelajari. Hasil belajar bisa berupa
angka atau huruf. Menurut Hamalik ( 2003 : 38 ) mengatakan bahwa: hasil
belajar akan tampak pada setiap perubahan tingkah laku manusia yang terdiri
dari beberapa aspek. Adapun aspek tersebut adalah: pengetahuan, pemahaman,
kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, budi
pekerti (etika), sikap, dan lain-lain.
28

Evaluasi pendidikan menurut Sudijono (2008: 2) adalah:
a. Proses atau kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan,
dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan.
b. Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back)
bagi penyempurna pendidikan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tingkatan suatu
prestasi belajar setelah seseorang melakukan kegiatan pembelajaran. Adapun
hasil belajar yang dimaksud disini adalah hasil belajar fisika berupa nilai yang
didapat dalam bentuk skor setelah diberi soal-soal yang berkaitan dengan
materi yang telah diberikan.
Adapun secara khusus, fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan ditinjau
dari tiga segi, yaitu: Segi psikologi, didaktik, dan administratif. Secara
psikologis, kegiatan evaluasi bagi peserta didik sebagai pedoman dan pegangan
batin kepada mereka untuk mengenal kapasitas dan status dirinya di tengah-
tengah kelasnya atau teman-temanya. Sedangkan bagi pendidik sendiri,
evaluasi pendidikan akan memberikan kepastian atau ketetapan hati kepada diri
pendidik, sudah sejauh mana usaha yang telah dilakukannya yang telah
membawakan hasil, sehingga secara psikologis memiliki pedoman atau
pegangan yang dapat menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan
selanjutnya (Sudijono, 2008:10-14).
Secara didaktik evaluasi pendidikan khususnya evaluasi hasil belajar
pada peserta didik, agar dapat memberikan dorongan dan motivasi kepada
peserta didik agar mereka dapat memperbaiki, meningkatkan, dan
29

mempertahankan prestasinya. Sedangkan bagi pendidik, memberikan landasan
untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya,
memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-
masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya, memberikan bahan yang
penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status peserta didik,
memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta
didik yang memang memerlukannya, memberikan petunjuk tentang sudah
sejauh manakah program pengajaran yang telah ditentukan dapat tercapai.
Sedangkan secara administratif, fungsi dari evaluasi pendidikan adalah
memberikan laporan mengenai kemajuan dan perkembangan peserta didik
setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
Juga memberikan bahan-bahan keterangan (data) yang lengkap dan akurat, dan
memberikan gambaran mengenai hasil-hasil yang telah dicapai dalam proses
pembelajaran tercermin antara lain dari hasil-hasil belajar para peserta didik
setelah dilakukannya evaluasi hasil belajar. (Sudijono, 2008: 10-14)
Menurut Slameto (2010: 51-52) evaluasi dilaksanakan untuk meneliti
hasil dan proses belajar siswa, untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang
melekat pada proses belajar. Evaluasi sebagai suatu alat untuk mendapatkan
cara-cara melaporkan hasil pelajaran yang dicapai, dan dapat member laporan
tentang siswa kepada siswa itu sendiri, serta orang tuanya.
Sudjana (2005:22-33) mengatakan bahwa: Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
30

belajarnya. Terdapat 3 ranah yang menjadi objek penilaian hasil belajar, yaitu
ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
a. Ranah kognitif berkenan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari 6 aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif
tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat
tinggi.
b. Ranah Afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari 5 aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi.
c. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada 6 aspek ranah psikomotor, yakni gerakan
refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual,
keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan
gerakan ekspresif dan interpretatif.

Tujuan dari evaluasi pendidikan secara umum adalah:
a. untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan bukti
mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajaun yag dialami oleh
para peserta didik.
b. untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran
yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran dalam jangka
waktu tertentu.
Adapun tujuan evaluasi pendidikan secara khusus adalah, untuk
merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan, dan
mencari serta menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan
ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan.
Evaluasi terhadap hasil belajar ini mencakup: (a). Evaluasi mengenai
tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus yang ingin
dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang bersifat terbatas; (b).Evaluasi
31

mengenai tingkat pencapaian peserta didik terhadap tujuan-tujuan umum
pengajaran. (Sudijono, 2008: 30)
Manfaat evaluasi bagi guru dan siswa adalah:
a. Untuk memberikan umpan balik ( feed back ) kepada guru.
b. Membuat laporan baik kepada orang tua maupun menentukan kenaikan
kelas dan lulus atau tidaknya peserta didik.
c. Untuk mengukur kemampuan peserta didik.
d. Untuk memecahkan kesulitan-kesulitan belajar peserta didik.
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak),
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya ranah kognitif terdiri dari enam
jenjang.
B. Penelitian Terkait
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh
Yesi Yulianita, dengan judul Penerapan Pembelajaran Aktif tipe Question
Students Have dalam upaya meningkatkan hasil belajar IPA fisika siswa Kelas
VIII MTsN Durian Tarung. Penelitian ini membandingkan hasil belajar fisika
siswa setelah diberikan pembelajaran menggunakan strategi Question Students
Have. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa hasil belajar fisika siswa yang
menerapkan pembelajaran aktif tipe Question Students Have lebih baik
daripada pembelajaran konvensional. Dan juga penelitian yang dilakukan oleh
Denita Dikarina, dengan judul Penerapan Strategi Question Students Have
dalam Pembelajaran Matematika di Kelas XI IA SMA Negeri 1 Solok Tahun
Ajaran 2007/2008. Penelitian ini melihat perbedaan hasil belajar matematika
siswa setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan strategi Question
Students Have. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat perbedaan
yang berarti hasil belajar matematika siswa yang pembelajarannya
32

menggunakan strategi Question Students Have dengan Model Pembelajaran
Langsung.
Beda penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan peneliti-
peneliti diatas adalah strategi ini diterapkan dalam pembelajaran fisika dan
pada tahap penilaiannya, peneliti menggunakan penilaian yang disertai dengan
pemberian Handout .Hal ini dilakukan untuk melengkapi penelitian yang
terdahulu yang diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses
belajar mengajar.
C. Kerangka Konseptual














Pembelajaran aktif merupakan suatu pendekatan yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berperan lebih aktif dalam proses
pembelajaran (mencari informasi, mengolah informasi, dan menyimpulkannya
untuk kemudian diterapkan/dipraktikkan) dengan menyediakan lingkungan
Pembelajaran
Guru dan Siswa dengan
Kurikulum KTSP
Strategi
Pembelajaran aktif
tipe Question Student
Have disertai dengan
pemberian Handout

Pembelajaran aktif
Hasil Belajar Hasil Belajar dibandingkan
33

belajar yang membuat siswa tidak tertekan dan senang melaksanakan kegiatan
belajar.
Strategi Question Students Have diartikan sebagai pertanyaan yang
dimiliki siswa, artinya dalam pembelajaran diminta partisipasi siswa untuk
mengungkapkan pertanyaan yang dimilikinya baik tentang materi pelajaran
yang kurang dipahami maupun tentang sifat dari pelajaran yang sedang diikuti.
Strategi ini digunakan untuk mempelajari tentang keinginan dan
harapan siswa sebagai dasar untuk memaksimalkan potensi yang mereka
miliki. Strategi ini menggunakan sebuah teknik untuk mendapatkan partisipasi
siswa melalui tulisan.
Pada kelas eksperimen menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe
Question Students Have yang disertai dengan Handout, sedangkan pada kelas
kontrol menggunakan strategi pembelajaran aktif tanpa disertai dengan
Handout. Dari kelas eksperimen dan kelas kontrol ini nanti akan dilihat hasil
belajar siswa setelah pembelajaran selesai.
D. Hipotesis
Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah :
H
1
: Hasil belajar yang diperoleh lebih baik pada penerapan strategi
pembelajaran aktif tipe Question Students Have yang disertai dengan
pemberian Handout dibandingkan dengan pembelajaran aktif dalam
pembelajaran fisika siswa kelas VIII MTsN Koto Tangah Padang

34

Ho : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar antara penerapan strategi
pembelajaran aktif tipe Question Students Have yang disertai dengan
pemberian Handout dengan pembelajaran aktif dalam pembelajaran fisika
siswa kelas VIII MTsN Koto Tangah Padang

Anda mungkin juga menyukai