Anda di halaman 1dari 14

ARTIKEL ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK

1.1. Etika dan moral ETIKA (menurut para ahli) a) Menurut Aristoteles: di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian etika dibagi menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. dan yang kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang terikat dengan pengertian baik dan buruk suatu tingkah laku atau perbuatan manusia. b) Menurut Maryani & Ludigdo (2001) Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi c) Ahmad Amin mengungkapkan bahwa etika memiki arti ilmu pengetahuan yang menjelaskan arti baik atau buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia. d) Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai, pengetahuan tentang nilai nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia terutama mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangandan perasaan sampai mengenai tujuan dari bentuk perbuatan. MORAL (menurut para ahli) a) (Gunarsa, 1986) Moral pada dasarnya adalah suatu rangkaian nilai dari berbagai macam perilaku yang wajib dipatuhi. b) (Shaffer, 1979) Moral dapat diartikan sebagai kaidah norma dan pranata yang mampu mengatur prilaku individu dalam menjalani suatu hubungan dengan masyarakat. Sehingga moral adalah hal mutlak atau suatu perilaku yang harus dimiliki oleh manusia. c) (Sonny Keraf) Moral menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan tertentu atau profesi tertentu. 1

d) (Imam Sukardi) Moral adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran ukuran tindakan yang diterima oleh umum, meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu

Dari pandangan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa Etika menurut saya adalah suatu batasan diri yang dapat mengontrol diri kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji (berhubungan dengan perilaku) ,tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Sedangkan Moral merupakan norma yang bersifat kesadaran atau keinsyafan terhadap suatu kewajiban melakukan sesuatu atau suatu keharusan untuk meninggalkan perbuatan perbuatan tertentu yang dinilai masyarakat dapat melanggar normanorma. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa suatu kewajiban dan norma moral sekaligus menyangkut keharusan untuk bersikap bersopan santun. Baik sikap sopan santun maupun penilaian baik buruk terhadap sesuatu, keduanya sama sama bisa membuat manusia beruntung dan bisa juga merugikan. Disini terdapat kesadaran akan sesuatu perbuatan dengan memadukan kekuatan nilai intelektualitas dengan nilai nilai moral.

1.2. Administrasi publik Definisi administrasi publik menurut para ahli a) Chandler dan Plano (1988 : 29 ) : administrasi publik adalah suatu proses dimana sumberdaya dan personel public di organisir dan dikoordinasikan untuk memformulasikan , mengimplementasikan , dan mengelola keputusan dan kebijakan public. Disini mereka juga menjelaskan bahwa administrasi public merupakan seni dan ilmu ( art and science ) yang ditujukan untuk mengatur kebijakan public untuk memecahkan permasalahan publik yang terjadi dalam suatu organisasi atau yang lainya. b) Mc Curdy ( 1986 ) : administrasi publik yaitu sebagai salah satu metode pemerintah suatu negara dan dapat dilihat sebagai suatu proses politik serta dapat juga dianggap sebagai cara prinsipil untuk melaksanakan berbagai fungsi negara. Berarti administrasi negara tidak hanya mengurusi soal administrative negara melainkan juga persoalan politik. Orang biasa menyebutnya dengan Birokrasi . c) Fesler ( 1980 ) : administrasi publik yaitu penyusunan dan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh birokrasi dalam sekala besar untuk kepentingan publik. Dalam teori ini pemegang kekuasaan mempunyai wewenang atau tanggung jawab yang besar 2

dalam mengambil setiap kebijakan guna memenuhi kebutuhan publik. Pemegang kekuasaan diharapkan lebih responsif dalam mengambil kebijakan publik. d) Barton & Chappel : melihat administrasi publik sebagai the work of government atau pekerjaan yang dilakukan pemerintah. Dalam definisi ini lebih menekankan keterlibatan personel dalam pelayanan public.

Dari pandangan para ahli diatas maka definisi Administrasi public menurut saya adalah suatu proses politik yang dilakukan pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsi negara serta untuk mengatur kebijakan public untuk memecahkan permasalahan publik yang terjadi dalam suatu organisasi atau yang lainya guna memenuhi kebutuhan publik

1.3. Landasan etika administrasi publik Terdapat beberapa landasan etika dalam menentukan baik dan buruk. Di antaranya adalah aliran sosialisme, hedonisme, intuisisme, utilitarianisme, vitalisme, religiousisme, dan evoulusisme. a) Aliran sosialisme ; Menurut aliran ini baik dan buruk ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang baik, dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat istiadat dipandang buruk, dan kalau perlu dihukum secara adat. b) Aliran hedonisme ; (Hedone = perasaan akan kesenangan) Perbuatan yang dianggap baik adalah yang mendatangkan kesenangan, kenikmatan atau rasa puas kepada manusia. Inti dari paham ini yaitu perbutan yang baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis. Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan melainkan ada pula yang mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh memilih manakah perbuatan yang harus dilakukan, maka yang dilakukan adalah mendatangkan kelezatan. c) Aliran intuisisme ; Paham ini berpendapat bahwa pada setiap manusia mempunyai kekuatan insting batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang. Kekuatan batin ini terkadang berbeda refleksinya, karena pengaruh masa dan lingkungan, akan tetapi ia dasarnya tetap sama dan berakar pada tubuh manusia. Apabila ia melihat sesuatu

perbuatan, ia mendapat semacam ilham yang dapat memberi tahu nilai perbuatan itu, lalu menetapkan hukum baik dan buruknya. d) Aliran utilitarianisme ; Secara harfiah utilis berarti berguna. Perbuatan yang dianggap baik secara susila ialah guna / manfaat. Penganjut utamanya adalah Jeremy Bentham yang

mengatakan bahwa the greatest happiness of the greatest number, dan John Stuart Mill. Menurut paham ini bahwa yang baik adalah yang berguna. Jika ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut individual, dan jika berlaku bagi masyarakat dan negara disebut sosial. Sempalan dari ajaran ini antara lain adalah aliran pragmatisme, empirisme, positivisme, dan neo positivisme (scientisme). e) Aliran vitalisme ; Menurut paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan berlaku hukum siapa yang kuat dan manag itulah yang baik. f) Aliran religiusisme ; Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam paham ini keyakinan teologis, yakni keimanan kepada Tuhan sangat memegang peranan penting, karena tidak mungkin orang mau berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan tidak beriman kepada-Nya. g) Aliran evoulusisme ; Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kesempurnaanya. Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang tampak, seperti binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga benda yang tak dapat dilihat atau diraba oleh indera, seperti akhlak dan moral. h) Aliran-aliran lainnya : (a) Humanisme, (b) Liberalisme, (c) Individualisme, dan (d) Idealisme; dari bahasa Inggris yaitu Idealism dan kadang juga dipakai

istilahnyamentalisme atau imaterialism. Pengertian idealisme di antaranya adalah adanya suatu teori bahwa alam semesta beserta isinya adalah suatu penjelmaan pikiran; untuk menyatakan eksistensi realitas, tergantung pada suatu pikiran dan aktivitas-aktivitas pikiran. 4

1.4. Pengertian Etika Administrasi Pengertian Etika Administrasi (menurut ahli) Dalam lingkup pelayanan publik, etika administrasi publik (Pasolong, 2007 :193) diartikan sebagai filsafat dan professional standar (kode etik) atau right rules of conduct(aturan berperilaku yang benar) yang sehatursnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau administrasi publik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etika administrasi publik adalah aturan atau standar pengelolaan, arahan moral bagi anggota organisasi atau pekerjaan manajemen ; aturan atau standar pengelolaan yang merupakan arahan moral bagi administrator publik dalam melaksanakan tugasnya melayani masyarakat. Aturan atau standar dalam etika administrasi negara tersebut terkait dengan kepegawaian, perbekalan, keuangan, ketatausahaan, dan hubungan masyarakat.

Jadi Etika dalam administrasi adalah bagaimana membuat keterkaitan keduanya. Bagaimana gagasan administrasi seperti efisiensi, ketertiban, kemanfaatan, produktifitas dapat menjawab etika dalam prakteknya. Serta bagaimana gagasan dasar etika dapat mewujudkan yang baik dan menghindari hal yang buruk itu dapat menjelaskan hakekat administrasi. Diperlukan etika dalam administrasi karena ini akan memberikan contoh yang baik, sebab setiap orang sebenarnya memiliki kesadaran masing-masing namun tidak pernah menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam paper ini akan menjelaskan tentang pengertian etika administrasi publik dan juga permasalahan pada etika administrasi publik.

1.5. Ruang lingkup yang dipelajari a) Etika Administrasi merupakan salah satu etika khusus b) Etika administrasi termasuk dlm ruang lingkup ilmu administrasi & ilmu filsafat c) Etika administrasi publik termasuk dlm ruang lingkup ilmu administrasi publik & ilmu filsafat d) Etika administrasi publik: penerapan ilmu filsafat dlm penyelenggaraan administrasi pemerintahan & berusaha memberikan berbagai asas etis, ukuran baku, pedoman perilaku, & kebajikan moral yg perlu dijalankan setiap administrator. e) Etika administrasi publik bersifat normatif dalam arti menentukan norma-norma mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh semua administrator dalam jabatannya. BAB II

II. PERMASALAHAN ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK

2.1. Legitimasi kekuasaan pengertian David Easton menyatakan bahwa keabsahan (legitimasi) adalah: Keyakinan dari pihak anggota (masyarakat) bahwa sudah wajar baginya untuk menerima baik dan menaati penguasa dan memenuhi tuntutan-tuntutan dari rezim itu (The conviction on the part of the member that it is right and proper for him to accept and obey the authorities and to abide by the requirements of the regime). Dalam legitimasi kekuasaan bila seorang pimpinan menduduki jabatan tertentu melalui pengangkatan diangkap absah, atau sesuai hukum. Dilihat dari sudut penguasa, A.M. Lipset: Legitimasi mencakup kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa lembaga-lembaga atau bentuk-bentuk politik yang ada adalah yang paling wajar untuk masyarakat itu (Legitimacy includes the capasity to produce and mantain a belief, that the existing political institutions or forms are the most appropriate for the society). Jika dalam suatu sistem politik terdapat konsensus mengenai dasar-dasar dan tujuan-tujuan masyarakat, keabsahan dapat tumbuh dengan kukuh, sehingga unsur paksaan serta kekerasan yang dipakai oleh setiap rezim dapat ditetapkan sampai minimum. Macam legitimasi Menurut Zippelius dalam Franz MagnisSuseno (Etika Politik, 1994:54) bentuk legitimasi dilihat dari segi obyek dapat dibagi atas dua bentuk yakni : 1. Legitimasi materi wewenang Legitimasi materi wewenang mempertanyakan wewenang dari segi fungsinya: untuk tujuan apa wewenang dapat dipergunakan dengan sah? Wewenang tertinggi dalam dimensi politis kehidupan manusia menjelma dalam dua lembaga yang sekaligus merupakan dua dimensi hakiki kekuasaan politik: yakni dalam hukum sebagai lembaga penataan masyarakat yang normatif dan dalam kekuasaan (eksekutif) negara sebagai lembaga penataan efektif dalam arti mampu mengambil tindakan. 2. Legitimasi subyek kekuasaan Legitimasi ini mempertanyakan apa yang menjadi dasar wewenang seseorang atau sekompok orang untuk membuat undang-undang dan peraturan bagi masyarakat dan untuk memegang kekuasaan negara. Pada prinsipnya terdapat tiga macam legitimasi subyek kekuasaan: 6

a. Legitimasi religius Legitimasi yang mendasarkan hak untuk memerintah faktor-faktor yang adiduniawi, jadi bukan pada kehendak rakyat atau pada suatu kecakapan empiris khususnya penguasa. b. Legitimasi eliter Legitimasi yang mendasarkan hak untuk memerintah pada kecakapan khusus suatu golongan untuk memerintah. Paham legitimasi ini berdasarkan anggapan bahwa untuk memerintah masyarakat diperlukan kualifikasi khusus yang tidak dimiliki oleh seluruh rakyat. Legitimasi eliter dibagi menjadi empat macam yakni (1) legitimasi aristoktratis : secara tradisional satu golongan, kasta atau kelas dalam masyarakat dianggap lebih unggul dari masyarakat lain dalam kemampuan untuk memimpin, biasanya juga dalam kepandaian untuk berperang. Maka golongan itu dengan sendirinya dianggap berhak untuk memimpin rakyat secara politis. (2) legtimasi ideologis modern : legitimasi ini mengandaikan adanya suatu idiologis negara yang mengikat seluruh masyarakat. Dengan demikian para pengembangan idiologi itu memiliki privilese kebenaran dan kekuasaan. Mereka tahu bagaimana seharusnya kehidupan masyarakat diatur dan berdasarkan monopoli pengetahuan itu mereka menganggap diri berhak untuk menentukkannya. (3) legitimasi teknoratis atau pemerintahan oleh para ahli: berdasarkan argumentasi bahwa materi pemerintahan

masyarakat dizaman modern ini sedemikian canggih dan kompleks sehingga hanya dapat dijalankan secara bertanggungjawab oleh mereka yang betul-betul ahli. (4) legitimasi pragmatis: orang, golongan atau kelas yang de facto menganggap dirinya paling cocok untuk memegang kekuasaan dan sanggup untuk merebut serta untuk menanganinya inilah yang dianggap berhak untuk berkuasa. Calah satu contoh adalah pemerintahan militer yang pada umumnya berdasarkan argumen bahwa tidak ada pihak lain yang dapat menjaga kestabilan nasional dan kelanjutan pemerintahan segara secara teratur. Menurut Andrain dalam Ramlan Subakti (Memahami Ilmu Politik, 1999:97) berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah maka legitimasi dikelompokkan menjadi lima tipe yaitu : 1. Legitimasi tradisional; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut merupakan keturunan pemimpin berdarah biru yang dipercaya harus memimpin masyarakat.

2.

Legitimasi ideologi; masyarakat memberikan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut dianggap sebagai penafsir dan pelaksana ideologi. Ideologi yang dimaksudkan tidak hanya yang doktriner seperti komunisme, tetapi juga yang pragmatis seperti liberalisme dan ideologi pancasila.

3.

Legitimasi kualitas pribadi; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut memiliki kualitas pribadi berupa kharismatik maupun penampilan pribadi dan prestasi cemerlang dalam bidang tertentu.

4.

Legitimasi prosedural;

masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada

pemerintah karena pemimpin tersebut mendapat kewenangan menurut prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 5. Legitimasi instrumental; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut menjanjikan atau menjamin kesejahteraan materiil (instrumental) kepada masyarakat. Permasalahan legitimasi Etika mempengaruhi bukan saja perilaku para penyelenggara administrasi publik tetapi perilaku dari masyarakat yang menjadi objek penetapan kebijakan. Birokrasi sebagai penyelenggara administrasi publik bekerja atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh rakyat. Hal ini berarti bahwa rakyat berharap adanya jaminan bahwa dalam menjalankan dan memanfaatkan kekuasaannya etika senantiasa dijadikan dasar bagi para pemimpin. Apabila etika yang ada pada pemimpin tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada pada masyarakat maka legitimasi tidak akan mampu tercapai. Seperti kasus Aceng Fikri sebagai pejabat negara mestinya yang bersangkutan bisa memberikan contoh kepada publik namum malah memetahkan kepercayaan publik. Dalam sumpah janji kepala daerah, Aceng memiliki kewajiban taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 2 yang menyatakan setiap perkawinan harus dicatatkan. 2.2. Birokrasi dan kekuasaan Pengertian Menurut Weber, birokrasi adalah metode organisasi terbaik dengan spesialisasi tugas. Walaupun kemudian banyak pakar yang mengkritik Weber, seperti Warren Bennis yang menyampaikan perlunya kebijaksanaan memperhatikan keberadaan manusia itu sendiri. Birokrasi tetap akan diperlukan di kantor-kantor pemerintah, terutama di negara-negara berkembang yang harus dipacu dengan kedisiplinan. 8

Menurut Max Weber kekuasaan itu dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang actor didalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. Walter Nord merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002). Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi (Ramlan Surbakti,1992) Jadi alasan dari pentingnya etika dalam birokrasi adalah ketika dihadapkan pada kenyataan yang jauh dari harapan, dimana aparatur di birokrasi diharapkan bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, kejujuran, dan adil. Realitas yang nyata, sama sekali para aparatur tidak mencerminkan kondisional yang bermoral dan beretika. Ada beberapa alasan mengapa Etika Birokrasi penting diperhatikan dalam upaya pengembangan pemerintahan yang efisien, tanggap, dan akuntabel. Sebagaimana yang di gambarkan sebelumnya bahwa budaya birokrasi yang selama ini di dengar adalah budaya lamban, prosedural, KKN, dan selalu mementingkan kepentingan pribadi menjadi sebuah masalah besar yang harus dicari jalan keluarnya, karena ini juga merupakan sesuatu yang penting dimana budaya sangat mempengaruhi akan kinerja serta budaya juga sangat menentukan posisi, posisi disini terkait dengan sampai dimana para birokrat memainkan kewenangan yang dimiliki dan juga bagaimana memanfaatkan kewenangan itu bukan untuk kepentingan pribadi dan juga kelompok tetapi tidak lain hanyalah untuk kepentingan masyarakat. Karakteristik birokrasi Karakteristik birokrasi menurut Max Weber 1. Pegawai negeri menerima gaji tetap sesuai dgn pangkat atau kedudukannya. (Civil servants receive fixed salaries according to rank) 2. Pekerjaan merupakan karir yg terbatas, atau pd pokoknya, pekerjaannya sbg pegawai negeri. (The job is a career and the sole, or at least primary, employment of the civil servant) 3. Para pejabat tdk memiliki kantor sendiri. (The official does not own his or her office)

4. Para pejabat sbg subjek ukt mengontrol & mendisiplinkan. (the official is subject to control and discipline) 5. Promosi didasarkan pd pertimbangan kemampuan yg melebihi rata-rata. (Promotion is based on superiors judgement) 6. Jabatan administratif yg terorganisasi/tersusun secara hirarkis. (Administratice offices are organized hierarchically) 7. Setiap jabatan mempunyai wilayah kompetensinya sendiri (Each office has its own area of competence) 8. Pegawai negeri ditentukan, tdk dipilih, berdasarkan pd kualifikasi teknik yg ditunjukan dgn ijazah atau ujian. (Civil cervants are appointed, not electe, on the basis of technical qualifications as determined by diplomas or examination) Kekuasaan birokrasi Kekuasaan birokrasi menimbulkan pertanyaan yang menyebabkan para ilmuan mulai berpikir. Adil dan perlakuan yang sama bagi seluruh penduduk ternyata membutuhkan seperangkat hukum yang kompleks dan peraturan-peraturan administratif, untuk dapat berfungsi, setidak-tidaknya masyarakat harus memberikan pengertiannya karena pada kenyataannya jumlah polisi tidak cukup banyak di dalam melakukan kontrol atas penerapan hukum, dengan demikian keadaan menjadi sulit bila masyarakat cenderung tidak mematuhi hukum. Dalam jangka pendek, tentu saja birokrasi dapat memerintah masyarakat tanpa menimbulkan perlawanan mereka namun sebagaimana kita juga pemah belajar dari masa lampau, kerelaan yang pertama-tama bersifat pasif pada akhimya membangkitkan rasa ketidakberdayaan. Hal ini kemudian dicetuskan dalam bentuk protes yang mengacaukan suasana. Apabila kita menunggu sampai suasana itu benar-benar terjadi, inilah yang disebut antitesis demokrasi. Sedikit kepatuhan sudah merupakan suatu kondisi bagi demokrasi. Bila pemerintah harus memaksa kepatuhan yang sepenuhnya, hal ini berarti mengurangi demokrasi. Kepatuhan tanpa syarat pada hakikatnya menghindari kritik dan ketidaksepakatan yang menjadi inti demokrasi. Bila kita lihat contoh di Indonesia, bahwa masyarakat wajib pajaknya sudah lelah dengan seabrek peraturan yang harus dipatuhi. sehingga ada kesan terpaksa untuk memenuhi kewajiban perpajakan, dan sulit menciptakan masyarakat yang sadar pajak dalam sistem yang diterapkan untuk meningkatkan penerimaan negara. Pada dasarnya masyarakat lebih menginginkan terciptanya kesadaran daripada kepatuhan. Ibarat seorang pencuri bertobat untuk tidak akan mengulangi perbuatannya karena dia takut kepada Allah (sadar bahwa 10

mencuri itu perbuatan dosa), daripada takut karena adanya ganjaran hukuman yang menantinya, sehingga sulit untuk mencapai tahap masyarakat yang "marginal detterence". kalau mentalnya masih mental pencuri. Nilai-nilai demokratis tidak saja berarti tujuan-tujuan masyarakat yang ditentukan oleh keputusan mayoritas. tetapi juga bahwa tujuan-tujuan tadi diterapkan melalui metodemetode efektif yang ada, yakni dengan memantapkan organisasi-organisasi sifatnya yang lebih birokratis daripada berupa pengaturan secara demokratis. Keberadaan birokrasibirokrasi semacam itu tidak merusak nilai-nilai demokrasi. Jika birokrasi berlebihan maka masyarakat dirugikan karena masyarakat punya otonomi yang terbatas, karena freewill terbatas untuk masyarakat, karena belum tentu yang dilakukan birokrat baik, baik juga untuk rnasyarakat. Permasalahan birokrasi. Di tengah posisinya yang cukup strategis, birokrasi di Indonesia sulit menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu: 1. Buruknya pelayanan publik 2. Besarnya angka kebocoran anggaran negara 3. Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS 4. Sulitnya pelaksanaan koordinasi antar instansi 5. Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang tidak sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual, dan masalah-masalah lainya. 6. Birokrasi juga dikenal enggan terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu dominan, sehingga hampir seluruh urusan masyarakat membutuhkan sentuhansentuhan birokrasi 7. Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan.

11

2.3. Demokrasi : Pengertian Secara etimologis, demokrasi terdiri atas dua kata yang berasal dari Bahasa Yunani. Yaitu kata Demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratien atau Cratos yang berarti kekuasaan (pemerintahan). Jadi, demokrasi berarti suatu Negara yang kekuasaan pemerintahannya dipegang oleh rakyat. Pengertian yang dianggap umum dan populer dari demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pengertian ini dikemukakan oleh Abraham Lincoln (mantan Presiden AS) pada tahun 1863, bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, dan untuk rakyat (demokration is goveretment of the people, by the people dan for the people). Pemerintah dari rakyat kekuasaan Negara itu berada di tangan rakyat sumber kekuasaan Negara adalah rakyat. Pemerintahan oleh rakyat maksudnya pemerintah atas nama rakyat atau atas kehendak rakyat. Pemerintah untuk rakyat maksudnya penyelenggaraan pemerintahan ditujukan untuk kepentingan rakyat atau kesejaheteraan rakyat. Prinsip demokrasi (Berdasarkan Prinsip Ideologi ) Berdasarkan paham ini dua bentuk demokrasi, sebagai berikut : 1. Demokrasi konstitusional adalah demokrasi didasarkan pada kebebasan

individualisme. Ciri khas demokrasi ini adalah kekuasaan pemerintahannya terbatas tidak diperbolehkan adanya campur tangan dari pihak kesewenang-wenangan terhadap rakyat. Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi. 2. Demokrasi rakyat adalah demokrasi proleter yang berhaluan marxisme-komunisme. Demokrasi ini berkembang untuk menciptakan kehidupan yang tidak mengenal kelas social. Menurut Melvin Urofsky, Prinsip Demokrasi sebagai berikut: a. b. c. d. e. Pemerintahan Umum yang Konstitusional Pemilihan Umum yang Demokratis Pemerintahan Lokal (Desentraslisasi Kekuasaan) Pembuatan Undang-Undang Sistem Peradilan yang Independen 12

f. g. h. i. j. k.

Kekuasaan Lembaga Kepresidenan Peran Media yang Bebas Peran Kelompok-Kelompok Kepentingan Hak Masyarakat untuk Tahu Perlindungan Hak-Hak Minoritas Konstrol Sipil dan Militer

Pilar utama prinsip demokrasi adalah asas kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat mensyaratkan bahwa rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara, rakyat yang menentukan kehendak negara dan rakyat yang akan menentukan pula bagaimana berbuatnya (Joeniarto, 1984 :17). Maka dalam sistem pemerintahan yang memakai asas kedaulatan rakyat, kepentingan rakyat menempati kedudukan yang paling tinggi. Setiap anggota dewan perwakilan, kepala negara, menteri dan segenap aparatur negara diwajibkan bertindak sesuai dengan kehendak rakyat dalam arti yang luas.

Permasalahan demokrasi Menurunnya angka partisipasi politik di Indonesia dalam pelaksanaan pemilu ini berbanding terbalik dengan angka golput (golongan putih) yang semakin meningkat. Tingginya angka golput ini menunjukkan apatisme dari masyarakat di tengah pesta demokrasi, karena sesungguhnya pemilu merupakan wahana bagi warga negara untuk menggunakan hak pilihnya dalam memilih orang-orang yang dianggap layak untuk mewakili masyarakat, baik yang akan duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun Presiden dan Wakil Presiden. Yang kedua adalah demokrasi dipandang dari segi etika politiknya. Secara subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subyek etika. Walaupun dalam konteks politik berkaitan erat dengan masyarakat, bangsa dan negara, Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. 13

Terakhir atau yang ketiga adalah permasalahan demokrasi dipandang dari segisistemnya secara keseluruhan, mencakup infrastruktur dan suprastruktur politik di Indonesia. Infrastruktur politik adalah mesin politik informasl berasal dari kekuatan riil masyarakat, seperti partai politik (political party), kelmpok kepentingan (interest group), kelompok penekan (pressure group), media komunikasi politik (political communication media), dan tokoh politik (political figure). Disebut sebagai infrastruktur politik karena mereka termasuk pranata sosial dan yang menjaid konsen masing-masing kelompok adalah kepentingan kelompok mereka masing-masing.

14

Anda mungkin juga menyukai