Anda di halaman 1dari 39

SINDROM METABOLIK,DM TIPE II & GRAVES DISEASE

KULIAH TERBIMBING ILMU PENYAKIT DALAM II UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG 2013

SINDROM METABOLIK
Aang Sutomo 12310543.P

Sindrom Metabolik
Sindroma metabolik (MetS) atau

sindroma dismetabolik atau sindroma insulin adalah sebutan untuk kelainankelainan dengan berbagai konsekuensi klinis, yang ditandai dengan adanya gangguan toleransi glukosa, resistensi insulin, dislipidemia, hipertensi, kelainan koagulasi, prothrombotic and proinfiammatory states dan obesitas viseral (rjokroprawiro, 2004).

Sindroma metabolik ditegakkan bila

didapatkan tiga atau lebih kelainan metabolik yang meliputi gangguan metabolisme glukosa, peningkatan tekanan darah, hipertrigliseridemia, rendahnya kolesterol HDL dan obesitas sentral pada satu individu

Banyak kriteria sindroma metabolik

tetapi kriteria sindroma metabolik yang sering digunakan adalah kriteria WHO tahun 1998 dan NCERATP III tahun 2001 (Vega, 2002; Olijhoek, 2005; Tjokroprawiro, 2006).

MetS berhubungan erat dengan terjadinya

berbagai penyakit kardiovaskuler. Selain itu studi terbaru dewasa ini menunjukkan adanya kaitan antara MetS; dengan resiko terjadinya penyakit ginjal kronik (PGK) dan mikroalbuminuria (Cirillo, 2006). Albuminuria merupakan marker dini PGK yang juga berperan sebagai prediktor terjaclinya penyakit kardiovaskuler dan mortalitas (Ferris, 2007).

Pada diabetes mellitus tipe 2 (DMT2)

dengan mikroalbuminuria, progresi menjadi proteinuria masif terjacli pada 2040% kasus, sementara 1050% penderita DMT2 dengan proteinuria akan mengalami PGK dan memerlukan terapi pengganti ginjal (Pranawa, 2006).

Beberapa kondisi yang bisa dikatakan sindrom metabolik.


Kadar Gula Darah Tinggi

Glukosa dalam darah akan mencapai seluruh organ tubuh dan sistem seperti arteri jantung dan vena, ginjal, dan sistem saraf. Seseorang dengan kadar gula darah tinggi memiliki resiko beberapa penyakit seperti serangan jantung, stroke, kebutaan. Kadar gula darah tinggi seringkali berkembang menjadi penyakit diabetes melitus (DM) tipe 2. Faktor resiko sindrom metabolik adalah ketika kadar gula darah puasa di atas 110 mg/dL.

Obesitas

Salah satu indikasi sindrom metabolik yaitu obesitas sentral berupa kegemukan di sekitar perut. Seseorang didiagnosis mengalami kegemukan jika berat badannya adalah lebih atau sama dengan 20% berat badan idealnya. Kegemukan menyebabkan resistensi insulin yaitu ketidakmampuan untuk merespon insulin secara normal.

Tekanan Darah Tinggi

Tekanan darah tinggi merupakan kondisi ketika tekanan darah di arteri terlalu tinggi. Tekanan darah tinggi akan merusak pembuluh darah. Jika tekanan darah tinggi berlangsung dalam jangka waktu yang lama, pembuluh darah akan menebal dan menjadi kurang fleksibel. Hal ini disebut dengan aterosklerosis dan dapat mempengaruhi arteri yang memberikan darah ke jantung. Faktor resiko sindrom metabolik adalah ketika tekanan darah lebih dari 130/85 mmHg.

Trigliserida Tinggi

Kadar trigliserida tinggi di dalam tubuh dapat menyebabkan penimbunan lemak di arteri yang disebut dengan plak yang menyebabkan darah yang mengandung oksigen sulit untuk mencapai jantung. Kadar trigliserida tinggi yakni lebih dari 150 mg/dl meningkatkan resiko serangan jantung.

Kadar Kolesterol Tidak Normal

Kolesterol dapat diproduksi oleh hati atau dapat juga berasal dari makanan yang dimakan. Terdapat jenis kolesterol baik dan kolesterol jahat. Terlalu banyak kolesterol jahat (trigliserida dan LDL) dan kurang kolesterol baik (HDL) dapat meningkatkan resiko penyakit jantung koroner. Trigliserida dan kadar HDL merupakan indikator penting sindrom metabolik.

Seseorang yang mengalami sindrom

metabolik dan tidak ditangani dengan benar, akan beresiko mengalami penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner, stroke, dan diabetes melitus. Pada beberapa orang, sel tubuh tidak dapat merespon insulin (resistensi insulin). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kondisi resistensi insulin dapat berkembang menjadi sindrom metabolik.

Sindrom metabolik merupakan keadaan pradiabetes

dgn komponen: 1. Intoleransi glukosa (kadar gula puasa 110-126 mg/dL) 2. Obesitas abdomen (gemuk dg perut buncit) dgn Indeks massa tubuh di atas 23 (kg/m2) dan lingkar perut di atas 80 cm [wanita] atau 90 cm [pria]). 3. Kadar trigliserid di sekitar atau di atas 175 mg/dL. 4. Kadar kolesterol jahat di sekitar atau di atas 150 mg/dL. 4. Tekanan darah sistolik di sekitar atau di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Diagnosis sindrom metabolik dibuat jika ada 3 dari 5 komponen di atas.

TO BE CONTINUE

DIABETES MILITUS TIPE II

AANG SUTOMO 12310543.P

Diabetes Militus Tipe II


Meski sama-sama berhubungan dengan kelebihan gula di dalam darah, diabetes tipe 1 dan 2 punya beberapa perbedaan yang sangat mendasar. Penyebabnya sangat berbeda, pengobatan dan cara pencegahannya juga tidak bisa disamakan begitu saja.

Perbedaan pertama terletak pada usia

pasien saat pertama kali didiagnosis. Diabetes tipe 1 lebih banyak menyerang pasien di bawah umur 20 tahun sehingga sering disebut juvenile onset, sebaliknya tipe 2 menyerang usia 35 tahun ke atas atau disebut adult onset.

Penggunaan istilah juvenile

onset dan adult onset saat ini sudah dihilangkan, sebab pada kenyataannya diabetes tipe 1 dan 2 bisa menyerang usia berapapun. Hanya saja, kecenderungannya masih sama yakni tipe satu lebih banyak menyerang di usia muda dan tipe 2 di usia tua.

Selanjutnya adalah postur dan

perawakan pengidapnya. Pasien diabetes tipe 1 umumnya memiliki perawakan kurus, sedangkan diabetes tipe 2 lebih banyak menyerang orangorang bertubuh besar yang dikategorikan kelebihan berat badan (overweight) maupun obesitas.

Diabetes tipe 1 dan 2 juga dibedakan berdasarkan penyebabnya: Diabetes tipe 1 disebabkan oleh kerusakan pankreas sehingga produksi insulin berkurang, sementara tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin dalam arti insulinnya cukup tetapi tidak bekerja dengan baik dalam mengontrol kadar gula darah.

Karena penyebabnya berbeda,

pengobatan kedua tipe diabetes ini juga tidak sama. Pengidap diabetes tipe 1 membutuhkan insulin dalam bentuk suntikan maupun pompa insulin sedangkan pasien diabetes tipe 2 cukup mengonsumsi obat oral atau obat telan.

Diabetes tipe 1 susah diprediksi dan

dicegah, sebab merupakan kelainan genetik yang dibawa sejak lahir. Lain halnya dengan diabetes tipe 2 masih bisa dicegah, karena biasanya menyerang orang-orang dengan pola makan tidak sehat dan jarang berolahraga.

TO BE CONTINUE

Grave Disease

Aang Sutomo 12310543.P

PENDAHULUAN
Robert Graves adalah seorang dokter dari

Irlandia,beliau lahir tahun 1797 dan meninggal pada tahun 1853.Beliau menyampaikan kuliahnya tahun 1834 yang menggambarkan keadaan pasien dengan palpitasi, tiroid membesar dan mata menonjol.

Bola mata tampak membesar, kelopak mata

tidak dapat menutup selama tidur dan kemudian mencoba menutup mata, ketika mata dibuka tampak beberapa garis yang lebar yang mengelilingi kornea kemudian dipublikasikan tahun 1835. Karl Von Basedow menggambarkan kejadian dari exophtalmus setelah hypertrophy dari jaringan lunak pada mata tahun 1840. Dalam bahasa Inggris biasanya disebut Graves Disease .

Penyakit Grave adalah

ketidaknormalan tiroid yang paling umum terjadi dan dikaitkan dengan Graves oftalmopaty, tetapi gangguan lain dari tiroid bisa mempunyai manifestasi okuli yang sama. Hal ini mencakup tiroiditis hashimoto, karsinoma tiroid, hipertiroidsme dan irradiasi leher.

Graves oftalmopati lebih sering terjadi pada

wanita umumnya kulit putih ( rasio 5 : 1) antara usia 30 sampai 50 tahun. Exophtalmus berat dan neuropati optik kompresif agak lebih sering terjadi pada pria berusia lanjut. Hal ini menunjukkan penyakit tiroid pada perokok relatif lebih beresiko mengalami graves oftalmopati dua kali lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.

GRAVES DISEASE
Manifestasi klinisnya terdiri dari suatu trias,

yaitu : a. Hipertiroidisme dengan struma difusa b. Oftalmopati c. Dermopati

Meskipun ketiga manifestasi utama

ini adalah bagian dari suatu penyakit tetapi gejala-gejala tersebut tidak selalu timbul bersama. Memang pada penyakit graves sering sekali 1 atau 2 manifestasi sama sekali tidak ada dan masing-masing manifestasi bisa berjalan sendirisendiri tanpa pengaruh manifestasi yang lain.

Patofisiologi
Penyakit Grave adalah penyakit autoimun

dimana tubuh menghasilkan antibody terhadap reseptor hormone TSH. Antibody ini menyebabkan hipertiroid oleh karena mereka berikatan dengan reseptor TSH dan menstimulasinya secara kronis. Reseptor TSH diekspresikan di sel follicular pada kelenjar tiroid dan hasil dari stimulasi kronis tersebut adalah produksi T3 dan T4 secara berlebihan. Ini yang menyebabkan munculnya symptom klinis hipertiroidisme dan pembesaran kelenjar tiroid yang dikenal dengan istilah goiter.

Ada 3 tipe autoantibody terhadap reseptor TSH yang dapat

dikenali: 1. TSI, thyroid stimulating immunoglobulins. Antibody ini (sebagian besar IgG) bertindak sebagai LATS (Long Acting Thyroid Stimulants), mengaktivasi sel dengan cara yang lebih panjang dan lambat daripada TSH, menyebabkan peningkatan produksi hormone tiroid. 2. TGI, thyroid growth immunoglobulins. Antibody ini terikat secara langsung ke reseptor TSH dan berimplikasi dalam pertumbuhan folikel tiroid 3. TB II, thyrotrophin Binding-Inhibiting Immunoglobulins. Antibody ini menghambat ikatan normal TSH dengan reseptornya. Sebagian akan bertindak seperti TSH yang terikat pada reseptor dan menginduksi fungsi tiroid. Tipe lain mungkin tidak menstimulasi kelenjar tiroid, tapi akan mencegah TSI dan TSH dari ikatan dan menstimulasi reseptornya.

Gejala klinis Manifestasi klinis yang paling sering muncul adalah penurunan berat badan meskipun nafsu makan bertambah, kelelahan, tremor, gugup, berkeringat banyak, tidak tahan panas, palpitasi dan pembesaran tiroid, penonjolan bola mata, kulit seperti kulit jeruk.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan serum TSH adalah marker

paling sensitive untuk membuktikan tirotoksikosis tersebut disebabkan oleh penyakit Grave. Selain itu pemeriksaan FT3 dan FT4 juga dapat dilakukan.

Diagnosis
Manifestasi klinis hipertiroidisme umumnya mudah

ditemukan , sehingga mudah dalam menegakkan diagnosis. Namun pada kasus yang subklinis dan orang usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti pada tirotoksikosis. Kebanyakan pasien memberikan gambaran klini yang jelas sehingga tidak ada kesulitan dalam menegakkan diagnosis.

Terapi
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah

membatasi produksi hormone tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (dengan obat anti tiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

Obat anti tiroid diberikan atas indikasi: 1.sebagai terapi yang bertujuan memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis 2.sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif 3.sebagai persiapan untuk tiroidektomi 4.untuk pengobatan pasien hamil dan orang lanjut umur 5.pasien dengan krisis tiroid

THE AND

Anda mungkin juga menyukai