Anda di halaman 1dari 36

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja terhadap pekerja yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahan, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaannya. K3 baik sekarang maupun di masa mendatang merupakan sarana menciptakan situasi kerja yang aman, nyaman dan sehat, ramah lingkungan sehingga mendorong effisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak, bagi pekerja maupun pengusaha. Salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan kerja adalah gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dalam hal ini adalah beban tambahan pada proses bekerja lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang manusiawi dan lestari akan menjadi pendorong bagi kegairahan dan efisiensi kerja sedangkan lingkungan kerja yang melebihi toleransi kemampuan manusia tidak saja merugikan produktivitas kerjanya tetapi juga menjadi penyebab terjadinya penyakit atau kecelakaan kerja. Suhu yang nyaman bagi pekerja sekitar 200C dan 270C dan dalam situasi humiditas berkisar 35% sampai 60%. Apabila temperatur dan humiditas lebih tinggi, orang akan merasa tidak nyaman. Situasi ini tidak menimbulkan kerugian selama tubuh dapat beradaptasi dengan panas yang terjadi. Lingkungan yang sangat panas dapat mengganggu mekanisme penyesuaian tubuh dan berlanjut kepada kondisi serius dan bahkan fatal (CCOHS, 2001). 1

Sesuai Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang ditetapkannya persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja, salah satu sumber bahaya yang ditemukan di tempat kerja adalah bahaya kondisi fisik berupa iklim kerja panas, hal yang diperjelas dengan keluarnya Kepmenaker No 51 tahun 1999 tentang NAB faktor fisika di tempat kerja, tertera dalam pasal 1, dimana NAB iklim kerja bagi pekerja yang bekerja selama 6 jam sehari dan istirahat 2 jam dengan beban kerja sedang adalah ISBB sebesar 28,00C. NAB (Nilai Ambang Batas) adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Biasanya ahli hygiene industry menggunakan parameter yang disebut Wet Bulb Globe Thermometer (WBGT) atau Indeks Suhu Bola Basah (ISBB), yaitu penggabungan parameter suhu udara kering, suhu basah bola dan suhu radiasi. Penelitian yang dilakukan oleh Andrey Livchak (2005) yang berjudul The Effect of Supply Air Systems on Kitchen Thermal Environment diperoleh hasil bahwa faktor suhu berpengaruh terhadap produktivitas. Jika suhu pada ruangan meningkat 5,5oC di atas tingkatan nyaman akan menyebabkan penurunan produktivitas sebesar 30%. Suhu tubuh manusia tidak hanya didapat dari metabolisme tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Makin tinggi panas lingkungan, semakin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh.

Suhu lingkungan kerja dapat lebih tinngi atau lebih rendah dari suhu lingkunag sekitar. Suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin dapat menimbulkan gangguan penyakit seperti heat cramps, heat exhaustion, heat stroke, dan heat rush pada suhu panas. Chilblain, trech foot dan fross bite pada suhu dingin. Pada ruangan yang diberi pendingin akan meningkatkan efisiensi kerja tetapi suhu yang terlalu dingin juga akan mengurangi efisiensi kerja. Dalam keadaan normal tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatu yang berbeda-beda. Tubuh manusia selalu berusaha mempertahankan keadaan normal dangan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh, tetapi kemampuan utuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan temperature luar jika perubahan temperatur luar tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin dari keadaan tubuh normal. Tubuh manusia dapat meyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan penguapan jika terjadi kekurangan atau kelebihan panas. Apabila temperature udara lebih rendah daripada 170 C , berarti temperature udara ini ada dibawah kemampuan tubuh menyesuaikan diri, maka tubu akan mengalami kedinginan karena hilangnya panas tubuh akibat proses konveksi, radiasi dan penguapan. Sebaliknya apabila temperature udara terlampau panas akibat rdiasi dan konveksi yang jauh lebih besar daripada keampuan tubuh untuk meyesuaikan diri mealui sistem peguapannya menyebabkan teperatur tubuh menjadi naik melebihi tingginya tempertur udara.

Pengeluaran keringat tubuh yang berlebih akan mempenaruhi keseibangan cairan dan elektrolit tubuh, jika jumlah cairan dan elektrolit yang masuk tidak cukup, produksi urin akan menurun dan kepekatan urin akan meningkat sehingga mendorong terbentuknya batu ginjal dan batu di saluran kemih. Penelitian Borghi (1994) pada pekerja pabrik gelas yang terpapar panas dengan suhu 29 310 WBGT ( Wet Bulb Globe Temperature) di lingkunag kerja selama lebih dari 5 tahun menemukan batu asam urat di saluran kemih pada sekitar 38,8% pekerja yang mengeluh pegal atau nyeri di daerah pinggang dan rasa panas atau sakit pada saat buang air kecil Batu atau Kristal di saluran kemih akan menimbukan beberapa masalah selain rasa nyeri, bila berlangsung lama serta tidak diktangani seksama dapat menjadi salah satu penyebab gangguan fungsi ginjal. Akibatnya akan merugikan pekerja, perusahaan secara keseluruhan, produktivitas kerja menurun dan biaya kesehatan pekerja meningkat. Pengecoran besi baja merupakan salah satu pekerjaan yang berhubungan dengan paparan panas. Panas yang dihasilkan berasal dari proses pengecoran yang berupa tanur besi yang suunya bias mencapai 1000 C. Paparan panas merupakan salah satu factor dominan yang mengganggu proses bekerja. Panas yang timbul dari kegiatan pengecoran akan menimbulkan gangguan kesehatan pada pekerja terutama akibat pengeluaran cairan yang berlebihan hal ini mengakibatkan gagguan saluran kemih berupa kristal urin. Krstal urin terjadi karena adanya pemekatan urin sehingga urin menjadi jenuh dan membentuk sedimen urin. Sedimen yang banyak dan menetap yang terjadi pada urin akan mengakibatkan agregasi (penggumpalan) kristal dan kemudian

menjadi batu pada urin. Factor-faktor lain yang berperan dalam pembentukan kristal urin adalah usia, lama bekerja, masa kerja kebiasaan konsumsi makanan dan minuman, penggunaan obat-obatan, riwayat penyakit ginjal dan kebiasaan buang air kecil selama bekerja. Usia dan masa kerja juga mempengaruhi kejadian kristalisasi urin pada pekerja. Pada usia kutrang dari 40 tahun ketahanan tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan yang panas masih normal dan belum melemah. Ketahanan ttubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan panas akan melambat dan mulai menurun pada usia lebih dari 40 tahun, ehingga kemingkinan terjadi prevalensi kejadian kristalisasi urin akan meningkat karena kemampuan tubuh untuk mengembalikan suhu tubuh enjadi normal lebih lambat seiring dengan menurunnya kebutuhan kalori dan terbatasnnya refleks menggigil. Sehubungan dengan hal diatas maka perlu diakukan penelitian yang berjudul Hubungan Usia, Masa kerja, Paparan Panas dan Konsumsi Air Minum terhadap Terjadinya Kristalisasi Urin Pada Pekerja di PT. IGLAS. . 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakng diatas diketahui bahwa usia dan masa kerja juga mempengaruhi terjadinya kristalisasi urin pada pekerja. Pada usia lebih dari 40 tahun ketahanan tubuh untuk beradaptasi dengna lingkungan panas akan melambat dan menurun karena kemampuan tubuh untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal lebih lambat seiring dengan menurunnya kebutuhan kalori dan terbatasnya reflex menggigil. Masa kerja juga berpengaruh pada terhadap terjadinya kristalisasi urin, semakin lama seseorang bekerja di ligkungan panas,

semakin tinggi terbentuknya kristalisasi urin karena paparan panas yang diterima semakin banyak. Faktor fisik berupa tekanan panas akan mempengaruhi kesehatan pekerja akibat pengeluaran cairan atau keringan yang berlebih, seperti pening, rasa nyeri dan pegal-pegal didaerah ginjal, susah buang air kecil dan rasa sakit ketika buang air kecil. Keluhan terebut merupakan salah satu tanda dan gejala adanya batu atau kristal pada urin. Gejala-gejala tersebut sangat mengganggu pekerja sehingga menyebabkan produktivitas kerja menurun. Hal inilah yang mendorong penelitian dilakukan pada pekerja pada peleburan dan pengeciran logam di PT. IGLAS, persero. Berdasarkan uraian urian diatas, maka diambil perumusan masalah dalam penelitian yaitu Apakah ada ada hubungan antara usia, masa kerja, paparan panas dan jumlah konsumsi air minum terhadap terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di PT. IGLAS?. 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui hubungan antara usia, masa kerja, perbedaan paparan panas, dan jumlah konsumsi air minum terhadap terjadinya kristalisai urin pada pekerja di PT. IGLAS. 1.3.2 Tujuan khusus Mendeskripsikan usia dan masa kerja pekerja di PT. IGLAS. Mengukur tekanan panas di tempat di PT. IGLAS. Mendiskripsikan jumlah konsumsi air minum pekerja di PT. IGLAS.

Menganalisis hubungan kejadian kristaliasi urin pekerja di PT. IGLAS. Menganalisis hubungan usia dengan terjadinya kristaliasi urin. Menganalisis hubungan masa kerja dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di PT. IGLAS.

Menganalisis hubungan jumlah air konsumsi air minum terhadap terjadinya kristalisasi urin pekerja.

1.4 Manfaat Dapat menjadi masukan yang berguna bagi industry untuk lebih meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Sebagai bahan informasi bagi pekerja karena mengetahui dampak negative dari tekkanan panas pada lingkungan kerja suhu panas sehingga pekerja dapat melakukan tingakan preventif ketika bekerja. Bagi penulis mendapatkan pengalaman langusng dalam melaksanakan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tekanan Panas 2.1.1 Pengertian Tekanan Panas Tekanan panas atau heat stress adalah batasan kemampuan penerimaan panas yang dterima pekerja dari kontribusi metabolisme tubuh akibat melakukan pekerjaan dan factor lingkungan, seperti temperatur udara, kelembaban, sirkulasi udara dan radiasi panas serta pakaian yang digunakan. Keadaan heat stress ringan maupun sedang dapat menyebabkan rasa tidak nyman dan berakibat buruk pada penampilan kerja dan keselamatan. Pada saat heat stress mendekati batas toleransi tubuh, resiko terjadinya kellainan kesehatan menyangkut panas akan meningkat. (ACGIH dalam Triyanti, 2007) 2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Panas Faktor yang mmemmpengaruhi tekanan panas antara lain : a. Aklimatisasi Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai dengan adanya pengeluaran keringat yang meningkat, penurunan denyut nadi dan suhu tubuh akibat pembentukan keringat (Siswanto, 1987). Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Aklimatisasi terhadap panas ditandai dengan penurunan suhu tubuh dan pengeluaran garam dari dalam tubuh. Proses aklimatisasi ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi untuk beberapa waktu. Mengingat pembentukan keringat bergantung pada

kenaikan suhu dalam tubuh. Aklimatisasi panas biasanya tercapai setelah dua minggu. Dengan bekerja pada suhu tinggi saja belum bias menghasilkan aklimatisasi yang sempurna (WHO, 1969:9). b. Umur Daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih tua. Orang lebih tua akan lebih lambat dalam pengeluaran keringat daripada orang yang lebih muda. Orang yang lebih tua membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan suhu tubuh normal setelah terpapar panas. Suatu studi menemukan bahwa 70% dari seluruh penderita heat stroke adalah mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur (WHO, 1969:9). c. Jenis kelamin WHO (1969:9) mengemukakan bahwa adanya perbedaan aklimatisasi antara laki-laki dan wanita. Wanita tidak dapat beraklimatisasi dengan baik seperti lakilaki karena wanita mempunyi kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil. d. Perbedaan suku bangsa Perbedaan aklimatisasi yang ada diantara kelompok suku bangsa adalah kecil, yang menyebabkan perbedaan tersebut hanya pada ukuran tubuh dari tiap-tiap suku yang berbeda. e. Ukuran tubuh Adanya perbedaan ukuran tubuh akan mempengaruhi reaksi fisologis tubuh terhadap panas. Laki-laki dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dapat mengalami tekanan panas yang lebih besar karena mereka mempunyai kapasitas kerja 9

maksimal yang lebih kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang berat badannya kurang dari 50 kg selain mempunyai maximal oxygen intake yang rendah tetapi juga kurang toleran terhadap panas daripada mereka yag mempunyai berat badan rata-rata (Siswanto, 1987). f. Gizi (Nutrition) Gizi adalah proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (Supriasa dalam Kurniawan, 2010). Sesorang yang gizinya buruk akan menunjukkan respon yang berlebihan terhadap tekanan panas, hal ini disebabkan karena sistem kardiovaskuler yang tidak stabil (Siswanto, 1987). 2.1.3 Indikator Tekanan Panas Untuk megetahui besarnya pengaruh panas terhadap lingkungan pada tubuh, para ahli telah berusaha untuk mencari metode pengukuran sederhana yang dinyatakan dalam bentuk indeks (Depkes RI, 2003: MI-2 1). Ada empat indikator tekanan panas yaitu: a. Suhu efektif ( Corrected effective Temperature) Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju, kerja ringan dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan aliran udara (Sumamur 2009). Kelemahan penggunaan suhu efektif adalah tidak diperhitungkannya panas metabolism tubuh. Penyempurnaan pemakaian suhu efektif adalah dengan

10

memperhatikan panas radiasi, dibuat skala suhu efektif dikoeksi (Corrected Effective Temperature Scale). b. Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (predicted 4 hours sweetrate). Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam adalah keringat yang keluar akibat kombinasi suhu, kelembaban, kecepatan udara dan raddiasi. Dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat pekerjaan (sumamur 2009). c. Indeks Belding-hatch (heat stress index) Indeks belding hatch dihubungkan dengan kemampuan oorang berkeringat dari orang standar yaitu, sesorang berusia muda dengan tinggi 170 cm dengan berat badan 154 pon dalam keadaan seat dan memiliki keegaran jasmani serta beaklimatisasi terhadap panas (sumamur 2009). d. ISBB (indeks Suhu Bola Basah) ISBB yaitu kombinasi pengukuran suhu basah, suhu kering, dan radiasi. ISBB merupakan pegukuran paling ssederhana karena tidak banyak membutuhkan keterampilan, cara atau mmetode yag tidak sulit dan besarnya tekanan panas dapat ditentukan dengan cepat (Sumamur, 2009). Indeks ini digunakan sebagai cara penilalian terhdapa tekanan dengan rumus : I. ISBB outdoor = (0,7 suhu basah) + (0,2 suhu radiasi) + (0,1 suhu kering) II. ISBB indoor = (0,7 Suhu basah alami) + (0,3 Suhu radiasi)

Nilai Ambang Batas tekanan panas di lingkungan kerja yang diperkenankan, tergantung dari pengaturan waktu kerja dan beban kerja (table 2.1).

11

ISBB0C Pengaturan waktu kerja Beban Kerja Waktu kerja Kerja terus menerus (8jam/hari) 75% 50% 25%
Sumber: Kepmenaker 51/1999 pasal 2

Waktu istirahat

ringan

Sedang

Berat

30,0

26,7

25,0

25% 50% 75%

30,6 31,4 32,2

28,0 29,4 31,1

25,9 27,9 30,0

2.1.4. Mekanisme Panas Tubuh Di dalam kehidupan, tubuh manusia selalu memproduksi panas. Proses dalam meghasilkan panas ini disebut metabolisme. Proses ini pada dasarnya adalah proses oksidasi dari bahan seperti karbohidrat, lemak, protein, yang diatur oleh enzim (Santoso dalam Kurniawan, 2010). Manusia termasuk gologan makhluk homotermis, yaitu makhluk yang mampu mempertaankan suhu tubuhnya walaupun suhu lingkungannya berubahubah. Suhu tubuh manusia dipertahankan hamper menetap oleh suatu sistem pengatur suhu. Suhu yang menetap ini akibat kesetimbangan antara panas yang dihasilkan di dalam tubuh sebagai akbat metabolism dan pertukaran panas tubuh dengan lingkungan sekitar (Sumamur, 2009). Proses metabolisme di dalam tubuhh merupakan poses kimiawi, proses ini terus berlangsung supaya kehidupan manusia dapat dipertahankan. Hasil dari

12

metabolisme ini antara lain energi dan panas. Panas yang dihasilkan inilah yang merupakan sumber utama panas tubuh manusia. Dengan demikian panas akan terus terbentuk walaupun dalam keadaan istirahat, selama metabolisme berlangsung (Depkes RI, 2003: MI-2 16). Tubuh manusia selalu menghasilkan panas sebagai akibat proses pembakaran zat makanan dengan oksigen. Jika proses pengeluaran panas oleh tubuh terganggu maka suhu tubuh akan meningkat. Antara tubuh dan lingkungan sekitarnya selalu terjadi pertukaran panas dan proses pertukaran panas ini tergantung dari suhu lingkungannya. Suhu tubuh yang turun mengakibatkan vasodilatasi pebuluh darah kulit sehingga menyebakan suhu kulit mendekati suhu tubuh. Suhu tubuh manusia yang dapat diraba atau dirasakan tidak hanya didapat dari metabolisme tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkugan. Semakin tinggi panas lingkungan semakin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan semakin banyak pula suhu tubuh yang hilang. Dengan kata lain terjadi pertukaran panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama perukaran panas ini seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan baik performance kerja maupu kesehatan kerja (Depkes RI, 2003: MI-2 14). 2.1.5 Efek Panas pada Manusia Bagi tubuh, panas yang terlalu tinggi atau rendah memberikan negatif bagi tenaga kerja. Menurut Nyoman Pradnyana Sucipta Putra (2004:446), efek

13

panas bagi manusia akan berdampak pada tingkat kemampuan fisik dan mental (table 2.2) Table 2.2 Pengaruh suhu lingkungan terhadap manusia. No. 1 Temperatur ( 0C) 490 Efek tehadap tubuh Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas tingkat kemampuan fisik dan mental.

2.

300

Aktifitas mental dan daya tangkap mulai menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan.

3.

240

Kondisi optimum.

4.

100

Kekakuan fisik yang ekstrem mulai muncul.

Sumber: I Nyomman Pradnyana Sucipta Putra. 2004:446

Untuk mecapai keseimbangan suhu tubuh, diperlukan pengeluaran panas dari tubuh melalui mekanisme eferen sebagai berikut: 1. Pelebaran pembuluh darah kulit. Dengan terjadinya pelebaran pembuluh darah kulit menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat akibatnya panas tubuh yang dikeluarkan melalui proses konveksi meniingkat pula. Dengan adanya pelebaran pembuluh darah kulit ini menyebabkan resistensi pperifer menurun sengga untuk dapat mempertahankan aliran darah ke jantung, jantung harus bekerja lebih berat. Pada suatu saat apabila

14

paparan panas berkelanjutan dapat terjadi timbunan darah di daerah perifer secara berlebihan dan akibatnya adalah aliran darah ke ootak berkurang sehingga tenaga kerja dapat tiba-tiba pingsan. 2. Perubahan pada kelenjar keringat. Perubahan pada kelenjar keringat yaitu meningkatnya jumlah kelenjar keringat yang aktif serta meningkatnya sekresi kelenjar keringat. Dengan adanya mekanisme seperti ini, suhu tubuh dipertahankan hampir menetap walaupun suhu lingkungan berubah-ubah. Pengeluaran cairan tubuh yang baik melalui kulit maupun dari organ lainnya, dalam keadaan normal akan dapat dikompensasi dengan cairan yang masuk baik melalui makanan, minuman dan hasil dari oksidasi sel. Pengeluaran cairan melalui keringat disertai dengan pengeluaran natrium yang cukup besar. Kehilangan natrium yang terus menerus melalui keringat tanpa diimbangi ooleh masukan dari makanan atau minuman dapat menyebabkan terjadinya keadaan kurang natrium atau hiponatremia. Hal ini juga akan menyebabkan terjadinya dehidrasi yang ditandai dengan berkurangnya elastisitas kulit, bibir kering dan penurunan tekanan darah. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh mengakibatkan berbagai gangguan pada organ tubuh manusia. Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler yag dapat mengganggu aliran darah dan menurunnya tekanan darah. Kekurangan volume ektraseluler atau hipovolumia merupakan keadaan kehilangan cairan tubuh isotonic yang disertai kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama, jika hal ini terus berlangsung mengakibatkan gangguan keseimbangan tubuh berupa peurunan 15

tekanan darah. Kekurangan volume cairan ektraseluler memngganggu curah jantung dengan mengurangi alir balik vena ke jantug. Jika terjadi hipovolemia yang berat maka vasokontriksi simppatik dan vasokontriksi pparasimpatik yang diperantarai oleh angiotensin II juga meningkat, sehingga terjadi penahanan aliran darah menuju ginjal, sauran cerna, otot dan kulit. Sedangkan aliran darah yang menuju coroner dan otak relatif dipertahankan. Menurunnya volume plasma berakibat langsung terhadap menurunnya curah jantung dan mnurunnya tekanan darah. Tanda awal dari kekurangan volume adalah hipotensi ortostatik dengan menurunnya teanan darah sedikitnya 10 mmHg. Lingkungan kerja dengan suhu tinggi selai mengganggu kenyamanan bekerja juga mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Jika jumlah cairan dan elektrolit yang masuk tidak cukup untuk maka produksi urin akan menurun dan kepekatan urin akan meningkat (hipersaturasi). Keadaan ini apabila berlangsug cukup lama akan mendorong terbentuknya Kristal atau batu asam urant di saluran kemih. Keadaan supersaturasi adalah kekuatan energi yang digunakan dalam pembentukan fase padat pada urin. Penelitian yang dilakukan Borghi pada tahun 1993 terhadap pekerja di pabrik gelas yang terpapar panas pada suhu 29-31 0C WBGT di lingkungan kerja leih dari 5 tahun meemkan batu asam urat di saluran kemih pada sekitar 38,8% pekerja, yang mengeluhkan peal atau nyeri di daerah pinggang atau rasa panas ketika buang air kecil. Studi ini memastikan bahwa dehidrasi kronis menciptakan factor resiko berbahaya terutama terhadap timbulnya batu asam urat.

2.1.6 Respon Tubuh Menghadapi Panas

16

Jika tubuh tidak melepaskan panas, maka temperatur tubuh akan meningkat 10C setiap jam. Panas tubuh dihasilkan oleh metabolisme sel, mengubah energi kimia dari makanan yang dicerna ke bentuk energi lain, terutama energi panas. Karena proses metabolisme berlangsung terus menerus walaupun tudak konstan, tubuh harus melepaskan energi panas pada kecepatan tertentu agar tidak terjadi penumpukan panas yang menyyebabkan meningkatnya temperatur. Secara keseluruhan, panas yang didapat dari metabolisme dan sumber lainnya harus setara dengan panas yang dilepaskan oleh permukaan tubuh. Inilah esensi dari homeostatis. Pelepasan panas dapat terjadi melalui cara berikut : 1. Konveksi panas terutama dari permukaan kulit yang terbuka dan tidak terisolasi. 2. Vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah kulit, meningkatkan pelepasan panas melalui kulit. 3. Peningkatan penapan keringat melalui kulit. 4. Penghembusan udara panas melalui paru-paru. 5. Pembuangan panas melaui feses dan urin. Kelainan atau gangguan yang tampak secara klinis akibat tekanan panas, dibagi menjadi empat kategori dasar yaitu: malaria rubra, heat cramps, hheat exxhasustion, heat stroke, dan supersaturasi urin dan kristalisasi urin. a. Millaria Rubra Millaria rubra sering dijumpai di kalangan militer atau pekerja fisik lainnya yang tinggal di daerah iklim panas. Tampak adanya bintik papulovesikal,

17

kemerahan pada kulit yang terasa nyeri bila kepanasan. Hal ini terjadi sebagai akibat sumbatan kelenjar keringat dan terjadi retensi keringat disertai reaksi peradangan. Kelainan ini dapat mengganggu tidur sehingga efisiensi fisiologis menurun dan meningkatkan kelelahan kumulatif. Keadaan ini merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya faktor yang lebih serius. Adanya kelainan kulit menyebabkan proses berkeringat dan evaporasi terhambat, sehingga proses pendinginan tubuh terganggu. b. Heat cramps (kejang panas) Heat cramps dapat terjadi sebagai kelainan tersendiri atau bersama dengan kelelahan panas (heat exhaustion). Kejang otot timbul secara mendadak, terjadi setempat atau menyeluruh, terutama otot ekstremitas dan abdomen. Penyebab utamanya karena defisiensi garam. Kejang otot yang berat dalam udara panas menyebabkan keringat diproduksi banyak. Bersama dengan keluarnya keringat maka tubuh juga kehilangan elektrolit. c. Heat Exhaustion (kelelahan panas) Kelelahan panas timbul sebagai akibat kolaps sirkulasi darah perifer karena dehidrasi dan defisiensi garam. Dalam usaha menurunkan panas, aliran darah perifer bertambah, sehingga produksi keringat bertambah. Penimbunan darah di perifer menyebabkan darah yang dipompa dari jantung ke organ lainnya tidak mencukupi sehingga timbul gangguan. Kelelahan panas dapat terjadi pada keadaan dehidrasi atau defisiensi garam tanpa dehidrasi. Kelainan ini dapat dipercepat pada orang yang kurang minum, berkeringat banyak, mutah, diare atau penyebab lain yang mengakibatkan pengeluaran cairan tubuh yang berlebihan.

18

d. Heat stroke ( sengatan panas) Heat stroke adalah suatu kkeadaan darurat medik dengan angka kematian yang tinggi. Pada kelelahan panas, mekanisme pengatur suhu bekerja berlebihan tetapi masih berfungsi, sedangkan pada heat stroke ini mekanisme pengatur suhu tidak berfungsi disertai dengan terhambatnya proses evaporasi secara total. Tekanan panas yang berlebihan merupakan beban tambahan yang harus diperhatikan dan diperhiungkan. Beban tambahan berupa paparan panas dapat menyebabkan beban fisiologis seperti kerja jantung menjadi bertambah. Tekanan panas yang berlebih juga dapat mengakibatkan perubahan fungsional pada organ yang bersesuaian pada tubuh manusia serta dapat rasa letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkatnya jumlah angka kesalahan kerja sehingga dapat menurunkan efisiensi kerja. e. Supersaturasi urin dan Kristalisasi urin Kristalisasi urin dapat terjadi pada pekerja yag terpapar pada suhu 29-31
0

C WBGT. Suhu lingkungan kerja yang panas akan menyebabkan usaha

mendinginkan tubuh dengan jalan mengeluarkan keringat dan meningkatkan penguapan melalui paru-paru juga ikut meningkat. Pengeluuaran cairan yang relatif banyak akan mempengaruhi kesimbangan cairan di dalam tubuh sehingga cairan tubuh berkurang disusul dengan pemekatan urin sehingga akan terjadi keadaan supersaturasi urin. Keadaan ini akan mempengaruhi ion-ion di dalam urin sehingga mempermudah kristalisasi urin.

19

2.1.7 Pencegahan dan Pengendalian Panas. 2.1.7.1 Pencegahan Panas. Pencegahan terhadap gangguan panas meliputi: air minum, garam, makanan, istirahat, tidur dan pakaian. a. Air minum Merupakan unsur pendingin tubuh yang pentingdalam lingkungan panas. Air diperlukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat berkeringat dan pengeluaran urin. b. Garam (NaCl) Pada pengeluaran keringat yang banyak, perlu menambah pemberian garam, akan tetapi tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan haus dan mual. c. Makanan Sesudah makan, sebagian besar darah mengalir ke daerah usus untuk menyerap hasil pencernaan. d. Istirahat Cara ini bermanfaat untuk menghindari terjadinya efek kelehan komulatif. e. Tidur Menghindari efek kelelahan setelah aktivitas fisik yang berat yang dilakukan pada lingkungan kerja yang panas, tubuh memerlukan istirahat yang cukup dan tidur sekitar 7 jam sehari. f. Pakaian Pakaian melindungi permukaan tubuh terhadap radiasi sinar matahari dan sebagai penghambat terjadinya konveksi antara kulit dengan aliran udara. Untuk

20

mendapatkan efek yang menguntungkan, baju yang dipakai harus cukup longgar terutama bagian leher, ujung lengan dan ujung celana. 2.1.7.2 Pengendalian Panas Pengendalian terhadap tekanan panas meliputi ssebagai berikut: a. Isolasi terhadap sumber panas Isolasi terhadap benda yang panas akan mencegah keluarnya panas ke lingkungan. Ini dapat dilakukan misalnya dengan membalut pipa yang panas, menutupi tangki yang berisi cairan panas sehingga mengurangi aliran panas yang timbul. Cara ini meruapakan cara yang praktis dalam membatasi pemaparan seseorang terhadap panas dan merupakan cara pengendalian yang dianjurkan bila tempat kkerja terdapat sumber panas yang sangat tinggi. b. Tirai radiasi Tirai radiasi terbuat dari lempengan alumunium, baja anti karat atau dari bahan metal yang permukannya mengkilap. c. Ventilasi setempat Ventilasi ini bertujuan untuk mengendalikan panas konveksi yaitu dengan menghisap udara panas. d. Pendinginan local Pendinginan llokal dilakukan dengan cara mengalirkan udara sejuk ke sekitar pekerja dengan tujuan meggantikan udara yang panas dengan udara yang sejuk dan dialirkan dengan kecepatan tinggi.

21

e. Ventilasi umum Cara ini paling sering digunakan untuk mengendalikan suhu dan

kelembaban udara yang tinggi tetapi tidak dapat digunakan untuk mengurangi paparan panas karena radiasi yang tinggi. f. Pengaturan lama kerja Pengaturan lama bekerja digunakan untuk menghindari terjadinya gangguan kesegatan akibat terpapar suhu udara yang tinggi, lamanya kerja dan istirahat harus disesuaikan dengan tingkat tekaan panas yang dihadapi oleh pekerja. 2.1.8 Pengukuran Iklim Kerja Pengukuran tekanan panas menggunakan alat Psykrometer dan Globe Thermometer yaitu suatu alat utuk mengukur suhu basah, suhu kering dan suhu radiasi. Pengukuran tekanan panas di lingkungan kerja dilakuakan dengan meletakkan alat pada ketinggian 1,2 meter bagi tenaga kerja yang berdiri dan 0,6 meter bila tenaga kerja dalam posisi duduk dalam melakukan pekerjaannya. Pada saat pengukuran reservoir (tendon) termometer suhu basah diisi dengan akuades dan waktu adaptasi alat 10 menit.

22

Gambar 2.1 Phsykrometer

Gambar 2.2 Globe Thermometer

23

Gambar 2.3 Susunan termometer untuk mengukur temperatur di lingkungan kerja

2.4 kristaliasi Urin Hampir semua Kristal yang ditemui pada sedimen urin adalah melampaui nilai klinis. Hal ini cederiung menghubungkan kristal urin dengan resiko terjadinya batu saluran kemih. Adalah hal yang tidak mungkin melarutkan jumlah kalsium, fosfat dan oksalat dalam specimen urin 24 jam dengan 1 hingga 2 liter air. Oleh karena itu dipastikan ada zat inhibitor (penghambat) pada saat kristalisasi terjadi. Diketahui inhibitor kristtalisasi urin adlah pyrophosphate, citrate, magnesium dan beberapa molekul tertentu. Protein Tamm_Horsfall dipercaya sebagai inhibitor penting pada kalsium oksalat.

24

2.4.1 Terbentuknya Kristalisasi Urin. Terbentuknya Kristal dapat terjadi oleh: 1. Penambahan konsentrasi diluar kapasitas supersaturasi. Situasi ini disebut sebagai hasil penurunan kekentalan urin seperti pada kasus kurangnya masukan cairan. Keadaan ini juga disebabkan oleh pengeluaran cairan yang berlebihan. 2. Penurunan kapasitas supersaturasi. Situasi ini disebabkan oleh turunnya kepekatan (konsentrasi) inhibitor (zat penghambat) dan netralisasi dari zat inhibitor oleh adanya elektrolit ataupun perubahan pH urin. 3. Adanya jenis kristal sebagai promotor akan timbulnya kristalisasi jenis lain. Kristalisasi kalsium oksalat dapat didukung oleh asam urat bentuk amorphous merupakan salah satu contoh atas fenomena ini. Situasi ini dianggap sebagai hasil komppetisi inhibitor Tamm-Harsfall protein. Asam urat dan kalsium oksalat yang melekat pada mucus adalah hal yang seringkali terlihat. 2.4.2 Patologi saluran Kemih Patologi saluran kemih biasaya terjadi akibat gangguan keseimbangan antara pembentukan batu dengan faktor penghambat. Ginjal harus menghemat air tetapi juga harus mengeskresikan materi yang mempunyai kelarutan yang

rendah. Kedua keperluan yang berlawanan dari fungsi ginjal ini harus dipertahankan keseibangannya terutama selama penyesuaiasn terhadap kombinasi diet, iklim dan aktifitas. Masalahnya seberapa luas kejadian berkurang dengan fakta adanya bahan yang terkandung di urin yang menghambat kristalisasi garam kalsium dan yang lainnya yang mengikat kalsium dalam kompleks larut.

25

Bila urin menjadi sangat jenuh dengan bahan-bahan yang tidak larut (seperti: kalsium, asam urat, oksalat dan sistin) karena tingkat ekskresi yang berlebihan atau karena penghematan air yang terlalu ekstrim dan zat protektif terhadap kristalisasi kurang sempurna atau menurun (seperti: pirofosfat, magnesium dan sitrat) menyebabkan terjadinya kristalisasi semakin berkembang dan bersatu membentuk batu. Dengan demikian terlihat bahwa keseimbangan antara faktor penghambat dan faktor pembentuk sangat berpengaruh terhadap pembentukan batu urin ini. Batu urin terdiri dua komponen, yaitu komponen kristal dan komponen matrik: a. Komponen kristal. Batu terutama terdiri dari komponen kristal. Tahapan pembentukan batu yaitu nukleasi, pengembangan dan agregasi melibatkan komponen pembentukan inti (nukleasi) mengawali proses pembentukan batu dan mungkin partikel jaringan lainnya. Kristal dari satu tipe dapat sebagai nidus untuk nukleasi dari tipe lain. Ini sering terlihat pada kristal asam urat yang mengawali pembentukan batu kalsium oksalat. b. Komponen matrik. Merupakan bahan non kristal, bervariasi sesuai tipe batu secara umum dengan kisaran 2-10% dari berat batu itu. Komposisinya terdiri dari protein dan sejumlah kecil hexose dan hoxosamine. Kristal bentuk amorphous biasanya ditandai atas dasar pH urin. Pada specimen asam, asam urat ditemui dan pada specimen basa ditemui Kristal

26

amorphous jenis phosphate dan triple phosphate terkadang ditemui pada spesime asam ringan dengan pH 6,5. Asam urat di urin dapat sebagai nidus untuk deposisi dan perkembangan dari Kristal kalsium oksalat dan asam urat dapat berinteraksi atau bercampur dengan inhibitor kalsium dengan demikian meyebabkan pembentukan batu kalsium. Hal inilah yang menyebabkan seringnya batu kalsium oksalat ditemui pada pasien pemderita gouty neprophaty daripada populasi normal sedangakn hiperurikosuria (asam urat berlebihan pada urin) sering terlihat dengan batu oksalat ginjal. (Bahdarsyam,2000).

2.4.5 Pencegahan terjadinya Batu Saluran Kemih. Borghi (1999) mengatakan bahwa pemasukan cairan yang tinggi adalah pengobatan tertua dalam perawatan batu ginjal dan sejak beberapa dekade yang lalu, hal ini merupakan pencegahan yang dilakukan para klinisi dalam penyembuhan kasus batu. Volume urin yang rendah harus dianggap sebagai faktor resiko yang

sesungguhnya, menyangkut kedua hal terbentuknya batu ginjal dan pengulangan batu. Peningkatan volume urin disebabkan masukan cairan yang tinggi menghasilkan pengaruh menguntungkan dalam terjadinya kristalisasi kalsium oksalat dan tidak menurunkan aktifitas zat inhibitor (penghambat) alami. Masukan air yang mencukupi dan mungkin cairan lain seperti: kopi, the, bir dan anggur memiliki efek pencegahan terhadap terjadinya batu ginjal dan keladian ulangan. Namun masukan yang banyak terutama air putih merupakan hal terkuat dan paling

27

ekonomis dalam pecegahan batu ginjal dan hal ini sering tidak digunakan oleh pasien yang pernah mengidap batu ginjal.

28

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL 3.1 KERANGKA TEORI

Tekanan Panas

Kenaikan Suhu Tubuh

Dilatasi Pembuluh Darah dan Keluar Keringat Faktor Pekerjaan:

Cairan Tubuh
Berkurang (Dehidrasi)

Masa Kerja

Kristalisasi Urin Kepekatan Urin Bertambah

Faktor Manusia: 1. 2. 3. 4. 5. Gambar 3.1 Kerangka Teori. Usia Konsumsi makanan Obat-obatan Riwyat penyakit Jumlah konsumsi air minum

29

3.2 KERANGKA KOSEPTUAL Variabel Bebas Variabel Terikat

Tekanan Panas

Usia Kejadian Kristalisasi Urin Masa Kerja

Jumlah Konsumsi Air Minum Variabel Pengganggu: Konsumsi Makanan dan Minuman dan Tertentu* Obat-obatan* Riwayat Penyakit Ginjal* Kebiasaan Buang Air Kecil selama Bekerja*

Keterangan: *variabel tidak diteliti. Gambar 3.2 Kerangka KonseptuaL.

30

3.3 HIPOTESIS 1. Ada hubungan antara tekanan panas dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di PT. IGLAS. 2. Ada hubungan abtara usia dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di PT.IGLAS. 3. Ada hubungan antara masa kerja dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di PT.IGLAS. 4. Ada hubungan antara jumlah konsumsi air minum terhadap terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di PT. IGLAS.

31

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancang Bangun Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh penjelasan dari suatu keadaan atau situasi (Notoatmojo, 2010: 37). Desain penelitian ini berupa seksional silang (crossectional) yaitu studi yang dilakukan dengan menentukan sampel dari populasi pada suatu waktu dan pengumpulan datanya dilaksanakan pada periode waktu tertentu dan pengukuran dilakukan sekali saja sewaktu data dikumpulkan. Outcome utama pada penelitian ini adalah kristalisasi urin positif dan negatif. 4.2 Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan obyek yang diteliti (Sukidjo

Notoatmodjo,2010:115). Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja bagian produksi di PT. IGLAS, yang memenuhi kriteria inklusi. 4.3 Sampel dan cara pengambilan sampel 4.3.1 Sampel penelitian Sampel merupakan obyek yang akan diteliti dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi (Soekidjo Notoatmodjo,2010). Sampel yang diambil adalah sebagian dari jumlah tenaga kerja yang ada di PT. IGLAS, yang memenuhi kriteria sebagai beriku: 1. Laki-laki 2. Masih aktif bekerja setiap hari pada saat dilaksanakan penelitian. 3. Jenis pekerjaan (peleburan dan pengecoran logam)

32

Kriteria eksklusi adalah pekerja yang mempunyai riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit diabetes mellitus, mengkonsumsi obat-obatan seperti anti hipertensi dan antasida secara rutn. 4.3.2 Besar sampel

Diasumsikan jumlah pekerja 100 orang dengan tingkat kesalahan 5% Maka jumlah sampel sebesar:

n = 80 Jadi besar sampel minimal yang digunakan adalah 80 orang. 4.3.3 Cara pengambilan sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan cara Simple Random Sampling. 4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini di PT. IGLAS.

33

4.5. Definisi Operasional Variabel No. Variabel Penelitian 1 Tekanan Panas Definisi Skala Pengukuran Kombinasi interaksi dari Satuan 0C suhu udara, kelembaban udara, kecepatan aliran udara dan suhu radiasi yang dihubungkan Keterangan

dengan produksi panas oleh tubuh yang didapat dari metabolisme dengan parameter ISBB. Dan

ukuran dalam celcius.

Usia

Jumlah tenaga tahunn penelitian

ulang kerja

tahun Skala sampai Ordinal

A. 20-30 tahun B. 31-40 tahun C. 41-50 tahun D. 51-60 tahun

dilakukannya melalui dari data

perhitungan identitas (KTP) 3 Masa kerja Lamanya bekerja

diri

pekerja

tenaga

kerja Ordinal sampai tahun

A. Kurang dari 5 tahun B. Lebih dari 5

dilakukannya penelitian

34

tahun. 4 Jumlah Banyaknya air minum Ordinal dikonsumsi yang oleh Liter akan melaui A. Kurang dari 2 liter setiap hari B. lebih dari 2 liter hari 5 Kristalisai urin Kejadian kristalisai urin ordinal yag terjadi pada pekerja selama masih bekerja. 0, +1, +2, +3,+4 setiap

konsumsi air yang minum pekerja

ditanyakan kuesioner

4.6 Tehnik dan Instrumen Pengumpulan Data 4.6.1 Tehnik Pengumpulan Data Data primer diperoleh melalui: a. Observasi lapangan, yaitu dengan melakukan peninjauan secara langsung atau mengamati karyawan secara langsung. b. Dilakukan dengan wawancara menggunakan instrumen berupa kuesioner. c. Mengukur secara langsung parameter-parameter yang ingin diteliti yaitu ISBB. d. Untuk melihat status ginjal dan melihat kristalisasi urin dilakuakan di laboratorium dengan pemeriksaan urin sewaktu yang diambil sebelum waktu istirahat, pemeriksaan yang dilakukan adalah sedimen urin.

35

2.6.2 Jalannya Penelitian Jalannya penelitian: 1. Kepada pekerja dijelaskan tujuan penelitian dan jalannya penelitian 2. Melakukan anamnese untuk memperoleh kriteria inklusi. 3. Menyingkirkan kriteria eksklusi dengan anamneses adanyat penyakit sistemik yang berhubungan dengan terjadinya kristalisasi urin dan kebiasaan minum obat-obatan yang ada hubungannya dengan terjadinya kristalisasi urin seperti obat penrun darah tinggi (thiazide) dan obat sakit maag. 4. Melaksanakan pemeriksaan urin pekerja dengan kriteria sampel urin sesuai dengan ketentuan yang diberikan laboratorium yakni sewaktu. 4.7 Pengolahan dan Tehnik Analisis Data Data yang telah berhasil dikumpulkan, disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan tabulasi silang untuk kemudian dilakukan analisis data berdasarkan variabel penelitian yang telah ditentukan. Menganalisis adanya hubungan dengan menggunakan uji spearman.

36

Anda mungkin juga menyukai