Anda di halaman 1dari 5

Kaidah Dasar Bioetik Febriane Adeleide Everdine NIM: 102012238 / D7 Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Alamat Korespondensi

: Jalan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat Pendahuluan Perkembangan yang begitu pesat di bidang ilmu kedokteran, membuat dokter di negara kita ini semakin banyak. Dokter merupakan profesi yang mulia, karena ia berhadapan dengan orang-orang sakit yang sangat membutuhkan pertolongan dokter. Seorang dokter dalam praktiknya tentu saja harus memiliki etika yang baik. Etik (ethics) berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti akhlak, adat kebiasaan, watak perasaan, sikap, yang baik dan yang layak. Menurut kamus kedokteran (Ramali dan Pamuncak 1987), etika adalah pengetahuan tentang perilaku yang benar dalam satu profesi. Pekerjaan profesi merupakan pekerjaan yang memerlukan pendidikan dan latihan tertentu, memiliki kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, seperti ahli hukum (hakim, pengacara), wartawan, dosen, doketer, dokter gigi dan apoteker.1 Tidak boleh ia melakukan sesuatu sesuai keinginannya sendiri. Atau pun hanya untuk mencari keuntungan sendiri. Oleh karena itu, makalah ini disusun dengan tujuan untuk menjelaskan lebih dalam mengenai etika kedokteran. Agar menjadikan kita sebagai para calon dokter untuk memiliki intelektual yang baik. Dimana kita nantinya akan berhadapan langsung dengan masyarakat. Isi Menurut pasal 1 butir 11 UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Profesi kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan berjenjang dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat. Etika kedokteran berbicara tentang bidang medis dan profesi kedokteran saja, terutama hubungan dokter dengan pasien, keluarga, masyarakat, dan teman sejawat. Oleh karena itu, sejak 3 dekade terakhir ini telah dikembangkan bioetika atau disebut juga etika biomedis.1

Bioetika berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan ethos yang berarti normanorma atau nilai-nilai moral. Bioetika mencakup isu-isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis, seperti abortus, eutanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi buatan, dan rekayasa genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja, demografi, dan sebagainya.1 Pada tahun 1971, seorang onkolog (pakar tumor) Amerika Serikat, van Resseler Potter, penulis Bioethics: Bridge to the Future (1971), mengabadikan istilah bioetika. Selaku penanggung jawab istilah ini, dia menginginkan bioetika sebagai sebuah cabang ilmu tersendiri atau sebuah etika baru berdasarkan tujuan biologis. Sejak diabadikan (1971), istilah ini mendunia dan digunakan di beberapa kawasan seperti Universitas Georgetown Washington di Amerika Serikat. Pada tahun 1973, bioetika dianggap sebagai cabang ilmu baru.2 Di Indonesia, bioetika baru berkembang sekitar satu dekade terakhir yang dipelopori oleh Pusat Pengembangan Etika Universitas Atma Jaya Jakarta. Perkembangan selanjutnya diadakan peremuan bioetik I di UGM pada tahun 2000, pertemuan ke II di Bandung pada tahun 2002, pertemuan ke III di Jakarta pada tahun 2004 dan pertemuan ke IV pada tahun 2006 di Surabaya. Serta terbentuknya Jaringan Bioetika dan Humaniora Kesehatan Indonesia (JBHKI) pada tahun 2002. Diharapkan studi bioetika akan lebih berkembang dan tersebar luas di seluruh Indonesia pada masa datang.1 Tampak bahwa kesadaran akan pentingnya peran bioetika dalam hidup manusia kian meningkat.2 Beauchamp dan Childress mengakui empat kaidah dasar bioetik. Yaitu: autonomy, beneficence, non-maleficence dan justice. Dan 2 prinsip dasar; kejujuran dan kepercayaan. Setiap prinsip harus menggunakan prima facie, yang berarti situasi khusus dapat disampingkan oleh prinsip yang lain dengan mempertimbangkan yang lebih penting. 3 Autonomy Autonomy adalah satu dari empat dasar etika kedokteran. Konsep autonomy berasal dari bahasa Yunani yang berarti peraturan diri atau penentuan diri. Prinsip autonomy diasumsikan bahwa pasien bebas dari kontrol orang lain dan mempunyai kapasitas untuk membuat pilihan hidupnya sendiri.4

Setelah mempertimbangkan nilai, benar, dan dapat diterima dengan risiko dan keuntungan, pasien mendapatkan informed consent (persetujuan medik). Dokter harus menghargai keputusan pasien dan tidak boleh melakukan intervasi.5 Dimana pasien yang melakukan informed consent haruslah pasien yang kompeten. Selain itu, pasien harus mengerti dengan jelas keputusan yang akan diambilnya.6 Dalam kasus; Paragraf 3: Menjaga hubungan kontrak. Paragraf 4 dan 6: Tidak berbohong pada pasien. Paragraf 5: Informed Consent Beneficence Satu dari prinsip dasar disampaikan oleh Hippocratic Oath yang berkata saya akan menyembuhakan orang sakit, berdasarkan kemampuan yang saya miliki Kalimat itulah yan g kita kenal sekarang dengan prinsip beneficence. Beneficence dapat didefinisikan dengan melakukan dengan baik, mementingkan kepentingan orang lain atau memimpin untuk mengarahkan pada keadaan yang sehat. Berpusat pada Hippocratic, bahwa dokter bukan untuk mencari kemuliaan atau kehormatan tapi untuk masyarakat yang lebih baik. Dokter mempunyai tanggung jawab pada masyarakat atau pasien. Dokter bekerja hanya untuk masyarakat agar mendapatkan penyembuhan di saat yang tepat.3 Diperlukan kepercayaan dalam prinsip ini. Dan dokter harus menjelaskan secara jelas bagaimana penyakit ini, apa dampaknya kemudian dan mengapa harus dilakukan penyembuhan. Dokter bekerja harus menghargai pasien yang ada. Harus berusaha semaksimal mungkin demi kesembuhan pasien.4 Dalam kasus; Paragraf 1 dan 8: Altruisme. Paragraf 2 dan 3: memberikan obat Paragraf 3: Paternalisme yang berupa memberikan nasehat. Paragraf 4,5 dan 6: minimalisasi akibat buruk. Paragraf 5: kewajiban menolong pasien gawat darurat. Dan melakukan pelanggaran pada paragraf 7: menguntungkan dokter. Non Maleficence Hippocratic Oath mengatakan Saya akan menyembuhkan orang sakit berdasarkan kemampuan yang saya miliki tapi saya tidak akan pernah menggunakan itu jika hanya untuk melukai atau memburukkan mereka Dalam dunia kedokteran tidak bisa dijauhi mengenai kesalahan, banyak yang tidak bisa diprediksi hal buruk terjadi. Itu dapat disebabkan karena

hubungan antara dokter dengan dokter lainnya atau pun dengan perawat yang kurang baik, ekonomi dan lingkungan. Yang biasa disebut tiga garis bawah.4 Utamakan tidak berbuat keburukan dalam praktiknya. Dalam keadaan berbahaya dokter harus sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut. Dan tindakan dokter tersebut harus terbukti efektif.6 Prinsip Double effect. Tindakan yang merugikan tidak selalu dianggap tindakan yang buruk. Karena setidaknya sudah ada usaha dan niat untuk mendapatkan hasil yang baik. Dan juga perimbangan yang layak. Akibat baik masih lebih besar dari akibat buruk.6 Dalam kasus; Paragraf 3: Menjaga kelompok rentan. Paragraf 4 dan 6: mencegah misrepresentasi dari pasien. Paragraf 5 dan 6: pasien emergency. Dan melakukan pelanggaran pada paragraf 7: Mengobati secara tidak proporsional. Justice Kata justice mengandung arti kejujuran, kebenaran dan keadilan. Prinsip Justice mengandung makna bahwa kebaikan harus didapat secara adil.3 Justice memberi perlakuan sama kepada pasien untuk kebahagiaan pasien dan umat manusia. Tanpa membeda-bedakan suku, ras atau pun agama dalam praktiknya.6 Dalam kasus; Paragraf 2: Melakukan segala sesuatu secara universal. Paragraf 4: Menghargai hak orang lain. Paragraf 5 dan 6: Menjaga kelompok rentan. Paragraf 6: Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien. Kesimpulan Dalam praktinya, dokter harus menggunakan etika.Yang meliputi 4 Kaidah dasar bioetika, yaitu; Autonomy, Beneficence, Non-maleficence dan Justice. Keempat Kaidah tersebut harus menggunakan prima facie. Dimana semuanya tergantung pada situasi dan kondisi yang berlaku pada saat itu. Dimana Autonomy merupakan hak pasien untuk mengambil keputusan dalam pengobatannya. Beneficence merupakan dokter harus berusaha semaksimal mungkin demi kesembuhan pasien bukan untuk mencari keuntungan. Non maleficence merupakan pasien yang sedang gawat dan dokter harus meminimalisasi akibat buruk. Sedangkan justice adalah keadilan. Dimana dalam praktiknya dokter harus berbuat adil, tanpa membeda-bedakan pasiennya.
4

Daftar Pustaka 1. Hanafiah M Jusuf, Amir Amri. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Jakarta: EGC, 2008. Hal. 2-4 2. Chang Wiliam. Bioetika sebuah pengantar. Yogyakarta: Kanisius, 2009. Hal. 1315 3. Keridge Ian, Lowe Michael, McPhee John. Ethics and law for the health professions. Sydney: The federation press, 2007. Hal. 46-55 4. Morrison Eileen. Ethics in health administration. USA: Jones and bartlett publishers, 2011. Hal. 28-29, 48-55 5. Principles and practice of clinical research. USA. 2007. Hal. 21 6. Hartono Budiman, Salim darminto. Who am I? Jakarta: Fakultas Kedokteran Ukrida, 2012. Hal. 1-7

Anda mungkin juga menyukai