Anda di halaman 1dari 17

Perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi pada orang tua ( geriatri ), menyebabkan gangguan pendengaran.

Jenis ketulian yang terjadi pada kelompok geriatri umumnya adalah tuli saraf, namun juga dapat berupa tuli konduktif atau tuli campur.1 Istilah presbikusis atau presbiakusis, atau tuli pada orang tua diartikan sebagai gangguan pendengaran sensorineural pada individu yang lebih tua. Yang khas daripadanya, presbikusis menyebabkan gangguan pendengaran bilateral terhadap frekuensi tinggi yang diasosiasikan dengan kesulitan mendiskriminasikan kata-kata, dan juga gangguan terhadap pusat pengolah informasi pada saraf auditorik. Selain itu, bentuk lain dari presbikusis pernah dilaporkan. Hubungan antara usia yang lanjut dengan ketulian pada frekuensi yang tinggi pertama sekali dipaparkan oleh Zwaardemarker pada 1899. Sejak itu, penelitian lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui perubahan patologik yang terjadi pada presbikusis, tetapi mekanisme terjadinya masih belum diketahui. 2 Presbikusis merupakan masalah yang penting dalam masyarakat. Hal ini terjadi pada populasi lansia yang merupakan akibat dari penurunan fungsi yang berhubungan dengan usia. Sebagai tambahan, bertambahnya umur menyebabkan gangguan konsentrasi untuk mengingat memori sehingga terjadi kesulitan dalam memahami pembicaraan khususnya pada suasana yang bising. Akhirnya, penurunan fungsi pendengaran ini akan mengakibatkan isolasi dari sejumlah orang tua/lansia dengan cara membatasi penggunaan telepon, menyebabkan mereka melepaskan kesempatan bersosialisasi seperti menghadiri konser musik, kegiatan-kegiatan sosial, dan lain sebagainya.2 Yang paling mungkin terjadi pada usia lanjut, sehingga disebut tuli karena usia, adalah hilangnya pendengaran akibat faktor ekstrinsik seperti bising atau ototoksisitas atau faktor intrinsik seperti predisposisi genetik terhadap hilangnya pendengaran. Tuli pada pasien usia lanjut dapat juga disebabkan oleh kombinasi faktor kausatif Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi pendengaran adalah sebagai berikut : Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui

daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut , sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis.1 3. JENIS JENIS KETULIAN PADA ORANG TUA Tuli pada orang tua dibagi atas dua macam, yakni : 3.1 Tuli konduktif pada geriatri Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat menyebabkan perubahan atau kelainan berupa , a. berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran daun telinga ( pinna ) b. atrofi dan bertambah kakunya liang telinga c. penumpukan serumen d. membran timpani bertambah tebal dan kaku e. kekauan sendi dan tulang-tulang pendengaran1 Pada geriatri, kelenjar-kelenjar serumen mengalami atrofi, sehingga produksi kelenjar serumen berkurang dan menyebabkan serumen menjadi lebih kering, sehingga sering terjadi gumpalan serumen ( serumen prop ) yang akan mengakibatkan tuli konduktif. Membran timpani yang bertambah kaku dan tebal juga akan menyebabkan gangguan konduksi, demikian pula halnya dengan kekauan yang terjadi pada persendian tulangtulang pendengaran.1 3.2 Tuli Saraf pada Geriatri ( Presbikusis ) Presbikusis adalah tuli saraf sensori neural frekuensi tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai pada frekuensi 100 Hz atau lebih.1,4 4. ETIOLOGI

Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut diatas.1,5 Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Progesifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan.1 5. PATOFISIOLOGI Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan Nervus vestibulocochlearis ( VIII ). Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ korti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskuler juga terjadi pada stria vaskularis. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf.2 Banyak peneliti menyelidiki penyebab dari ketulian ini. Crowe dan rekannya, Saxen, Gacek dan Schuknecht telah mempelajari perubahan histologik dari koklea pada telinga seseorang dengan presbikusis. Gacek dan Schucknecht mengidentifikasi 4 lokasi penuaan koklea dan membagi presbikusis menjadi 4 tipe berdasarkan lokasi tersebut. Perubahan histologik ini berhubungan dengan gejala yang timbul dan hasil pemeriksaan auditorik.2 Adapun keempat tipe dari prebikusis adalah sebagai berikut : 5.1 Presbikusis sensorik Tipe ini menunjukkan atrofi dari epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel penyokong Organ Corti. Prosesnya berasal dari bagian basal koklea dan perlahanlahan menjalar ke daerah apeks. Perubahan ini berhubungan dengan penurunan ambang frekuensi tinggi, yang dimulai setelah usia pertengahan. Secara histology, atrofi dapat terbatas hanya beberapa millimeter awal dari basal koklea. Proses berjalan dengan lambat. Beberapa teori mengatakan perubahan ini terjadi akibat akumulasi dari granul pigmen lipofusin.2 5.2 Presbikusis Neural Tipe ini memperlihatkan atrofi dari sel-sel saraf di koklea dan jalur saraf pusat. Schuknecht memperkirakan adanya 2100 neuron yang hilang setiap dekadenya ( dari totalnya sebanyak 35000 ). Hilangnya neuron ini dimulai pada awal kehidupan dan mungkin diturunkan secara genetik. Efeknya tidak disadari sampai seseorang berumur lanjut sebab gejala tidak akan timbul sampai 90 % neuron akhirnya hilang. Atrofi terjadi mulai dari koklea, dengan bagian basilarnya sedikit lebih banyak terkena dibanding sisa dari bagian koklea lainnya. Tetapi,

tidak didapati adanya penurunan ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan tipe ini menyebabkan penurunan diskriminasi kata-kata yang secara klinik berhubungan dengan presbikusis neural dan dapat dijumpai sebelum terjadinya gangguan pendengaran.2 5.3 Presbikusis Metabolik Kondisi ini dihasilkan dari atrofi stria vaskularis. Stria vaskularis normalnya berfungsi menjaga keseimbangan bioelektrik dan kimiawi dan juga keseimbangan metaboliK dari koklea. Atrofi dari stria ini menyebabkan hilangnya pendengaran yang direpresentasikan melalui kurva pendengaran yang mendatar ( flat ) sebab seluruh koklea terpengaruh. Diskriminasi kata-kata dijumpai. Proses ini berlangsung pada seseorang yang berusia 30-60 tahun. Berkembang dengan lambat dan mungkin bersifat familial.2 5.4 Presbikusis Mekanik ( presbikusis konduktif koklear ) Kondisi ini disebabkan oleh penebalan dan kekakuan sekunder dari membran basilaris koklea. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus koklearis dan atrofi dari ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli sensorineural yang berkembang sangat lambat.2 Perubahan histologik presbikusis jarang sekali ditemukan hanya pada satu area saja, karena perkembangan presbikusis melibatkan perbuahan simultan pada banyak tempat. Hal ini menjelaskan sulitnya menghubungan gejala klinik atau tanda dengan lokasi anatomik yang spesifik, seperti yang dikemukakan oleh Suga dan Lindsay juga oleh Nelson dan Hinojosa.2 Banyaknya penelitian terbaru ditujukan untuk mengetahui penyebab sebenarnya dari presbikusis. Sebahagian besar menitikberatkan pada abnormalitas genetik yang mendasarinya, atau memiliki peranan ataupun mencetuskan perkembangan dari penyakit ini.2 Salah satu penemuan yang paling terkenal sebagai penyebab potensial presbikusis adalah mutasi genetik pada DNA mitokondrial. Penurunan perfusi ke koklea dihubungkan dengan umum mungkin berperan dalam pembentukan metabolit oksigen reaktif, yang efek sampingnya mempengaruhi struktur telinga dalam. Kerusakan DNA mitokondrial dapat menyebabkan berkuranya posforilasi oksidatif, yang berujung pada masalah fungsi neuron di telinga dalam.2 Nutrisi dan anatomi diduga berperan juga dalam menyebabkan presbikusis. Berner, dkk, menjumpai adanya hubungan antara defisiensi asam

folat dan vitamin B12 dengan hilangnya pendengaran tetapi hubungannya tidak signifikan secara statisti. Martin Villares menemukan hubungan antara level kolesterol yang tinggi dengan berkurangnya pendengaran. Walaupun pneumatisasi dari mastoid tidak berhubungan dengan terjadinya presbikusis pada penelitian yang dilakukan oleh Pata, dkk, tetapi perubahan ultrastruktur pada lempeng kutikular tampak berhubungan dengan riwayat ketulian pada frekuensi tinggi pada studi terhadap tulang temporal manusia yang dilakukan oleh Scholtz.2 6. EPIDEMIOLOGI Insidens presbikusis secara global bervariasi. Negara-negara barat memiliki pola yang begitu berbeda pada tuli jenis ini. Penelitian yang dilakukan pada Tahun 1962 oleh Rosen, dkk, pada Suku Mabaans di Sudan menemukan hilangnya pendengaran lebih banyak terjadi pada usia lanjut pada masyarakat urban. Mungkin hal tersebut berhubungan dengan paparan terhadap kebisingan yang kronik juga keterlibatan penyakit sistemik yang sering pada masayarakat daerah industri seperti Arterosklerosis, diabetes, penyakit saluran nafas. Tidak didapati hubungan antara ras atau jenis kelamin tertentu yang paling banyak terkena presbikusis ini. Insidensinya meningkat seiring dengan bertambahnya usia.2,6 7. GEJALA KLINIK Gejala klinik bervariasi antara masing-masing pasien dan berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada koklea dan saraf sekitarnya. Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif, simetris pada kedua telinga, yang saat dimulainya tidak disadari.1,2,7 Keluhan lain adalah adanya telinga berdenging ( tinnitus ). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan secara cepat dengan latar belakang yang riuh ( cocktail party deafness). Terkadang suara pria terdengar seperti suara wanita. Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan ( recruitment ).1,2,7 8. DIAGNOSA Diagnosa ditegakkan pemeriksaan penunjang. 8.1 Anamnesa Pada anamnesa akan didapati keluhan-keluhan seperti yang diterangkan dalam gejala klinis yang tidak diketahui kapan dimulainya. Gejala tersebut berkembang perlahan dan sangat lambat. Kesulitan mengucapkan beberapa konsonan tertentu sepeti f, s, atau th pada orang Inggris misalnya. dengan Anamnesa, pemeriksaan fisik dan

Kemudian adanya riwayat paparan berulang terhadap kebisingan seperti latar belakang pekerjaan menjadi anggota militer, pekerja industri dan sebagainya. Adanya riwayat penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik, dsb.2,8 8.2 Pemeriksaan Fisik Tidak dijumpai keabnormalan pada pemeriksaan fisik. Tetapi dengan pemeriksaan otoskopi tampak membran timpani suram, dan jika dilakukan tes penala, maka akan menunjukkan suatu tuli sensorineural yang bilateral.1 8.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan audiometric nada murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris.Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam ( sloping ) setelah frekuensi 2000 Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis sensorik dan neural. Kedua jenis presbikusis ini sering ditemukan. Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.Pemeriksaan audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara ( speech discrimination ). Keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear.1 9. PENATALAKSANAAN. Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar ( hearing aid ). Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih memuaskan bila dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran ( speech reading ), dan latihan mendengar ( auditory training ), prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara ( speech therapist ).1 Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah memperbaiki efektifitas pasien dalam komunikasi sehari-hari. Pembentukan suatu program rehabilitasi untuk mencapai tujuan ini tergantung pada penilaian menyeluruh terhadap gangguan komunikasi pasien secara individual serta kebutuhan komunikasi sosial dan pekerjaan. Partisipasi pasien ditentukan oleh motivasinya. Oleh karena komunikasi adalah suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih, maka keikutsertaan keluarga atau teman dekat dalam bagian-bagian tertentu dari terapi terbukti bermanfaat.9 Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan komponen tradisional dari rehabilitasi pendengaran. Pasien harus dibantu untuk memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual sambil mengenali beberapa keterbatasan dalam membaca gerak bibir. Selama latihan pendengaran, pasien

dapat melatih diskriminasi bicara dengan cara mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam lingkungan yang sunyi dan yang bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada lokalisasi, pemakaian telepon, cara-cara untuk memperbaiki rasio sinyal-bising dan perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar.9 Program rehabilitasi dapat bersifat perorangan ataupun dalam kelompok. Penyuluhan dan tugas-tugas khusus paling efektif bila dilakukan secara perorangan, sedangkan program kelompok memberi kesempatan untuk menyusun berbagai tipe situasi komunikasi yang dapat dianggap sebagai situasi harian normal untuk tujuan peragaan ataupun pengajaran.9 Pasien harus dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap isyaratisyarat lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat membantu kekurangan informasi dengarnya. Perlu diperagakan bagaimana struktur bahasa menimbulkan hambatan-hambatan tertentu pada pembicara. Petunjuk lingkungan, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap alami cenderung melengkapi pesan yang diucapkan. Bila informasi dengar yang diperlukan untuk memahami masih belum mencukupi, maka petunjuk-petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan ini. Seluruh aspek rehabilitasi pendengaran harus membantu pasien untuk dapat berinteraksi lebih efektif dengan lingkungannya. Tinnitus obyektif adalah jika suara yang didengar oleh penderita dapat didengar pula oleh pemeriksa, sedangkan pada tinnitus subyektif suara hanya terdengar oleh penderita saja (Lockwood et.al., 2002). Subyektif tinnitus juga dapat disebabkan oleh beberapa keadaan sebagaimana yang tertera pada tabel 1. Tinnitus subyektif bias disebabkan oleh karena berasal dari gangguan telinga (otologic), karena efek dari medikasi ataupun obat-obatan (Ototoxic), gangguan neurologist, gangguan metabolisme, ataupun dikarenakan oleh depresi psikogenik. Sedangkan tinnitus obyektif dapat disebabkan oleh karena adanya gangguan vaskularisasi, gangguan neurologist ataupun gangguan pada tuba auditiva atau Eustachian tube (Crummer & Hassan, 2004).

Secara lebih rinci tinnitus subyektif dapat pula disebabkan oleh adanya presbiacusis ataupun karena adanya pengaruh suara yang terlalu keras sebagaimana yang tertera pada tabel 2. Pada tabel dijabarkan mengenai kemungkinan etiologi yang

umum terdapat pada penderita dengan tinnitus subyektif. Etiologi tinnitus subyektif antara lain adalah : presbiakusis, paparan suara bising yang lama, trauma akustik yaitu terpapar suara dengan intensitas tinggi sewaktu, otosklerosis yaitu terjadinya proses pengapuran pada tulang pendengaran di telinga tengah ataupun pengapuran pada cochlea, infeksi, autoimun, ataupun predisposisi genetic, dan juga trauma pada kepala ataupun leher (Folmer et.al., 2004). Sedangkan tinnitus obyektif merupakan tinnitus yang sangat jarang

ditemui (Crummer & Hassan, 2004). Berdasar klasifikasi etiologi tinnitus obyektif oleh Lockwood et. al., (2002), maka tinnitus obyektif dibagi menjadi dua (2) sub bagian yaitu pulsatil dan non pulsatil.
Pulsatile Tinnitus Neoplasma pada umumnya pada vaskular Glomus tumors atau paragangliomas (chemodectoma, paragangliomas) Glomus tympanicum, glomus jugulare, glomus jugulotympanicum Hemangioma Hemangioma N VII, cavernous hemangioma Neoplasma Vaskular lainya Meningioma, adenoma Lesi Vaskular Lesi arteri akibat perlukaan Atherosclerotic plaque (carotid atau intracranial) Vaskular malformations (intracranial, dural; dapat berupa sekuel dari trauma) Aneurysma Carotid artery dissection (spontan atau traumatik) Kelainan Kongenital arteri Aberrant internal carotid arteri Persistent stapedial artery Abnormalitas Vena Abnormalitas bulbus Jugularis (posisi tinggi, diverticulum, dehiscence, pembesaran) Kelainan vaskular lainnya Fibromuscular dysplasia pada carotid artery Kompresi Vaskular pada kokhlea atau Nervus auditorik Pada root entry zone Kasus Lainya Penyakit Katup Jantung (aortic stenosis, insufficiency)

Hipertensi intracranial Benigna atau pseudotumor cerebri Hyperdynamic state (eg, anemia, thyrotoxicosis) Otosclerosis dengan anastomosiss antara tulang haversi Dengan lapisan endochondral layer Nonpulsatile Tinnitus Palatal myoclonus Spasm, fasciculations, or fibrillations dari m. tensor tympani atau m. stapedius emisi otoakustik spontan Patulous eustachian tube

Tinnitus obyektif type pulsatil merupakan tinnitus obyektif yang sering ditemukan. Tinnitus pulsatil pada umunya diakibatkan oleh adanya turbulensi aliran darah arteri (percabangan arteri carotis interna) ataupun adanya aliran darah yang sangat cepat pada pembuluh darah lain di sekitar organ pendengaran. Kelainan aliran darah tersebut akan menyebabkan hantaran gelombang melalui tulang ataupun didnding pembuluh darah yang terhubung kepada cochlea, dan menghasilkan interpretasi suara. Sedangkan tinnitus obyektif tipe non-pulsatil merupakan tinnitus obyektif yang paling jarang ditemukan. Major cause dari tinnitus non-pulsatil adalah adanya palatal myoclonus yang diakibatkan adanya kontraksi ritmik pada palatum mole atau soft palatal (Lockwood et. al., 2002).

B. Patofisiologi B.1. Tinnitus Subyektif Penyakit atau gangguan pada telinga merupakan sebab yang paling banyak sebagai etiologi tinnitus subyektif, yang kemudian disebut sebagai otologic disorder atau gangguan otologik. Sebagian besar tinnitus sebyektif disebabkan oleh hilangnya kemampuan pendengaran (hearing loss), baik sensorineural ataupun konduktif.

Gangguan pendengaran yang paling sering menyebabkan tinnitus subyektif adalah NIHL (noise induced hearing loss) karena adanya sumber suara eksternal yang terlalu kuat impedansinya (Crummer & Hassan, 2004).

Sumber suara yang terlalu keras dapat menyebabkan tinnitus subyektif dikarenakan oleh impedansi yang terlalu kuat. Suara dengan impedansi diatas 85 dB akan membuat stereosilia pada organon corti terdefleksi secara lebih kuat atau sudutnya menjadi lebih tajam, hal ini akan direspon oleh pusat pendengaran dengan suara berdenging, jika sumber suara tersebut berhenti maka stereosilia akan mengalami pemulihan ke posisi semula dalam beberapa menit atau beberapa jam. Namun jika impedansi terlalu tinggi atau suara yang didengar berulang-ulang (continous exposure) maka akan mengakibatkan kerusakan sel rambut dan stereosilia, yang kemudian akan mengakibatkan ketulian ( hearing loss) ataupun tinnitus kronis dikarenakan oleh adanya hiperpolaritas dan hiperaktivitas sel rambut yang berakibat adanya impuls terus-menerus kepa ganglion saraf pendengaran (Folmer et. al., 2004). Menieres syndrome dengan adanya keadaan hidrops pada labirintus

membranaseous dikaranakan cairan endolimphe yang berlebih, tinnitus yang terjadi pada penyakit ini ditandai dengan adanya episode tinnitus berdenging dan tinnitus suara bergemuruh (Crummer & Hassan, 2004). Neoplasma berupa acoustic neuroma juga dapat menyebabkan terjadinya tinnitus subyektif. Neoplasma ini berasal dari sel schwann yang tumbuh dan menyelimuti percabangan NC VIII (Nervus Oktavus) yaitu n. vestibularis sehingga terjadi kerusakan sel-sel saraf bahkan demyelinasi pada saraf tersebut Crummer & Hassan, 2004).

Tinnitus yang diakibatkan oleh obat-obatan digolongkan dalam tinnitus ototoksik. Ototoksisitas yang terjadi akibat dari penggunaan obat-obatan tertentu sebagaimana telah dibahas sebelumnya akan mempengaruhi sel-sel rambut pada organon corti, NC VIII, ataupun saraf-saraf penghubung antara cochlea dengan system nervosa central (Crummer & Hassan, 2004). Gangguan neurologis ataupun trauma leher dan kepala juga dapat

menyebabkan adanya tinnitus subyektif, namun demikian patofisiologi ataupun mekanisme terjadinya tinnitus karena hal ini belum jelas Hassan, 2004). Penelitian-penelitian yang dilakukan didapatkan karakteristik penderita tinnitus obyektif yang memiliki gangguan metabolisme antara lain menderita hypothyroidism, hyperthyroidism, anemia, avitaminosa B12, atau defisiensi Zinc (Zn). Disamping itu penderita tinnitus rata-rata menunjukkan perubahan sikap dan gangguan psikologis walaupun sebetulnya depresi merupakan salah satu etiologi dari tinnitus subyektif (psikogenik). Gangguan tidur, deperesi, dan gangguan konsentrasi lebih banyak ditemukan pada penderita tinnitus subyektif dibandingkan dengan yang tidak mengalami gangguan psikologis B.2. Tinnitus Obyektif Tinnitus obyektif banyak disebabkan oleh adanya abonormalitas vascular yang mengenai fistula arteriovenosa congenital, shunt arteriovenosa, glomus jugularis, aliran darah yang terlalu cepat pada arteri carotis ( high-riding carotid) stapedial artery persisten, kompresi saraf-saraf pendengaran oleh arteri, ataupun dikarenakan oleh adanya kelainan mekanis seperti adanya palatal myoclonus, gangguan temporo (Crummer & Hassan, 2004). (Crummer &

mandibular joint, kekauan muscullus stapedius pada telinga tengah (Folmer et. al., 2004). Kelainan pada tuba auditiva (patulous Eustachian tube) akan menyebabkan terdengarnya suara bergemuruh terutama pada saat bernafas karena kelainan muara tuba pada nasofaring. Biasanya penderita tinnitus dengan keadaan ini akan menderita penurunan berat badan, dan mendengar suaranya sendiri saat berbicara atau autophony. Tinnitus dapat hilang jika dilakukan valsava maneuver atau saat penderita tidur terlentang dengan kepala dalam keadaan bebas atau tergantung melebihi tempat tidurnya (Crummer & Hassan, 2004).

B.2.a. Pulsatile Tinnitus Tinnitus pulsatil banyak diderita oleh pasien dengan turbulensi aliran arteri ataupun aliran darah yang cepat pada pembuluh darah. Penyakit jantung yang berhubungan dengan arteriosklerosis dan penuaan meningkatkan prevalensii tinnitus pulsatil, adanya stenosis arteri juga banyak ditemukan pada penderita dengan tinnitus jenis ini. Stenosis artery intracranial dapat menyebabkan turbulensi aliran darah pada bagian stenosis dan bagian distal dari stenosis (Gambar 12). Sementara itu stenosis arteri carotis merupakan tempat yang umum ditemukan, padahal arteri carotis tempatnya berdekatan dengan bagian proximal cochlea. Sehingga melalui tulang getarab turbulensi aliran darah mempengaruhi cochlea dan menyebabkan tinnitus obyektif. Pasien dengan thyrotoksikosis dan atrial fibrilasi juga dapat menderita tinnitus pulsatill (Lockwood et.al., 2002)..

B.2.b. Non-pulsatile Tinnitus

Tinnitus jenis ini jarang ditemukan, sementara itu tinnitus obyektif juga merupakan kasus yang jarang, sehingga dapat dikatakan bahwa kasus non-pulsatil tinnitus adalah sangat jarang ditemukan. Penyebab terjadinya tinnitus jenis ini sebagaimana telah dijelaskan pada sub-bab etiologi sebelumnya. Tinnitus jenis ini juga sering berhubungan dengan kontraksi periodik abnormal pada otot-otot faring, mulut, dan wajah bagian bawah, sehingga akan mempengaruhi kerja tuba auditiva (Lockwood et. al., 2002).

C. Pendekatan Diagnosis Klinis untuk Tinnitus Mengingat penanganan terhadap tinnitus adalah meletakkan dasar pemikiran bahwa penyakit tersebut adalah gejala dari sebuah penyakit lain yang

menyebabkanya, maka dalam melakukan diagnostik digunakan pendekatan klinis, supaya dapat dibedakan tinnitus menurut etiologinya (Waddel, 2004; Lockwood et. al., 2002). Membedakan secara garis besar jenis tinnitus yang diderita dan penilaian secara menyeluruh terhadap riwayat tinnitus serta penyakit lain merupakan suatu hal yang harus diteliti. Evaluasi terhadap keluhan tinnitus meliputii Hassan, 2004) : a. Riwayat tinnitus Evaluasi tinnitus pada pasien diawali dengan mempelajari keseluruhan riwayat tinnitus semenjak pertama kali muncul (seperti tertera pada Tabel 5). Evaluasi tinnitus berdasar riwayat tinnitus meliputi penilaian: i. Onset (Crummer &

Jika tinnitus berkembang seiring dengan penurunan kemampuan mendengar atau penderita adalah usia lanjut maka Presbiakusis bias menjadi penyebabnya. ii. Lokasi Tinnitus unilateral bias disebabkan oleh adanya impaksi serumen, otitis eksterna, dan otitis media. Sedangkan tinnitus unilateral denganunilateral tuli sensorik merupakan pertanda adanya neuroma akustik. iii. Bentuk tinnitus (Pattern) Tinnitus terus-menerus berhubungan dengan ketulian. Tinnitus yang episodic kemungkinan Menieres syndrome. Tinnitus pulsatil kemungkinan berasal dari kelainan vascular. iv. Karakteristik Tinnitus dengan suara rendah dan bergemuruh suspek Menieres syndrome. Sedangkan tinnitus dengan frekuensi tinggi berhubungan dengan tuli sensorik. v. Keterhubungan dengan keluhan vertigo dan penurunan kemampuan pendengaran Ada hubungan kuat dengan Menieres syndrome. vi. Paparan obat-obatan ototoksik Kemungkinan disebabkan oleh adanya Noise Induced atau medication-induced Hearing Loss. vii. Perubahan keluhan dan faktor eksaserbasi Tinnitus dengan patulous Eustachian tube mengurang dengan berbaring atau melakukan valsava maneuver. viii. Kelainan Metabolisme

Hiperlipidemi, gangguan tiroid, defisiensi Vitamin B12, anemia, bias menjadi penyebab tinnitus. ix. Lainya Signifikansi keluhan penderita terhadap kualitas hidup sehari-harinya menjadi pedoman manajemen tinnitus. b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan secara komprehensif pada telinga meliputi kanalis akustikus eksternus, serumen, membrane timpani, ataupun kemungkinan adanya infeksi. Auskultasi pada leher, periaurikularis, orbita dan mastoid juga harus dilakukan. Uji pendengaran menggunakan garpu tala (Weber dan Rinne) juga seharusnya dilakukan (Crummer & Hassan, 2004).

b. Pemeriksan Penunjang Pemeriksaan menggunakan audiometri sebaiknya dilakukan, karena pada umunya keluhan tinnitus adalah keluhan subyektif penderita dengan hubungan kelainan organ pendengaran adalah sangat minimal (Crummer & Hassan, 2004). Pendekatan diagnostik dalam langkah manajemen tinnitus berdasarkan kemungkinan penyebabnya dapat dilakukan melalui algoritma yang dibuat oleh Crummer & Hassan (2004) sebagaimana tertera pada gambar (13) Sedangkan algoritma yang bertitik berat pada riwayat penyakit untuk mengklasifikasikan jenis keluhan tinnitus, dan langkah-langkah pemeriksaan yang diperlukan untuk melakukan evaluasi keluhan tinnitus yang diderita pasien mengikuti algoritma yang disampaikan oleh Lockwood et.al. (2002) tertera pada.

Langkah

evaluasi

tinnitus

dan

perencanaan

penatalaksanaannya

dapat

dilakukan dengan beberapa tahapan sesuai dengan Gambar 15. Algoritma ini diajukan oleh Folmer et.al. (2004) sebagai acuan untuk melakukan intervensi berdasarkan keluhan tinnitus pada pasien. F. Penatalaksanaan Di Amerika FDA (Food and Drug Association) hingga saat ini belum memberikan persetujuan ataupun pengesahan terhadap obat-obatan yang digunakan untuk menangani tinnitus (Lockwood et.al., 2002). Tinnitus banyak berhubungan dengan berbagai penyakit ataupun gangguan pada organ pendengaran hingga pusat pendengaran, pada tataran inii maka tinnitus sebagai sebuah kelainan yang muncul sebagai kelainan membutuhkan beberapa penanganan khusus. Tinnitus menyebabkan adanya keluhan depresi, insomnia, ataupun

kecemasan, maka penatalaksanaannya ditujukan pada terapi psikoterapi untuk mengurangi gangguan tinnitus terhadap kualitas hidupnya. Accoustic Therapy (terapi akustik) di Amerika merupakan langkah Retraining Therapy yaitu terapi yang diformulasikan khusus secara individual sesuai riwayat penyakit pasien berupa menyarankan agar pasien mendengarkan musik yang disukainya pada saat berada di tempat sepi. Jika pasien memiliki kelainan pendengaran berupa ketulian maka penggunaan alat pendengaran akan menolong penurunan tinnitus. Hal tersebut enjadi ajuan manajemen atau penatalaksanaan Tinnitus yang dapat dilakukan selama 1 bulan, 6 bulan, atau 12 bulan tergantung penyakit atau kelainan yang mendasarinya. Sedangkan sebab-sebab lain berupa abnormalitas pembuluh darah hingga adanya neoplasma pada otak yang mengakibatkan tinnitus, maka penatalaksanaannya berada

pada penyakit tersebut. Namun pada tuli sensorineural yang menyebabkan tinnitus kronis merupakan penyakit yang hingga saat ini masih sangat sulit ditangani, hal ini menuntut adanya penjelasan yang mencukupi kepada penderita tinnitus kronis dengan penyebab tuli sensorineural (Folmer et.al., 2004). Penggunaan sediaan agonis reseptor GABA dapat menunjukkan perbaikan pada penderita dengan tinnitus dalam mekanisme yang masih diteliti (Eggermont & Roberts, 2004). Teori masking (menutupi), dengan metode noise generator (pembangkitan bunyi) yang dilakukan dengan menyalakan radio tanpa siaran (hanya desis) ataupun suara fan (kipas angina) pada saat hendak tidur sehingga tinnitus dikaburkan oleh suara dari luar dapat membuat penderita lebih baik (Folmer et.al., 2004; Crummer & Hassan, 2004; Lockwood et.al., 2002; The British Tinnitus Association, 2004). Pada dasarnya manajemen tinnitus adalah melakukan masking pada penderita sehingga terjadi perubahan persepsi penderita terhadap keluhan tinnitusnya. Pengobatan terhadap penyakit yang menyebabkan tinnitus, ataupun factor-faktor yang menjadi etiologi tinnitus perlu dilakukan untuk mendukung penurunan keluhan tinnitus (Folmer et.al., 2004; Waddel, 2004; Lockwood et.

Anda mungkin juga menyukai