Anda di halaman 1dari 10

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam

suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible. Melarut tidaknya suatu zat dalam suatu sistem tertentu dan besarnya kelarutan, sebagian besar tergantung pada sifat serta intensitas kekuatan yang ada pada zat terlarut-pelarut dan resultan interaksi zat terlarutpelarut. Dalam besaran kuantitatif kelarutan didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan yang sempurna pada temperatur tertentu. Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam keadaan setimbang dengan fase padat. Sedangkan larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari yang seharusnya pada temperatur tertentu terdapat juga zat terlarut yang tidak larut, keadaan lewat jenuh mungkin terjadi apabila inti kecil zat terlarut yang dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan lebih mudah larut daripada kristal besar, sehingga menyebabkan sulitnya inti terbentuk dan tumbuh dengan akibat kegagalan kristalisasi. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, selain itu dipengaruhi pula oleh faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada terbaginya zat terlarut. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah tak larut (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil. Proses pelarutan yang melibatkan interaksi solut dengan solut, solven dengan solven, dan solut dengan solven terdiri dari tiga tahap, yaitu Tahap pertama menyangkut pemindahan suatu molekul zat dari zat terlarut pada temperatur tertentu. Kerja yang dilakukan dalam memindahkan satu molekul dari zat terlarut sehingga dapat lewat ke wujud uap membutuhkan pemecahan ikatan antar molekul-molekul berdekatan. Proses pelepasan ini melibatkan energi sebesar 2W22 untuk memecah ikatan antar molekul yang berdekatan dalam kristal. Tetapi apabila molekul melepaskan diri dari fase zat terlarut, lubang yang ditinggalkan tertutup, dan setengah dari energi diterima kembali, maka total energi dari proses pertama adalah W22. Tahap kedua menyangkut pembentukan lubang dalam pelarut yang cukup besar untuk menerima molekul zat terlarut. Energi yang dibutuhkan pada tahap ini adalah W11. Bilangan 11 menunjukkan bahwa interaksi terjadi antar molekul solven. Tahap ketiga penempatan molekul zat terlarut dalam lubang pelarut. Lubang dalam pelarut yang terbentuk pada gambar 2, sekarang tertutup. Pada keadaan ini, terjadi penurunan energi, selanjutnya akan terjadi penutupan rongga kembali dan kembali terjadi penurunan energi potensial. Kelarutan zat di dalam pelarut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: Pelarut Bila suatu zat melarut, kekuatan tarik-menarik antar molekul dari zat terlarut harus diatasi oleh kekuatan tarikmenarik antara zat terlarut dengan pelarut. Ini menyebabkan pemecahan kekuatan ikatan antar zat terlarut dan pelarut untuk mencapai tarik-menarik zat pelarut.

1.)

Pelarut

Polar

Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionik dan zat polar lain. Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dengan segala perbandingan dan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi lain. Air melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton amina dan senyawa lain yang mengandung oksigen dan nitrogen yang dapat membentuk ikatan hidroksi dalam air. 2.) Pelarut Non Polar Aksi pelarut dari cairan non polar seperti hidrokarbon berbeda dengan zat polar. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit dan berionisasi lemah karena pelarut non polar tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan non elektrolit. Oleh karena itu, zat terlarut ionik dan polar tidak dapat larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut non polar. Tetapi senyawa non polar dapat melarutkan zat terlarut non polar dengan tekanan yang sama melalui interaksi dipol induksi. Molekul zat terlarut tetap berada dalam larutan dengan adanya sejenis gaya van der waals-london lemah. Maka, minyak dan lemak larut dalam karbon tetraklorida, benzen dan minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam pelarut non polar. 3.) Pelarut Semipolar Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol dapat menginduksi suatu derajat polaritas tertentu dalam molekul pelarut non polar, sehingga menjadi dapat larut dalam alkohol, contoh : benzen yang mudah dipolarisasikan, kenyataannya senyawa semipolar dapat bertindak sebagai pelarut perantara yang dapat menyebabkan bercampurnya cairan polar dan non polar. Faktor-faktor 1.) Interaksi yang solut mempengaruhi dan kelarutan solven

Pada kondisi tertentu, zat mempunyai kelarutan tertentu pula. Kemampuan berinteraksi antara solut dan solven sangat tergantung pada sifat solut maupun sifat solven, yang dipengaruhi efek kimia, elektrik maupun struktur. Kelarutan suatu zat juga bergantung pada struktur molekulnya seperti perbandingan gugus polar dan gugus non polar dari molekul. Semakin panjang rantai non polar dari alkohol alifatis, semakin kecil kelarutannya dalam air. Kelarutan zat terlarut dalam pelarut juga dipengaruhi oleh polaritas atau momen dipol pelarut. Pelarut-pelarut polar dapat melarutkan senyawa-senyawa ionik serta senyawa-senyawa polar lainnya. Salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh. Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent menjadi lebih besar. Contohnya : Riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang mengandung Nicotinamida. 2.) pH Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asamasam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamida dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal 3.) pada umumnya asam kuat sukar maka larut akan dalam air. Bila garam pH yang larutan mudah diturunkan larut dengan air. Tekanan penambahan terbentuk dalam

Pada umumnya, tekanan mempunyai efek sangat kecil terhadap kelarutan zat cair atau zat padat dalam pelarut zat cair. Namun apabila terjadi perubahan tekanan dapat ditunjukkan dengan prinsip Le Chatelier karena ia tergantung pada volume relatif larutan dan penyusun zat. Pada umumnya perubahan volume larutan kecil dikarenakan tekanan, sehingga tekanan yang diperlukan akan sangat besar untuk mengubah kelarutan zat.

4.)

Suhu

Perubahan kelarutan suatu zat terlarut karena pengaruh suhu erat hubungannya dengan panas kelarutan dari zat tersebut. Panas kelarutan didefinisikan sebagai banyaknya panas yang dibebaskan atau diperlukan apabila satu mol zat terlarut dilarutkan dalam suatu pelarut untuk menghasilkan suatu larutan jenuh. Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat. 5.) Pengaruh bentuk dan ukuran partikel Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat, Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila 6.) dibandingkan dengan Pengaruh partikel yang konstanta bentuknya simetris. dielektrik

Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalny. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat disebut co-solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir. Cara Kelarutan 1.) suatu zat (solut) dapat Meningkatkan ditingkatkan Pembentukan dengan berbagai cara, Kelarutan antara lain: Kompleks

Gaya antar molekuler yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya van der waals dari dispersi, dipolar dan tipe dipolar diinduksi. Ikatan hidrogen memberikan gaya yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler dan kovalen koordinat penting dalam beberapa kompleks logam. Salah satu faktor yang penting dalam pembentukan kompleks molekuler adalah persyaratan ruang. Jika pendekatan dan asosiasi yang dekat dari molekul donor dan molekul akseptor dihalangi oleh faktor ruang, kompleks akan atau mungkin berbentuk ikatan hidrogen dan pengaruh lain harus dipertimbangkan. Polietilen glikol, polistirena, karboksimetil-selulosa dan polimer sejenis yang mengandung oksigen nukleofilik dapat berbentuk kompleks dengan berbagai obat. Semakin stabil kompleks organik molekuler yang terbentuk, makin besar reservoir obat yang tersedia untuk pelepasan. Suatu kompleks yang stabil menghasilkan laju pelepasan awal yang lambat dan membutuhkan waktu yang lama untuk pelepasan sempurna. Cara ini membuat pentingnya pembuatan kompleks molekuler. Dibawah kompleks ini diartikan senyawa yang antara lain terbentuk melalui jembatan hidrogen atau gaya dipol-dipol, juga melalui antar aksi hidrofob antar bahan obat yang berlainan seperti juga bahan obat dan bahan pembantu yang dipilih. Pembentukan kompleks sering dikaitkan dengan suatu perubahan sifat yang lebih penting dari bahan obat, seperti ketetapan dan daya resorbsinya, sehingga dalam setiap kasus diperlukan suatu pengujian yang cermat dan cocok. Pembentukan kompleks sekarang banyak dijumpai penggunaannya untuk perbaikan kelarutan, akan tetapi dalam kasus lain juga dapat menyebabkan suatu 2.) perlambatan Penambahan kelarutan. Kosolven

Kosolven adalah pelarut yang ditambahkan dalam suatu sistem untuk membantu melarutkan atau meningkatkan stabilitas dari suatu zat, cara ini disebut kosolvensi. Cara ini cukup potensial dan sederhana dibanding beberapa cara lain yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan stabilitas suatu bahan. Penggunaan kosolven dapat mempengaruhi polaritas sistem, yang dapat ditunjukkan dengan pengubahan tetapan dielektrikanya. Kosolven seperti etanol, propilen glikol, polietilen glikol dan glikofural telah rutin digunakan sebagai zat untuk meningkatkan kelarutan obat dalam larutan pembawa berair. Pada beberapa kasus, penggunaan kosolven yang tepat dapat meningkatkan kelarutan obat hingga beberapa kali lipat, namun bisa juga peningkatan kelarutannya sangat kecil, bahkan dalam beberapa kasus penggunaan kosolven dapat menurunkan kelarutan solut dalam larutan berair. Efek peningkatan kelarutan terutama disebabkan oleh polaritas obat terhadap solven (air) dan kosolven. Pemilihan sistem kosolven yang tepat dapat menjamin kelarutan semua komponen dalam formulasi dan meminimalkan resiko pengendapan karena pendinginan atau pengenceran oleh cairan darah. Akibatnya, hal ini akan mengurangi iritasi jaringan 3.) pada tempat Penambahan administrasi obat. Surfaktan

Surfaktan atau zat aktif permukaan adalah molekul yang struktur kimianya terdiri dari dua bagian dan mempunyai perbedaan afinitas terhadap berbagai pelarut yaitu bagian hidrofobik dan hidrofilik. Bagian hidrofobik terdiri dari rantai panjang hidrokarbon terhalogenasi atau teroksigenasi, bagian ini mempunyai afinitas terhadap minyak atau pelarut non polar, sedangkan bagian hidrofilik dapat berupa ion, gugus polar, atau gugus-gugus yang larut dalam air. Oleh karena itu surfaktan seringkali disebut ampifil karena mempunyai afinitas tertentu baik terhadap pelarut polar maupun non polar. Surfaktan secara dominan terhadap hidrofilik, hidrofobik atau berada di antara minyak air. Ampifilik merupakan sifat dari surfaktan yang menyebabkan zat terabsorpsi pada antarmuka, apakah cair/gas, atau cair/cair. Agar surfaktan terpusat pada antarmuka, harus diimbangi dengan jumlah gugus-gugus yang larut air dan minyak. Bila molekul terlalu hidrofilik atau hidrofobik maka tidak akan memberikan efek pada antarmuka. Adsorpsi molekul surfaktan di permukaan cairan akan menurunkan tegangan permukaan dan adsorpsi di antara cairan akan menurunkan tegangan antarmuka. Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel. Selain itu pada pemakaiannya dengan kadar tinggi sampai Critical Micelle Concentration (CMC) surfaktan diasumsikan mampu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu selanjutnya dapat pula mempengaruhi permeabilitas membran tempat absorbsi obat karena surfaktan dan membran mengandung komponen penyusun yang sama. Sifat terpenting misel adalah kemampuannya untuk menaikkan kelarutan zat-zat yang biasanya sukar larut atau sedikit larut dalam pelarut yang digunakan. Proses ini disebut solubilisasi yang terbentuk antara molekul zat yang larut berasosiasi dengan misel surfaktan membentuk larutan yang jernih dan stabil secara termodinamika. Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus diberikan sejajar dengan permukaan cairan untuk mengimbangi tarikan ke dalam. Tegangan antarmuka adalah gaya persatuan panjang yang terdapat antarmuka dua fase cair yang tidak bercampur, dan seperti tegangan permukaan mempunyai satuan dyne/cm. Tegangan antarmuka selalu lebih kecil daripada tegangan permukaan karena gaya adhesif antar dua fase cair yang membentuk suatu antarmuka adalah lebih besar daripada bila suatu fase cair dan suatu fase gas berada bersama-sama. Apabila dua cairan bercampur dengan sempurna, tidak ada tegangan antarmuka yang terjadi. Surfaktan terbagi menjadi : a. surfaktan b. surfaktan, misalnya misalnya surfaktan Natrium surfaktan N-setil n-etil morfolium lauril anionik sulfat. kationik etosulfat. Surfaktan yang larut dalam air dan berionisasi menjadi ion negatif dan ion positif. Ion negatif bertindak sebagai

Surfaktan yang larut dalam air, berionisasi menjadi ion negatif dan ion positif. Ion postif bertindak sebagai

c. d.

surfaktan surfaktan

amfoter nonionik

Surfaktan yang molekulnya bersifat amfoter, misalnya : Asil aminopropiona, Imidazolinum betaine. Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang larut dalam air tetapi tidak berionisasi, misalnya : tween dan span. Sumber : http://notebooksaya.blogspot.com/2012/03/kelarutan.html

Surfaktan Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan. Surfaktan ini memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (hidrofobik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (hidrofobik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang ekor, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil dan nampak sebagai kepala surfaktan Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus hidrofobik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Pada suatu molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Molekul-molekul surfaktan akan diadsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak apabila gugus polarnya yang lebih dominan. Hal ini menyebabkan tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu. Sebaliknya, apabila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diadsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu. Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut critical micelle concentration (cmc). Tegangan permukaan akan menurun hingga cmc tercapai. Setelah cmc tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya. Pada konsentrasi kritik misel terjadi penggumpalan atau agregasi dari molekul-molekul surfaktan membentuk misel. Misel biasanya terdiri dari 50 sampai 100 molekul asam lemak dari sabun Sifat-sifat koloid dari larutan elektrolit natrium dedosil sulfat
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk deret homolog surfaktan rantai hidrokarbon, nilai cmc bertambah 2x dengan berkurangnya satu atom C dalam rantai. Gugus aromatik dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai cmc dan juga memperbesar kelarutan. Adanya garam menurunkan nilai cmc surfaktan ion.

Penurunan cmc hanya bergantung pada konsentrasi ion lawan, yaitu makin besar konsentrasinya makin turun cmcnya.Secara umum misel dibedakan menjadi dua, yaitu: struktur lamelar dan sterik Karena pada cmc terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, maka cara penentuan cmc dapat menggunakan cara-cara penentuan besaran fisik yang menunjukkan perubahan dari keadaan ideal menjadi tak ideal. Di bawah cmc larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan diatasnya cmc larutan bersifat tak ideal. Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan osmosa, titik beku larutan, hantaran jenis atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks bias, hamburan cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan antarmuka. 2.2 Jenis-Jenis Surfaktan Surfaktan terdiri dari beberapa jenis tergantung pada jenis muatan yang terdapat pada kepala surfaktan tersebut. Jenis-jenis surfaktan yakni:

2.2.1

Surfaktan anionik. Surfaktan ini memiliki kepala yang bermuatan negatif. Surfaktan jenis ini banyak digunakan pada industri laundri dan juga efektif dimanfaatkan dalam proses perbaikan atau perawatan tanah yang tercemar minyak dan senyawa hidrofobik lainnya. Surfaktan ini dapat bereaksi dalam air cucian dengan ion air sadah bermuatan positif seperti kalsium dan magnesium. Reaksi ini menyebabkan deaktifasi parsial pada surfaktan. Semakin banyak ion kalsium atau magnesium di dalam air maka makin banyak pula surfaktan anionik yang akan dideaktifasi. Surfaktan anionik yang banyak digunakan adalah senyaw alkil sulfat, alkil etoksilat dan sabun.

2.2.2

Surfaktan kationik Surfaktan jenis ini memiliki kepala yang bermuatan positif di dalam air. Terdapat tiga kategori surfaktan kationik jika didasarkan pada spesifikasi aplikasinya, yakni: a. Pada industri pelembut dan deterjen, surfaktan kationik menybabkan terjadinya kelembutan. Penggunaan utamanya adalah pada produk-produk laundri sebagai pelembut. Salah satu contoh surfaktan kationik adalah esterquat. b. Pada laundri deterjen, surfaktan kationik (muatan positif) meningkatkan packing molekul surfaktan anionik (muatan negatif) pada antarmuka air. Contoh surfaktan ini adalah surfaktan dari sistem mono alkil kuartener. c. Pada pembersih rumah dan kamar mandi, surfaktan kationik sebagai agen disinfektan. 2.2.3 Surfaktan nonionik Surfaktan ini tidak memiliki muatan, sehingga menjadi penghambat bagi dekativasi kesadahan air. Kebanyakan surfaktan nonionik berasal dari ester alkohol lemak. Contoh surfaktan ini adalah ester gliserin asam lemak dan ester sorbitan asam lemak. Gambar 6 menunjukkan representasi surfaktan nonionik. 2.2.4 Surfaktan amfoter/zwiterionik Surfaktan ini memiliki muatan positif dan negatif. Ia dapat berupa anionik, kationik atau ninionik dalam suatu larutan tergantung pada pH air yang digunakan. Surfaktan ini bisa terdiri dari dua gugus muatan dengan tanda yang berbeda 2.3 Mekanisme Kerja Surfaktan Pada aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain, tanah dan sejenisnya, surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll up, emulsifikasi dan solubilisasi. a. Roll up

Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dengan kain atau material lain yang terjadi dalam larutan berair. b. Emulsifikasi Pada mekanisme ini surfaktanmenurunkan tegangan antarmuka minyak-larutan dan menyebabkan proses emulsifikasi terjadi. c. Solubilisasi Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut), senyawa secara simultan terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan jernih. Contoh Soal 1: Sebuah surfaktan yang mempunyai harga HLB 8 akan digunakan sebagai emulsifier untuk emulsi minyak pada lanolin. Sarankan minimal 2 campuran surfaktan yang harus digunakan oleh seorang ahli kimia dengan minimal harus menggunakan cetyl alcohol 10%. Berikan alasan Sdr! Jawaban: Sebuah surfaktan yang mempunyai harga HLB 8 akan digunakan sebagai emulsifier untuk emulsi minyak pada lanolin. Jika dibuthkan minimal 2 campuran surfaktan yang harus digunakan oleh seorang ahli kimia dengan minimal harus menggunakan cetyl alcohol 10%, maka campurannya harus dihitung berdasarkan nilai HLB masing-masing surfaktan dan fraksinya dalam campuran tersebut. HLB merupakan singkatan dari Hydrophile-Lipophile Balance, merupakan perbandingan bagian yang larut oleh minyak dan larut oleh air dari suatu molekul. Sistem ini sebenarnya dikembangkan untuk prosuk teretoksilasi. Semakin tinggi nilai HLB maka akan semakin besar kelarutannya pada air. Tabel di bawah ini menunjukkan pendekatan nilai HLB untuk surfaktan sebagai fungsi kelarutan dalam air. Kelarutan di Air Tak larut Terdispersi sedikit (seperti susu) Tembus cahaya sampai jernih Sangat larut Nilai HLB 4-5 6-9 10 - 12 13 18 Deskripsi Pengemulsi W/O Agen pembasah Deterjen Pengemulsi O/W

Terdapat dua jenis utama emulsi pada sistem HLB, yakni minyak dalam air (O/W) dan air dalam minyak (W/O). Fasa O/W merupakan fasa kontinyu. Bancroft mempostulatkan jika terdapat campuran antara dua fasa dengan keberadaan surfaktan, maka pengemulsi membentuk fasa ketiga sebagai film pada antarmuka diantara dua fasa yang bercampur bersama. Pada proses emulsifikasi dengan menggunakan kombinasi beberapa pengemulsi maka hilai HLB dihitung menggunakan persamaan: HLB rata-rata = X1 HLB1 + X2 HLB2 dimana X1 dan X2 merupakan fraksi berat surfaktan 1 dan 2 sementara HLB1 dan HLB2adalah harga individu HLB surfaktan 1 dan 2. Nilai masing-masing HLB surfaktan ditampilkan pada tabel di bawah ini:

Sehingga apabila suatu campuran surfaktan dengan nilai HLB rata-rata 8, yang harus dibuat dengan 10% cetyl alcohol (HLB cetyl alcohol = 15), maka campuran surfaktan satunya adalah sebagai berikut: Jika diasmsikan fraksi total = 100% HLB rata-rata = 8 HLB cetyl alcohol (HLB1) = 15 Fraksi cetyl alcohol (X1) = 10% sehingga farksinya = 0,1 Fraksi 2 (X2) = 90% atau 0,9 Maka dengan memasukkan ke persamaan HLB rata-rata = X1 HLB1 + X2 HLB2 Menjadi 8 = 0,1 . 15 + 0,9 . HLB2 8 = 1,5 +0,9 HLB2 0,9 HLB2 = 6,5 HLB2 = 6,5/0,9 HLB2 = 7,2 Berdasarkan tabel diatas, surfaktan yang memiliki nilai HLB berkisar antara 7,2 adalah Petrolatum. Sehingga bisa disimpulkan campuran surfaktan untuk mengemulsi minyak pada lenolin terdiri dari campuran 10% cetyl alkohol dan 90% petrolatum. Contoh Soal 2: (20%) Sebuah gelembung busa mengapung dalam suatu system yang mempunyai harga wSL dan L 20 erg/cm2 dan 30 erg/cm2. Hitunglah harga G1, G2 dan Wprakt Jawaban:

WSL = 20 erg/cm2 L = 30 erg/cm2 r = 0,15 cm Ditanya: G1 ? G2.? Wprakt....? Jawab: a) G1 = (ASL) . L = ( r2) . L = ( (0,15)2 cm2) . 30 erg/cm2 = 0,07065 cm2 . 30 erg/cm2 = 2,1195 erg b) WJL = 2 (S . L)1/2 2 20 erg/cm = 2 (S. 30 erg/cm2)1/2 10 = (S . 30)1/2 100 = S. 30 S = 100 /3 S = 3,33 erg/cm2 Diketahui:

SL = -17,88 G2 = (S - Sl - L) ASL = (3,33 (-17,88) 30) 0,07065 = - 0,621 c) Wprak = - WSL. ASL + L. ASL = -20 . 0,07065 + 30 . 0,07065 = -1,413 + 2,1195 = 0,7065 Catatan: Contoh soal ini merupakan beberapa soal untuk kuis mata kuliah Kimia Permukaan, dan jawabannya adalah jawaban saya sendiri (Belum pasti apakah jawaban ini sudah benar atau belum, sekadar hanya untuk berbagi saja).

SUMBER Adamson, A.W., 1982., Physical chemistry of surface., A wiley-Interscience Publication, USA.

Anonim., 2005., Surfactant., diakses dari http://www.scienceinthebox.com/en_UK/glossary/surfactants_en.html#five pada hari Sabtu, 3 Maret 2012 pukul 14.00 Alexchemistry.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai