Isi 1 1
Isi 1 1
Hasil Percobaan Lahan Kering Marginal Dari data hasil pengolahan lahan kering marginal dengan tanaman indikator berupa jagung (Zea mays L.) dan beberapa perlakuan dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel. 1 Pengamatan Lahan Kering Marginal dengan perlakuan kontrol, penambahan 5% BO, penambahan 10 gr NPK, dan penambahan 10 gr NPK + 5% BO, dengan parameter tinggi tanaman (cm), jumlah daun (helai), diameter batang (cm) dan visualisasi Perlakuan Tanggal Pengamatanan Tinggi Tanaman (cm) I Kontrol 23 - 10 - 2013 30 -10 - 2013 07 - 11 - 2013 13 - 11 - 2013 20 - 11 - 2013 27 - 11 - 2013 10grNPK 23 - 10 - 2013 30 -10 - 2013 07 - 11 - 2013 13 - 11 - 2013 II I 4 4 4 4 4 4 4 6 6 6 II 4 4 3 3 3 4 5 6 5 5 Jumlah Daun(helai) Diameter Visualisasi Batang (mm) I 4,7 5,4 5,7 6,0 6,3 6,3 7,6 9,5 12 13 II 4,4 5,0 5,0 5,7 5,7 5,7 8,5 11 15 15 I II
25,5 22,5 38,7 39,0 39,0 47,0 39,5 50,0 48,0 44,0 49,0 45,0 39,5 31,0 67,5 80,0 113 115 115 104
Hijau Hijau
Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah
8 8 9 4 3
6 6 11 4 3
15 15 15 5,0 5,0
15 16 16 5,0 8,9
07 - 11 - 2013
47,0 46,0
6,0
9,2
Merah -Ungu
13 - 11 - 2013
49,0 48,2
6,4
9,8
Merah -Ungu
20 - 11 - 2013
62,0 58,0
7,3
10
Merah -Ungu
27 - 11 - 2013
65,0 65,0
7,5
10
Merah -Ungu
04 - 12 - 2013
67,0 63,0
7,5
10
Merah -Ungu
5% BO + 10grNPK
23 - 10 - 2013
41,5 28,4
6,3
5,4
Hijau Hijau
79,0 49,0 122 125 130 179 188 96,0 98,0 120 121 121
6 6 6 7 8 11
4 6 6 6 7 7
10 13 15 15 18 18
6,0 14 14 16 16 16
Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau
Dari data hasil pengolahan lahan kering marginal dengan tanaman indikator berupa jagung (Zea mays L.) dan beberapa perlakuan dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 2. Pengamatan Berat (gr) untuk akar tanaman jagung (Zea mays L.) lalu batang, daun dan benang sari Perlakuan Akar Tanaman Jagung I Kontrol 10 gr NPK BO 5 % 10gr NPK + BO 5% 9,28 81,80 23,25 97,7 II 5,93 81,50 12,73 74,9 Batang, Daun, Benang Sari I 8,53 128,50 16,06 240,81 II 4,06 123,80 12,15 127,82
Percobaan Lahan Salin Tabel 3. Pengamatan pada Lahan Sulfat Masam Salin yang ditanami dengan tanaman Padi (Oryza sativa L.) dengan perlakuan dicuci dan tanpa dicuci dengan parameter tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun (helai), dan visualisasi Perlakuan 2MST 3MST 4MST 5MST 6MST Jumah Ratarata 36,6 31,8
25 21 5 MST 8 5
36 32
39 35 6 MST 8 6
41 37
42 37 Jumlah 16 11
183 159
Rata-rata 8 5,5
Dicuci
Hijau
Percobaan Tanah Gambut Dari data hasil pengolahan lahan gambut dengan tanaman indikator berupa jagung (Zea mays L.) dan beberapa perlakuan dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 4. Pengamatan pada Lahan Gambut dengan tanaman indikator berupa jagung (Zea mays L.) pada perlakuan kontrol, penambahan 25 % tanah mineral dan pembambahan 50% tanah mineral dengan parameter pengamatan berupa tinggi tanaman (cm), Jumlah Daun dan Visualisasi Pengamatan (Tinggi Tanaman) Perlakua n Ulanga n 1MS T 5 6 6 5 2MS T 29 26 14 20 3MS T 31 27 29 4MS T 39 29 38 5MS T 43,5 30 47 6MS T 48 32 58 Tota l 195, 5 150 20 197 210. 3 214 Rata -rata 32.5 8 30 3.33 32.8 3 35.0 5 35.6 7
1 Mineral 50% 2
26.5
30
39,8
48
60
27
33
40
48
60
Perlakua n Kontrol
Ulanga n 1 2
1MS T 2 2
6MS T 6 5
Tota l 28 22
1 2 1 2
3 2 4 3
4 5 5 4
5 7 5
5 8 6
5 8 5
7 9 7
7 29 41 30
Pengamatan Perlakuan Ulangan 1MST 1 Kontrol 2 1 Mineral 25% 2 1 Mineral 50% 2 Daun hijau Daun hijau Daun hijau Daun hijau Daun hijau Daun hijau Daun kering Daun hijau Daun hijau Daun hijau Daun hijau Daun kering Daun hijau Daun hijau Daun hijau Daun hijau Daun kering Daun hijau Daun hijau Daun hijau Daun kering Daun kering Daun hijau Daun kering Daun hijau Daun kering Daun kering Daun kering Daun kering Daun kering Daun hijau 2MST Daun hijau 3MST Daun hijau 4MST Daun kering 5MST Daun kering 6MST Daun kering
Percobaan Tanah Sulfat Masam Dari data hasil pengolahan tanah sulfat masam dengan tanaman indikator berupa Padi (Oryza sativa L.) dan beberapa perlakuan dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 5. Pengamatan pada Lahan Sulfat Masam yang ditanami dengan tanaman Padi (Oryza sativa L.) dengan perlakuan tergenang dan tanpa penggenangan dengan parameter tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun (helai), dan visualisasi Pengamatan (Tinggi Tanaman ) Perlakuan Ulanga n 1 MS T 2 MS T 3 MS T 4 MS T 5 MS T 6 MS T Jumla h Rata -rata
Pengenanga n
35,7
44,6
57,5
60
62,5
63
323,3
2 Kontrol 1 2
36,2 35 32,5
40,7 42,8 43
55,5 45 44
65,2 55,2 46
71,8 60 47,8
Pengamatan (Jumlah Daun) Perlakuan Ulanga n 1 MS T 8 5 6 8 2 MS T 9 37 18 29 3 MS T 14 45 24 47 4 MS T 19 50 30 50 5 MS T 21 50 30 50 6 MS T 31 51 39 58 Jumla h 102 23,8 147 242 Rata -rata 17 39,6 24,5 40,3
Pengenanga n Kontrol
1 2 1 2
3 Daun mati, 2 daun bercak 3 daun mati, 7 daun bercak coklat coklat 3 daun mati, 3 daun bercak 5 daun mati, 5 daun bercak coklat coklat, muncul bulir
Kontrol
Pemanenan Air Hujan Dari data hasil pemanenan air hujan dengan beberapa perlakuan dapat dilihat dari tabel berikut :
Tabel 6. Pengamatan pemanenan air hujan dengan perlakuan kontrol, di alas dengan serasah dan plastik N O TANGGAL PENGAMAT AN TINGGI AIR PENGAMATAN (Cm) Plasti k 17,1 Serasa Kontr h ol 4,1 VOLUME AIR PENGAMATAN (L) Plasti Serasa Kontr k h ol 17,1 4,1 LAM A HUJA N (WIB) 08.00 09.30 12.21 12.59 18.07 19.19 06.20 06.45
28 Nov 2013
28 Nov 2013
22,8
7,3
22,8
12,5
30 Nov 2013
23,4
3,5
23,4
20,6
02 Des 2013
18,5
18,5
17,3
Pembahasan
Pada praktikum lahan kering marginal dengan tanaman indikator berupa jagung (Zea mays L.) ,data tertinggi dalam parameter tinggi ,diameter batang, jumlah daun juga visualisasi yang maksimum adalah pada perlakuan penambahan 10 gr NPK + 5% BO pada ulangan 1, yakni dengan tinggi sebesar 188 cm, diameter batang 18,4 mm, jumlah daun 13 helai dan visualisasi daun berwarna hijauHal ini menunjukkan bahwa pemberian Bahan Organik dan NPK pada lahan kering marginal mampu meningkatkan kesuburan tanah pada lahan kering marginal. Namun dosis aplikasi harus diperhatikan dengan teliti karena dosis yang tidak optimum dapat menyebabkan tanaman indikator menjadi dehidrasi karena kelebihan pupuk. Hal ini sesuai dengan Penelitian yang dilakukan oleh Suharta (2010) yang menyatakan bahwa tanah marginal atau suboptimal memiliki
maupun tanaman hutan. Secara alami, tanah ini mempunyai kesuburan yang rendah dan peka terhadap erosi. Teknologi pengelolaan lahan seperti pemupukan untuk memperbaiki kandungan hara tanah, pengapuran untuk meningkatkan pH tanah dan menurunkan reaktivitas Al, serta tindakan konservasi tanah sangat disarankan. Dewasa ini, tanah marginal banyak dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, karet, lada, dan hutan tanaman industri, dan hanya sebagian kecil untuk tanaman pangan Dari praktikum lahan kering marginal dengan tanaman indikator berupa jagung (Zea mays L.), data terendah dalam parameter tinggi ,diameter batang, jumlah daun juga visualisasi adalah pada perlakuan kontrol ulangan 2 yakni dengan tinggi 54 cm, jumlah daun 4, diameter batang 5,7 mm dan visualisasi hijau kemerahan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Bahan Organik pada lahan kering marginal kurang optimum, karena seharusnya pemberian bahan organik mampu meningkatkan kesuburan sifat fisik dan kimia lahan kering namun pada data hasil percobaan ini diperoleh bahwa tinggi tanaman terendah terdapat pada pemberin bahan organik 5% dan taanpa masukan yang berarti budidaya pertanian di lahan marginal tidak akan memberikan keuntungan. Hal ini sesuai dengan literatur Yowono (2009) Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Sebenarnya faktor pembatas tersebut dapat diatasi dengan masukan, atau biaya yang harus dibelanjakan. Tanpa masukan yang berarti budidaya pertanian di lahan marginal tidak akan memberikan
dijumpai di semua sektor, baik biofisik, infrastruktur, kelembagaan usahatani maupun akses informasi untuk petani miskin yang kurang mendapat perhatian. Dari percobaan pengelolaan lahan gambut dari ketiga perlakuan pada indikator tanaman jagung (Zea mays L.) diketahui bahwa pada parameter tinggi tanaman setelah 6 MST rata-rata tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan ditambah mineral tanah mineral 50% pada ulangan dua yakni rata-rata 35,67 cm. Dan rata-rata pertumbuhan terendah pada perlakuan mineral 25% pada ulangan 1 (satu) dengan rata-rata yakni 3,33 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tanah mineral yang optimum dapat menaikkan pertumbuhan tanaman padi pada fase vegetatif, namun pada tanah gambut akibat terjadinya subsidensi yang mengakibatkan aerase pada gambut hilang sehingga perakaran tanaman ini terganggu untuk menyerap hara. Akan tetapi, pada pemberian bahan organik, mineral tanah pada lahan gambut dapat meningkatkan pertumbuhan pada tanaman budidaya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Agus dan Subiksa (2008) menyatakan bahwa tanah gambut bereaksi masam. Dengan demikian diperlukan upaya ameliorasi untuk meningkatkan pH sehingga memperbaiki media perakaran tanaman. Kapur, tanah mineral, pupuk kandang dan abu sisa pembakaran dapat diberikan sebagai bahan amelioran untuk meningkatkan pH dan basa-basa tanah
Dari percobaan pengelolaan lahan gambut dengan tanaman indicator Jagung (Zea mays L.) dengan parameter jumlah helai daun diketahui bahwa jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan pemberian mineral 50% ulangan 1 yakni rata-rata 6.83 helai daun. Sedangkan jumlah helai daun paling sedikit terdapat pada perlakuan mineral 25% pada ulangan 1 yakni 1,16 helai
10
daun. Hal ini membuktikan bahwa pemberian bahan mineral pada dosis tertentu dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman jagung, terbukti dari hasil percobaan pada pemberian mineral 50% ulangan 2 dan 25% ulangan 1 menunjukkan bahwa fase vegetative tanaman jagung untuk parameter jumlah daun paling tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agus dan Subiksa (2008) menyatakan bahwa Apabila dikelola dengan baik dan benar lahan gambut bisa mendatangkan keuntungan ekonomi dan sekaligus mempertahankan karbon yang tersimpan serta memelihara keanekaragaman hayati. Pemanfaatan lahan gambut dengan merubah ekosistemnya tidak menjamin keuntungan ekonomi, bahkan seringkali mendatangkan kerugian bagi masyarakat, seperti yang terjadi pada lahan bekas PLG di Kalimantan Selatan. Untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan lingkungan sekaligus dari lahan gambut diperlukan keseimbangan antara pemanfaatan dan perlindungan. Dari percobaan pengelolaan lahan salin dengan tanaman indikator padi (Oryza sativa L.) pada parameter tinggi tanaman diketahui bahwa data tertinggi terdapat pada perlakuan k o n t r o l yakni rata-rata 3 6 , 6 cm. Sedangkan data terendah terdapat pada perlakuan dicuci yakni rata-rata 31,8 cm. Hal ini
menunjukkan bahwa lahan salin yang masih memiliki kadar garam tinggi dapat menyebabkan keracunan besi, aluminium, hydrogen sulfide dan salinitas serta defisiensi unsure P yang menjadikan tanaman budidaya pada lahan ini akan menunjukkan penurunan kualitas pertumbuhan. Namun pada pengelolaan lahan sawah pasang surut dengan metode uji laboratorium dan penelitian menunjukkan bahwa pencucian yang dilakukan dapat meningkatkan fase vegetatif pada
tanaman padi sawah. Hal ini sesuai dengan literatur Slavich dkk (2006) yang
11
menyatakan bahwa Secara umum pertumbuhan tanaman akan mengalami gangguan bila menghadapi lingkungan dengan kondisi salin, kecuali bagi tanaman yang toleran. Pengaruh yang ditimbulkan oleh kondisi tanah salin tersebut karena efek dari Na dan Cl. Efek dari kedua ion tersebut akan berakibat buruk bagi pertumbuhan, bahkan fatal bagi tanaman yang peka.Potansi dari tanah salin pada tanaman pertanian yang tumbuh di lahan yang menjadi salin akibat genangan air laut tersebut, mempunyai resiko kegagalan yang tinggi, kecuali kalau lahan tersebut dikelola dengan baik sehingga pengaruh buruk dari meningkatnya kadar garam (salinitas) dalam tanah dan air dapat dihindari Dari percobaan pengelolaan lahan salin dengan tanaman indikator padi (Oryza sativa L.) pada parameter jumlah anakan diketahui bahwa data jumlah anakan terbanyak terdapat pada perlakuan kontrol yakni rata-rata 8 anakan. Sedangkan data jumlah anakan paling sedikit terdapat pada perlakuan dicuci yakni rata-rata 5,5 anakan. Hal ini membuktikan bahwa defisiensi unsure hara P pada lahan salin dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung pada lahan salin, dari grafik ditunjukkan bahwa perlakuan tanah salin yang dicuci menunjukkan jumlah helai daun paling sedikit penebabnya adalah saat tanah dicuci unsure P tidak larut pada tanah salin karena tanah tersebut keracunan besi, aluminium, hydrogen sulfide, dan defisiensi unsure P. Sedangkan pada perlakuan kontrol unsure P-nya masih tersimpan pada tanah salin tersebut walaupun dalam jumlah ion yang sedikit. Hal ini sesuai dengan literatur
Widjaja dkk (1987) yang menyatakan bahwa Tanah bergaram (tanah salin dapat diartikan sebagai tanah yang banyak mengandung garam terlarut yang bisa memberikan pengaruh nyata hamper semua tanaman pangan. Batas bawah
12
kejenuhan ekstrak konduksifitas listrik dan tanah tersebut adalah 0,4 sicmen per meter. Kenyataannya tanaman yang sensitive dari setengah pengaruh tanah
tersebut. Garam-garam pada tanah bergaram terutama NaCl, NaSo4, CaCO3 dan MgCO3 Dari percobaan pengelolaan lahan sulfat masam dengan tanaman indikator padi (Oryza sativa L.) pada parameter tinggi tanaman menunjukkan bahwa data rata-rata tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan penggenangan ulangan 2 yakni 55,4 cm. Sedangkan data rata-rata terendah terdapat pada perlakuan kontrol ulangan 1 yakni 43,1. Hal ini disebabkan oleh pH tanah yang digunakan sebagai media tanam tergolong rendah dan sangat masam. Dan pada pH tanah yang rendah unsur hara tersedia kurang rendah sebaliknya aluminium tinggi dan dapat meracuni tanaman. Oleh karena itu dengan metode penggenangan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman menjadi lebih tinggi, namun tinggi genangan aerase harus diperhatikan karena aerase yang tidak efektif dan kontiniu akan menyebabkan teroksidasinya pirit dalam tanah sulfat masam. Seperti pada percobaan diketahui pada ulangan 1 perlakuan penggenangan terbukti mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman, sedangkan pada ulangan 2 tergolong lambat karena kurang perhatian dalam pemeliharaan dan penyiraman tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Subiksa dan Diah (2010) yang menyatakan bahwa Lahan sulfat masam adalah lahan yang memiliki horizon sulfidik (pirit) di dalam kedalaman <50 cm atau sulfurik di dalam kedalaman < 120 cm Bahan sulfidik adalah sumber kemasaman tanah bila bahan ini teroksidasi dan menghasilkan kondisi sangat masam. Kemasaman tanah yang tinggi memicu larutnya unsur beracun dan kahat hara sehingga tanah menjadi tidak produktif.
13
pengelolaan lahan sulfat masam dengan tanaman sativa L.) pada parameter jumlah helai daun terdapat pada
perlakuan kontrol ulangan 2 yakni 40,3 helai daun. Sedangkan data rata-rata terendah terdapat pada perlakuan penggenangan ulangan 1 yakni 17 helai daun. Hal ini membuktikan bahwa pada lahan sulfat masam tanaman budidaya seperti padi dapat terganggu pertumbuhannya pada fase vegetatif karena kekurangan unsure hara dan ber-pH rendah yang mengakibatkan jumlah daun tanaman ini menjadi sangat sedikit, tanah ini juga berpotensi meracuni tanaman dan air terkontaminasi oleh logam berat lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Subiksa dan Diah (2010) menyatakan bahwa Kemasaman tanah yang tinggi memicu larutnya unsur beracun dan kahat hara sehingga tanah menjadi tidak produktif. Diperlukan upaya ekstra untuk mengelola lahan ini menjadi produktif. Sesuai hukum minimum, faktor pembatas utama harus dapat diatasi sebelum usaha lainnya dilakukan. Dari percobaan pengelolaan lahan sulfat masam dengan tanaman
indikator padi (Oryza sativa L.) pada parameter jumlah a n a k a n menunjukkan bahwa data rata-rata jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan tergenang
ulangan 2 yakni 6,8 anakan. Sedangkan data rata-rata terendah terdapat pada perlakuan penggenangan ulangan 1 yakni 3,6 anakan. Hal ini membuktikan bahwa pada lahan sulfat masam tanaman budidaya seperti padi dapat terganggu pertumbuhannya pada fase vegetatif karena kekurangan unsure hara dan ber-pH rendah yang mengakibatkan jumlah daun tanaman ini menjadi sangat sedikit, tanah ini juga berpotensi meracuni tanaman dan air terkontaminasi oleh logam
14
berat lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Subiksa dan Diah (2010) menyatakan bahwa Kemasaman tanah yang tinggi memicu larutnya unsur beracun dan kahat hara sehingga tanah menjadi tidak produktif. Diperlukan upaya ekstra untuk mengelola lahan ini menjadi produktif. Sesuai hukum minimum, faktor pembatas utama harus dapat diatasi sebelum usaha lainnya dilakukan. Dari percobaan Teknik pemanenan air hujan diperoleh data bahwa tinggi air hujan yang tertampung pada embung mini rata-rata tertinggi pada perlakuan diberi lapisan dasar plastik yakni 23,4 cm. Sedangkan rata-rata tinggi air hujan yang tertampung pada embung mini terendah pada perlakuan serasah yakni 0 cm. Hal ini menunjukkan bahwa teknik pemanenan air hujan dengan metode embung mini dapat digunakan sebagai cadangan air tanah tanaman saat musim kemarau tiba. Dengan menggunakan plastic rata-rata volume air hujan yang tertampung adalah 19,43 liter selama 7 kali pengamatan saat terjadi hujan. Sedangkan pada perlakuan kontrol hanya dapat menampung 14,75 liter. Hal ini sesuai dengan penelitian Kelompok Fisika Tanah (2008) yang menyatakan bahwa Pemanenan air hujan merupakan cara penangkapan/penampungan dan pemanfaatan air
hujan secara optimal. Tindakan panen hujan tersebut harus didukung dengan teknik konservasi air, maksudnya menggunakan air secara efisien, misalnya
melalui penurunan penguapan air. Dengan menerapkan teknik panen hujan dan konservasi air diharapkan terjadi peningkatan ketersediaan air bagi tanaman dan ternak, meningkatkan intensitas tanam, serta peningkatan produksi dan pendapatan petani. KESIMPULAN DAN SARAN
15
Kesimpulan 1. Pada praktikum lahan kering marginal dengan tanaman indikator berupa jagung (Zea mays L.) ,data tertinggi dalam parameter tinggi ,diameter batang, jumlah daun juga visualisasi yang maksimum adalah pada perlakuan penambahan 10 gr NPK + 5% BO pada ulangan 1, yakni dengan tinggi sebesar 188 cm, diameter batang 18,4 mm, jumlah daun 13 helai dan visualisasi daun berwarna hijau. 2. Pada praktikum lahan kering marginal dengan tanaman indikator berupa jagung (Zea mays L.), data terendah dalam parameter tinggi ,diameter batang, jumlah daun juga visualisasi adalah pada perlakuan kontrol ulangan 2 yakni dengan tinggi 54 cm, jumlah daun 4, diameter batang 5,7 mm dan visualisasi hijau kemerahan.
16
mineral 25% ulangan 1 (satu) yakni 3,33 cm. Dan pada parameter jumlah helai daun jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan pemberian mineral 50% ulangan 1 yakni 6,83 helai daun. Sedangkan jumlah helai daun paling sedikit terdapat pada perlakuan mineral 25% ulangan 1 yakni 1,16 helai daun. 5. Tinggi air hujan yang tertampung pada embung mini rata-rata tertinggi pada perlakuan diberi lapisan dasar plastic yakni 23,4 cm. Terendah pada perlakuan serasah yakni 0cm.. Saran Sebaiknya memperhatikan untuk metode contoh percobaan tanah, selanjutnya pemeliharaan harus tanaman, lebih dan
pengambilan
keakuratan data agar hasil percobaan yang dilakukan baik dan data hasil percobaan lebih akurat.