Anda di halaman 1dari 6

Resiko media epilepsy di bidang KG -stress dapat memicu serangan kejang -banyak obat2 yang berinteraksi dengan obat

anti epilepsy -kebanyakan obat anti-epilepsi menyebabkan penyembuhan luka lambat,meningkatkan risiko infeksi dan perdarahan Manifestasi oral obat anti epilepsy -hipertrofi gingival (fenitonin) -xerostomia (carbamazepi)

DR.Harun sasanti. Drg, SpPM IPM FKGUI

Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka mendasar pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium, penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi eksitatorik glutamat.6,7 Sekarang ini dikenal dengan pemberian kelompok inhibitorik GABAergik. Beberapa obat antiepilepsi yang dikenal sampai sekarang ini antara lain karbamazepin (Tegretol), klobazam (Frisium), klonazepam (Klonopin), felbamate (Felbatol), gabapentin (Neurontin), lamotrigin (Lamiktal), levetirasetam (Keppra), oksarbazepin (Trileptal), fenobarbital (Luminal), fenitoin (Dilantin), pregabalin (Lyrica), tiagabine (Gabitril), topiramat (Topamax), asam valproat (Depakene, Convulex) (Brodie and Dichter, 1996).10 Protokol penanggulangan terhadap status epilepsi dimulai dari terapi benzodiazepin yang kemudian menyusul fenobarbital atau fenitoin. Fenitoin bekerja menginhibisi hipereksitabilitas kanal natrium berperan dalam memblok loncatan listrik.11Beberapa studi membuktikan bahwa obat antiepilepsi selain mempunyai efek samping, juga bisa berinteraksi dengan obat-obat lain yang berefek terhadap gangguan kognitif ringan dan sedang.12-14Melihat banyaknya efek samping dari obat antiepilepsi maka memilih obat secara tepat yang efektif sangat perlu mengingat bahwa epilepsi itu sendiri berefek pada kerusakan atau cedera terhadap jaringan otak. Glutamat salah satunya yang berpotensi terhadap kerusakan neuron sebagai aktivator terhadap reseptor NMDA dan reseptor alpha-amino-3-hydroxy-5-

methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA). Ikatan glutamate dengan reseptor NMDA dan AMPA akan memperboleh-kan ion kalsium masuk kedalam sel yang bisa menstimulasi kematian dari sel.6Levetiracetam, termasuk kelompok antikonvulsan terbaru merupakan antiepilepsi yang banyak digunakan walaupun cara kerjanya masih tetap dalam penelitian lanjut.15,16 Levetirasetam adalah derivat dari pirrolidona sebagai obat antiepilepsi berikatan dengan protein SVA2 di vesikel sinaptik yang mempunyai mekanisme berbeda dengan obat antiepilepsi lainnya (ikatan dengan receptor NMDA dan AMPA yakni glutamat dan GABA).17 Dari data penelitian ditemukan bahwa levetiracetam dapat digunakan pada penderita epilepsi dengan berbagai penyakit saraf sentral lainnya seperti pasien epilepsi dengan gangguan kognitif, karena ternyata levetirasetam tidak berinteraksi dengan obat CNS lainnya.19-21Salah satu andalan dari levetirasetam yang berfungsi sebagai antikonvulsan adalah dengan ditemukannya ikatan levetirasetam dengan protein SVA2. Dari beberapa penelitian membuktikan bahwa vesikel protein SVA2 di sinaptik adalah satu-satunya protein yang mempunyai ikatan dengan levetirasetam mendasar pada karakter serta pendistribusian molekul protein sebagai antikonvulsan. Keadaan ini terbukti pada hewan percobaan bahwa pemberian levetirasetam yang analog dengan protein SVA2 di vesikel berpotensi sebagai antikonvulsan.22 Penggunaan levetirasetam sebagai obat antikonvulsan mendasar pada ikatan dengan protein SV2A di vsikel. Efektivitas levetirasetam sebagai anti konvulsan dapat digunakan pada penderita penyakit susunan saraf lainnya yang tidak berefek pada gangguan kognitif.22-25

6. Bradford HF. glutamate, gABA, and epilepsy. Prog Neurobiol 1995; 47:477-511 7. Chapman AG. glutamate receptors in epilepsy. Prog Brain Res 1998;116: 371-83 8. Sanchez RM, Wang C, Gardner G, Orlando L, Tauck DL, Rosenberg PA, et al. Novel role for the NmDA receptor redox modulatory site in the pathophysiology of seizures. J Neurosci 2000; 20:2409-17 9. Avanzini G. The cellular biology of epileptogenesis. J Neurol Sci. 2001; 187(suppl 1):S212 10. Brodie MJ, Dichter MA. Antiepileptic drugs. N Engl J Med 1996; 334: 168-75 11. Pedley TA. New therapeutic developments (masland Lecture). J Neurol Sci. 2001;187(suppl 1): S213 12. Janz R, Goda Y, Geppert M, Missler M, Sdhof TC. SV2A and SV2B function as redundant Ca2+ regulators in neurotransmitter release. Neuron 1999; 24:1003-16

13. Aldenkamp AP. Newer antiepileptic drugs and cognitive issues. Epilepsia 2003; 44:21-29. 14. Halczuk I. Effects of new antiepileptic drugs on cognitive functions. Farmakoterap W Psychiatr Neurol 2005; 4:363-79 15. Klitgaard, H. Keppra: the preclinical profile of a new class of antiepileptic drugs? Epilepsia 2001; 42(Suppl. 4):13-8 16. Margineanu DG and Klitgaard H. Levetiracetam: mechanisms of action. In: Levy RH, Matttson RH, Meldrum BS, Perucca E, Eds. Antiepileptic Drugs, Fifth Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2002.p.419-27 17. Ansa LC, Meseguer Jl H, Centellas M, Macau M. Epileptic Estatus. Intensive Med 2008; 32:17482 18. Bajjalieh SM, Frantz GD, Weimann JM, McConnell SK and Scheller RH. Differential expression of synaptic vesicle protein 2 (SV2) isoforms. J Neurosci.1994; 14:5223-5 19. Cramer JA, De Rue K, Devinsky O, et al. A systematic review of the behavioral effects of levetiracetam in adults with epilepsy, cognitive disorders, or an anxiety disorder during clinical trials. Epilepsy and Behavior 2003; 4: 124-32 20. Ben-Menahem E and Gilland E. Efficacy and tolerability of levetiracetam during 1-year follow-up in patients with refractory epilepsy. Seizure 2003; 12:131-5 21. Brodtkorb E, Klees TM, Nakken KO, Lossius R, Johannessen SI. Levetiracetam in adult patients with and without learning disability: focus on behavioral adverse effects. Epil Behav 2004; 5:231-5 22. Noyer M, Gillard M, Matagne A, Hnichart JP, Wlfert E. The novel antiepileptic drug levetiracetam (ucb L059) appears to act via a specific binding site in CNS membranes. Eur J Pharmacol. 1995; 286:137 46 23. Rigo JM, Hans G, Nguyen L, Rocher V, Belachew S, Malgrange B, et al. The antiepileptic drug levetiracetam reverses the inhibition by negative allosteric modulators of neuronal gABA-and glycinegated currents. Br J Pharmacol. 2002; 136:659-72 24. Madeja M, Margineanu DG, Gorji A, Siep E, Boerrigter P, Klitgaard H, et al. Reduction of voltageoperated potassium currents by levetiracetam: a novel antiepileptic mechanism of action? Neuropharmacology 2003; 45:661-71 25. Pisani A, Bonsi P, Martella G, De Persis C, Costa C, Pisani F, et al. Intracellular calcium increase in epileptiform activity: modulation by levetiracetam and lamotrigine. Epilepsia 2004; 45:719-28

Beberapa penyakit sistemik yang perlu ditanyakan kepada orang tuapasien, misalnya penyakit jantung kongenital, demam rematik, kelainan darah,penyakit saluran pernafasan, asma, hepatitis, ikhterus, alergi (penisilin, sulfa),epilepsi, kelainan mental dan penyakit lain yang serius. Premedikasi seringkali dibutuhkan pada saat anak menderita pe- nyakittertentu yang diberikan oleh dokter yang merawatnya. Pemberian obat dalamjangka panjang menunjukkan adanya penyakit sistemik yang diderita pasiendan pemberian obat dalam waktu lama dapat menimbulkan efek samping.Misalnya pemberian obat dilantin sodium pada penderita epilepsi dapat menyebabkan gingiva hiperplasia.

Ayan, atau menurut bahasa medis disebut dengan EPILEPSI. Adalah serangan mendadak kepada seseorang dalam bentuk kejang dan kemudian tidak sadarkan diri. Hal ini disebabkan adanya impuls elektrolit yang tidak wajar dalam otaknya, karena sesuatu yang belum bisa terjabarkan. Keadaan ini tentunya membuat orang disekitarnya kaget dan bereaksi menjauh. Jangan!!. Segera berikan pertolongan karena keterlambatan pertolongan dapat berakibat fatal pada penderita. Ada dua jenis serangan yang terjadi pada penderita, yaitu : Grand mal atau serangan besar dan petit mal atau serangan kecil/ringan. GRAND MAL Dalam keadaan ini penderita tiba-tiba jatuh ke lantai (yang dapat menyebabkan cedera) kejangkejang kemudian berangsur-angsur berkurang, melemah dan akhirnya tertidur. Bahaya serangan ini antara lain : Luka, perhatikan posisi jatuh apakah ada patah tulang, luka terbuka dan berdarah, apakah ada benturan kepala yang cukup keras dan dapat mengakibatkan gegar otak, atau terkilir dan memar. Tersedak oleh muntahannya sendiri karena pada saat serangan biasanya penderita mengeluarkan air liur yang banyak dari dalam mulutnya kadang-kadang disertai muntahan. Terpotong lidah, Kekejangan yang terjadi dapat menyebabkan rahang terkatup rapat dan menggigit lidah. Tindakan yang pertama dilakukan adalah amati posisi jatuh, bila tidak ada luka balikkan atau miringkan posisi badannya agar tidak tersedak, gigitkan sendok atau gumpalan serbet agar lidah tidak tergigit, jauhkan benda-benda yang membahayakan dari sekitarnya, jauhkan dari sungai, danau, atau laut. Yang terpenting adalah jangan menahan gerakan kejangnya, hal ini dapat menimbulkan cedera otot atau tulang pada penderita. Setelah serangan menghilang, biarkan dia tertidur tanpa terganggu, bila mungkin bawalahke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut. PETIT MAL

Pada kondisi serangan ringan penderita biasanya tidak sampai terjatuh, walaupun kehilangan seluruh kesadarannya. Berlangsung sekitar 10 15 detik. Penderita biasanya hanya terdiam dengan wajah kosong, dan tidak mendengar apapun. Kondisi ini akan hilang setelah usia remaja. Tindakan pertama yang dilakukan bila terjadi serangan adalah membuat penderita nyaman dan kemudian membiarkan tertidur tanpa terganggu. Biasanya tidak memerlukan perawatan khusus, kecuali bila ada luka bawalah ke RS atau klinik terdekat untuk perawatan lebih lanjut.
http://lizaradityo.wordpress.com/2008/02/24/pertolongan-pertama-pada-epilepsi-ayan/

1. Epilepsi Primer (Idiopatik)Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik). Sering terjadi pada: 1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum 2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf 3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol 4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia) 5. Tumor Otak 6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007) 2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainanini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibatkerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnyahipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol,uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma fever / panas (these are called febrile seizures) genetic causes head injury / luka di kepala. infections of the brain and its coverings lack of oxygen to the brain/ kekurangan oksigen, terutama saat proses kelahiran. hydrocephalus/pembesaran ukuran kepala (excess water in the brain cavities) disorders of brain development / gangguan perkembangan otak. Status epileptikus Adalah serangan kejang kontinu dan berlangsung lebih dari 30 menit atau serangkaian seranganepilepsi yang menyebabkan anak yang tidak sadar kembali. Terapi awal diarahkan untuk menunjang dan mempertahankan fungsi-fungsi vital, meliputi mempertahankan fungsifungsivital, meliputi mempertahankan jalan napas yang adekuat, pemberian oksigen, dan terapi hidrasi,serta dilanjutkan dengan pemberian diazepam (Valium) atau fenobarbitol per IV.

Diazepam per rektum merupakan preparat yang sederhana, efektif, dan aman, untuk penatalaksanaan epilepsisebelum masuk rumah sakit. Lorazepam (Ativan) dapat menggantikan diazepam IV sebagai obat pilihan. Preparat ini memiliki masa kerja yang lebih panjang dan lebih sedikit menyebabkangawat napas pada anak-anak di atas usia 2 tahun. Merupakan keadaan kedaruratan medis yangmemerlukan intervensi segera untuk mencegah cedera permanen pada otak, gagal napas, dan kematian. Penatalaksanaan gawat darurat Kejang tonik-klonik Selama kejang : Waktu episode kejang - lakukan pendekatan dengan tenang - jika anak berada dalam posisi berdiri atau duduk, baringkan anak letakkan bantal atau lipatan selimut di bawah kepala anak. Jika tidak tersedia kepala anak bisa disangga oleh kedua tangannya sendiri

Jangan : 1.i. Menahan gerakan anak atau menggunakan paksaan 2.ii. Memasukkan apapun ke dalam mulut anak 3.iii. Memberikan makanan atau minuman -Longgarkan pakaian yang ketat - Lepaskan kacamata - Singkirkan benda-benda keras atau berbahayaBiarkan serangan kejang berakhir tanpa gangguan - Jika anak muntah miringkan tubuh anak sebagai satu kesatuan ke salah satu sisi Setelah kejang : a.Hitung lamanya periode postiktal (pasca kejang) b.Periksa pernapasan anak. Periksa posisi kepala dan lidah. c.Reposisikan jika kepala anak hiperekstensi. Jika anak tidak bernapas, lakukan pernapas an buatan dan hubungi pelayanan medis darurat d. Periksa sekitar mulut anak untuk menemukan gejala luka bakar/kimia atau kecurigaan zatyang mengindikasikan keracunan e. Pertahankan posisi tubuh anak berbaring miring f. Tetap dampingi anak sampai pulih sepenuhnya g. Jangan memberi makanan atau minuman sampai anak benar-benar sadar dan reflex menelan pulih h.Hubungi pelayanan kedaruratan medis jika diperlukan i. Kaji faktor-faktor pemicu awitan kejang (kolaborasi)

Anda mungkin juga menyukai