Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jambi Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi
Abstract Background : Sinusitis is a common cause of health problems in the world and often found in daily practice physician. Based source of sinusitis infection, sinusitis is divided to rhinogenic sinusitis and odontogenic sinusitis. Odontogenic sinusitis can be caused by abnormalities of dental such as an infection of the upper molar teeth (pre molar adn molar). This study aimed to determine correlation between dental infection of the upper jaw with maxillary sinusitis in Raden Mattaher Jambi Hospital. Method : This study was a analytical research with cross sectional design including 34 patients who are selected by total sampling technique. This research was conducted in Raden Mattaher Jambi Hospital from May to June 2013. Samples were all of rhinosinusitis patients aged 12 yeras old and who has done photo paranasal sinuses. Statistical used chi square test. Result : The result showed of 34 patients, there are 29 patients (85,3%) with maxillary rhinosinusitis, 2 patients (5,9%) with etmoidalis rhinosinusitis, 3 patients (8,8%) with frontalis rhinosinusitis and no patients (0%) with sphenoid rhinosinusitis. 34 patients be found 22 pastients (64,7%) with dental infection of the upper jaw. There is a correlation between dental infection of the upper jaw with maxillary sinusitis in Raden Mattaher Jambi Hospital. Dental infection of the upper jaw had 10.5 times greater risk for the occurrence of maxillary sinusitis. Conclusion : There is correlation between dental infection of the upper jaw with maxillary sinusitis. The importance of regular dental examinations are one way to minimize maxillary sinusitis due to dental infection. Keyword : Dental Infection of the Upper Jaw ; Maxillary Rhinosinusitis
PENDAHULUAN Sinusitis inflamasi Penyebab didefinisikan sinus adalah sebagai paranasal.1 salesma
sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar).1 Sesuai anatomi dan secara
mukosa utamanya
(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri.1,2 Sinusitis rinitis sehingga umumnya disebut lebih dipicu oleh rhinosinusitis.1 akurat untuk
epidemiologi sinus yang paling sering terkena terkena, yaitu sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.1,2,6 Lokasi sinus yang terbanyak ditemukan di sinus maksila, menandakan bahwa selain faktor rinogen atau tersumbatnya KOM, faktor dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis maksilaris kronis, di mana dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi premolar dan molar atas, sehingga jika terjadi infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal dengan mudah menyebar langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfe.1 Menurut Medical Center New York sinusitis maksilaris yang disebabkan oleh infeksi odontogen diketahui sekitar 47%. Berdasarkan Penelitian Marissa (2011) di RSUD dr.M.Soewandhie bahwa dari Surabaya, 20 sampel
Rhinosinusitis
menggambarkan peradangan pada hidung dan sinus paranasal dan istilah rhinosinusitis sekarang lebih digunakan daripada rhinitis atau sinusitis saja.3 Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada dalam urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.4 Data dari Divisi Rinologi
Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis.5 Data dari RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2011, tercatat sebanyak 301 pasien dan tahun 2012 sebanyak 374 pasien yang menderita
menunjukkan
penderita didapatkan 15 orang (75%) yang menderita odontogen.7 Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti sinusitis dengan infeksi
rhinosinusitis. Berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi kepada sinusitis tipe rinogen dan sinusitis tipe dentogen. Sinusitis tipe
hubungan infeksi gigi rahang atas dengan kejadian Rhinosinusitis maksilaris di RSUD Raden Mattaher Jambi.
rinogen terjadi disebabkan kelainan atau masalah di hidung. Sinusitis tipe dentogen disebabkan oleh kelainan gigi serta yang
kriteria minor); c) Pemeriksaan rutin THT oleh dokter di Poli THT dan setelah didiagnosis Rhinosinusitis, diberi penjelasan dan pengisian informed consent untuk mengisi cek list; d) Rontgen foto sinus paranasal untuk melihat dari sinus yang terkena; e) Setelah itu, dilakukan
adalah penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT dan Poliklinik Gigi dan Mulut RSUD Raden Mattaher Jambi dari bulan Mei Juni 2013. Sampel pada penelitian ini berjumlah 34 sampel dan pengambilan menggunakan sampel rumus dilakukan sampel dengan minimal.
pemeriksaan gigi rahang atas, dengan cara dirujuk ke Poliklinik Gigi dan Mulut untuk melihat apakah ada atau tidak tanda tanda infeksi gigi yang dapat menyebabkan suatu Rhinosinusitis maksilaris tipe dentogen. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square dengan nilai p yang dianggap bermakna p<0,05.
Pasien dengan riwayat seperti operasi hidung terdiagnosis polip nasi dan tumor sinonasal, trauma hidung, trauma
maksilofasial dieksklusikan. Penegakan diagnosis Rhinosinusitis ditegakkan berdasarkan kriteria mayor dan kriteria minor dari Task Force, Gejala mayor berupa rinore, obstruksi nasi, nyeri wajah, sekret di rongga hidung (dengan rinoskopi gangguan anterior), penghidu. post nasal drip, gejala
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian didapatkan Jenis kelamin laki laki (Tabel 1) paling tinggi pada pasien rhinosinusitis yaitu sebanyak 20 orang (52,8%) dan untuk perempuan didapatkan sebanyak 14 orang (41.2%). Untuk usia (Tabel 1) didapatkan usia 31-40 tahun memiliki proporsi
Sedangkan
minor berupa sakit kepala, halitosis, rasa lelah, nyeri gigi, rasa nyeri/penuh telinga dan demam.8 dan untuk menegakkan maksilaris foto akan
rhinosinusitis dengan
kejadian paling tinggi sebanyak 8 orang (23.5%) diikuti usia 12-20 tahun sebanyak 7 orang (20.6%) kemudian usia 41-50 tahun dan 51-60 tahun memiliki proporsi kejadian yang sama yaitu sebanyak 6 orang (17,6%) untuk usia 21-30 tahun sebanyak 5 orang (14,7%) dan untuk usia 61-70 tahun dan 7180 tahun memiliki proporsi kejadian yang sama yaitu sebanyak 1 orang (2,9%). Untuk pekerjaan (Tabel 1) didapatkan
3
sinus
paranasal
perselubungan
penebalan
Cara kerja penelitian adalah sebagai berikut : a) ditanyakan identitas pasien; b) Anamnesis (keluhan utama,lamanya, gejala dan tanda lain dari kriteria mayor dan
pelajar/mahasiswa memiliki proporsi paling tinggi yaitu sebanyak 10 orang (29,4%) diikuti IRT/tidak bekerja sebanyak 8 orang (23,5%) dan PNS/TNI/Polri sebanyak 6 orang (17,6%) sedangkan untuk Peg.Swasta dan wiraswasta memiliki proporsi kejadian yang sama yaitu sebanyak 5 orang (14,7%). Tabel 1. Karakteristik pasien Rhinosinusitis Karakteristik Frekuensi Presentase responden Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur 12-20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun 71-80 tahun Pekerjaan PNS/TNI/Polri Peg.swasta Wiraswasta Pelajar/mahasiswa IRT/tidak bekerja Total 6 5 5 10 8 34 17,6 14,7 14,7 29,4 23,5 100,0 7 5 8 6 6 1 1 20,6 14,7 23,5 17,6 17,6 2,9 2,9 20 14 58,8 41,2 (orang) (%)
Sakit dr. Sardjito Yogyakarta menyatakan bahwa proporsi jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki 57,6%.9 Faktor lain yang juga berpengaruh pada Rhinosinusitis
adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. dikarenakan kebiasaan merokok pada laki laki menyebabkan mereka lebih terpapar dengan zat toksik yang dapat mempengaruhi sistem imun tubuh sehingga Rhinosinusitis lebih banyak diderita oleh laki laki. Didapatkan usia yang paling banyak 31-40 tahun yaitu 8 orang (23,5%) sejalan dengan penelitian penelitian Multazar
(2008) di RSUP Adam Malik Medan didapatkan bahwa kelompok usia tertinggi adalah kelompok usia 28-35 tahun sebanyak 61 penderita (20,61%).10 Berdasarkan data European Position paper on rhinosinusitis and nasal polyps pada tahun 2007, usia <50 tahun adalah yang paling banyak menderita rhinosinusitis.11 Dari beberapa data penelitian
tersebut terlihat bahwa Rhinosinusitis lebih banyak pada usia dewasa muda. Hal ini diduga karena pada usia dewasa muda atau usia produktif lebih cenderung sering terpapar alergen dan telah mengalami pemaparan dengan polutan lebih lama
Hasil
penelitian
mengenai
sehingga apabila terjadi Rhinosinusitis pada usia tersebut dapat mengganggu dari
karakteristik pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher Jambi didapatkan Laki laki sebanyak 20 orang (58,8%). Sejalan dengan Penelitian Dewanti (2008) di Rumah
produktifitasnya. Didapatkan pelajar/mahasiswa yang paling banyak terkena Rhinosinusitis hal ini
4
berbeda dengan penelitian Multazar (2008) di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan bahwa proporsi penderita Rhinosinusitis terbanyak dijumpai pada Ibu rumah tangga sebanyak 85 orang (28.7%).10 Pada penelitian ini ditemukan
Distribusi gejala minor (Tabel 3) pada pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher Jambi yang memiliki proporsi angka kejadian paling banyak adalah Nyeri gigi sebanyak 12 orang (35,3%), sakit kepala sebanyak 11 orang (32,4%), Demam sebanyak 7 orang (20,6%), Nyeri atau terasa penuh pada telinga sebanyak 3 orang (8,8%), Halitosis sebanyak 2 orang (5,9%), dan Rasa lelah sebanyak 1 orang (2,9%). Tabel 2. Distribusi Gejala Mayor pada pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher Jambi Frekuensi Presentase Gejala Mayor (orang) (%) Rinore Gangguan Penghidu Nyeri atau rasa tertekan wajah Sekret di rongga hidung Rasa tersumbat 17 50,0 11 32,4 pada 12 35,3 14 5 41,2 14,7
pelajar/mahasiswa yang paling banyak. Hal tersebut mungkin disebabkan karena para pelajar/mahasiswa paling sering beraktivitas di luar rumah sehingga sering terpapar polutan seperti asap atau debu atau zat-zat iritan yang dapat yang memacu akhirnya terjadinya dapat
aeroalergen
Mangunkusumo (2007), bahwa apabila terpapar terus menerus oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok yang lama akan menyebabkan merusak silia.
1
perubahan
mukosa
dan
Distribusi gejala mayor (Tabel 2) pada pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher Jambi yang memiliki proporsi angka kejadian paling banyak adalah hidung tersumbat yaitu 17 orang (50%), sedangkan Rinore sebanyak 14 orang (41,2%), Nyeri tekan pada wajah sebanyak 12 orang (35,3%), Sekret di rongga hidung sebanyak 11 orang (32,4%), Post nasal drip sebanyak 9 orang (26,5%), dan gangguan pada penghidu sebanyak 5 orang (14,7%).
Tabel 3. Distribusi Gejala Minor pada pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher Jambi Gejala Frekuensi Presentase Minor Sakit kepala Halitosis Rasa lelah Nyeri gigi Nyeri/rasa penuh pada telinga Demam 7 20,6 (orang) 11 2 1 12 3 (%) 32,4 5,9 2,9 35,3 8,8
sehingga aliran mukus menjadi terhambat. Hal tersebut akan menyebabkan mukus terakumulasi. Jika memungkinkan akan tumbuh bakteri patogen di sinus yang mengalami penyumbatan, maka akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri tersebut. Infeksi inilah yang disebut dengan
sebagai awal timbulnya sinusitis akan memberikan gejala hidung tersumbat.1 Gejala minor pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher jambi yang
Gejala mayor pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher Jambi yang terbanyak adalah Hidung tersumbat
terbanyak adalah Nyeri gigi sebanyak 12 orang (35,3%). Hal ini berbeda dengan yang didapatkan pada penelitian Prastyo (2011) di RSUP Adam Malik medan sakit pada kepala
sebanyak 17 orang (50,0%). Sejalan dengan penelitian Dalimunthe (2010) di RSUP H. Adam Malik Medan menyatakan bahwa keluhan utama Rhinosinusitis terbanyak adalah hidung tersumbat dengan jumlah penderita 65 orang (67,7%).12 Penelitian case series Dewanti (2008) terhadap 118 penderita Rhinosinusitis kronis Dibagian THT-KL FK UGM/RS Dr. Sardjito
penelitiannya
didapatkan
memiliki frekuensi terbesar yaitu sebanyak 20 orang (10,6%).13 Sakit kepala bukan suatu gejala khas dari Rhinosinusitis, tetapi merupakan gejala yang sering ditemukan atau menyebabkan seseoramg berobat ke dokter. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah Nyeri gigi yang terbanyak karena pada penelitian ini banyak pasien
Yogyakarta didapatkan gejala klinis yang terbanyak ditemukan adalah hidung tersumbat sebanyak 65 kasus (55,1%).9 Patofisiologi Rhinosinusitis dimulai terjadinya dengan reaksi
Rhinosinusitis yang disertai dengan adanya nyeri pada gigi sehingga peneliti
menyimpulkan bahwa telah adanya infeksi dari bakteri yang mengenai jaringan gigi dan menurut Bertrand infeksi pada gigi terjadi saat kuman masuk ke dalam ruang pulpa gigi. Sehingga menyebabkan infeksi
6
inflamasi yang menyebabkan edema pada organ sinus. Edema tersebut akan
dan kematian pulpa. Eksudat akibat infeksi secara bertahap menumpuk di ujung akar dan membuat lubang pada tulang. Biasanya, infeksi gigi akan membuat tulang di dalam membengkak dan juga terdapat rasa nyeri rahang atau gigi.14 Pasien Rhinosinusitis yang maksilaris mengalami (Tabel 4)
Tabel 5. Infeksi gigi rahang atas Infeksi gigi Jumlah Peresentase rahang atas Ada Tidak ada Total 22 12 34 64,7 35,3 100 (orang) (%)
sebanyak 29 orang pasien (85,3%) dan yang selain dari Rhinosinusitis maksilaris
Tabel 6. Penyakit gigi pada infeksi gigi rahang atas Penyakit gigi Jumlah Peresentase (orang) Periodontitis Gangren pulpa Gangren radix Abses apikal Tidak ada Total 11 3 2 6 12 34 (%) 32,4 8,8 5,9 17,6 35,3 100
sebanyak 5 orang (14,7%) yaitu 3 orang mengalami Rhinosinusitis frontalis dan 2 orang mengalami Rhinosinusitis etmoidalis. Kejadian infeksi gigi rahang atas (Tabel 5) terjadi pada 22 orang pasien (64,7%) dari keseluruhan jumlah pasien yang menjadi sampel dan yang tidak terjadi infeksi gigi rahang atas sebanyak 12 orang (35,3%). Penyakit gigi yang terbanyak pasien
(Tabel 6) adalah periodontitis sebanyak 11 orang (32,4%), abses apikal sebanyak 6 orang (17,6%) sedangkan untuk gangren pulpa sebanyak 3 orang (8,8%) dan gangren radix sebanyak 2 orang (5,9%). Tabel 4. Tipe Rhinosinusitis Tipe Jumlah Rhinosinusitis Maksilaris Etmoidalis Frontalis Sphenoid Total (orang) 29 2 3 0 34 Peresentase (%) 85,3 5,9 8,8 0,0 100
terbanyak yaitu 29 orang (85,3%) sejalan dengan penelitian penelitian Prastyo (2011) dan Dalimunthe (2010) di RSUP Adam Malik medan didapatkan lokasi sinus yang terlibat paling banyak adalah sinusitis maksilaris yaitu sebanyak 110
12,13
orang
adalah
sinus
paranasal terbesar dan yang paling sering terkena infeksi karena ostium sinus
maksilaris terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus
7
melalui
infundibulum
yang
sempit.
didapatkan periodontitis yang paling tinggi karena infeksi bakteri (anaerob) yang awalnya mempengaruhi lapisan elemen terluar dapat meluas ke bagian pulpa dan pulpa terbuka dan akhirnya infeksi ini akan meluas karena tidak diobati dan mengenai
Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.15 Hasil penelitian ini juga
selaput
periodontium
maka
akan
menunjukkan bahwa Infeksi gigi rahang atas terjadi pada 22 orang (64,7%). Sejalan dengan Penelitian Marissa (2011) di RSUD dr.M.Soewandhie Surabaya, menunjukkan bahwa dari 20 sampel penderita didapatkan 15 orang (75%) yang menderita sinusitis dengan infeksi odontogen.7 Hal ini dikarenakan secara anatomis apeks gigi-gigi rahang atas (kecuali
menyebabkan periodontitis. Periodontitis adalah suatu infeksi yang mengenai jaringan periodontal, infeksi pada jaringan
periodontal dapat menjalar melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus. Untuk Hubungan Infeksi gigi rahang atas dengan kejadian Rhinosinusitis
maksilaris (Tabel 7) diketahui bahwa Pasien dengan infeksi gigi rahang atas yang mengalami Rhinosinusitis maksilaris
insisivus) sangat dekat dengan dasar sinus, terutama sinus maksilaris.16 terutama akar gigi molar ke-2 paling dekat dengan lantai sinus maksilaris, diikuti akar gigi molar ke1, premolar 1 dan 2. Kemudian akar molar 1 dan 2 serta premolar 2 hanya ditutupi oleh selaput lendir dan kadang-kadang bahkan menonjol ke sinus maksilaris. Jarak yang dekat ini sangat mudah untuk masuknya infeksi gigi ke sinus maksilaris.17 Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa penyakit gigi dari infeksi gigi rahang atas yang terbanyak adalah periodontitis sebanyak 11 orang (32,4%). Berdasarkan penelitian yang terdapat dalam Karin
berjumlah 21 orang (95,5%) dan pasien dengan infeksi gigi rahang atas yang mengalami selain dari Rhinosinusitis
maksilaris berjumlah 1 orang (4,5%). Sedangkan pasien yang tidak dengan infeksi gigi rahang atas mengalami Rhinosinusitis maksilaris sebanyak 8 orang (66,7%) dan pasien yang tidak dengan infeksi gigi rahang atas yang mengalami selain dari
Garming 83% dari semua kasus gigi disebabkan oleh periodontitis atau lesi periapikal.18
8
hubungan yang signifikan antara infeksi gigi rahang atas dengan Rhinosinusitis maksilaris.21
22 (100.0%) 12 (100.0%) 34 (100.0%) 0,042 10,5
Hal ini sesuai dengan kepustakaan secara anatomis apeks gigi-gigi rahang atas (kecuali insisivus) sangat dekat dengan dasar sinus, terutama sinus maksilaris. Gigi
Hasil uji chi square didapatkan p value 0,042 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara infeksi gigi rahang atas dengan kejadian Rhinosinusitis maksilaris di Rumah Sakit Umum Daerah Raden
yang
berlubang
(karies)
atau
adanya
abses/infeksi di sekitar gigi harus diobati, sebab masalah gigi di rahang atas itu dapat menjalar sampai ke sinus.16 Dasar sinus maksilaris adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah
Mattaher Jambi dan berdasarkan analisis estimasi resiko didapatkan nilai POR>1 , dapat disimpulkan bahwa pasien dengan infeksi gigi rahang atas berpeluang 10,5 kali lebih besar untuk mengalami Rhinosinusitis maksilaris. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Primartono di RSUP dr.Kariadi Semarang yang menyatakan adanya
menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah atau limfe.1 Hal ini sesuai pada penelitian ini dimana infeksi gigi dengan rahang atas
perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara infeksi gigi rahang maksilaris atas hal dengan ini
berhubungan
terjadinya
Rhinosinusitis
Rhinosinusitis maksilaris. Adapun infeksi gigi rahang atas yang dapat menyebabkan terjadinya sinusitis maksilaris adalah
menunjukkan bahwa ada hubungan antara infeksi gigi rahang atas dengan kejadian Rhinosinusitis maksilaris.19 Pada penelitian Duzgun di Haydarpasa Training Hospital Turki juga menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara infeksi gigi dengan kejadian sinusitis maksilaris.
20
KESIMPULAN DAN SARAN Ada hubungan antara infeksi gigi rahang atas dengan kejadian Rhinosinusitis
9
maksilaris di RSUD Raden Mattaher Jambi. dan Infeksi gigi rahang atas mempunyai risiko 10,5 kali lebih besar untuk terjadinya Rhinosinusitis maksilaris. Dari kesimpulan diatas, ada beberapa saran yang dapat diajukan antara lain: 1. Diperlukan adanya perhatian khusus terhadap infeksi gigi rahang atas
anatomis dan lesi baik di rahang atas maupun rahang bawah, dan dapat melihat adanya kelainan yang tidak tampak secara klinis.
sebagai salah satu faktor predisposisi terjadinya Rhinosinusitis maksilaris. Seperti menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan baik secara konsisten seperti menyikat gigi secara teratur dan benar minimal dua kali sehari. 2. Perlunya penyuluhan kepada
Mangunkusumo. kesehatan
telinga-hidung-tenggorok
kepala leher: sinusitis. edisi ke-enam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. hal.150-54 2. Hilger, Peter A. Buku Ajar Penyakit THT : Penyakit Sinus Paranasalis. Edisi ke-enam. Jakarta: EGC: 1997.Hal.240 257 3. Patel PM, Rowe-Jones J. ABC of Ear Nose and Throat:Paranasal Sinus
masyarakat tentang faktor infeksi gigi rahang atas pada kejadian sinusitis maksilaris agar upaya pencegahan dapat diambil dengan melakukan pemeriksaan gigi sekurang-kurangnya dua kali per tahun. 3. Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut tentang hubungan infeksi gigi rahang atas dengan kejadian sinusitis maksilaris dengan sampel penelitian yang lebih besar dan analisis yang lebih mendalam. 4. Untuk kesempurnaan dalam penegakan diagnosa dari Rhinosinusitis maksilaris yang disebabkan oleh infeksi gigi selain dilakukan pemeriksaan klinis pada gigi dapat juga dilakukan foto panoramik sebagai diagnosa pemeriksaan Rhinosinusitis penunjang maksilaris
Diseases and infections. edisi ke-lima. Australia: Blackwell Publishing; 2007. hal 37-44 4. Depkes RI. Pola Penyakit 50 peringkat utama menurut DTD Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Indonesia Tahun 2003 5. PERHATI. HTA Indonesia. Fungsional endoscopic sinus surgery di indonesia. Jakarta.2006.hal:1 6. Mansjoer, A. Kapita selekta kedokteran UI: Sinusitis. edisi ke-tiga. Jakarta: Media Aesculapius; 2001. hal.102-103 7. Marissa, AI. Infeksi odontogen pada sinusitis maxillaris ditinjau dari
10
13. Prastyo, stephen john. Karakteristik Penderita Rinosinusitis Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011 : penelitian deskriptif dengan rancangan retrospektif. Medan: Fakultas kedokteran universitas
kedokteran Gigi Universitas Airlangga: 2011 8. Bubun Jeanny, dkk. Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay: Studi kasus control
(penelitian). Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas
P.1997.Sinusitis
Dental
Department of Otorhinolaryngology and Head and Neck Surgery. Belgium. pp 312 -22 (41) 15. Soetjipto Damayanti, buku ajar Endang ilmu
Hasanuddin Makassar:2009 9. Dewanti DAK, Hawala S, Istiningsih C, Indrawati LPL, 2008. Pola Epidemiologi Rhinosinusitis Kronis di Bagian THT RS Sardjito Tahun 2006-2007. Dalam Kumpulan Bandung. 10. Multazar, Agus. Karakteristik Abstrak PIT-PERHATI.
Mangunkusumo. kesehatan
telinga-hidung-tenggorok
FKUI;2007. hal.145-49 16. Saragih, A.R. Rinosinusitis Dentogen. dalam: Dentika Dental Journal.
2007;12(1):82 17. Chul,kyung.2010.clinical features and treatments sinusitis.diunduh http://www.eymj.org 18. K.Garming Legert et al. Sinusitis of odontogenic origin: Pathophysiological implications of early treatment.Taylor and francis health of dari odontogenic URL :
sumatera utara; 2008 11. Fokkens W, et al.European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. Rhinology 45 Supplement 20. 2007. Available from:
11
Semarang:
Fakultas
Kedokteran
indentation
maxillary sinusitis.diunduh darI URL: http://www.scirp.org/journal/ojmi 21. Bogi arya kusumo. Hubungan Karies Gigi Rahang Atas dengan Sinusitis Maksilaris Odontogen di Rsud Dati II Semarang: Semarang: analitik Fakultas observasional. kedokteran
12