Anda di halaman 1dari 12

Hubungan Infeksi gigi rahang atas dengan kejadian Rhinosinusitis Maksilaris di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher

Jambi Madyaning Septiwati1, Alfian Taher2, Umi Rahayu2


1. 2.

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jambi Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi

Abstract Background : Sinusitis is a common cause of health problems in the world and often found in daily practice physician. Based source of sinusitis infection, sinusitis is divided to rhinogenic sinusitis and odontogenic sinusitis. Odontogenic sinusitis can be caused by abnormalities of dental such as an infection of the upper molar teeth (pre molar adn molar). This study aimed to determine correlation between dental infection of the upper jaw with maxillary sinusitis in Raden Mattaher Jambi Hospital. Method : This study was a analytical research with cross sectional design including 34 patients who are selected by total sampling technique. This research was conducted in Raden Mattaher Jambi Hospital from May to June 2013. Samples were all of rhinosinusitis patients aged 12 yeras old and who has done photo paranasal sinuses. Statistical used chi square test. Result : The result showed of 34 patients, there are 29 patients (85,3%) with maxillary rhinosinusitis, 2 patients (5,9%) with etmoidalis rhinosinusitis, 3 patients (8,8%) with frontalis rhinosinusitis and no patients (0%) with sphenoid rhinosinusitis. 34 patients be found 22 pastients (64,7%) with dental infection of the upper jaw. There is a correlation between dental infection of the upper jaw with maxillary sinusitis in Raden Mattaher Jambi Hospital. Dental infection of the upper jaw had 10.5 times greater risk for the occurrence of maxillary sinusitis. Conclusion : There is correlation between dental infection of the upper jaw with maxillary sinusitis. The importance of regular dental examinations are one way to minimize maxillary sinusitis due to dental infection. Keyword : Dental Infection of the Upper Jaw ; Maxillary Rhinosinusitis

PENDAHULUAN Sinusitis inflamasi Penyebab didefinisikan sinus adalah sebagai paranasal.1 salesma

sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar).1 Sesuai anatomi dan secara

mukosa utamanya

(common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri.1,2 Sinusitis rinitis sehingga umumnya disebut lebih dipicu oleh rhinosinusitis.1 akurat untuk

epidemiologi sinus yang paling sering terkena terkena, yaitu sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid.1,2,6 Lokasi sinus yang terbanyak ditemukan di sinus maksila, menandakan bahwa selain faktor rinogen atau tersumbatnya KOM, faktor dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis maksilaris kronis, di mana dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi premolar dan molar atas, sehingga jika terjadi infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal dengan mudah menyebar langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfe.1 Menurut Medical Center New York sinusitis maksilaris yang disebabkan oleh infeksi odontogen diketahui sekitar 47%. Berdasarkan Penelitian Marissa (2011) di RSUD dr.M.Soewandhie bahwa dari Surabaya, 20 sampel

Rhinosinusitis

menggambarkan peradangan pada hidung dan sinus paranasal dan istilah rhinosinusitis sekarang lebih digunakan daripada rhinitis atau sinusitis saja.3 Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada dalam urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.4 Data dari Divisi Rinologi

Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis.5 Data dari RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2011, tercatat sebanyak 301 pasien dan tahun 2012 sebanyak 374 pasien yang menderita

menunjukkan

penderita didapatkan 15 orang (75%) yang menderita odontogen.7 Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti sinusitis dengan infeksi

rhinosinusitis. Berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi kepada sinusitis tipe rinogen dan sinusitis tipe dentogen. Sinusitis tipe

hubungan infeksi gigi rahang atas dengan kejadian Rhinosinusitis maksilaris di RSUD Raden Mattaher Jambi.

rinogen terjadi disebabkan kelainan atau masalah di hidung. Sinusitis tipe dentogen disebabkan oleh kelainan gigi serta yang

METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan

kriteria minor); c) Pemeriksaan rutin THT oleh dokter di Poli THT dan setelah didiagnosis Rhinosinusitis, diberi penjelasan dan pengisian informed consent untuk mengisi cek list; d) Rontgen foto sinus paranasal untuk melihat dari sinus yang terkena; e) Setelah itu, dilakukan

adalah penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT dan Poliklinik Gigi dan Mulut RSUD Raden Mattaher Jambi dari bulan Mei Juni 2013. Sampel pada penelitian ini berjumlah 34 sampel dan pengambilan menggunakan sampel rumus dilakukan sampel dengan minimal.

pemeriksaan gigi rahang atas, dengan cara dirujuk ke Poliklinik Gigi dan Mulut untuk melihat apakah ada atau tidak tanda tanda infeksi gigi yang dapat menyebabkan suatu Rhinosinusitis maksilaris tipe dentogen. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi square dengan nilai p yang dianggap bermakna p<0,05.

Pasien dengan riwayat seperti operasi hidung terdiagnosis polip nasi dan tumor sinonasal, trauma hidung, trauma

maksilofasial dieksklusikan. Penegakan diagnosis Rhinosinusitis ditegakkan berdasarkan kriteria mayor dan kriteria minor dari Task Force, Gejala mayor berupa rinore, obstruksi nasi, nyeri wajah, sekret di rongga hidung (dengan rinoskopi gangguan anterior), penghidu. post nasal drip, gejala

HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian didapatkan Jenis kelamin laki laki (Tabel 1) paling tinggi pada pasien rhinosinusitis yaitu sebanyak 20 orang (52,8%) dan untuk perempuan didapatkan sebanyak 14 orang (41.2%). Untuk usia (Tabel 1) didapatkan usia 31-40 tahun memiliki proporsi

Sedangkan

minor berupa sakit kepala, halitosis, rasa lelah, nyeri gigi, rasa nyeri/penuh telinga dan demam.8 dan untuk menegakkan maksilaris foto akan

diagnosis ditegakkan rontgen tampak sakit.2

rhinosinusitis dengan

kejadian paling tinggi sebanyak 8 orang (23.5%) diikuti usia 12-20 tahun sebanyak 7 orang (20.6%) kemudian usia 41-50 tahun dan 51-60 tahun memiliki proporsi kejadian yang sama yaitu sebanyak 6 orang (17,6%) untuk usia 21-30 tahun sebanyak 5 orang (14,7%) dan untuk usia 61-70 tahun dan 7180 tahun memiliki proporsi kejadian yang sama yaitu sebanyak 1 orang (2,9%). Untuk pekerjaan (Tabel 1) didapatkan
3

menggunakan dimana atau

sinus

paranasal

perselubungan

penebalan

mukosa atau air fluid level pada sinus yang

Cara kerja penelitian adalah sebagai berikut : a) ditanyakan identitas pasien; b) Anamnesis (keluhan utama,lamanya, gejala dan tanda lain dari kriteria mayor dan

pelajar/mahasiswa memiliki proporsi paling tinggi yaitu sebanyak 10 orang (29,4%) diikuti IRT/tidak bekerja sebanyak 8 orang (23,5%) dan PNS/TNI/Polri sebanyak 6 orang (17,6%) sedangkan untuk Peg.Swasta dan wiraswasta memiliki proporsi kejadian yang sama yaitu sebanyak 5 orang (14,7%). Tabel 1. Karakteristik pasien Rhinosinusitis Karakteristik Frekuensi Presentase responden Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur 12-20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun 71-80 tahun Pekerjaan PNS/TNI/Polri Peg.swasta Wiraswasta Pelajar/mahasiswa IRT/tidak bekerja Total 6 5 5 10 8 34 17,6 14,7 14,7 29,4 23,5 100,0 7 5 8 6 6 1 1 20,6 14,7 23,5 17,6 17,6 2,9 2,9 20 14 58,8 41,2 (orang) (%)

Sakit dr. Sardjito Yogyakarta menyatakan bahwa proporsi jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki 57,6%.9 Faktor lain yang juga berpengaruh pada Rhinosinusitis

adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. dikarenakan kebiasaan merokok pada laki laki menyebabkan mereka lebih terpapar dengan zat toksik yang dapat mempengaruhi sistem imun tubuh sehingga Rhinosinusitis lebih banyak diderita oleh laki laki. Didapatkan usia yang paling banyak 31-40 tahun yaitu 8 orang (23,5%) sejalan dengan penelitian penelitian Multazar

(2008) di RSUP Adam Malik Medan didapatkan bahwa kelompok usia tertinggi adalah kelompok usia 28-35 tahun sebanyak 61 penderita (20,61%).10 Berdasarkan data European Position paper on rhinosinusitis and nasal polyps pada tahun 2007, usia <50 tahun adalah yang paling banyak menderita rhinosinusitis.11 Dari beberapa data penelitian

tersebut terlihat bahwa Rhinosinusitis lebih banyak pada usia dewasa muda. Hal ini diduga karena pada usia dewasa muda atau usia produktif lebih cenderung sering terpapar alergen dan telah mengalami pemaparan dengan polutan lebih lama

Hasil

penelitian

mengenai

sehingga apabila terjadi Rhinosinusitis pada usia tersebut dapat mengganggu dari

karakteristik pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher Jambi didapatkan Laki laki sebanyak 20 orang (58,8%). Sejalan dengan Penelitian Dewanti (2008) di Rumah

produktifitasnya. Didapatkan pelajar/mahasiswa yang paling banyak terkena Rhinosinusitis hal ini
4

berbeda dengan penelitian Multazar (2008) di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan bahwa proporsi penderita Rhinosinusitis terbanyak dijumpai pada Ibu rumah tangga sebanyak 85 orang (28.7%).10 Pada penelitian ini ditemukan

Distribusi gejala minor (Tabel 3) pada pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher Jambi yang memiliki proporsi angka kejadian paling banyak adalah Nyeri gigi sebanyak 12 orang (35,3%), sakit kepala sebanyak 11 orang (32,4%), Demam sebanyak 7 orang (20,6%), Nyeri atau terasa penuh pada telinga sebanyak 3 orang (8,8%), Halitosis sebanyak 2 orang (5,9%), dan Rasa lelah sebanyak 1 orang (2,9%). Tabel 2. Distribusi Gejala Mayor pada pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher Jambi Frekuensi Presentase Gejala Mayor (orang) (%) Rinore Gangguan Penghidu Nyeri atau rasa tertekan wajah Sekret di rongga hidung Rasa tersumbat 17 50,0 11 32,4 pada 12 35,3 14 5 41,2 14,7

pelajar/mahasiswa yang paling banyak. Hal tersebut mungkin disebabkan karena para pelajar/mahasiswa paling sering beraktivitas di luar rumah sehingga sering terpapar polutan seperti asap atau debu atau zat-zat iritan yang dapat yang memacu akhirnya terjadinya dapat

aeroalergen

meningkatkan terjadinya Rhinosinusitis. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan

Mangunkusumo (2007), bahwa apabila terpapar terus menerus oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok yang lama akan menyebabkan merusak silia.
1

perubahan

mukosa

dan

Distribusi gejala mayor (Tabel 2) pada pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher Jambi yang memiliki proporsi angka kejadian paling banyak adalah hidung tersumbat yaitu 17 orang (50%), sedangkan Rinore sebanyak 14 orang (41,2%), Nyeri tekan pada wajah sebanyak 12 orang (35,3%), Sekret di rongga hidung sebanyak 11 orang (32,4%), Post nasal drip sebanyak 9 orang (26,5%), dan gangguan pada penghidu sebanyak 5 orang (14,7%).

pada hidung Post nasal drip 9 26,5

Tabel 3. Distribusi Gejala Minor pada pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher Jambi Gejala Frekuensi Presentase Minor Sakit kepala Halitosis Rasa lelah Nyeri gigi Nyeri/rasa penuh pada telinga Demam 7 20,6 (orang) 11 2 1 12 3 (%) 32,4 5,9 2,9 35,3 8,8

sehingga aliran mukus menjadi terhambat. Hal tersebut akan menyebabkan mukus terakumulasi. Jika memungkinkan akan tumbuh bakteri patogen di sinus yang mengalami penyumbatan, maka akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri tersebut. Infeksi inilah yang disebut dengan

Rhinosinusitis. Dengan demikian, edema yang menyebabkan tertutupnya KOM

sebagai awal timbulnya sinusitis akan memberikan gejala hidung tersumbat.1 Gejala minor pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher jambi yang

Gejala mayor pasien Rhinosinusitis di RSUD Raden Mattaher Jambi yang terbanyak adalah Hidung tersumbat

terbanyak adalah Nyeri gigi sebanyak 12 orang (35,3%). Hal ini berbeda dengan yang didapatkan pada penelitian Prastyo (2011) di RSUP Adam Malik medan sakit pada kepala

sebanyak 17 orang (50,0%). Sejalan dengan penelitian Dalimunthe (2010) di RSUP H. Adam Malik Medan menyatakan bahwa keluhan utama Rhinosinusitis terbanyak adalah hidung tersumbat dengan jumlah penderita 65 orang (67,7%).12 Penelitian case series Dewanti (2008) terhadap 118 penderita Rhinosinusitis kronis Dibagian THT-KL FK UGM/RS Dr. Sardjito

penelitiannya

didapatkan

memiliki frekuensi terbesar yaitu sebanyak 20 orang (10,6%).13 Sakit kepala bukan suatu gejala khas dari Rhinosinusitis, tetapi merupakan gejala yang sering ditemukan atau menyebabkan seseoramg berobat ke dokter. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah Nyeri gigi yang terbanyak karena pada penelitian ini banyak pasien

Yogyakarta didapatkan gejala klinis yang terbanyak ditemukan adalah hidung tersumbat sebanyak 65 kasus (55,1%).9 Patofisiologi Rhinosinusitis dimulai terjadinya dengan reaksi

Rhinosinusitis yang disertai dengan adanya nyeri pada gigi sehingga peneliti

menyimpulkan bahwa telah adanya infeksi dari bakteri yang mengenai jaringan gigi dan menurut Bertrand infeksi pada gigi terjadi saat kuman masuk ke dalam ruang pulpa gigi. Sehingga menyebabkan infeksi
6

inflamasi yang menyebabkan edema pada organ sinus. Edema tersebut akan

menyebabkan penyumbatan pada hidung dan kompleks ostio-meatal pun tertutup

dan kematian pulpa. Eksudat akibat infeksi secara bertahap menumpuk di ujung akar dan membuat lubang pada tulang. Biasanya, infeksi gigi akan membuat tulang di dalam membengkak dan juga terdapat rasa nyeri rahang atau gigi.14 Pasien Rhinosinusitis yang maksilaris mengalami (Tabel 4)

Tabel 5. Infeksi gigi rahang atas Infeksi gigi Jumlah Peresentase rahang atas Ada Tidak ada Total 22 12 34 64,7 35,3 100 (orang) (%)

sebanyak 29 orang pasien (85,3%) dan yang selain dari Rhinosinusitis maksilaris

Tabel 6. Penyakit gigi pada infeksi gigi rahang atas Penyakit gigi Jumlah Peresentase (orang) Periodontitis Gangren pulpa Gangren radix Abses apikal Tidak ada Total 11 3 2 6 12 34 (%) 32,4 8,8 5,9 17,6 35,3 100

sebanyak 5 orang (14,7%) yaitu 3 orang mengalami Rhinosinusitis frontalis dan 2 orang mengalami Rhinosinusitis etmoidalis. Kejadian infeksi gigi rahang atas (Tabel 5) terjadi pada 22 orang pasien (64,7%) dari keseluruhan jumlah pasien yang menjadi sampel dan yang tidak terjadi infeksi gigi rahang atas sebanyak 12 orang (35,3%). Penyakit gigi yang terbanyak pasien

Hasil penelitian ini menunjukkan Rhinosinusitis maksilaris yang

(Tabel 6) adalah periodontitis sebanyak 11 orang (32,4%), abses apikal sebanyak 6 orang (17,6%) sedangkan untuk gangren pulpa sebanyak 3 orang (8,8%) dan gangren radix sebanyak 2 orang (5,9%). Tabel 4. Tipe Rhinosinusitis Tipe Jumlah Rhinosinusitis Maksilaris Etmoidalis Frontalis Sphenoid Total (orang) 29 2 3 0 34 Peresentase (%) 85,3 5,9 8,8 0,0 100

terbanyak yaitu 29 orang (85,3%) sejalan dengan penelitian penelitian Prastyo (2011) dan Dalimunthe (2010) di RSUP Adam Malik medan didapatkan lokasi sinus yang terlibat paling banyak adalah sinusitis maksilaris yaitu sebanyak 110
12,13

orang

(58,5%) dan 62 orang (64,6%). Sinus maksilaris

adalah

sinus

paranasal terbesar dan yang paling sering terkena infeksi karena ostium sinus

maksilaris terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus
7

melalui

infundibulum

yang

sempit.

didapatkan periodontitis yang paling tinggi karena infeksi bakteri (anaerob) yang awalnya mempengaruhi lapisan elemen terluar dapat meluas ke bagian pulpa dan pulpa terbuka dan akhirnya infeksi ini akan meluas karena tidak diobati dan mengenai

Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.15 Hasil penelitian ini juga

selaput

periodontium

maka

akan

menunjukkan bahwa Infeksi gigi rahang atas terjadi pada 22 orang (64,7%). Sejalan dengan Penelitian Marissa (2011) di RSUD dr.M.Soewandhie Surabaya, menunjukkan bahwa dari 20 sampel penderita didapatkan 15 orang (75%) yang menderita sinusitis dengan infeksi odontogen.7 Hal ini dikarenakan secara anatomis apeks gigi-gigi rahang atas (kecuali

menyebabkan periodontitis. Periodontitis adalah suatu infeksi yang mengenai jaringan periodontal, infeksi pada jaringan

periodontal dapat menjalar melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus. Untuk Hubungan Infeksi gigi rahang atas dengan kejadian Rhinosinusitis

maksilaris (Tabel 7) diketahui bahwa Pasien dengan infeksi gigi rahang atas yang mengalami Rhinosinusitis maksilaris

insisivus) sangat dekat dengan dasar sinus, terutama sinus maksilaris.16 terutama akar gigi molar ke-2 paling dekat dengan lantai sinus maksilaris, diikuti akar gigi molar ke1, premolar 1 dan 2. Kemudian akar molar 1 dan 2 serta premolar 2 hanya ditutupi oleh selaput lendir dan kadang-kadang bahkan menonjol ke sinus maksilaris. Jarak yang dekat ini sangat mudah untuk masuknya infeksi gigi ke sinus maksilaris.17 Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa penyakit gigi dari infeksi gigi rahang atas yang terbanyak adalah periodontitis sebanyak 11 orang (32,4%). Berdasarkan penelitian yang terdapat dalam Karin

berjumlah 21 orang (95,5%) dan pasien dengan infeksi gigi rahang atas yang mengalami selain dari Rhinosinusitis

maksilaris berjumlah 1 orang (4,5%). Sedangkan pasien yang tidak dengan infeksi gigi rahang atas mengalami Rhinosinusitis maksilaris sebanyak 8 orang (66,7%) dan pasien yang tidak dengan infeksi gigi rahang atas yang mengalami selain dari

Rhinosinusitis maksilaris sebanyak 4 orang (33,3%).

Garming 83% dari semua kasus gigi disebabkan oleh periodontitis atau lesi periapikal.18
8

Tabel 7 Hubungan Infeksi gigi raahng atas dengan Rhinosinusitis maksilaris


Infe ksi gigi rah ang atas Ya Tid ak Tot al Rhinosinusitis Maksilaris Ya Jumlah (orang) 21 (95,5%) 8 (66,7%) 29 (85,3%) Tidak Jumlah (orang) 1 (4,5%) 4 (33,3%) 5 (14,7%) Total P value PO R

di Rumah Sakit Umum Daerah Dati II Semarang menunjukkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara infeksi gigi rahang atas dengan Rhinosinusitis maksilaris.21
22 (100.0%) 12 (100.0%) 34 (100.0%) 0,042 10,5

Hal ini sesuai dengan kepustakaan secara anatomis apeks gigi-gigi rahang atas (kecuali insisivus) sangat dekat dengan dasar sinus, terutama sinus maksilaris. Gigi

Hasil uji chi square didapatkan p value 0,042 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara infeksi gigi rahang atas dengan kejadian Rhinosinusitis maksilaris di Rumah Sakit Umum Daerah Raden

yang

berlubang

(karies)

atau

adanya

abses/infeksi di sekitar gigi harus diobati, sebab masalah gigi di rahang atas itu dapat menjalar sampai ke sinus.16 Dasar sinus maksilaris adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah

Mattaher Jambi dan berdasarkan analisis estimasi resiko didapatkan nilai POR>1 , dapat disimpulkan bahwa pasien dengan infeksi gigi rahang atas berpeluang 10,5 kali lebih besar untuk mengalami Rhinosinusitis maksilaris. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Primartono di RSUP dr.Kariadi Semarang yang menyatakan adanya

menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah atau limfe.1 Hal ini sesuai pada penelitian ini dimana infeksi gigi dengan rahang atas

perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara infeksi gigi rahang maksilaris atas hal dengan ini

berhubungan

terjadinya

Rhinosinusitis

Rhinosinusitis maksilaris. Adapun infeksi gigi rahang atas yang dapat menyebabkan terjadinya sinusitis maksilaris adalah

menunjukkan bahwa ada hubungan antara infeksi gigi rahang atas dengan kejadian Rhinosinusitis maksilaris.19 Pada penelitian Duzgun di Haydarpasa Training Hospital Turki juga menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara infeksi gigi dengan kejadian sinusitis maksilaris.
20

periodontitis, abses apikal, gangren radix, gangren pulpa.

KESIMPULAN DAN SARAN Ada hubungan antara infeksi gigi rahang atas dengan kejadian Rhinosinusitis
9

Hal ini juga sejalan dengan penelitian Arya

maksilaris di RSUD Raden Mattaher Jambi. dan Infeksi gigi rahang atas mempunyai risiko 10,5 kali lebih besar untuk terjadinya Rhinosinusitis maksilaris. Dari kesimpulan diatas, ada beberapa saran yang dapat diajukan antara lain: 1. Diperlukan adanya perhatian khusus terhadap infeksi gigi rahang atas

dengan faktor odontogen. Agar dapat lebih banyak memeriksa struktur

anatomis dan lesi baik di rahang atas maupun rahang bawah, dan dapat melihat adanya kelainan yang tidak tampak secara klinis.

REFERENSI 1. Soetjipto Damayanti, Buku ajar Endang ilmu

sebagai salah satu faktor predisposisi terjadinya Rhinosinusitis maksilaris. Seperti menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan baik secara konsisten seperti menyikat gigi secara teratur dan benar minimal dua kali sehari. 2. Perlunya penyuluhan kepada

Mangunkusumo. kesehatan

telinga-hidung-tenggorok

kepala leher: sinusitis. edisi ke-enam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. hal.150-54 2. Hilger, Peter A. Buku Ajar Penyakit THT : Penyakit Sinus Paranasalis. Edisi ke-enam. Jakarta: EGC: 1997.Hal.240 257 3. Patel PM, Rowe-Jones J. ABC of Ear Nose and Throat:Paranasal Sinus

masyarakat tentang faktor infeksi gigi rahang atas pada kejadian sinusitis maksilaris agar upaya pencegahan dapat diambil dengan melakukan pemeriksaan gigi sekurang-kurangnya dua kali per tahun. 3. Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut tentang hubungan infeksi gigi rahang atas dengan kejadian sinusitis maksilaris dengan sampel penelitian yang lebih besar dan analisis yang lebih mendalam. 4. Untuk kesempurnaan dalam penegakan diagnosa dari Rhinosinusitis maksilaris yang disebabkan oleh infeksi gigi selain dilakukan pemeriksaan klinis pada gigi dapat juga dilakukan foto panoramik sebagai diagnosa pemeriksaan Rhinosinusitis penunjang maksilaris

Diseases and infections. edisi ke-lima. Australia: Blackwell Publishing; 2007. hal 37-44 4. Depkes RI. Pola Penyakit 50 peringkat utama menurut DTD Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Indonesia Tahun 2003 5. PERHATI. HTA Indonesia. Fungsional endoscopic sinus surgery di indonesia. Jakarta.2006.hal:1 6. Mansjoer, A. Kapita selekta kedokteran UI: Sinusitis. edisi ke-tiga. Jakarta: Media Aesculapius; 2001. hal.102-103 7. Marissa, AI. Infeksi odontogen pada sinusitis maxillaris ditinjau dari
10

radiografik panoramik: observasional deskriptif. Surabaya: Fakultas

13. Prastyo, stephen john. Karakteristik Penderita Rinosinusitis Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011 : penelitian deskriptif dengan rancangan retrospektif. Medan: Fakultas kedokteran universitas

kedokteran Gigi Universitas Airlangga: 2011 8. Bubun Jeanny, dkk. Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay: Studi kasus control

sumatera utara; 2011 14. Bertrand B, Rombaux Of P, Eloy Origin.

(penelitian). Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas

P.1997.Sinusitis

Dental

Department of Otorhinolaryngology and Head and Neck Surgery. Belgium. pp 312 -22 (41) 15. Soetjipto Damayanti, buku ajar Endang ilmu

Hasanuddin Makassar:2009 9. Dewanti DAK, Hawala S, Istiningsih C, Indrawati LPL, 2008. Pola Epidemiologi Rhinosinusitis Kronis di Bagian THT RS Sardjito Tahun 2006-2007. Dalam Kumpulan Bandung. 10. Multazar, Agus. Karakteristik Abstrak PIT-PERHATI.

Mangunkusumo. kesehatan

telinga-hidung-tenggorok

kepala leher: Sinus Paranasal. edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI;2007. hal.145-49 16. Saragih, A.R. Rinosinusitis Dentogen. dalam: Dentika Dental Journal.

rhinosinusitis kronis: deskriptif. Medan: Fakultas kedokteran universitas

2007;12(1):82 17. Chul,kyung.2010.clinical features and treatments sinusitis.diunduh http://www.eymj.org 18. K.Garming Legert et al. Sinusitis of odontogenic origin: Pathophysiological implications of early treatment.Taylor and francis health of dari odontogenic URL :

sumatera utara; 2008 11. Fokkens W, et al.European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. Rhinology 45 Supplement 20. 2007. Available from:

http://www.rhinologyjournal.com/supple ment_20.pdf (diakses 9 juli 2013) 12. Dalimunthe. Gambaran Penderita

Rinosinusitis Di RSUP. Haji Adam Malik Medan Pada Tahun 2010:

sciences.2004;124:655 19. Primartono. Hubungan Faktor-faktor

deskriptif retrospektif. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara : 2010

Predisposisi dengan Sinusitis Maksila Kronik: deskriptif Kuantitatif.

11

Semarang:

Fakultas

Kedokteran

Universitas Diponegoro: 2003 20. Yildirim,duzgun.2013.the between dental relationship and

indentation

maxillary sinusitis.diunduh darI URL: http://www.scirp.org/journal/ojmi 21. Bogi arya kusumo. Hubungan Karies Gigi Rahang Atas dengan Sinusitis Maksilaris Odontogen di Rsud Dati II Semarang: Semarang: analitik Fakultas observasional. kedokteran

universitas muhammadiyah semarang: 2011

12

Anda mungkin juga menyukai