Informasi vs Intelijen
Posted on 11/09/2011 by Benny Ohorella
Dalam bahasa Indonesia, sering kita dengar istilah intelijen, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, intelijen adalah kata benda yang berarti orang yg bertugas mencari (mengamat-amati) seseorang atau orang dari dinas rahasia Sedangkan dalam bahasa Inggris, menurut English Oxford Dictionaries, intelligence adalah sebuah kata benda yang memiliki arti kemampuan untuk memperoleh dan menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan atau sekumpulan informasi yang memiliki nilai militer ataupun politis. Perbedaan pemberian arti ini membuat kita, sebagai penutur bahasa Indonesia, menjadi beranggapan bahwa intelijen adalah sebuah pekerjaan khusus, seperti tentara atau polisi. Kita juga jadi tidak cakap membedakan sifat informasi. Dalam dunia politik, militer ataupun bisnis, sudah umum disadari bahwa sekedar informasi atau berita tidaklah bernilai apapun sebelum diverifikasi kebenarannya lalu diolah menjadi sesuatu rencana aksi yang bisa dieksekusi. Informasi tidak berarti apapun bila hal-hal yang disampaikannya tidak memberitahu kita bagaimana menyikapi hal-hal tersebut, tidak memberitahu kita apa yang harus kita lakukan. Itulah perbedaan sekedar informasi dengan intelijen. Sebuah intelijen harus sudah jelas memberi panduan bagaimana kita harus bertindak (ataupun berdiam diri). Ada proses yang disebut siklus intelijen, sebuah proses yang mengubah informasi menjadi intelijen. Hal itu adalah perencanaan, pengumpulan, evaluasi, mencari kaitan, dan pengkategorian informasi. Kemudian setelah itu hasilnya dianalisis, dituangkan secara tertulis dan sistematis lalu didistribusikan kepada pihak-pihak tertentu (biasanya para ahli dari masalah yang terungkap dari analisis) untuk mendapat umpanbalik. Umpan-balik ini akan menentukan apakah informasi telah menjadi
intelijen ataukan masih membutuhkan tambahan informasi ataupun analisis yang lebih dalam. Jika proses ini telah dinilai lengkap maka intelijen yang dimaksud telah dihasilkan. Dalam bahasa Indonesia, intelijen diartikan hanya berupa langkahlangkah awal proses mengubah informasi menjadi intelijen. Sebenarnya kata intelijen dalam bahasa Indonesia lebih tepat untuk menerjemahkan kata espionage dalam bahasa Inggris bukan intelligence. Dalam film-film spionase sering digambarkan seorang agen spionase yang jago tembak dan jago berkelahi mengendap-endap ke sarang musuh, mengumpulkan informasi dan di ujung film sang agen jagoan ini mengambil tindakan berdasarkan informasi yang dikumpulkannya, biasanya membunuh musuh-musuhnya dan meledakkan bangunan tempat sang musuh bersarang. Dalam kenyataan jarang sekali seorang agen rahasia bertindak sejauh itu, dan proses untuk menentukan tindakan atas informasi yang dikumpulkan tidak terjadi dalam hitungan hari apalagi jam atau menit. Dan jarang sekali yang bertindak adalah sang agen sendiri. Secara logika, jika dia yang bertindak sendiri apa bukan sama saja dengan membongkar penyamarannya sendiri? Contoh paling mutakhir adalah operasi pembunuhan Osama bin Laden, agen-agen CIA yang mengumpulkan informasi mengenai lokasi Osama tidak pernah terlibat dalam operasi pembunuhan, Navy SEALS yang turun tangan berdasarkan intelijen yang mereka berikan. Agen-agen CIA ini tidak menyolok, menyatu dengan lingkungan, beberapa bahkan bisa bahasa Arab, Urdu dan Pashtun dan bisa menyamar sebagai muslim yang taat. Tugas mereka hanya menyalurkan informasi dengan deras kepada para analist yang akan mengolahnya menjadi intelijen. Setelah intelijen diperoleh dengan kualitas yang dinilai bisa diterima maka rencana aksi dibuat berdasarkan intelijen tersebut. http://papanidea.net/2011/09/informasi-vs-intelijen/
suatu file rahasia dibaca oleh publik sebagai bahan riset penelitian sejarah dan rekayasa sosial atau konstruksi masyarakat. Tetapi tidak sedikit kelompok rahasia yang membawa mati seluruh cerita konspirasi karena kuatnya prinsip kerahasiaan individu anggota-anggotanya. Intelijen lebih banyak berurusan dengan kegiatan nyata menyelamatkan bangsa dan negara, ya memang kedengaran klise dan seperti manusia super yang waktunya habis untuk bangsa dan negara. Ideal sekali bukan? Keseharian intelijen boleh dikatakan jauh dari wacana konspirasi, karena utamanya adalah deteksi dini atas setiap potensi ancaman kepada bangsa dan negara. Deteksi dini pada garis terdepan adalah akses kepada informasi yang diperlukan. Selanjutnya analisa dan akhirnya adalah rekomendasi yang seyogyanya diperhatikan oleh pimpinan negara. Namun karena kemampuan individu intelijen yang rata-rata sudah terlatih dalam soal kerahasiaan, pesanan untuk melakukan kerjasama rahasia dalam rangka mewujudkan suatu peristiwa tertentu tidaklah terlalu sulit untuk dikerjakan dan hal ini hanya membutuhkan satu dukungan, yaitu dana segar. Cukup jelas bukan? Intelijen bukanlah konspirator, tetapi tidak sulit bagi intelijen untuk melakukan konspirasi.
http://rosesmerah.com/2009/07/21/novel-aneh-intelijen-dan-konspirasi/