ekonomi antara Jawa dan Sumatera. Berkenaan dengan ini, dirancang 11 skenario
yang terdiri atas tiga skenario yang disebutkan pertama untuk simulasi fragmen
pertama, enam skenario berikutnya untuk simulasi fragmen kedua, dan dua
skenario terakhir untuk simulasi fragmen ketiga. Tiga skenario pada fragmen
wilayah. Dalam hal ini stimulus ekonomi diberikan kepada sektor produksi di
ekonomi wilayah lain, sekaligus menemukan alternatif kebijakan. Dalam hal ini
stimulus ekonomi diberikan kepada sektor produksi pada kedua wilayah secara
Rumahtangga”.
setiap sektor primer di Jawa dan di Sumatera. Hasil simulasi (Tabel 24)
187
tertinggi dalam kelompok sektor primer terjadi pada sektor tanaman pangan dan
tanaman lainnya, yakni di Jawa (TPTJ) sebesar 30.47 miliar rupiah dan di
Sumatera (TPTS) sebesar 25.31 miliar rupiah. Secara agregat, stimulus pada
restoran dan hotel di Jawa yang paling tinggi, lebih tinggi dari semua sektor
perekonomian Jawa, sehingga sektor ini akan memperoleh efek multiplier yang
sektor. Ini berarti bahwa di Jawa terdapat tujuh sektor di luar kelompok sektor
Sumatera hanya dua sektor. Sektor-sektor di luar kelompok sektor primer yang
lainnya hanya terjadi di Jawa, yakni sektor perdagangan, restoran dan hotel
(PRHJ) dan sektor industri makanan, minuman dan tembakau (IMMJ), masing-
Selain itu, total dampak tidak langsung dari skenario satu terhadap sektor
primer di Jawa sebesar 44.31 miliar rupiah yang dikontribusikan oleh sektor
tanaman pangan dan tanaman lainnya (TPTJ) sebesar 20.47 miliar rupiah, sektor
188
peternakan (PTRJ) 6.96 miliar rupiah, sektor kehutanan dan perburuan (KPRJ)
2.05 miliar rupiah, sektor perikanan (PRKJ) 5.46 miliar rupiah, dan sektor
pertambangan dan penggalian (PPGJ) 9.37 miliar rupiah. Total dampak skenario
satu terhadap lima sektor industri pengolahan sebesar 72.34 miliar rupiah dan
terhadap lima sektor jasa (tidak termasuk sektor konstruksi dan jasa pemerintah)
sebesar 102.55 miliar rupiah. Dengan demikian ranking total dampak tidak
langsung dari skenario satu dalam perekonomian Jawa adalah kelompok sektor
jasa, sektor industri pengolahan, dan sektor primer. Kondisi ini mengindikasikan
bahwa sektor jasa dan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Jawa lebih
dominan daripada sektor primer. Disisi lain, total dampak tidak langsung dari
skenario satu terhadap kelompok sektor primer di Sumatera sebesar 37.98 miliar
rupiah yang dikontribusikan oleh sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya
(TPTS) sebesar 15.31 miliar rupiah, sektor peternakan (PTRS) 7.93 miliar rupiah,
sektor kehutanan dan perburuan (KPRS) 1.86 miliar rupiah, sektor perikanan
(PRKS) 7.68 miliar rupiah, dan sektor pertambangan dan penggalian (PPGS) 5.20
miliar rupiah. Total dampak skenario satu terhadap lima sektor industri
pengolahan di Sumatera sebesar 36.94 miliar rupiah dan terhadap lima sektor jasa
(tidak termasuk sektor konstruksi dan jasa pemerintah) sebesar 47.70 miliar
rupiah. Dengan demikian ranking total dampak tidak langsung dari skenario satu
dalam perekonomian Sumatera adalah kelompok sektor jasa, sektor primer, dan
sektor industri pengolahan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor jasa dan
industri pengolahan.
189
280.47 miliar rupiah dan di Sumatera sebesar 152.39 miliar rupiah. Golongan
rumahtangga golongan rendah kota (82.28 miliar rupiah) dan yang terendah
(38.52 miliar rupiah) dan rumahtangga golongan atas desa memperoleh kenaikan
pendapatan terendah (13.88 miliar rupiah). Ini berarti golongan rumahtangga yang
memperoleh manfaat yang paling besar dari stimulus ekonomi pada sektor primer
adalah rumahtangga golongan rendah kota di Jawa dan golongan pengusaha tani
lebih baik dari distribusi kenaikan pendapatan di Jawa. Secara parsial, basis rasio
golongan atas desa dan rumahtangga buruh tani, baik di Jawa maupun di
terjadi antara rumahtangga golongan rendah kota dan rumahtangga golongan atas
kota.
Selain itu, terdapat hal yang menarik dari skenario satu yaitu bahwa
kenaikan pendapatan rumahtangga kota (GRKJ dan GAKJ) lebih tinggi dari
memiliki faktor produksi yang lebih besar pada sektor primer dibandingkan
Hasil skenario dua menunjukan bahwa peningkatan total output di Jawa sebesar
290.26 miliar rupiah dan di Sumatera sebesar 174.19 miliar rupiah. Peningkatan
output sektoral tertinggi dalam kelompok industri pengolahan terjadi pada sektor
industri makanan, minuman dan tembakau di Jawa (IMMJ) sebesar 49.55 miliar
rupiah dan di Sumatera (IMMS) sebesar 31.59 miliar rupiah. Di Jawa dampak
tidak langsung dari skenario dua terhadap IMMJ sebesar 39.55 miliar rupiah,
industri pemintalan, tekstil dan kulit (IPTJ) 13.00 miliar rupiah, industri kayu dan
barang dari kayu (IKKJ) 3.97 miliar rupiah, industri kertas, barang percetakan,
alat angkutan, barang dari logam dan lainnya (IKRJ) 5.50 miliar rupiah, dan
industri kimia, pupuk, barang dari tanah liat, semen, dan logam dasar (IKPJ)
sebesar 21.21 miliar rupiah. Total dampak tidak langsung skenario dua terhadap
kelompok sektor industri pengolahan di Jawa sebesar 83.23 miliar rupiah. Disisi
lain, total dampak tidak langsung dari skenario dua terhadap lima sektor primer di
Jawa sebesar 44.23 miliar rupiah dan terhadap lima sektor jasa (tidak termasuk
sektor konstruksi dan jasa pemerintah) sebesar 108.88 miliar rupiah. Dengan
191
demikian ranking total dampak tidak langsung dari skenario dua dalam
perekonomian Jawa adalah kelompok sektor jasa, sektor industri pengolahan, dan
sektor primer. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor jasa dan sektor industri
Sementara itu, total dampak tidak langsung dari skenario dua terhadap
yang dikontribusikan oleh IMMS sebesar 21.59 miliar rupiah, industri pemintalan,
tekstil dan kulit (IPTS) 3.62 miliar rupiah, industri kayu dan barang dari kayu
(IKKS) 2.41 miliar rupiah, industri kertas, barang percetakan, alat angkutan,
barang dari logam dan lainnya (IKRS) 1.41 miliar rupiah, dan industri kimia,
pupuk, barang dari tanah liat, semen, dan logam dasar (IKPS) sebesar 8.23 miliar
rupiah. Disisi lain, total dampak tidak langsung dari skenario dua terhadap lima
sektor primer di Sumatera sebesar 36.94 miliar rupiah dan terhadap lima sektor
jasa (tidak termasuk sektor konstruksi dan jasa pemerintah) sebesar 47.70 miliar
rupiah. Dengan demikian ranking total dampak tidak langsung dari skenario dua
dalam perekonomian Sumatera adalah kelompok sektor jasa, sektor primer, dan
sektor industri pengolahan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor jasa dan
industri pengolahan.
fenomena yang serupa dengan dampak yang ditimbulkan oleh skenario satu, yakni
Jawa maupun di Sumatera secara agregat terjadi distribusi yang divergen. Namun
di Sumatera relatif lebih baik dari distribusi kenaikan pendapatan di Jawa. Secara
antara rumahtangga golongan atas desa dan rumahtangga buruh tani di Jawa dan
tani dan rumahtangga golongan rendah kota di Sumatera dan di Jawa terjadi
antara rumahtangga golongan rendah kota dan rumahtangga golongan atas kota.
Skenario tiga adalah stimulus ekonomi di Jawa dan di Sumatera pada sektor-
sektor jasa, kecuali sektor listrik, gas dan air dan sektor konstruksi, masing-
peningkatan total output di Jawa sebesar 291.01 miliar rupiah dan di Sumatera
kelompok jasa di Jawa terjadi pada sektor perdagangan, restoran dan hotel (PRHJ)
sebesar 59.35 miliar rupiah dan di Sumatera sebesar 33.07 miliar rupiah. Total
dampak tidak langsung dari skenario tiga terhadap kelompok sektor jasa di Jawa
restoran dan hotel (PRHJ) sebesar 49.35 miliar rupiah, transportasi dan
komunikasi (TPKJ) 14.39 miliar rupiah, keuangan dan perbankan (KPKJ) 12.42
miliar rupiah, dan jasa-jasa lainnya (JJLJ) 22.82 miliar rupiah. Disisi lain, total
dampak tidak langsung dari skenario tiga terhadap lima sektor primer di Jawa
sebesar 44.40 miliar rupiah dan terhadap lima sektor industri pengolahan sebesar
83.09 miliar rupiah. Dengan demikian ranking total dampak tidak langsung dari
skenario tiga dalam perekonomian Jawa adalah kelompok sektor jasa, sektor
193
Tabel 26. Rasio Multiplir Pendapatan Rumahtangga di Jawa dan Sumatera Atas Dasar Basis Terkecil.
industri pengolahan, dan sektor primer. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor
jasa dan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Jawa lebih dominan
Sementara itu, total dampak tidak langsung dari skenario tiga terhadap
kelompok sektor jasa di Sumatera sebesar 41.42 miliar rupiah yang dikontribusikan
oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel (PRHS) sebesar 23.07 miliar rupiah,
transportasi dan komunikasi (TPKS) 9.84 miliar rupiah, keuangan dan perbankan
(KPKS) 5.07 miliar rupiah, dan jasa-jasa lainnya (JJLS) 3.44 miliar rupiah. Disisi
lain, total dampak tidak langsung dari skenario tiga terhadap lima sektor primer di
Sumatera sebesar 38.37 miliar rupiah dan terhadap lima sektor industri pengolahan
sebesar 37.52 miliar rupiah. Dengan demikian ranking total dampak tidak langsung
dari skenario tiga dalam perekonomian Sumatera adalah kelompok sektor jasa, sektor
primer, dan sektor industri pengolahan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor
jasa dan sektor primer dalam perekonomian Sumatera lebih dominan daripada sektor
Tiga skenario seperti yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa struktur
sektor primer (J-I-P) dan di Sumatera adalah sektor jasa – sektor primer – sektor
industri pengolahan (J-P-I). Selain itu, skenario satu, skenario dua, dan skenario tiga
juga menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan (total output) regional antara Jawa
dan Sumatera tidak berimbang bahkan perbedaannya cukup ekstrim. Ini berarti
bahwa skenario satu, skenario dua, dan skenario tiga menimbulkan ketimpangan
198
ekonomi wilayah lain akan dilakukan penelaahan terhadap skenario empat sampai
rupiah. Sedangkan skenario lima adalah stimulus ekonomi di Sumatera pada sektor
pada kedua wilayah sebesar 207.50 miliar rupiah yang terdistribusikan ke Jawa (self
generate effect) sebesar 186.59 miliar rupiah dan ke Sumatera sebesar 20.91 miliar
rupiah. Dampak langsung dari stimulus ekonomi pada sektor primer di Jawa sebesar
50 miliar rupiah dan dampak tidak langsung sebesar 136.59 miliar rupiah. Sedangkan
spillover effect ke Sumatera hanya sebesar 20.91 miliar rupiah. Sektor primer di Jawa
yang memperoleh dampak kenaikan output tertinggi adalah sektor tanaman pangan
dan tanaman lainnya, yang terdiri atas dampak langsung sebesar 10 miliar rupiah dan
dapak tidak langsung sebesar 12.65 miliar rupiah. Sedangkan sektor-sektor di luar
sektor primer di Jawa yang memperoleh dampak kenaikan tertinggi adalah sektor
perdagangan, restoran dan hotel (28.64 miliar rupiah), sektor industri makan,
minuman dan tembakau (22.25 miliar rupiah), sektor jasa-jasa lainnya (16.26 miliar
rupiah), dan sektor industri kimia, pupuk dan logam dasar (11.80 miliar rupiah). Dari
199
golongan rendah kota (51.51 miliar rupiah), rumahtangga golongan atas kota (37.97
miliar rupiah), dan rumahtangga pengusaha tani (30.61 miliar rupiah). Dari sisi ini,
sekali lagi nampak bahwa sebagian dari rumahtangga kota di Jawa memiliki kapital
yang cukup besar di sektor pertanian walaupun mereka bukan pengusaha tani.
yang sama dan dengan jumlah yang sama dengan skenario empat. Hasil skenario lima
bahwa peningkatan output total di kedua wilayah sebesar 254.89 miliar rupiah, lebih
besar dari yang dihasilkan skenario empat. Totak kenaikan output tersebut
terdistribusikan ke Sumatera (self generate effect) sebesar 152.28 miliar rupiah dan ke
Jawa (spillover effect) sebesar 102.62 miliar rupiah. Dampak langsung dari stimulus
ekonomi pada sektor primer di Sumatera sebesar 50 miliar rupiah dan dampak tidak
langsung sebesar 102.28 miliar rupiah. Dampak tidak langsung yang terjadi di
Sumatera dan yang terjadi di Jawa seratif berimbang. Dengan demikian, total dampak
tidak langsung yang ditimbulkan oleh stimulus ekonomi pada sektor primer di
dampak kenaikan output tertinggi adalah sektor tanaman pangan dan tanaman
lainnya, yang terdiri atas dampak langsung sebesar 10 miliar rupiah dan dapak tidak
langsung sebesar 12.94 miliar rupiah. Sedangkan sektor-sektor di luar sektor primer
restoran dan hotel, sektor industri makan, minuman dan tembakau, sektor jasa-jasa
lainnya. Sedangkan spillover effect ke Jawa yang terbesar terjadi pada sektor
perdagangan, restoran dan hotel, sektor industri makanan, minuman dan tembakau,
dan sektor jasa-jasa lain. Fenomena spillover effect mengindikasikan bahwa kenaikan
ketiga sektor tersebut di Jawa lebih besar daripada yang diterima oleh sektor-sektor
lainnya. Hal ini terjadi melalui dua jalur, yakni menyediakan input yang murah,
terutama kepada sektor induatri makan, minuman dan tembakau dan sektor
ketiga sektor tersebut. Hal ini kemudian menimbulkan efek multiplier yang besar bagi
129.74 miliar rupiah dan di Jawa sebesar 112.32 miliar rupiah. Dampak tidak
79.74 miliar rupiah. Sekalipun dampak tidak langsung yang ditimbulkan oleh
skenario lima terhadap pendapatan rumahtangga di Sumatera lebih kecil dari dampak
tidak langsung terhadap pendapatan tumahtangga di Jawa, namun dari sisi total
rumahtangga di Jawa sebesar 167.67 miliar rupiah dan di Sumatera sebesar 24.09
201
pendapatan rumahtangga pada kedua wilayah yang lebih tinggi dari skenario empat,
industri pengolahan di Jawa sebesar 50 miliar rupiah yang didistribusikan pada setiap
sektor sebesar 10 miliar rupiah. Sedangkan skenario tujuh adalah stimulus ekonomi
di Sumatera pada sektor-sektor yang sama dengan skenario enam. Hasil dari skenario
enam menunjukkan bahwa peningkatan output total kedua wilayah sebesar 207.89
effect) sebesar 185.98 miliar rupiah dan peningkatan output total di Sumatera
(spillover effect) sebesar 21.91 miliar rupiah. Dipihak lain, skenario tujuh
rupiah yang terdistribusi pada peningkatan output di Sumatera (self- generate effect)
sebesar 152.28 miliar rupiah (terdiri dari direct effect 50 miliar rupiah dan indirect
effect 102.28 miliar rupiah) dan peningkatan output di Jawa (spillover effect) sebesar
104.29 miliar rupiah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa skenario tujuh memberikan
dampak terhadap peningkatan output pada kedua wilayah yang lebih besar daripada
dampak yang ditimbulkan skenario enam. Selain itu, skenario tujuh juga memberikan
Ketimpangan peningkatan total output tersebut terjadi karena spillover effect yang
202
ditimbulkan oleh kedua skenario tersebut sangat timpang. Di satu pihak spillover
effect yang ditimbulkan oleh skenario enam sangat kecil, sedangkan spillover effect
yang ditimbulkan oleh skenario tujuh sangat besar. Salah satu penyebab terjadinya
Dampak tidak langsung dari skenario enam yang terbesar terjadi pada sektor
perdagangan, restoran dan hotel di Jawa (PRHJ), sektor industri makanan, minuman
dan tembakau di Jawa (IMMJ), dan sektor jasa-jasa lain di Jawa (JJLJ). Berarti, tiga
sektor tersebut menerima manfaat yang paling besar dari stimulus ekonomi pada
kelompok sektor industri di Jawa. Di sisi lain, dampak tidak langsung yang
ditimbulkan oleh skenario tujuh yang terbesar terjadi pada sektor perdagangan, hotel
dan restoran di Sumatera (PRHS), sektor industri makanan, minuman dan tembakau
(TPTS), sektor perdagangan, restoran dan hotel di Jawa (PRHJ), sektor industri
makanan, minuman dan tembakau di Jawa (IMMJ), dan sektor jasa-jasa lainnya di
Jawa (JJLJ). Dari enam sektor tersebut, sektor yang menerima manfaat yang paling
besar dari stimulus ekonomi pada kelompok sektor industri di Sumatera adalah sektor
rumahtangga kedua wilayah yang ditimbulkan oleh skenario enam sebesar 190.80
sebesar 168.15 miliar rupiah dan ke Sumatera sebesar 22.65 miliar rupiah. Di sisi
wilayah sendiri (Sumatera) sebesar 127.01 miliar rupiah dan kepada rumahtangga di
Jawa sebesar 113.06 miliar rupiah. Ini berarti bahwa stimulus ekonomi pada
rumahtangga kedua wilayah lebih tinggi daripada yang diberikan oleh stimulus
ekonomi pada kelompok sektor yang sama di Jawa dan distribusi antarwilayah lebih
merata.
yang ditimbulkan oleh skenario enam dan skenario tujuh pada umumnya divergen
(Tabel 26). Namun distribusi pendapatan rumahtangga intra region yang ditimbulkan
oleh skenario enam terhadap berbagai rumahtngga di Sumatera relatif lebih baik
daripada di Jawa, walaupun pada tingkat kenaikan yang rendah. Sementara itu,
distribusi pendapatan rumahtangga intra region yang ditimbulkan oleh skenario tujuh
terhadap berbagai golongan rumahtangga di Jawa relatif lebih baik daripada yang
dengan yang ditimbulkan oleh skenario enam. Pergeseran yang dimaksud adalah
golongan atas kota, dan rumahtangga buruh tani di Sumatera mengalami perbaikan;
kelompok sektor jasa di Jawa sebesar 50 miliar rupiah yang didistribusikan pada
setiap sektor sebesar 10 miliar rupiah. Sedangkan skenario sembilan adalah stimulus
ekonomi di Sumatera pada sektor-sektor yang sama dengan skenario delapan. Hasil
wilayah sebesar 210.09 miliar rupiah yang terdistribusikan pada peningkatan output
di Jawa (self-generate effect) sebesar 189.47 miliar rupiah dan peningkatan output di
Sumatera (spillover effect) sebesar 20.62 miliar rupiah. Dipihak lain, skenario
miliar rupiah yang terdistribusi pada peningkatan output di Sumatera (self- generate
effect) sebesar 154.38 miliar rupiah (terdiri dari direct effect 50 miliar rupiah dan
indirect effect 104.38 miliar rupiah) dan peningkatan output di Jawa (spillover effect)
sebesar 101.51 miliar rupiah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa skenario sembilan
memberikan dampak terhadap peningkatan output pada kedua wilayah yang lebih
besar daripada dampak yang ditimbulkan skenario delapan. Selain itu, skenario
delapan memberikan dampak terhadap peningkatan total output intra region yang
sangat timpang. Ketimpangan peningkatan total output intra region tersebut terjadi
karena spillover effect yang ditimbulkan oleh kedua skenario tersebut sangat timpang.
Di satu pihak spillover effect yang ditimbulkan oleh skenario delapan sangat kecil,
sedangkan spillover effect yang ditimbulkan oleh skenario sembilan sangat besar.
rumahtangga di Sumatera atas barang-barang konsumsi yang berasal dari Jawa relatif
Dampak tidak langsung dari skenario delapan yang terbesar terjadi pada sektor
perdagangan, restoran dan hotel di Jawa (PRHJ), sektor industri makanan, minuman
dan tembakau di Jawa (IMMJ), dan sektor jasa-jasa lain di Jawa (JJLJ). Berarti, tiga
sektor tersebut menerima manfaat yang paling besar dari stimulus ekonomi pada
kelompok sektor jasa di Jawa. Di sisi lain, dampak tidak langsung yang ditimbulkan
oleh skenario sembilan yang terbesar terjadi pada sektor perdagangan, hotel dan
Sumatera (IMMS), sektor tanaman pangan dan tanaman lainnya di Sumatera (TPTS),
sektor perdagangan, restoran dan hotel di Jawa (PRHJ), sektor industri makanan,
minuman dan tembakau di Jawa (IMMJ), dan sektor jasa-jasa lainnya di Jawa (JJLJ).
Dari enam sektor tersebut, sektor yang menerima manfaat yang paling besar adalah
rumahtangga kedua wilayah yang ditimbulkan oleh skenario delapan sebesar 195.39
miliar rupiah yang terdistribusikan ke wilayah sendiri (Jawa) sebesar 173.00 miliar
rupiah dan ke Sumatera sebesar 22.39 miliar rupiah. Di sisi lain, total kenaikan
(Sumatera) sebesar 132.91 miliar rupiah dan ke Jawa sebesar 111.12 miliar rupiah.
Ini berarti bahwa stimulus ekonomi pada kelompok sektor jasa di Sumatera
206
tinggi daripada yang diberikan oleh stimulus ekonomi pada kelompok sektor yang
yang ditimbulkan oleh skenario delapan dan skenario sembilan pada umumnya
divergen (Tabel 26). Namun distribusi pendapatan rumahtangga intra region yang
lebih baik daripada di Jawa, walaupun pada tingkat kenaikan yang rendah. Sementara
itu, distribusi pendapatan rumahtangga intra region yang ditimbulkan oleh skenario
sembilan terhadap berbagai golongan rumahtangga di Jawa relatif lebih baik daripada
dimaksud adalah bahwa disribusi pendapatan antara rumahtangga golongan atas desa
rumahatangga atas kota mengalami kemunduran, namun pada jarak (interval) yang
sangat sempit.
Secara keseluruhan, stimulus ekonomi kepada region Jawa dan region Sumatera
secara terpisah (tidak simultan) menunjukkan bahwa stimulus ekonomi pada berbagai
sektor produksi di Sumatera memberikan dampak yang jauh lebih baik daripada
dampak terhadap kenaikan total output kedua wilayah lebih tinggi dan
yang lebih tinggi dan distribusi pendapatan antargolongan rumahtangga baik intra
region maupun interregional relatif lebih berimbang daripada stimulus ekonomi yang
sama ke Jawa, ataupun kepada kedua wilayah secara secara silmutan. Hal ini terjadi
karena setiap kemajuan ekonomi di Sumatera pada sektor manapun akan mengalir ke
Jawa dalam bentuk permintaan impor barang-barang konsumsi (final goods) dan
bahan baku (intermediate goods). Kenaikan permintaan impor dari Sumatera tersebut
akan menimbulkan efek multiplier dalam perekonomian Jawa, yang pada gilirannya
membuat total output Jawa meningkat dan pendapatan rumahtangga juga meningkat.
tetapi kemudian terserap lagi balik ke Jawa, yang pada akhirnya membuat
rendah tersebar ke dalam tiga kelompok rumahtangga, yaitu rumahtangga buruh tani,
Stimulus ekonomi ini dilakukan pada masing-masing wilayah secara terpisah, dimana
tersebut di Jawa sebesar masing-masing 10 miliar rupiah dan skenario sebelas kepada
tiga golongan rumahtangga yang sama dengan jumlah yang sama di Sumatera.
Dampak yang ditimbulkan oleh skenario sepuluh dan skenario sebelas terhadap
output sektor produksi adalah bahwa skenario sepuluh memberikan dampak terhadap
peningkatan total output kedua wilayah sebesar 106.97 miliar rupiah yang
terdistribusikan pada peningkatan output di Jawa sebesar 94.54 miliar rupiah dan
peningkatan total output di Sumatera (spillover effect) sebesar 12.43 miliar rupiah.
(peningkatan di atas 10 miliar rupiah) hanya terjadi di Jawa yakni pada sektor
perdagangan, restoran dan hotel (PRHJ) sebesar 18.91 miliar rupiah, sektor makanan,
minuman dan tembakau (IMMJ) sebesar 16.49 miliar rupiah, dan sektor jasa-jasa
lainnya (JJLJ) sebesar 11.66 miliar rupiah. Dipihak lain, skenario sebelas
memberikan dampak peningkatan total output kedua wilayah sebesar 132.45 miliar
effect) sebesar 74.25 miliar rupiah dan peningkatan total output di Jawa (spillover
effect) sebesar 58.22 miliar rupiah. Dampak skenario sebelas terhadap peningkatan
output sektoral tertinggi (peningkatan di atas 10 miliar rupiah) tidak hanya terjadi di
Sumatera tetapi juga di Jawa yakni pada sektor industri makanan, minuman dan
tembakau di Sumatera (IMMS) 13.93 miliar rupiah, sektor perdagangan, restoran dan
hotel di Sumatera (PRHS) sebesar 13.14 miliar rupiah, sektor perdagangan, restoran
dan hotel di Jawa (PRHJ) sebesar 11.33 miliar rupiah, sektor industri makanan,
minuman dan tembakau di Jawa (IMMJ) 10.10 miliar rupiah. Dengan demikian,
Sumatera memberikan dampak terhadap peningkatan total output kedua wilayah yang
lebih tinggi daripada stimulus yang sama di Jawa, serta terdistribusikan kepada kedua
(dilihat dari sisi indirect effect). Sedangkan skenario sebelas memberikan dampak
yang ditimbulkan oleh skenario sepuluh dan skenario sebelas di kedua wilayah pada
yang ditimbulkan oleh skenario sebelas relatif kurang divergen dibandingkan dengan
ekonomi tersebut akan segera dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik
pada barang dan jasa yang berasal dari produksi lokal maupun dari wilayah lain. Bila
kenaikan pendapatan tersebut dibelanjakan pada barang dan jasa produksi lokal,
210
demikian memerlukan tambahan input, baik yang berasal dari dalam wilayah maupun
dari luar wilayah. Jalur belanja barang konsumsi lokal dan permintaan input lokal
sedangkan jalur belanja barang konsumsi dan permintaan input ke wilayah lain akan
menimbulkan efek multriplier ke dalam wilayah lain (spillover effect). Dari perspektif
ini, nampak bahwa bagian dari kenaikan pendapatan rumahtangga di Sumatera yang
dibelanjakan pada berbagai barang dan jasa yang berasal dari Jawa lebih besar dari
barang-barang yang berasal dari Sumatera. Hal ini terjadi karena sebagian besar
dalam wilayah Sumatera, sehingga di impor dari Jawa. Demikian halnya dengan
yang terjadi di Sumatera relatif lebih kecil dari self generate effect yang terjadi di
Jawa dan spillover effect dari Sumatera ke Jawa lebih besar dari spillover effect dari
kedua wilayah relatif lebih berimbang apabila stimulus ekonomi diberikan kepada
7.4. Rangkuman
pada berbagai kelompok sektor yang berbeda pada kedua wilayah secara simultan
memberikan hasil yang sama. Skenario ini menyatakan bahwa struktur ekonomi
di Jawa secara agregat adalah sektor jasa – sektor industri pengolahan - sektor
211
primer (J-I-P) dan di Sumatera adalah sektor jasa – sektor primer – sektor industri
pengolahan (J-P-I). Selain itu, skenario ini juga menunjukkan bahwa peningkatan
total output regional antara Jawa dan Sumatera tidak berimbang bahkan
perbedaannya cukup ekstrim. Ini berarti bahwa skenario satu, skenario dua, dan
kedua wilayah tersebut. Di samping itu, terjadi juga distribusi pendapatan yang
rendah kota dan golongan atas kota, sedangkan di Sumatera adalah rumahtangga
jauh lebih baik daripada stimulus ekonomi yang sama di Jawa. Stimulus ekonomi
sama ke Jawa, ataupun kepada kedua wilayah secara secara silmutan, baik intra
Sumatera pada sektor manapun akan mengalir ke Jawa dalam bentuk permintaan
efek multiplier dalam perekonomian Jawa, yang pada gilirannya membuat total
berkembang lebih lanjut, tetapi kemudian terserap balik ke Jawa lagi, dan pada
restoran dan hotel (PRHJ), sektor industri makanan, minuman dan tembakau
(IMMJ), dan sektor jasa-jasa lainnya (JJLJ). Tiga sektor ini mengalami
peningkatan output yang tinggi tidak hanya disebabkan oleh stimulus ekonomi di
Jawa tetapi juga oleh stimulus ekonomi di Sumatera pada semua sektor. Ini
intra Jawa dan dalam perekonomian interregional Jawa dan Sumatera. Sementara
dari sektor-sektor produksi lainnya adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel
(PRHS), sektor industri, makanan, minuman dan tembakau (IMMS), dan sektor
tanaman pangan dan tanaman lainnya (PTPS). Tiga sektor produksi di Sumatera
tersebut, outputnya akan meningkat setara dengan peningkatan output sektor yang
sama di Jawa apabila simulasi ekonomi dilakukan di Sumatera. Ini berarti tiga
dampak kenaikan total output kedua wilayah relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan stimulus yang sama di Jawa. Di samping itu, kenaikan total output
tersebut terdistribusi kepada kedua wilayah secara berimbang. Kondisi ini terjadi
meningkat, yang pada tahap awal (initial effect) sebesar nilai stimulus. Kenaikan
memenuhi kebutuhan hidup, baik pada barang dan jasa yang berasal dari produksi
lokal maupun yang berasal dari wilayah lain. Bila kenaikan pendapatan tersebut
dibelanjakan pada barang dan jasa produksi lokal, maka sektor-sektor produksi
input, baik input yang berasal dari wilayah sendiri maupun dari wilayah lain. Jalur
belanja barang konsumsi lokal dan permintaan input (bahan baku) lokal akan
sedangkan jalur belanja barang konsumsi dan permintaan input ke wilayah lain
akan menimbulkan efek multriplier ke dalam wilayah lain (spillover effect). Dari
jasa yang berasal dari Jawa lebih besar dari bagian kenaikan pendapatan
Kekurang pasokan dari sektor-sektor lokal tersebut akan dipenuhi dengan cara
meng impor dari Jawa. Hal serupa juga terjadi pada sektor-sektor produksi di
Sumatera, dimana kebutuhan akan bahan baku (input antara) dipenuhi melalui
impor dari Jawa. Akibatnya self generate effect yang terjadi di Sumatera relatif
lebih kecil dari self generate effect yang terjadi di Jawa dan spillover effect dari
Sumatera ke Jawa lebih besar dari spillover effect dari Jawa ke Sumatera. Kondisi
ini yang menyebabkan terjadinya peningkatan output antara kedua wilayah relatif
divergan.
kenaikan pendapatan, baik yang berasal dari guncangan ekonomi pada sektor
memperoleh bagian terbesar dari kenaikan pendapatan, baik yang bersumber dari
rumahtangga golonga atas desa (GADS). Hal ini terjadi karena enam golongan
rumahtangga tersebut memiliki faktor produksi primer yang relatif lebih besar
215
dari rumahtangga golongan lainnya. Hal ini terlihat dari sumber utama
rumahtangga pengusaha tani di Jawa (RPTJ) yang berasal dari faktor produksi